Anda di halaman 1dari 24

KEMITRAAN KEHUTANAN

(PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG
PERHUTANAN SOSIAL)

Disusun oleh : WINARDI TOGATOROP, S.Hut


Kemitraan Kehutanan

Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama


antara masyarakat setempat dengan
pengelola hutan, pemegang izin usaha
pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam
pakai kawasan hutan, atau pemegang izin
usaha industri primer hasil hutan.
Pelaku Kemitraan Kehutanan

Pengelola hutan atau pemegang izin


wajib melaksanakan pemberdayaan
masyarakat setempat melalui kemitraan
kehutanan.
Pengelola hutan
A. Kesatuan pengelolaan hutan.
B. Balai besar/balai taman nasional;
C. Balai besar/balai konservasi sumber daya alam;
D. Pengelola kawasan hutan dengan tujuan khusus;
E. Unit pelaksana teknis daerah taman hutan raya;
F. Badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah pengelola hutan negara. (
Pemegang izin
A. izin usaha pemanfaatan kawasan;
B. izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan;
C. izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam;
D. izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman;
E. izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam;
F. izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman;
G. izin usaha pemanfaatan air;
H. izin usaha pemanfaatan energi air;
I. izin usaha pemanfaatan jasa wisata alam;
J. izin usaha pemanfaatan sarana wisata alam;
K. izin usaha pemanfaatan penyerapan karbon di hutan produksi dan hutan
lindung;
L. izin usaha pemanfaatan penyimpanan karbon di hutan produksi dan
hutan lindung;
M. izin penggunaan kawasan hutan;
N. izin usaha industri primer hasil hutan.
Persyaratan Kemitraan
A. Luasan areal untuk kemitraan kehutanan dilakukan
dengan ketentuan:
a. luasan areal kemitraan kehutanan di areal kerja
pengelola hutan paling luas 2 (dua) hektar untuk
setiap kepala keluarga;
b. luasan areal kemitraan kehutanan di areal kerja
pemegang izin paling luas 5 (lima) hektar untuk setiap
keluarga.
B. Luasan areal untuk kemitraan kehutanan pada areal yang
sedang berkonflik antara pengelola atau pemegang izin
dengan masyarakat setempat diatur sesuai dengan kondisi
lapangan dan secara bertahap luasan areal untuk
kemitraan dibatasi.
C. Dalam hal masyarakat setempat bermitra untuk
memungut hasil hutan bukan kayu atau jasa lingkungan
hutan luasan areal untuk kemitraan kehutanan tidak
berlaku.
Persyaratan calon mitra pengelola hutan atau
pemegang izin
A. kartu tanda penduduk atau surat keterangan tempat tinggal dari Kepala
Desa setempat yang membuktikan bahwa calon mitra bertempat tinggaL
di dalam dan/atau di sekitar areal pengelola hutan dan pemegang izin;
B. dalam hal masyarakat berada di dalam kawasan konservasi sebagai
penggarap dibuktikan dengan areal garapan sebelum
ditunjuk/ditetapkan kawasan konservasi berupa tanaman kehidupan
berumur paling sedikit 20 (dua puluh) tahun atau keberadaan situs
budaya;
C. dalam hal masyarakat setempat berasal dari lintas desa, diberikan surat
keterangan oleh camat setempat atau lembaga adat setempat;
D. mempunyai mata pencaharian pokok bergantung pada lahan
garapan/pungutan hasil hutan bukan kayu di areal kerja pengelola hutan
atau pemegang izin;
E. mempunyai potensi untuk pengembangan usaha padat karya secara
berkelanjutan.
Dalam hal masyarakat setempat atau perorangan bermitra dengan
pemegang izin industri primer hasil hutan kayu atau bukan kayu, masyarakat
memiliki bukti sebagai pemasok bahan baku ke pemegang izin industri
mitranya.
Areal Kemitraan Kehutanan

A. Areal kemitraan kehutanan antara pengelola hutan atau pemegang izin


dengan masyarakat setempat ditetapkan dengan ketentuan:
a. areal konflik dan yang berpotensi konflik di areal pengelola hutan atau
pemegang izin;
b. areal yang memiliki potensi dan menjadi sumber penghidupan
masyarakat setempat;
c. di areal tanaman kehidupan di wilayah kerja IUPHHK-HTI;
d. di zona pemanfaatan, zona tradisional dan zona rehabilitasi pada
taman nasional atau blok pemanfaatan pada taman wisata alam dan
taman hutan raya; dan/atau
e. areal yang terdegradasi di kawasan konservasi.
B. Dalam hal areal yang terdegradasi berada di zona inti atau zona rimba
pada taman nasional atau blok perlindungan pada taman hutan raya dan
taman wisata alam, sebelum diberikan kegiatan kemitraan pada kawasan
konservasi dilakukan revisi zonasi dan blok sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Tata Cara Pelaksanaan Kemitraan

1. Pengelola atau Pemegang Izin memohon


kepada Menteri untuk melakukan
kemitraan dengan masyarakat setempat
dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal dan gubernur.
2. Berdasarkan laporan, Menteri melalui
Direktur Jenderal memberikan
persetujuan kemitraan kehutanan dengan
mengikuti ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan ini.
Prosedur Pengusulan dari Instansi
1. Pemeriksaan lapangan kelengkapan persyaratan
masyarakat setempat yang akan bermitra dengan
pengelola hutan atau pemegang izin dilakukan oleh
instansi calon mitranya.
2. Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada
ayat dapat dibantu oleh Pokja PPS.
3. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, pengelola
hutan atau pemegang izin bersama masyarakat
calon mitra menyusun naskah kesepakatan kerja
sama.
4. Penyusunan naskah kesepakatan kerja sama dapat
dibantu oleh Pokja PPS, dengan melibatkan
lembaga desa dan pihak lain yang dipilih dan
disepakati oleh masyarakat setempat.
Naskah kesepakatan kerja sama
a. latar belakang;
b. identitas para pihak yang bermitra;
c. lokasi kegiatan dan petanya
d. rencana kegiatan kemitraan;
e. obyek kegiatan;
f. biaya kegiatan;
g. hak dan kewajiban para pihak;
h. jangka waktu kemitraan;
i. pembagian hasil sesuai kesepakatan;
j. penyelesaian perselisihan; dan
k. sanksi pelanggaran.
Naskah kesepakatan kerja sama
a. Naskah kesepakatan kerja sama ditandatangani oleh
pengelola hutan/pemegang izin dengan pihak yang
bermitra diketahui oleh kepala desa atau camat atau
lembaga adat setempat.
b. Naskah kesepakatan kerja sama dilaporkan oleh pengelola
hutan/pemegang izin kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan:
 Direktur Jenderal yang membidangi Konservasi Sumber
Daya Alam dan Ekosistem atau Kepala Badan Penelitian,
Pengembangan dan Inovasi Lingkungan Hidup dan
Kehutanan atau Kepala Badan Penyuluhan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia;
 gubernur atau bupati/walikota;
 kepala dinas provinsi; dan
 kepala UPT atau kepala UPT terkait.
(1) Pengelola hutan atau pemegang izin
yang telah melaksanakan kemitraan
kehutanan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Menteri ini dapat diberikan
insentif berupa kemudahan pelayanan
di lingkup Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan.
(2) Pengelola Hutan atau Pemegang Izin
yang tidak melaksanakan ketentuan
dalam Peraturan Menteri ini, diberikan
sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(1) Kewajiban pembayaran penerimaan
negara bukan pajak dari kegiatan
kemitraan antara pengelola hutan
atau pemegang izin dalam kawasan
hutan, dibayar sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Kewajiban dimasukan dalam naskah
kesepakatan kerja sama
(1) Pengelola atau Pemegang Izin di
kawasan konservasi wajib
melaksanakan kerja sama kemitraan
dengan Mitra Konservasi dalam rangka
Perhutanan Sosial di kawasan
konservasi.
(2) Ketentuan teknis kemitraan kehutanan
dalam kawasan konservasi diatur lebih
lanjut oleh Direktur Jenderal yang
membidangi Konservasi Sumber Daya
Alam dan Ekosistem.
Pemanfaatan Areal Perhutanan
Sosial untuk Kemitraan Kehutanan
a. Pemanfaatan hutan dalam rangka kemitraan
kehutanan berupa hasil hutan bukan kayu
dan jasa lingkungan hutan di hutan lindung
atau hasil hutan bukan kayu, hasil hutan
kayu dan jasa lingkungan hutan di hutan
produksi.
b. Pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau
hasil hutan bukan kayu dan/atau jasa
lingkungan di areal kemitraan kehutanan
berdasarkan naskah kesepakatan kerja
sama.
JANGKA WAKTU DAN EVALUASI
a. Monitoring Kemitraan Kehutanan dilakukan
oleh Pedamping/Pokja PPS atau oleh kepala
KPH.
b. Kemitraan Kehutanan bukan merupakan hak
kepemilikan atas kawasan hutan.
c. keputusan penerbitan hak pengelolaan atau
izin pemanfaatan dalam naskah kesepakatan
kerja sama juga dibuatkan pernyataan tertulis
diatas materai dari pemegang hak atau
pemegang izin atau peserta kemitraan.
d. Pemegang Kemitraan Kehutanan dilarang
menanam kelapa sawit di areal hak atau
izinnya.
Hak Pengelola atau Pemegang Izin

a. melaksanakan kegiatan pengelola hutan


atau kegiatan usaha pengelolaan hutan
atau kegiatan pemanfaatan hutan
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan; dan
b. mendapat perlindungan dari perusakan
lingkungan hidup dan hutan.
Hak Mitra
a. mendapat keuntungan yang setimpal
dari hasil kegiatan kemitraan
kehutanan sesuai dengan naskah
kesepakatan kerja sama; dan
b. mendapat bimbingan teknis dari
pengelola hutan atau pemegang izin.
Kewajiban Pengelola atau Pemegang Izin

a. melaksanakan pemberdayaan masyarakat


setempat melalui kemitraan kehutanan;
b. membayar penerimaan negara bukan pajak
dari kegiatan kemitraan kehutanan;
c. melindungi mitranya dari gangguan
perusakan lingkungan hidup dan kehutanan.
Kewajiban Mitra
a. mentaati naskah kesepakatan kerja sama;
b. menjaga dan melindungi areal kemitraan
bersama mitranya;
c. membayar penerimaan negara bukan pajak
dari kegiatan kemitraan kehutanan kecuali
pengelola atau pemegang izin rela
membayar penerimaan negara bukan
pajak.
Fasilitasi Kemitraan Kehutanan

Fasilitasi meliputi fasilitasi pada tahap usulan


permohonan, penguatan kelembagaan,
peningkatan kapasitas termasuk manajemen
usaha, pembentukan koperasi, tata batas
areal kerja, rencana kerja usaha, dan rencana
kerja tahunan, bentuk-bentuk kegiatan
kemitraan kehutanan, pembiayaan, pasca
panen, pengembangan usaha dan akses pasar.
Sumber Pembiayaan Perhutanan Sosial

a. anggaran pendapatan dan belanja negara;


b. anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. pinjaman pembiayaan pembangunan
hutan;
d. dana desa;
e. dana rehabilitasi hutan dan lahan;
dan/atau f. sumber lain yang sah dan
tidak mengikat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai