Anda di halaman 1dari 30

Capaian Lambat Redistribusi Tanah dan

Penyelesaian Konflik Agraria


Untuk Realisasi 4,1 Juta Hektar Reforma
Agraria Dari Pelepasan Kawasan Hutan

Dewi Kartika
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
MASALAH TORA TEMUAN LAPANGAN TIM BAPPENAS
(Naskah rangkuman pengantar seminar hasil kajian pelepasan Kawasan hutan untuk TORA)

 Sudah menampilkan konteks situasi agraria secara umum; belum komphrehensif


menangkap isu-isu strategis dan kritis seputar reforma agraria, setidaknya dalam
5 tahun terakhir;
 Sudah dapat menampilkan jenis masalah TORA secara umum berdasarkan
temuan lapangan di 4 provinsi dan/atau 4, yakni: Desa Cot Ba U (Aceh); Desa
Batu Putih (NTB); Desa Lesitae (Sulsel); dan Maluku. Konsistensi analisa masalah
TORA antara isu spesifik (desa) dengan isu general (provinsi, pusat);
 Pelurusan terminologi capaian TORA dari pelepasan KH seluas 2,6 juta hektar,
meski Bappenas sudah memberi catatan bahwa 60% (+/ 1,6 juta) dari klaim
capaian itu masih berstatus pencadangan (rencana/calon) TORA. Memerlukan
klarifikasi, agar tidak ada distorsi informasi. Dapat terjadi salah kaprah
pemahaman soal capaian RA, seolah ada +/- 1 juta hektar sudah dilakukan
redistribusi tanahnya kepada rakyat.
 Dalam menganalisa masalah TORA, pemahaman tentang apa itu reforma
agraria sangat penting, sebelum pemahaman (teknis) pelepasan kawasan
hutan.
 Penutup berupa kesimpulan permasalahan pokok tidak tercapainya target 4,1
pelepasan Kawasan hutan untuk reforma agraria.
SKEMA REFORMA AGRARIA DALAM RPJMN 2015-2019

REFORMA AGRARIA
(9 juta ha)

Legalisasi Aset Redistribusi Tanah


(4,5 juta ha) (4,5 juta ha)

HGU Tidak Diperpanjang/


Tanah Transmigrasi yang Belum Diperbarui dan Tidak Digunakan/ Pelepasan Kawasan
Legalisasi Aset
Bersertipikat Dimanfaatkan; Tanah Terlantar Hutan
(3,9 juta ha) dan Tanah Negara lainnya
(0,6 juta ha) (4,1 juta ha)
(0,4 juta ha)
Masalah Sejak Awal: Gap Lebar K/L mana yang
menafsirkan reforma
Antara Janji RA di Nawacita dan agraria semacam ini dalam
RPJMN?
Tafsir Teknokrasi Dalam RPJMN

Nawa Cita ke-5:


RPJMN 2015 - 2019
“Kami akan
meningkatkan kualitas • Dari tanah
hidup manusia Indonesia, transmigrasi yang
diantaranya akan dicapai belum (0,6 juta ha)
melalui …. dan LEGALISASI ASET disertifikatkan
peningkatan (4,5 Juta Ha) • Legalisasi asset (3,9
kesejahteraan REFORMA AGRARIA juta ha)
masyarakat dengan (9 Juta Ha)
REDISTRIBUSI
program ‘Indonesia Kerja’ TANAH
• Dari HGU habis dan
dan ‘Indonesia Sejahtera’ (4,5 Juta Ha) tanah terlantar (0,4
juta ha)
dengan mendorong
• Dari pelepasan
landreform dan kawasan hutan (4,1
kepemilikan tanah seluas juta ha)
9 juta hektar,..”
REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA
1. Salah satu sumber tanah untuk redistribusi tanah berasal pelepasan kawasan 6
hutan, yang
dalam dalam RPJMN 2015-2019 ditargetkan sebebasr 4,1 juta hektar.
2. Penyediaan tanah obyek reforma agraria (TORA) dari kawasan hutan berasal:
a. Pencadangan Kawasan Hutan, SK.3154/MenLHK-PKTL/KUH/PLA.2/5/2018 tentang
Peta Indikatif Alokasi Kawasan Hutan untuk Penyediaan Sumber TORA tanggal 18 Mei
2018, REV. III dengan luas 4.949.738 ha
b. Pelepasan Kawasan Hutan sesuai dengan peraturan perundangan: Perubahan batas
kawasan hutan, Mekanisme Tim Terpadu (Timdu) dan Mekanisme Penyelesaian
Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) sesuai Peraturan Presiden Nomor
88 Tahun 2017
2. Hingga Juli 2019, penyediaan TORA dari pelepasan kawasan hutan oleh Kementerian LHK
seluas 2.657.007 Ha* baik melalui Inver maupun Non-Inver, dengan data spasial yang
telah diterima Kementerian ATR/BPN seluas 1.001.454 Ha.
3. Kegiatan Inventarisasi dan Verifikasi PPTKH tahun 2018, dengan pola penyelesaian
Perubahan Batas:
a. Tahap 1 seluas 110.822,04 hektar di 74 Kabupaten/Kota (14 Provinsi)
b. Tahap 2 seluas 94.723,5 hektar di 56 Kabupaten/Kota (11 Provinsi)
Capaian
menurut KLHK
* Kementerian LHK, 2 Agustus 2019
CAPAIAN SERTIFIKASI REDISTRIBUSI TANAH TAHUN 2019 PER KABUPATEN
Realisasi Sertipikasi Redistribusi Tanah Tahun 2019

HGU Habis, TN Bebas, TN Lainnya

No Provinsi Kabupaten Sertipikat Redist TN Lainnya (TN Bebas, Absentee, Bekas Kawasan Hutan Luas (Ha)
HGU Habis Luas (Ha) Tanah Terlantar Luas (Ha) Luas (Ha)
Bekas Ulayat, Bekas Swapraja)

1 Riau Kab. Kampar 1.899 1.385 2.571,0 514 516,7


Kab. Musi Rawas 1.015 1 0,7 1.015 124,6
2 Sumatera Selatan
Kab. Banyuasin 3 2 2,4 -
Kab. Batanghari 1.028 1.028 1.575,5 -
3 Jambi Kab. Merangin 1.100 1.100 1.769,2 -
Kab. Muaro Jambi 510 510 842,5 -

Kab. Lampung Tengah 2.303 - 2.303 1.041,8


4 Lampung
Kab. Lampung Barat 21 21 4,9 -
5 Aceh Pidie Jaya 100 100 199,9 -
Kab. Sanggau 2.470 180 2.432.531 850 887,3 40 3,5
Kab. Sintang 8.000 5.177 6.918,8 2.823 2.735,0
6 Kalimantan Barat Kab. Landak 3.940 1.265 3.533,1 -
Kab. Kubu Raya 927 927 1.183,7 -
NA* 4.075 - -
Kab. Deli Serdang 1.150 796 314,4 -
7 Sumatera Utara Kab. Mandailing Natal 32 32 32,5 -

6.695
NA* 354 - -

8 Nusa Tenggara Barat Kab. Sumbawa 4.080 4.080 3.234,9 -

bidang
Kab. Muna 568 568 657.412 - -

Kab. Konawe Selatan 2.569 149 44,6 -

4.422
9 Sulawesi Tenggara Kab. Kolaka Utara 2.077 2.077 1.035,2 -
Kab. Bombana 1.000 218 146,7 -

hektar
NA* 3.202 - -
Kab. Sumba Barat 700 700 218,1 -
10 Nusa Tenggara Timur Kab. Sikka 582 582 221,4 -

Kab. Manggarai Timur 200 200 53,9 -


Kab. Serang 2.727 1.526 425,3 -
Kab. Pandeglang 3.946 2.373 910,8 -
11 Banten
Kab. Lebak 5.148 2.646 685,3 -
NA* 5.276 - -
Kab. Karawang 298 298 79,1 -
Kab. Bogor 292 292 17,1 -
Kab. Tasikmalaya 1.005 1.005 225,4 -
12 Jawa Barat
Kab. Ciamis 383 383 62,9 -
Kab. Subang 975 975 318,1 -
Kota Banjar 581 491 506.541 90 11,0
13 Jawa Tengah Kab. Pemalang 100 100 15,2 -
Kab. Malang 1.194 1.169 83,4 -
14 Jawa Timur Kab. Jember 394 217 6,3 -
NA* 202 - -
JUMLAH 53.317 1.239 3.596.484 - - 45.383 27.631 6.695 4.422

Sumber data : Dashboard Redistribusi Tanah (https://penataanagraria.atrbpn.go.id/Progress/RedisNasional) tanggal 5 Agustus 2019 Pukul 06.00
19.490 hektar
(0,47% dari target 4,1
juta ha)
KEGAGALAN SKEMA TORA SEJAK AWAL
(Konferensi Tenurial 2017, Global Land Forum 2018)
WHY BOTTOM UP MECHANISM (LPRA)
IS CRUTIAL FOR ACCELERATION OF
AGRARIAN REFORM REALIZATION

LPRA in
State’s forest claim
as an example

WHY
TOP DOWN MECHANISM of
“TORA” is NOT WORKS

Govt’s TORA result in East


Aceh District
as an example
KEGAGALAN SKEMA TORA SEJAK AWAL
(Konferensi Tenurial 2017, Global Land Forum 2018)
LPRA BERDASARKAN TIPOLOGI
MASALAH AGRARIA
REALISASI LPRA
Bottom-up process: usulan TORA dari
bawah Sepanjang Pemerintahan
Jokowi-JK, mulai 2016 s/d 2018,

4 usulan LPRA Anggota KPA


yang akhirnya mendapatkan
Nama Lokasi Organisasi Tani Luas (Ha) Jumlah Penerima Objekpengakuan penuh melalui
Redistribusi Tanah (jiwa)redistribusi tanah expired HGU
sa Mangkit, Kecamatan Belang, Kabupaten Serikat Petani Minahasa 444 491 yaitu di Garut, Ciamis, Batang
nahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara dan Minahasa Tenggara,
sa Pamegatan, Kecamatan Cikajang, Serikat Petani Badega 220,46 557 dengan total luasan 785,201
bupaten Garut, Provinsi Jawa Barat hektar bagi 1.573 RTP/petani.
sa Pasawahan, Kecamatan Banjarsari, Serikat Petani Pasundan - 30,9 100
bupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat Ciamis  Hasil penyelesaian konflik
sa Tumbrek, Kecamatan Bandar, Kabupaten Forum Perjuangan Petani 89,841 425 agraria petani dengan
ang, Provinsi Jawa Tengah Batang perusahaan perkebunan
Jumlah 785,201 1.573 swasta (HGU habis).
 Tidak ada capaian redistribusi
dari pelepasan Kawasan hutan.
PRINSIP DAN TUJUAN REFORMA AGRARIA DALAM PERPRES 86/2018

PRINSIP TUJUAN Mengurangi


REFORMA AGRARIA REFORMA AGRARIA ketimpangan
tanah yang ada diseluruh wilayah Republik penguasaan
Indonesia mempunyai hubungan yang abadi dan pemilikan
KEBANGSAAN tanah
dengan bangsa Indonesia untuk menjaga
keberlanjutan kebangsaan Indonesia.
Menciptakan Menciptakan
PENGAKUAN DAN Reforma Agraria mengakui dan melindungi Hak kemakmuran lapangan kerja
PERLINDUNGAN Ulayat MHA di wilayah Republik Indonesia dan dan
MASYARAKAT hukum adat yang berlaku serta ditaati
untuk
kesejahteraan mengurangi
HUKUM ADAT masyarakatnya.
masyarakat kemiskinan
Reforma Agraria harus memperhatikan kondisi Memperbaiki
KEBERLANJUTA lingkungan dan meminimalkan dampak negatif akses
N yang dapat merusak/menghilangkan/
Meningkatkan masyarakat
mengurangi kualitas lingkungan. ketahanan dan kepada
kedaulatan sumber
Reforma Agraria harus menjamin semua pihak pangan
ekonomi
Memperbaiki
diperlakukan adil dalam penguasaan,
KEADILAN pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan dan menjaga
Menangani
tanah. kualitas
dan
Reforma Agraria mengedepankan kepastian lingkungan
menyelesaikan
hukum bagi penerima TORA, keterbukaan hidup
PEMERINTAHAN konflik agraria
informasi bagi seluruh pihak, tertib
YANG BAIK
penyelenggaraan negara, profesionalitas dan
akuntabilitas. NIAT BAIK
Reforma Agraria juga mengedepankan SUDAH
pemberdayaan kepada penerima TORA dalam
PEMBERDAYAAN
rangka meningkatkan kesejahteraan yang
ADA
berbasis pada pemanfaatan tanah. 18
MENERUSKAN DUALISME KEBIJAKAN TERKAIT REFORMA
AGRARIA DI ERA PEMERINTAHAN JOKOWI JILID I
(Pasca UUPA 1960, UU Kehutanan, UU Sektoral Lain)
Acuan Utama Kementerian
Acuan Utama Kementerian LHK ATR/BPN
 Perpres No. 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan  Perpres No. 86 Tahun 2018 tentang
Tanah Dalam Kawasan Hutan (Perpres PPTKH). Reforma Agraria (Perpres RA)
 Permenko Bidang Perekonomian Sebagai Ketua Tim Percepatan
PPTKH No. 3 Tahun 2018 tentang pedoman pelaksanaan tugas tim
inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah dalam kawasan
hutan.
 Maklumat Menko Bidang Perekonomian Tentang Persetujuan
Pemberian Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) Dari Kawasan
Hutan Melalui PPTKH dan Pelepasan Kawasan Hutan Produksi
Yang Dapat Dikonversi (HPK) Yang Tidak Produktif (5 Agustus 2019)

Mempercepat, Menghambat, atau Membelokan Tujuan Reforma


Agraria?
Fungsi Koordinasi Lintas Kementerian di Bawah Menko Bidang Perekonomian
Penting Dievaluasi dan Dikoreksi Sebagai Bagian dari Perbaikan Kebijakan RA ke
Depan
REALISASI KEBIJAKAN REFORMA AGRARIA JOKOWI JILID I
 Realisasi kebijakan RA memasuki tahun ke-5 masih jauh dari
harapan masyarakat: Laju cepat sertifikasi tanah, laju lambat
(macet) redistribusi tanah (non hutan maupun hutan)
 Ketimbang menjalankan redistribusi tanah (landreform) sebagai
jantung RA, pemerintah mengulang kesalahan yang sama dari
Pemerintahan SBY, dimana sertifikasi tanah kembali diklaim begitu
saja sebagai bagian implementasi RA.
 Kerja rutin dan kewajiban administrasi pertanahan melalui
pensertifikatan (PTSL) Kementerian ATR/BPN masih dicampuradukan
sebagai realisasi RA
 Political will yang lemah dari Menteri LHK untuk secara sungguh-
sungguh mewujudkan RA . Redistribusi tanah melalui pelepasan
Kawasan hutan atau perubahan batas KH mengalami kemacetan:
nol hektar hingga memasuki tahun kelima.
 Belum ada tindakan korektif dan konkrit dari KLHK terhadap klaim
kawasan hutan yang tumpang tindih dengan desa/pemukiman,
wilayah adat, garapan/sawah, ladang, dan fasum-fasos
masyarakat.
 K/L dan jajaran birokrat pusat hingga daerah sebagai sumbatan
utama reforma agraria.
KEBIJAKAN TORA TIDAK MENJAWAB
KRISIS AGRARIA, BAHKAH
KONTRAPRODUKTIF TERHADAP
TUJUAN RA YANG DIMANDATKAN
Rapat Kabinet
Terbatas (Ratas)
3 Mei 2019 di Istana
Negara, Jakarta

Presiden memerintahkan percepatan penyelesaian


masalah pertanahan dan sengketa tanah (konflik agraria)
di Indonesia; konflik rakyat dengan perusahaan swasta,
perkebunan negara (BUMN), maupun konflik agraria antara
rakyat dengan pemerintah, termasuk perintah menertibkan
konsesi-konsesi yang bermasalah dengan rakyat, termasuk
perintah pelepasan klaim KH yang tumpang tindih dengan
wilayah masyarakat.
Rapat Tingkat Menteri (RTM)
12 Juni 2019 di Kantor Staf
Kepresidenan

PIC masing-masing K/L


Sekitar 10 kasus konflik agraria dipercepat dalam satu
bulanAda 157 kasus konflik agraria menjadi prioritas
tahun 2019
Ada 167 kasus konflik agraria menjadi prioritas 2019
Ada 13 perusahaan pemilik konsesi hutan akan
menyerahkan secara sukarela sebagian ijinnya (?)
Pokok masalah penyebab tidak tercapainya target 4,1
pelepasan Kawasan hutan untuk reforma agraria
(Menurut Hasil Kajian Tim Bappenas)

 Lamanya perumusan payung hokum (Perpres 88 tentang PPTKH, Permen LHK


tentang Tata Cara Pelepasan KH dan Perubahan Batas Untuk TORA)
 Prosedur Pelepasan Kawasan Hutan harus melalui proses yang Panjang
(PPTKH)
 60 % dari target TORA yang sudah tercapai masih berupa pencadangan,
belum dapat dilepaskan karena menunggu permohonan dari calon sunyek
penerima TORA
 Keterbatasan Perpres PPTKH yang tidak dapat mengakomodasi pelepasan
di kawasan konservasi
 Perubahan batas harus berada dalam sumber TORA yang tertera di dalam
PETA Indikatif TORA, padahal masih banyak ditemui usulan masyarakat yang
tidak terakomodasi dalam peta indikatif TORA
Rekomendasi Solusi:
Urgensi Pelurusan Konsep dan Praktek Reforma
Agraria
Dalam perjalanan RA: Menata ulang struktur penguasaan,
sejarahnya selama lebih pemilikan, penggunaan, dan pengelolaan tanah
dari 2500 tahun,
reforma agraria di
menjadi berkeadilan.
berbagai belahan KATA KUNCI RA ADALAH “RESTRUKTURISASI” DAN
dunia, mengalami
perubahan/ “KEADILAN” AGRARIA
perkembangan makna.
Namun ciri pokoknya
tetap, yaitu Sebab yang dituju “TERJADINYA TRANSFORMASI
“mengubah susunan SOSIAL DI PEDESAAN BERBASISKAN PENATAAN
masyarakat berbasiskan ULANG ULANG STRUKTUR AGRARIA DAN
agraria, demi keadilan”
PENGUATAN EKONOMI KERAKYATAN”
*Gunawan Wiradi
(Bukan sekedar bagi-bagi tanah, bukan soal
perbaikan ekonomi semata)
Rekomendasi Solusi: Segera
 Perbaikan formulasi reforma agraria dalam RPJMN 2019-2024; Reforma Agraria sebagai prioritas
nasional dalam RPJMN dan RKP 2020
 Prioritas ke depan pelurusan reforma agraria agar “percepatan” itu terjadi: fokus redistribusi tanah,
penyelesaian konflik agraria struktural dan penataan produksi/ekonomi masyarakat
 Evaluasi menyeluruh dan langkah korektif terhadap kebijakan/skema dan praktek TORA (KLHK,
KATR/BPN, Kemenko Perekonomian, Pemprov, Pemda)
 Urgensi satu payung regulasi mengenai reforma agraria; hapus dualisme TORA;
 Affirmative policy antisipasi penyimpangan tujuan reforma agraria, seperti pentingnya
pemisahahan program kegiatan sertifikasi rutin (PTSL), menegaskan sertifikasi hak hasil redistribusi
saja sebagai bagian dari tahap pasca redistribusi/penataan produksi (access reform), pemisahan
kebijakan atau pun capaianperhutanan sosial sebagai bagian RA (penyimpangan Maklumat
Menko)
 Hapus dualisme perpres, sempurnakan Perpres No.86 Tahun 2019 tentang Reforma Agraria sesuai
komitmen Presiden pada 24 September 2019.
 Perubahan Perpres RA dipimpin Kastaf KSP sebagai petugas yang ditunjuk langsung Presiden
(24/9) dengan proses yang inklusif bersama organisasi masyarakat sipil, pakar, dan K/L terkait.
 Peringatan kepada KATR/BPN, jangan tergesa-gesa mendorong RUUP tanpa perubahan substansi
yang mendasar, tanpa proses yang terbuka kepada public, utamanya gerakan masyarakat sipil,
termasuk gerakan tani, gerakan masyarakat adat, seluruh kelompok rentan, pakar hokum agraria,
dan K/L (lintas sector).
Rekomendasi Solusi: Proses Antara Sebelum Revisi
Perpres RA sebagai satu payung hokum selesai
 Hentikan Top-down TORA
 Utamakan mekanisme TORA yang bottom up; Prioritas pada usulan lokasi masyarakat
dari bawah (LPRA), dimana obyek dan subyek RA sudah ada di satu tempat.
 Prioritas wilayah konflik agraria struktural dan pengakuan wilayah adat.
 Prioritas area-area kantong kemiskinan struktural, akibat struktur agraria yang tidak
berpihak, tidak adil, monopoli swasta/negara.
 Prioritas peta indikatif TORA yang berkesuaian dengan usulan masyarakat, atau
berkesuaian dengan tujuan RA

Mekanisme TORA berupa fresh land (tanah kosong) dari pelepasan KH tidak efektif,
terkatung-katung karena menunggu “calon beneficiary” Termasuk berpotensi besar
disalahgunakan, penumpang gelap RA, bisnis skala besar, kepentingan elit di daerah-
pusat. Bukan prioritas dalam ke depan, karena tidak menjawab krisis agrarian yang
pokok.

Anda mungkin juga menyukai