0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
132 tayangan24 halaman
Peraturan Menteri ini mengatur tentang kemitraan kehutanan antara pengelola hutan, pemegang izin pemanfaatan hutan, dan masyarakat setempat. Kemitraan bertujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui pemanfaatan hasil hutan secara berkelanjutan sesuai dengan perjanjian kerja sama yang dituangkan dalam naskah kesepakatan. Naskah kesepakatan mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam kemitraan s
Peraturan Menteri ini mengatur tentang kemitraan kehutanan antara pengelola hutan, pemegang izin pemanfaatan hutan, dan masyarakat setempat. Kemitraan bertujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui pemanfaatan hasil hutan secara berkelanjutan sesuai dengan perjanjian kerja sama yang dituangkan dalam naskah kesepakatan. Naskah kesepakatan mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam kemitraan s
Peraturan Menteri ini mengatur tentang kemitraan kehutanan antara pengelola hutan, pemegang izin pemanfaatan hutan, dan masyarakat setempat. Kemitraan bertujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui pemanfaatan hasil hutan secara berkelanjutan sesuai dengan perjanjian kerja sama yang dituangkan dalam naskah kesepakatan. Naskah kesepakatan mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam kemitraan s
P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL)
Disusun oleh : WINARDI TOGATOROP, S.Hut
Kemitraan Kehutanan
Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama
antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan. Pelaku Kemitraan Kehutanan
Pengelola hutan atau pemegang izin
wajib melaksanakan pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan. Pengelola hutan A. Kesatuan pengelolaan hutan. B. Balai besar/balai taman nasional; C. Balai besar/balai konservasi sumber daya alam; D. Pengelola kawasan hutan dengan tujuan khusus; E. Unit pelaksana teknis daerah taman hutan raya; F. Badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah pengelola hutan negara. ( Pemegang izin A. izin usaha pemanfaatan kawasan; B. izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan; C. izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam; D. izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman; E. izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam; F. izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman; G. izin usaha pemanfaatan air; H. izin usaha pemanfaatan energi air; I. izin usaha pemanfaatan jasa wisata alam; J. izin usaha pemanfaatan sarana wisata alam; K. izin usaha pemanfaatan penyerapan karbon di hutan produksi dan hutan lindung; L. izin usaha pemanfaatan penyimpanan karbon di hutan produksi dan hutan lindung; M. izin penggunaan kawasan hutan; N. izin usaha industri primer hasil hutan. Persyaratan Kemitraan A. Luasan areal untuk kemitraan kehutanan dilakukan dengan ketentuan: a. luasan areal kemitraan kehutanan di areal kerja pengelola hutan paling luas 2 (dua) hektar untuk setiap kepala keluarga; b. luasan areal kemitraan kehutanan di areal kerja pemegang izin paling luas 5 (lima) hektar untuk setiap keluarga. B. Luasan areal untuk kemitraan kehutanan pada areal yang sedang berkonflik antara pengelola atau pemegang izin dengan masyarakat setempat diatur sesuai dengan kondisi lapangan dan secara bertahap luasan areal untuk kemitraan dibatasi. C. Dalam hal masyarakat setempat bermitra untuk memungut hasil hutan bukan kayu atau jasa lingkungan hutan luasan areal untuk kemitraan kehutanan tidak berlaku. Persyaratan calon mitra pengelola hutan atau pemegang izin A. kartu tanda penduduk atau surat keterangan tempat tinggal dari Kepala Desa setempat yang membuktikan bahwa calon mitra bertempat tinggaL di dalam dan/atau di sekitar areal pengelola hutan dan pemegang izin; B. dalam hal masyarakat berada di dalam kawasan konservasi sebagai penggarap dibuktikan dengan areal garapan sebelum ditunjuk/ditetapkan kawasan konservasi berupa tanaman kehidupan berumur paling sedikit 20 (dua puluh) tahun atau keberadaan situs budaya; C. dalam hal masyarakat setempat berasal dari lintas desa, diberikan surat keterangan oleh camat setempat atau lembaga adat setempat; D. mempunyai mata pencaharian pokok bergantung pada lahan garapan/pungutan hasil hutan bukan kayu di areal kerja pengelola hutan atau pemegang izin; E. mempunyai potensi untuk pengembangan usaha padat karya secara berkelanjutan. Dalam hal masyarakat setempat atau perorangan bermitra dengan pemegang izin industri primer hasil hutan kayu atau bukan kayu, masyarakat memiliki bukti sebagai pemasok bahan baku ke pemegang izin industri mitranya. Areal Kemitraan Kehutanan
A. Areal kemitraan kehutanan antara pengelola hutan atau pemegang izin
dengan masyarakat setempat ditetapkan dengan ketentuan: a. areal konflik dan yang berpotensi konflik di areal pengelola hutan atau pemegang izin; b. areal yang memiliki potensi dan menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat; c. di areal tanaman kehidupan di wilayah kerja IUPHHK-HTI; d. di zona pemanfaatan, zona tradisional dan zona rehabilitasi pada taman nasional atau blok pemanfaatan pada taman wisata alam dan taman hutan raya; dan/atau e. areal yang terdegradasi di kawasan konservasi. B. Dalam hal areal yang terdegradasi berada di zona inti atau zona rimba pada taman nasional atau blok perlindungan pada taman hutan raya dan taman wisata alam, sebelum diberikan kegiatan kemitraan pada kawasan konservasi dilakukan revisi zonasi dan blok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tata Cara Pelaksanaan Kemitraan
1. Pengelola atau Pemegang Izin memohon
kepada Menteri untuk melakukan kemitraan dengan masyarakat setempat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dan gubernur. 2. Berdasarkan laporan, Menteri melalui Direktur Jenderal memberikan persetujuan kemitraan kehutanan dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini. Prosedur Pengusulan dari Instansi 1. Pemeriksaan lapangan kelengkapan persyaratan masyarakat setempat yang akan bermitra dengan pengelola hutan atau pemegang izin dilakukan oleh instansi calon mitranya. 2. Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat dapat dibantu oleh Pokja PPS. 3. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, pengelola hutan atau pemegang izin bersama masyarakat calon mitra menyusun naskah kesepakatan kerja sama. 4. Penyusunan naskah kesepakatan kerja sama dapat dibantu oleh Pokja PPS, dengan melibatkan lembaga desa dan pihak lain yang dipilih dan disepakati oleh masyarakat setempat. Naskah kesepakatan kerja sama a. latar belakang; b. identitas para pihak yang bermitra; c. lokasi kegiatan dan petanya d. rencana kegiatan kemitraan; e. obyek kegiatan; f. biaya kegiatan; g. hak dan kewajiban para pihak; h. jangka waktu kemitraan; i. pembagian hasil sesuai kesepakatan; j. penyelesaian perselisihan; dan k. sanksi pelanggaran. Naskah kesepakatan kerja sama a. Naskah kesepakatan kerja sama ditandatangani oleh pengelola hutan/pemegang izin dengan pihak yang bermitra diketahui oleh kepala desa atau camat atau lembaga adat setempat. b. Naskah kesepakatan kerja sama dilaporkan oleh pengelola hutan/pemegang izin kepada Direktur Jenderal dengan tembusan: Direktur Jenderal yang membidangi Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem atau Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia; gubernur atau bupati/walikota; kepala dinas provinsi; dan kepala UPT atau kepala UPT terkait. (1) Pengelola hutan atau pemegang izin yang telah melaksanakan kemitraan kehutanan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini dapat diberikan insentif berupa kemudahan pelayanan di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2) Pengelola Hutan atau Pemegang Izin yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini, diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (1) Kewajiban pembayaran penerimaan negara bukan pajak dari kegiatan kemitraan antara pengelola hutan atau pemegang izin dalam kawasan hutan, dibayar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Kewajiban dimasukan dalam naskah kesepakatan kerja sama (1) Pengelola atau Pemegang Izin di kawasan konservasi wajib melaksanakan kerja sama kemitraan dengan Mitra Konservasi dalam rangka Perhutanan Sosial di kawasan konservasi. (2) Ketentuan teknis kemitraan kehutanan dalam kawasan konservasi diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal yang membidangi Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. Pemanfaatan Areal Perhutanan Sosial untuk Kemitraan Kehutanan a. Pemanfaatan hutan dalam rangka kemitraan kehutanan berupa hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan hutan di hutan lindung atau hasil hutan bukan kayu, hasil hutan kayu dan jasa lingkungan hutan di hutan produksi. b. Pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau hasil hutan bukan kayu dan/atau jasa lingkungan di areal kemitraan kehutanan berdasarkan naskah kesepakatan kerja sama. JANGKA WAKTU DAN EVALUASI a. Monitoring Kemitraan Kehutanan dilakukan oleh Pedamping/Pokja PPS atau oleh kepala KPH. b. Kemitraan Kehutanan bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan. c. keputusan penerbitan hak pengelolaan atau izin pemanfaatan dalam naskah kesepakatan kerja sama juga dibuatkan pernyataan tertulis diatas materai dari pemegang hak atau pemegang izin atau peserta kemitraan. d. Pemegang Kemitraan Kehutanan dilarang menanam kelapa sawit di areal hak atau izinnya. Hak Pengelola atau Pemegang Izin
a. melaksanakan kegiatan pengelola hutan
atau kegiatan usaha pengelolaan hutan atau kegiatan pemanfaatan hutan sesuai dengan peraturan perundang- undangan; dan b. mendapat perlindungan dari perusakan lingkungan hidup dan hutan. Hak Mitra a. mendapat keuntungan yang setimpal dari hasil kegiatan kemitraan kehutanan sesuai dengan naskah kesepakatan kerja sama; dan b. mendapat bimbingan teknis dari pengelola hutan atau pemegang izin. Kewajiban Pengelola atau Pemegang Izin
a. melaksanakan pemberdayaan masyarakat
setempat melalui kemitraan kehutanan; b. membayar penerimaan negara bukan pajak dari kegiatan kemitraan kehutanan; c. melindungi mitranya dari gangguan perusakan lingkungan hidup dan kehutanan. Kewajiban Mitra a. mentaati naskah kesepakatan kerja sama; b. menjaga dan melindungi areal kemitraan bersama mitranya; c. membayar penerimaan negara bukan pajak dari kegiatan kemitraan kehutanan kecuali pengelola atau pemegang izin rela membayar penerimaan negara bukan pajak. Fasilitasi Kemitraan Kehutanan
Fasilitasi meliputi fasilitasi pada tahap usulan
permohonan, penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas termasuk manajemen usaha, pembentukan koperasi, tata batas areal kerja, rencana kerja usaha, dan rencana kerja tahunan, bentuk-bentuk kegiatan kemitraan kehutanan, pembiayaan, pasca panen, pengembangan usaha dan akses pasar. Sumber Pembiayaan Perhutanan Sosial
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; c. pinjaman pembiayaan pembangunan hutan; d. dana desa; e. dana rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau f. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.