Anda di halaman 1dari 9

HAK PENGELOLAAN DAN PERKEMBANGANNYA

Nama : Alika Shanya Deivira


NIM : 010001800046
Dosen : Dr. Sri Untari Indah Artati, S.H, M.H.

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN
2.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………………. 3
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Hak Pengelolaan…………………………………………………………….. 4
3.2 Perkembangannya…………………………………………………………... 6
BAB III PENUTUP
4.1 KESIMPULAN………………………………………………………………... 8
4.2 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….9

2
LATAR BELAKANG

Sistem hukum pertanahan di Indonesia di dalam UUPA (sesuai dengan Tujuan


Negara) bersifat normatif yaitu, “memajukan kesejahteraan umum, dan mewujudkan
keadilan sosial”. Hal ini diatur dalam Pasal 3 Ayat (3) UUD 1945 (Perubahan ke IV)
sebagai dasar hak penguasaan negara, menyatakan: “Bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesarbesarnya kemakmuran rakyat, yang diatur dengan undang-undang”.

Hal di atas sebagai dasar hak penguasaan negara yang mengatur tentang
dasar-dasar sistem perekonomian dan kegiatan perekonomian yang dikehendaki
negara. Pasal 33 UUD 1945 bukan sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan sangat
berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Hal ini yang menjadi dasar tujuan hak
penguasaan negara dalam SDA, khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan
tanah bagi keadilan sosial dan untuk kemakmuran rakyat. Batasan pengertian hak
menguasai dalam Pasal 33 UUD 1945, sangat terkait dengan adanya antara lain “asas
nasionalitas (Kewarga-negaraan) dan asas pemisahan horisontal”.

3
A. Hak Pengelolaan

Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan


pelaksanannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Pengertian yang lebih
lengkap tentang Hak Pengelolaan dinyatakan dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf f
UU No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun
1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, jo. Pasal 1 Peraturan
Pemerintah No.112 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan Karena Pemberian Hak Pengelolaan, yaitu hak menguasai Negara atas
tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang
haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, mempergunakan
tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, dan menyerahkan bagianbagian tanah
tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Hak ini untuk pertama kali disebut dan diatur dalam peraturan Menteri Agraria
Nomor 9 Tahun 1965 tentang “pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah
Negara dan Ketentuan-ketentuan tentang Kebijaksanaan selanjutnya” jo Peraturan
Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 tentang “Pendaftaran Hak Pakai dan Hak
Pengelola”. Hak pengelolaan dalam sistematika hak-hak penguasaan atas tanah tidak
tidak dimasukkan dalam golongan hak-hak atas tanah. Pemegang Hak Pengelolaan
memang mempunyai kewenangan untuk menggunakan tanah yang dihaki bagi
keperluan usahanya. Tetapi itu bukan tujuan pemberian hak tersebut kepadanya.
Tujuan utamanya adalah, bahwa tanah yang bersangkutan disediakan bagi
penggunaan oleh pihak-pihak lain yang memerlukannya.
Menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tersebut Hak
pengelolaan memberi wewenang untuk:
a) Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;
b) Menggunakan tamah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;
c) Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut
persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang
meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya,
dengan ketentuan bahwa pemberian ha katas tanah kepada pihak ketiga yang
bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang menurut

4
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 Tentang “pelimpahan
wewenang pemberian hak atas tanah”
Secara tersurat, UUPA tidak menyebut Hak Pengelolaan, tetapi hanya menyebut
pengelolaan dalam Penjelasan Umum Angka II Nomor 2 UUPA, yaitu:
Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau
badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya,
misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau
memberikannya dalam pengelolaan (garisb awah penulis) kepada suatu badan
penguasa (Departemen, Jawatan, atau Daerah Swatantra) untuk digunakan bagi
pelaksanaan tugasnya masing-masing.
Bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan tersebut dapat diberikan kepada pihak
lain dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Pemberiannya dilakukan
oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang berwenang, atas usul pemegang Hak
Pengelolaan yang bersangkutan. Setelah jangka waktu HGB atau HP yang dibebankan
itu berakhir, menurut Pasal 10 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahkun
1977, tanah yang bersangkutan kembali ke dalam penguasaan sepenuhnya dari
pemegang Hak Pengelolaan.
2 (dua) cara perolehan Hak Pengelolaan oleh pemegang haknya dalam
peraturan perundang-undangan, yaitu:
a) Konversi
Menurut A.P. Parlindungan, yang dimaksud dengan konversi adalah
penyesuaian hak-hak atas tanah yang pernah tunduk pada sistem hukum yang
lama yaitu hak-hak atas tanah menurut Burgerlijk Wetboek (BW) dan tanah-
tanah yang tunduk pada hukum adat untuk masuk dalam sistem hak-hak atas
tanah menurut ketentuan UUPA.22 Konversi adalah perubahan status hak atas
tanah menurut hukum yang lama sebelum berlakunya UUPA yaitu hak atas
tanah yang tunduk pada hukum barat (BW), hukum adat, dan Daerah Swapraja
menjadi hak atas tanah menurut UUPA.
b) Pemberian Hak Atas Tanah Negara
Menurut Pasal 1 ayat (8) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999, yang dimaksud dengan pemberian hak

5
atas tanah adalah penetapan Pemerintah yang memberikan sesuatu hak atas
tanah negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak, perubahan
hak, termasuk pemberian hak di atas tanah Hak Pengelolaan.

B. Perkembangannya

Dalam perkembangannya, Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965


diubah dengan Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan yang antara
lain mengatur mengenai badan-badan hukum yang dapat diberikan Hak Pengelolaan,
yaitu instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PT Persero, Badan Otorita dan badan-
badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Pada awalnya, di atas tanah Hak Pengelolaan dapat diberikan Hak Pakai yang
berjangka waktu 6 (enam) tahun. Dalam perkembangannya, dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1998 tentang Pedoman Penetapan Uang
Pemasukan Dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara, di atas tanah Hak Pengelolaan
dapat diberikan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, atau Hak Milik. Pihak ketiga yang
mendapatkan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan
ditempuh melalui Perjanjian Penggunaan Tanah antara pemegang Hak Pengelolaan
dengan pihak ketiga. Pihak ketiga yang mendapatkan Hak Milik atas tanah Hak
Pengelolaan ditempuh melalui pelepasan tanah Hak Pengelolaan oleh pemegang Hak
Pengelolaan.
Pengaturan hak pengelolaan tanah negara mengalami perkembangan yang
signifikan, khususnya dalam hal kewenangan yang dimiliki oleh pemegang hak
pengelolaan untuk menyerahkan bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga. Mengingat
pemegang hak pengelolaan yang dapat berupa instansi pemerintah, pemerintah
daerah, BUMN dan BUMD diberi hak keperdataan untuk menyerahkan penggunaan
hak pengelolaan yang diberikan oleh negara kepada pihak ketiga melalui suatu

6
perjanjian. Dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach)
didukung data di lapangan, menunjukan bahwa pemanfaatan tanah hak pengelolaan
oleh pihak ketiga didasarkan pada ketentuan Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun
1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Menguasai Atas Tanah Negara dan
Kebijaksanaan Selanjutnya beserta perubahannya. Penggunaan tanah hak pengelolaan
melalui hak guna bangunan dan hak pakai mendasarkan pada perjanjian penggunaan
tanah yang dibuat antara instansi pemegang hak atas tanah dengan pihak ketiga yang
akan menggunakan tanah tersebut. Perjanjian dibuat atas dasar kesepakatan para
pihak dengan tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai hak pengelolaan atas tanah. Minimnya pengawasan menyebabkan
pelaksanaan perjanjian yang telah disepakati berpotensi penyelewengan.

7
KESIMPULAN

Pengelolaan Hak Pakai Atas Tanah Dalam Pembangunan yaitu; Pengaturan status
tanah dengan hak pakai yang diatur dalam berbagai peraturan perundangan
diharapkan akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan terutama dalam upaya
penegakan hukum guna mencapai tujuan hukum itu sendiri yaitu keadilan, kemanfaatan
dan kepastian hukum. Namun masih harus dilihat dalam perkembangannya agar hak
pakai itu dapat digunakan sesuai dengan peruntukkannya sekaligus dijadikan sebagai
salah satubentuk usaha untuk memenuhi tuntutan pembangunan. Untuk itu Pengaturan
tentang tanah dalam bentuk pemberian hak-hak atas tanah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku kepada Subjek Hukum(orang atau badan hukum) agar mendapat
perhatian yang serius dansungguh-sungguh. Hak pakai adalahsebagai salah satu hak
atas tanah yang diberikan pada seseorang atau badan hukum.

8
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, Boedi, 2007, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta.
Santoso, Urip, 2015, Eksistensi Hak Pengelolaan Dalam Hukum Tanah Nasional,
Jurnal Ilmu Hukum.
Rongiyati, Sulasi, 2014, Pemanfaatan Hak Pengelolaan Atas Tanah oleh Pihak
Ketiga, Jurnal Ilmu Hukum.
Auri, Auri, 2014, Aspek Hukum Pengelolaan Pakai Atas Tanah Dalam Rangka
Pemanfataan Lahan Secara Optimal, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion.
Rahmi, Elita, 2010, Eksistensi Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL)
Dan Realitas Pembangunan Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum.

Anda mungkin juga menyukai