Nama Kelompok:
MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan pasal 2 ayat 1 UUPA yang
menyatakan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara. Penggunaan istilah agraria dalam arti luas, dalam
arti UUPA, hukum agraria bukan hanya alat di bidang hukum. Hukum agraria adalah
kumpulan dari berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur tentang hak
menguasai sumber daya alam tertentu yang meliputi hukum tanah yang mengatur
tentang hak menguasai tanah dalam arti permukaan bumi, dan hukum air yang
mengatur tentang hak menguasai atas perairan, hukum pertambangan yang mengatur
hak penguasaan bahan-bahan galian, hukum perikanan yang mengatur hak
penguasaan atas sumber daya alam yang terkandung di dalam air, dan UU
Pengendalian Energi dan Unsur di Luar Angkasa yang mengatur hak penguasaan atas
tenaga dan unsur dalam ruang angkasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
UUPA.1
1
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 6
2
A.P Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung:
1993, hal. 81
3
Maria S.W Sumardjono, 2007, Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan Bagi Warga
Negara Asing dan Badan Hukum Asing, PT. Kompas Media Nusantara, Yogyakarta, hal. 1
4
Maria S.W Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, PT.
Kompas Media Nusantara, Yogyakarta, h. 156
Masalah pertanahan terus muncul dalam dinamika kehidupan masyarakat
Indonesia. Setiap daerah di nusantara tentunya memiliki karakteristik permasalahan
pertanahan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Situasi ini
menjadi lebih jelas sebagai hasil dari pemahaman dasar dan perspektif orang
Indonesia di lapangan. Sebagian besar masyarakat Indonesia memandang tanah
sebagai tempat tinggal dan memberikan penghidupan sehingga tanah memiliki fungsi
yang sangat penting. Sehingga dalam penulisan ini akan membahas hal-hal yang
pertama mengenai karakter umum dan karakter khusus hak pakai. Dan yang kedua,
perubahan yang terjadi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
Hak pakai diatur dalam Pasal 41-43 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Isu-isu
yang diidentifikasi dalam UUPA kemudian dirinci dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
atas Tanah (selanjutnya PP 40/1996). Pasal 41 ayat (1) menyebutkan bahwa : “Hak
Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang
dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah yang bukan
merupakan sewa atau perjanjian sewa atau pengelolaan tanah, segala sesuatu
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang ini.”5
Yang dalam arti dapat disimpulkan penjelasanya yaitu hak pakai adalah suatu
"kumpulan pengertian" dari pada hak-hak yang dikenal dalam hukum pertanahan
dengan berbagai nama,yang ada perbedaannya sedikit berhubung de ngan keadaan
daerah sedaerah,yang pada pokoknya memberi wewenang kepada yang
mempunyainya sebagai yang disebutlcan dalam pasal ini..Dalam rangka
penyederhanaan sebagai yang dikemukakan dalam penjelasan umum maka hak-hak
tersebut dalam hukum agraria yang baru disebut dengan satu nama. Hak pakai juga
dapat diberikan kepada pihak keti- v ga oleh pemegang hak pengelolaan dengan
melalui usul ke pada instsnsi yang berwenang. Dengan demikian,dapatlah
disimpulkan bahwa hak pa kai mempunyai ruang lingkup yang luas,karena selain ter
dapat dalam tanah pertanian juga terdapat dalam tanah bangunan.
5
Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria
Hak Pakai dapat diberikan diatas tanah dengan status:
1) Tanah Negara;
2) Tanah Hak Pengelolaan;
3) Tanah Hak Milik.
B. Dasar Hukum
6
Endang Murniasih. 1987. Pemberian Hak Pakai Yang Berasal Dari Tanah Hak Pengelolaan
Kota Madya Surabaya. Skripsi
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak
Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, setelah adanya
peraturan ini peraturan sebelumnya dicabut seperti PP Nomor 40 Tahun 1996
dan yang lainnya.
6. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan Dan Hak
Atas Tanah
1. Tanah hak yang pada umumnya hak milik dapat dipindahkan kepada pihak lain
setelah diperoleh seseorang dengan hak pakai;
2. Tanah yang langsung dikuasai oleh Negara dapat pula dipindahkan kepada
pihak lain setelah diperoleh seseorang dengan hak pakai.
Jangka waktu hak pakai ini dapat diberikan dalam waktu tertentu,dalam praktek
pada umumnya Pemerintah memberikan jangka waktu 10 tahun,atau jangka waktu
yang tidak ditentukan yaitu selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan
tertentu,misalnya:
Mengenai tata cara perolehan Hak atas tanah di dalam HukumTanah Nasional
(HTN) menyediakan berbagai cara untuk memperoleh tanah yang akan dipergunakan,
baik digunakan untuk pribadi maupun untuk keperluan kegiatan usaha (bisnis) dan
pembangunan, ada beberapa hal penting yang harus di perhatikan dalam cara
memperoleh hak atas tanah:
Menurut kami beberapa hal di atas juga perlu di perhatikan agar nantinya dalam
proses perolehan hak pakai akan lebih mudah,sesuai dengan yang tercantum dalam
7
Ibid. hal 21-22
PP No 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
yang tercantum dalam pasal 42 sampai dengan pasal 44 menjelaskan bahwa:
Pasal 42
1) Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
2) Hak Pakai atas Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.
3) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian Hak Pakai
atas tanah Negara dan tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 43
1) Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 wajib didaftar dalam buku tanah
pada Kantor Pertanahan.
2) Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftar
oleh Kantor Pertanahan dalam buku tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3) Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai diberikan sertipikat hak atas
tanah.
Pasal 44
1) Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh pemegang
Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
2) Pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.
3) Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak saat pendaf-tarannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
4) Ketentuan lain mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Pakai atas
tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Hal ini menjelaskan bahwa dalam pemberian pemegang hak pilih dengan di
buktikan dengan akta yang di buat langsung oleh PPAT.
Sebelum mengetahui hal apa sakajah yang membuat hak pakai terhapuskan kita
juga perlu mengetahui jangka waktu pemberian hak pakai,Jangka waktu pemberian
Hak Pakai adalah 25 Tahun dan dapat diperpanjang 20 Tahun atau untuk jangka
waktu tidak ditentukan sepanjang dipergunakan untuk keperluan tertentu.
Menurut PP No. 40 Tahun 1996, apabila jangka waktu pemberian Hak Pakai
tersebut habis terutama 25 + 20 = 45 Tahun, maka maka pemegang Hak Pakai
memiliki hak pembaharuan Pakai dengan tanah yang sama.
Dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, disebutkan Hak Pakai dapat diberikan dengan jangka waktu 70 tahun dengan
cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 Tahun (empat
puluh lima) tahun dan dapat diperbaruhi selama 25 (dua puluh lima) tahun.
Berikut ini Terdapat beberapa alasan sehingga Hak Pakai yang diberikan
kepada pemegang Hak Pakai dapat dihapuskan, yaitu:
5. Ditelantarkan;
Pembebanan hak pakai atas tanah dengan hak tanggungan di atur lebih rinci
dalam PP Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai Atas Tanah untuk seterusnya disingkat PP Nomor 40 Tahun 1996. Pasal
53 PP Nomor 40 Tahun 1996 menyebutkan bahwa pembebanan pada hak pakai atas
tanah dapat dilakukan terhadap hak pakai atas tanah negara dan hak pakai atas tanah
hak pengelolaan.
Hak tanggungan dapat dibebankan pada beberapa hak atas tanah. Tertera dalam
Pasal 4 UUHT bahwa hak atas tanah yang dapat menjadi objek hak tanggungan
meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, serta hak pakai atas tanah
negara dengan ketentuan wajib didaftar dan bersifat dapat dipindahtangankan.
Selain itu, dalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun untuk seterusnya disingkat UU Nomor 20 Tahun 2011 Jo. Pasal 27 UUHT
menyebutkan bahwa bangunan rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun
yang berdiri di atas hak milik, hak guna bangunan, dan hak pakai atas tanah negara
dapat pula menjadi objek hak tanggungan.
Pembebanan hak pakai atas tanah dengan hak tanggungan diatur dalam Pasal 53
ayat (1) PP Nomor 40 Tahun 1996, bahwa hak pakai atas tanah negara dan hak pakai
atas tanah pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak
tanggungan. Kedua jenis hak pakai atas tanah tersebut dapat menjadi objek
pembebanan hak tanggungan karena memenuhi syarat yang harus dipenuhi sebagai
objek hak tanggungan yaitu wajib didaftarkan dan dapat dipindahtangankan.
a. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cata pembayran nya di tetapkan
dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penanggungan tanah Hak
pengelolaan atas tanah dalam perjanjian pemberian Hak pakai.
b. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukanya dan persyaratan sebagaimana
ditetapkan dalam keputusan pemberianya, atau perjanjian penggunaan tanah
Hak pengelolaan atau perjanjian Hak pakai atas Tanah Milik.
c. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga
kelestarian lingkungan hidup.
d. Menyerahkan Kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada negara,
pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak pakai
tersebut hapus.
e. Menyerahkan sertifikat hak pakai yang telah hapus kepada kepala kantor
Pertanahan.
“ Jika Tanah Hak pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab –
sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan
atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Pakai wajib
memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau
bidang tanah yang terkurung itu .
Status hak pakai atas tanah yang bersumber dari asal tanah, yaitu: hak pakai
atas tanah negara dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan, dimana dalam
pengaturan hukum tanah kita, baik pemerintah daerah maupun badan hukum yang
berkedudukan di Indonesia dapat mempunyai hak yang sama dalam penerapannya.
Konkritnya, menunjukan bahwa pengaturan hukum tanah kita secara yuridis
memberikan hak kepada pemerintah daerah sebagai subyek hak atas hak pakai atas
tanah negara maupun hak pakai atas tanah pengelolaan., dalam hal pelaksanaannya
mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain. Hal ini menjadi bermakna jika
dikaikan dengan hak pakai atas tanah tersebut oleh user yang diberikan hak untuk itu,
dalam hal ini pemerintah daerah yang kemudian dapat dialihkan kepada pihak lain.
Lebih lanjut yang menjadi perhatian pemerintah daerah kemudian adalah berkenaan
dengan status kedudukan tanah hak pakai yang bagaimana dapat diperalihkan kepada
pihak lain yang oleh peraturan perundang-undangan hukum tanah kita mengizinkan,
yang tentunya syarat akan aturan dan prosedural.
Hak pakai dalam PP No. 18 2021 membedakan Hak Pakai menjadi 2 (dua) yaitu:
1) Hak Pakai dengan jangka waktu;
Subjek (Pasal 49 PP No. 18/2021):
- WNI.
- Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia.
- Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
- Badan keagamaan dan sosial.
- Orang asing
- Tanah Negara.
- Tanah hak milik.
- Tanah Hak Pengelolaan.
- Hak pakai diatas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan diberikan
jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20
tahun, dan diperbaharui untuk jangka waktu 30 tahun.
- Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan jangka waktu paling lama 30
tahun dan dapat diperbaharui dengan akta pemberian hak pakai di atas
tanah hak milik.
- Tanah Negera.
- Tanah Hak Pengelolaan.
Selain diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak, bisa juga diterbitkan Hak
Pengelolaan kepada Bank Tanah. Jika tanah tidak diberikan kepada bekas
pemegang hak, maka akan diberitahukan terlebih dahulu.
Perpanjangan atau pembaharian Hak Pakai diatur dalam Pasal 55 PP no. 18 Tahun
2021 yang menyatakan, “Hak Pakai diatas Tanah Negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 ayat (1) dapat diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan
pemegang hak apabila memenuhi syarat:
a. Tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan
keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
b. Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagaimana pemegang hak;
d. Tanah masih sesuai dengan rencana tata ruang;
e. Tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum.”
Permohonan pembaruan hak pakai diajukan paling lama 2 (dua) tahun setelah
berakhirnya jangka waktu hak pakai (Pasal 56 ayat (2) PP No. 18/2021).
Hak pemegang Hak Pakai diatur dalam Pasal 59 PP No. 18/2021 yang
menyatakan, “Pemegang hak pakai berhak:
a. Menggunakan dan memanfaatkan Tanah sesuai dengan peruntukannya dan
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian
pemberiannya;
b. Memanfaatkan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas Tanah yang
diberikan hak pakai sepanjang untuk mendukung usaha sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Melakukan perbuatan hukum yang bermaksud melepaskan, mengalihkan, dan
mengubah penggunaannya serta membebankan dengan hak tanggungan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Larangan terhadap pemegang Hak Pakai diatur dalam Pasal 58 PP No. 18/2021
yang menyatakan, “Pemegang hak pakai dilarang:
a. Mengurung atau menutup pekarangan atau bidang Tanah lain dari lalu lintas
umum, akses publik dan/atau jalan air;
b. Merusak sumber daya alam dan kelesetarian kemampuan lingkungan hidup;
c. Menelantarkan tanahnya;
d. Mendirikan bangunan permanen yang mengurangi fungsi konservasi tanggul,
fungsi konservasi sempadan, atau fungsi konservasi lainnya, dalam hal dalam
areal hak pakai terdapat sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya.”
Hapusnya Hak Pakai diatur dalam Pasal 61 PP No. 18/2021 yang menyatakan,
“Hak Pakai hapus karena:
a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan
pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya, untuk hak pakai dengan
jangka waktu;
b. Dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktu berakhir karena:
1. Tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 dan/atau Pasal 58;
2. Tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian
pemberian hak pakai antara pemegang hak pakai dan pemegang hak milik
atau perjanjian pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan;
3. Cacat administrasi;
4. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;
d. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir;
e. Dilepaskan untuk kepentingan umum;
f. Dicabut berdasarkan Undang-Undang;
g. Ditetapkan sebagai Tanah Telantar;
h. Ditetapkan sebagai Tanah Musnah;
i. Berakhirnya perjanjian pemberian hak atau perjanjian pemanfaatan Tanah
untuk hak pakai di atas hak milik atau Hak Pengelolaan;
j. Pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hak pakai berdasarkan Pasal 41 ayat (1) UUPA adalah hak untuk
menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh
negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan
perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak
bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang- undang ini. Pasal 41
PP.No.10 Tahun 1996 mengatur bahwa tanah yang dapat diberikan Hak Pakai adalah:
Tanah Negara; Tanah Hak pengelolaan; dan Tanah Hak Milik.
Buku:
Harsono, B. (2003). Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan.
Parlindungan, A. P. (1993). Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria.
Bandung: Mandar Maju.
Sumardjono, M. S. (2001). Kebijakan Petanahan Antara Regulasi dan Implementasi.
Yogyakarta: PT. Kompats Media Nusantara.
Sumardjono, M. S. (2007). Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan Bagi
Warga Asing dan Badan Hukum Asing. Yogyakarta: PT. Kompas Media
Nusantara.
Undang-Undang:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peratutran Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan Dan Hak Atas Tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaam, Hak Atas
Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.
Skripsi:
Murniasih, E. (1987). Pemberian Hak Pakai Yang Berasal Dari Tanah Hak
Pengelolaan Kota Madya Surabaya.