HAK PENGELOLAAN
Pengertian
Pengertian hak pengelolaan tidak terdapat didalam UUPA, namun terdapat pengertiannya
didalam PP Nomor 40/1996, yaitu hak menguasai negara yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Berdasarkan pengertian hak pengelolaan diatas
dapat dipahami bahwa hak pengelolaan merupakan hak menguasai negara atas tanah (pasal 2
UUPA), bukan merupakan hak atas tanah (pasal 16 (1) UUPA). Menurut Prof. Boedi Harsono
hak pengelolaan pada hakikatnya bukan hak atas tanah, melainkan merupakan gempilan
dari hak menguasai negara.
Mengenai pengertian hak pengelolaan dapat dilihat lebih jelas pada penjelasan Pasal 2 ayat
(3) UU No. 20/2000 tentang Perubahan Atas UU No. 21/1997 tentang Bea Perolehan Hak
Atas Tanah, yaitu:
hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaannyasebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa
perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk
keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak
ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat dipahami bahwa hak pengelolaan menunjukkan:
a. Hak pengelolaan merupakan hak menguasai negara atas tanah bukan hak atas tanah;
b. Hak pengelolaan merupakan pelimpahan sebagian kewenangan dari hak menguasai negara
atas tanah;
c. Kewenangan dalam hak pengelolaan, adalah merencanakan peruntukan dan penggunaan
tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, dan menyerahkan bagianbagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga dan/atau bekerjasama dengan pihak ketiga.
Subjek Hak Pengelolaan
Subjek hak pengelolaan berarti pihak-pihak yang berhak memperoleh hak pengelolaan
tersebut. Adapun pihak-pihak yang dimaksud dapat dilihat dalam berbagai sumber hukum,
yang dimana subjek tersebut terdiri dari orang (personenlijk) maupun badan hukum
(rechtperson), pihak-pihak tersebut diantaranya:
1. Hak pengelolaan diberikan kepada departemen, direktorat dan daerah swatantra (pasal 5
Peraturan Menteri Agraria No. 9/1965);
2. Hak pengelolaan dapat diberikan kepada departemen dan jawatan Pemerintah, serta badanbadan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah (pasal 29 Permendagri No. 5/1973);
3. Pasal 5 dan 6 Permendagri No. 5/1974, Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada:
Perusahaan pembangunan perumahan yang seluruh modalnya berasal dari pemerintah
dan/atau pemerintah daerah;
Industrial estate yang seluruh modalnya berasal dari Pemerintah yang berbentuk
perusahaan umum (Perum) dan perusahaan perseroan (Persero), dan dari pemerintah
daerah yang berbentuk perusahaan daerah (PD).
4. Hak pengelolaan diberikan kepada pemerintah daerah, lembaga, instansi dan/atau badan
hukum (milik) Pemerintah (pasal 2 Permendagri No. 1/1977);
5. Hak pengelolaan diberikan kepada pemerintah daerah, lembaga, instansi dan atau badan
hukum (milik) pemerintah (pasal 2 Permendagri No.1/1977);
PT Persero;
Badan Otorita;
Menurut Dr. Urip Santoso, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 9/1999 ini terbuka kemungkinan untuk badan hukum pemerintah lain dalam
memperoleh hak pengelolaan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan syarat tugas pokok
dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah.
Sejarah Hukum Hak Pengelolaan
Hak pengelolaan pertama kali diperkenalkan oleh PP No. 8/1953. PP ini mengatur
penguasaan tanah-tanah negara oleh kementerian, jawatan, atau daerah swatantra, yang
merupakan terjemahan dari beheersrecht. Istilah in beheer ini kemudian berkembang atau
dikembangkan demikian luas pengertiannya sehingga menimbulkan adanya kerancuan di
bidang tertib hukum antar instansi pemerintah dengan instansi pemegang hak dan pihak
ketiga. Pokok permasalahan inilah yang menjadi fokus pengkajian dan perlu ada perhatian
untuk menemukan jalan keluarnya.
Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah no. 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah Negara,
telah diatur bahwa penguasaan atas tanah Negara terbagi dalam dua (2) subyek:
1. Penguasaan tanah negara berdasarkan Undang-Undang atau Peraturan lain yang ada
pada kementerian, jawatan atau daerah swatantra pada saat berlakunya peraturan ini;
2. Penguasaan atas tanah negara selebihnya ada pada Menteri Dalam Negeri. Ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1953 yang perlu mendapatkan perhatian
adalah ketentuan yang diatur dalam pasal 92 oleh karena materi hukumnya menjadi
embrio lahirnya pengertian Hak Pengelolaan.Pasal 9 tersebut antara lain mengatur
bahwa kementerian, jawatan atau daerah swatantra sebelum dapat menggunakan
tanah- tanah Negara yang penguasanya diserahkan kepadanya, dapat memberi izin
kepada pihak lain untuk memakai tanah itu dalam waktu yang pendek, yang sifatnya
sementara serta setiap waktu harus dapat dicabut kembali;
Berawal dari hak penguasaan atas tanah negara itulah lahir hak pengelolaan melalui konversi
yang diatur dalam pasal 2 Peraturan Menteri Agraria No. 9/1965 tentang Pelaksanaan
Konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang
Kebijaksanaan jo. Peraturan Menteri Agraria No. 1/1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan
Hak Pengelolaan. Hubungannya dengan PP No. 8/1953 yaitu dalam menegaskan pelaksanaan
konversi hak-hak penguasaan atau beheer yang ada pada departemen dan daerah swatantra
berdasarkan PP tersebut;
Peraturan Menteri Agraria No. 9/1965 diubah dengan Permendagri No. 5/1974 tentang
Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Hak untuk Keperluan Perusahaan
jo. Permendagri No. 1/1977 tentang Tatacara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak
atas bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya;
Eksistensi Hak Pengelolaan kemudian dikukuhkan dengan UU No. 16/1985 tentang Rumah
Susun.
Tatacara Perolehan Hak Pengelolaan
Pihak yang ingin memperoleh hak pengelolaan harus mengajukan permohonan hak
pengelolaan secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Kantor wilayah Pertanahan yang
daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Permohonan Hak Pengelolaan
tersebut harus memuat:
1. Keterangan mengenai pemohon;
2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yurisis dan data fisik;
3. Lain-lain:
Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah- tanah yang dimiliki oleh
pemohon, ternasuk bidang tanah yang dimohon;
Keterangan lain yang dianggap perlu.
Setelah berkas permohonan diterima oleh Kepala Kantor Pertanahan, maka Kepala Kantor
Pertanahan melakukan:
1. Pemeriksaan dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik;
2. Jika permohonan memenuhi syarat maka Kepala Kantor Pertanahan akan menyampaikan
pada KaKanwil untuk diminta pertimbangan dan pendapat
3. Kakanwil menyampaikan pada Kepala BPN untuk dilakukan pemeriksaan data fisik dan
data yuridis berikut memperhatikan pertimbangan dan pendapat Kakanwil untuk
dipertimbangkan diterima atau tidaknya permohonan tersebut.
4. Penyampaian keputusan diterima atau tidak permohonan hak tersebut kepada pemohon.
5. Jika diterima maka pemohon wajib mendaftarak keputusan tersebut untuk diterbitkan
sertifikat dengan terlebih dahulu membayar BPHTB.
6. Sertipikat HPL diserahkan kepada pemohon.
Cara Memperoleh Hak Pengelolaan Menurut Peraturan Perundang-Undangan
Ada 2 cara memperoleh hak pengelolaan oleh pemegang haknya menurut peraturan
perundang-undangan, yaitu:
1. Penegasan Konversi
Hak pengelolaan terjadi melalui konversi dari hak penguasaan atas tanah negara. Yang
dimaksud dengan konversi menurut Effendi Perangin adalah perubahan hak atas tanah
sehubungan dengan berlakunya UUPA. Maksudnya perubahan hak atas tanah yang tunduk
pada hukum barat (BW), Hukum Adat, dan daerah swapraja menjadi hak atas tanah
berdasarkan UUPA.
Berdasarkan pasal 9 PerMen Agraria No. 9/1965, melalui penegasan konversi, hak
penguasaan atas tanah negara yang dipunyai oleh departemen, direktorat, atau daerah
swatantra diubah haknya menjadi hak pengelolaan. Hak pengelolaan ini lahir setelah hak
penguasaan atas tanah negara didaftarkan ke kantor pendaftaran tanah untuk diterbitkan
sertifikat hak pengelolaan sebagai tanda bukti haknya.
2. Pemberian Hak
Dilakukan dengan mengajukan permohonan pemberian hak atas tanah negara. Berdasarkan
pasal 1 ayat (8) PerMen Agraria/Kepala BPN No. 9/1999, pemberian hak atas tanah adalah
penetapan pemerintah yang memberikan sesuatu hak atas tanah negara, perpanjangan jangka
waktu, pembaharuan hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak diatas tanah hak
pengelolaan.
Perolehan hak pengelolaan melalui permohonan pemberian hak atas tanah negara dilakukan
apabila sebelum calon pemegang hak pengelolaan tidak mempunyai hak penguasaan atas
tanah negara, sedangkan ia berkeinginan untuk memperoleh hak pengelolaan. Tanah yang
dimohonkan merupakan tanah yang berasal dari tanah negara atau tanah yang tidak ada
sesuatu hak yang ada diatasnya.
Kewenangan Dalam Hak Pengelolaan
1. Berdasarkan Pasal 6 PerMen Agraria No. 9/1965
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah;
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;
c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak pakai
yang berjangka waktu 6 tahun;
d. Menerima uang pemasukan/gantirugi dan/atau uang wajib tahunan
2. Berdasarkan Pasal 3 Permendagri No. 5/1974
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah;
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;
c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang
ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan,
penggunaan, jangka waktu dan keuangannya.
3. Pasal 1 PP No. 36/1997
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah;
b. Menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;
c. Menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama
dengan pihak ketiga.
4. Pasal 2 ayat (3) UU No. 20/2000
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah;
b. Menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;
c. Menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama
dengan pihak ketiga.
5. Pasal 1 PP No. 112/2000
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah;
b. Menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;
c. Menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama
dengan pihak ketiga.
Hak pengelolaan sebagai hak atau gempilan hak menguasai negara, maka hak pengelolaan
tidak dapat dipindahtangankan sehingga tidak memenuhi syarat untuk dapat dijadikan
jaminan utang. Karena itu oleh UU No. 4/1996 hak pengelolaan tidak ditunjuk sebagai objek
hak tanggungan.
dilakukan atas nama pihak ketiga yang membutuhkan tanah tersebut melalui
pemegang HPL.Proses permohonan hak tersebut sama seperti permohonan hak
atas tanah pada umumnya yang berada di atas Tanah Negara, yang diatur di
dalam Peraturam MNA/Ka.BPN no. 9 tahun 1999.
Salah satu dokumen yang terpenting yang harus diperhatikan berkaitan dengan
pengalihan atau pemberian jaminan atas Tanah HGB atau Hak Pakai yang berada
di atas tanah HPL adalah SP3T. Semua ketentuan yang terdapat di dalam SP3T
tersebut harus dipatuhi oleh pemegang HPL, pemegang HGB/Hak Pakai yang
betsangkutan, pihak bank maupun Notaris/PPAT di dalam melakukan perbuatan
hukum atas tanah HGB atau Hak Pakai tersebut, baik perbuatan hukum peralihan
hak atau pembeban hak.
Beberapa waktu yang lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Utara ada kasus
sengketa tanah antara sebuah PT. (Persero) milik Negara (disini saya singkat
dengan pihak A) dengan sebuah Perusahaan Perorangan (saya singkat dengan
pihak B) dimana pihak A mengakui tanah tersebut merupakan Tanah Hak
Pengelolaan yang penguasaannya diberikan oleh Negara kepada pihak A dan
dibuktikan dengan Sertifikat HPL (Hak Pengelolaan) sementara pihak B juga
mengakui bahwa tanah tersebut adalah miliknya yang dibeli dari pihak Z
dengan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat di hadapan PPAT dan merupakan
tanah dengan status Hak Guna Bangunan (dalam hal ini menurut
pemahamannya adalah HGB murni) dan dibuktikan dengan Sertifikat HGB.
Dalam perkembangan perkara tersebut kemudian diketahui latar belakang
mengapa tanah HPL milik Negara tersebut kemudian bisa menjadi salah tafsir
sebagai tanah HGB murni, adalah karena tanah tersebut sebelumnya merupakan
tanah dengan status HGB diatas HPL yang diberikan pihak A kepada pihak X
dengan Perjanjian Penggunaan Tanah HPL yang dalam salah satu klausulnya
disebutkan bahwa tanah dengan status HGB diatas HPL ini tidak boleh dialihkan
kepada pihak lain melalui cara apapun tanpa persetujuan dari pihak
pemegang HPL (dalam hal ini adalah pihak A).
Pada kenyataannya, pihak X kemudian mengalihkan tanah dengan
status HGB diatas HPL tersebut kepada pihak Y melalui AJB dan disahkan
dengan Sertifikat HGB di hadapan PPAT, dan selanjutnya dari pihak Y
mengalihkan lagi kepada pihak Z dengan proses pengalihan hak yang sama.
Dilatarbelakangi perkara yang telah saya ilustrasikan tersebut diatas, maka
disini saya ingin menguraikan sedikit mengenai definisi Hak Atas Tanah,
termasuk Hak Pengelolaan berikut beberapa Peraturan Perundangan yang
mengaturnya.
Hak atas tanah ialah hak yang memberi wewenang kepada pemiliknya untuk
mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Ciri
khasnya ialah si empunya hak berwenang untuk mempergunakan atau
mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. [1]
Pengelompokan hak-hak atas tanah ialah sebagai berikut :
1.
a.
Hak Pakai
Adalah hak untuk menggunakan dan / atau memungut hasil dari tanah
yang langsung dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya atau
dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewamenyewa atau perjanjian pengolahan tanah segala sesuatu asal tidak
bertentangan dengan undang-undang.
e.
Hak Pengelolaan
Menurut Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Hak Pengelolaan adalah hak
menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan
kepada pemegangnya. Sedangkan berdasarkan Penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf
f Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Hak Pengelolaan adalah hak menguasai
dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegangnya, antara lain berupa perencanaan dan peruntukan tanah,
penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian
dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama dengan pihak
ketiga. Bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan tersebut dapat diberikan kepada
pihak lain dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Pemberiannya
dilakukan oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang berwenang, atas usul
pemegang Hak Pengelolaan yang bersangkutan. Dalam Pasal 67 ayat (1)
3.
4.
PT. Persero
5.
Badan Otorita
6.
2.
3.
badan-badan keagamaan
4.
badan-badan sosial.
Mengenai tatacara peralihan hak diatas tanah HPL kepada pihak ketiga dulu
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang
Tatacara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Bagian-Bagian Tanah Hak
Pengelolaan Serta Pendaftarannya (sudah dicabut dengan Peraturan Menteri
Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tetapi disertakan dalam
penulisan ini karena apa yang diatur di dalamnya belum ada ketentuannya
dalam peraturan penggantinya)
a.
Pasal 3 ayat (1) menyatakan : Setiap penyerahan penggunaan tanah yang
merupakan bagian dari tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga oleh
pemegang Hak Pengelolaan, baik yang disertai dengan pendirian bangunan
diatasnya, wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak
pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga yang bersangkutan.
b.
Pasal 5 menyatakan : Hubungan hukum antara Lembaga, instansi, dan atau
Badan atau Badan Hukum (milik) Pemerintah pemegang Hak Pengelolaan, yang
didirikan atau ditunjuk untuk menyelenggarakan penyediaan tanah untuk
berbagai jenis kegiatan yang termasuk dalam bidang pengembangan
pemukiman dalam bentuk perusahaan, dengan tanah Hak Pengelolaan yang