Anda di halaman 1dari 23

Tinjauan Umum Tentang Hak Pakai Setelah Berlakukanya

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Nama Kelompok:

1. Ester Imanuela Dwi Putri 226010200111018


2. Deas Oktaviara Habiansyah 226010200111021
3. Putri Hijrotul Lutfiah 226010200111036
4. Asyifah Aulia Putri R 226010200111037

MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

Semakin lama jumlah manusia semakin bertambah banyak, sedangkan tanah


yang ada luasnya tetap dan seolah olah hal ini membuat tanah menjadi sempit.
Sehingga, untuk mengatasi kebutuhan akan tanah ini dilakukan pemberian hak-hak
atas tanah. Berlakunya Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan UUPA, UU ini mengakhiri dualisme
hukum agraria, sehingga menuju pada unifikasi serta meletakkan dasar-dasar pokok
daripada penyusunan hukum agraria nasional. Setiap negara selalu berusaha untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Dari upaya peningkatan kesejahteraan
tersebut melalui pembangunan ekonomi, karena pembangunan ekonomi merupakan
bagian penting dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.

Berdasarkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan pasal 2 ayat 1 UUPA yang
menyatakan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara. Penggunaan istilah agraria dalam arti luas, dalam
arti UUPA, hukum agraria bukan hanya alat di bidang hukum. Hukum agraria adalah
kumpulan dari berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur tentang hak
menguasai sumber daya alam tertentu yang meliputi hukum tanah yang mengatur
tentang hak menguasai tanah dalam arti permukaan bumi, dan hukum air yang
mengatur tentang hak menguasai atas perairan, hukum pertambangan yang mengatur
hak penguasaan bahan-bahan galian, hukum perikanan yang mengatur hak
penguasaan atas sumber daya alam yang terkandung di dalam air, dan UU
Pengendalian Energi dan Unsur di Luar Angkasa yang mengatur hak penguasaan atas
tenaga dan unsur dalam ruang angkasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
UUPA.1

Pada prinsipnya UUPA memiliki asas kewarganegaraan yang membatasi orang


asing dan badan hukum asing untuk memiliki hak atas tanah dan bangunan di
Indonesia, khususnya dalam hal pemilikan tanah dan hak guna bangunan. Dari asas
kewarganegaraan terlihat bahwa kepentingan warga negara Indonesia berada di atas
segalanya, baik dari segi ekonomi, sosial maupun politik. 2 Dalam sistem hukum
pertanahan nasional, hubungan hukum antara orang, baik warga negara Indonesia
(WNI) dan warga negara asing (WNA), serta tata cara hukum yang berkaitan dengan
tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok
Agraria (UUPA). Salah satu asas yang dianut UUPA adalah asas kewarganegaraan.
Hanya warga negara Indonesia yang dapat memiliki hubungan penuh dengan tanah
sebagai bagian dari tanah dalam pernyataan dalam ayat 3 Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hubungan yang dimaksud adalah
berupa hak milik. Sedangkan orang asing dan badan hukum asing yang memiliki
perwakilan di Indonesia dapat diberikan hak pakai.3 Salah satu peraturan pelaksana
UUPA yang belum terpenuhi adalah Peraturan Pemerintah tentang Hak Pakai. Dalam
penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Hak Pakai, khususnya
mengenai kemungkinan pemberian Hak Pakai kepada Warga Negara Asing (WNA),
paling tidak harus memperhatikan perkembangan dari segi hukum, politik dan
ekonomi.4

1
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 6

2
A.P Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung:
1993, hal. 81

3
Maria S.W Sumardjono, 2007, Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan Bagi Warga
Negara Asing dan Badan Hukum Asing, PT. Kompas Media Nusantara, Yogyakarta, hal. 1

4
Maria S.W Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, PT.
Kompas Media Nusantara, Yogyakarta, h. 156
Masalah pertanahan terus muncul dalam dinamika kehidupan masyarakat
Indonesia. Setiap daerah di nusantara tentunya memiliki karakteristik permasalahan
pertanahan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Situasi ini
menjadi lebih jelas sebagai hasil dari pemahaman dasar dan perspektif orang
Indonesia di lapangan. Sebagian besar masyarakat Indonesia memandang tanah
sebagai tempat tinggal dan memberikan penghidupan sehingga tanah memiliki fungsi
yang sangat penting. Sehingga dalam penulisan ini akan membahas hal-hal yang
pertama mengenai karakter umum dan karakter khusus hak pakai. Dan yang kedua,
perubahan yang terjadi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja.
BAB II
PEMBAHASAN

Karakter Umum dan Karakter Khusus Hak Pakai

A. Pengertian Hak Pakai

Hak pakai diatur dalam Pasal 41-43 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Isu-isu
yang diidentifikasi dalam UUPA kemudian dirinci dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
atas Tanah (selanjutnya PP 40/1996). Pasal 41 ayat (1) menyebutkan bahwa : “Hak
Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang
dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah yang bukan
merupakan sewa atau perjanjian sewa atau pengelolaan tanah, segala sesuatu
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang ini.”5

Yang dalam arti dapat disimpulkan penjelasanya yaitu hak pakai adalah suatu
"kumpulan pengertian" dari pada hak-hak yang dikenal dalam hukum pertanahan
dengan berbagai nama,yang ada perbedaannya sedikit berhubung de ngan keadaan
daerah sedaerah,yang pada pokoknya memberi wewenang kepada yang
mempunyainya sebagai yang disebutlcan dalam pasal ini..Dalam rangka
penyederhanaan sebagai yang dikemukakan dalam penjelasan umum maka hak-hak
tersebut dalam hukum agraria yang baru disebut dengan satu nama. Hak pakai juga
dapat diberikan kepada pihak keti- v ga oleh pemegang hak pengelolaan dengan
melalui usul ke pada instsnsi yang berwenang. Dengan demikian,dapatlah
disimpulkan bahwa hak pa kai mempunyai ruang lingkup yang luas,karena selain ter
dapat dalam tanah pertanian juga terdapat dalam tanah bangunan.
5
Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria
Hak Pakai dapat diberikan diatas tanah dengan status:

1) Tanah Negara;
2) Tanah Hak Pengelolaan;
3) Tanah Hak Milik.

B. Dasar Hukum

Dasar hukum yang mengatur tentang Hak Pakai :

1. Undang-Undang Tahun 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria.
2. Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA
3. Menurut pasal 50 ayat 2 UUPA ketentuan lebih lan- jut akan diatur dalam
peraturan yang berbentuk undang-undang,peraturan pemerintah atau peraturan
menteri.beberapa diantaranya adalah :6
a. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan Dan Hak Atas Tanah
b. Peraturan Menteri Agraria no 9 tahun 1965 yang telah diubah dengan
Peraturan Menteri Agraria no 1 tahun 1966 tentang "Pendaftaran Hak Pakai
Dan Hak Pengelolaan";

c. Peraturan Menteri Agraria no 5 tahun 1973 tentang "Ketentuan-ketentuan


Mengen&i Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah";
c. PMDN no 5 tahun 1974 tentang "Ketentuan Penyediaan Dan Pemberian
Tanah Untuk Keperluan Perusahaan";
d. PMDN no 1 tahun 1977 tentang "Tata Cara Permohonan Dan
Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan
Serta Pendaftarannya.

6
Endang Murniasih. 1987. Pemberian Hak Pakai Yang Berasal Dari Tanah Hak Pengelolaan
Kota Madya Surabaya. Skripsi
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak
Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, setelah adanya
peraturan ini peraturan sebelumnya dicabut seperti PP Nomor 40 Tahun 1996
dan yang lainnya.
6. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan Dan Hak
Atas Tanah

C. Subjek Dan Objek Dalam Hak Pakai

1) Subjek hak pakai terdiri dari:


1. Pemerintahan (negara), pemilik tanah;

2. Subjek yang dapat mempunyai hak pakai.

Sebagaimana diketahui dalam pasal 42 UUPA yang dapat mempunyai hak


pakai adalah:

1. Warga negara Indonesia;


2. Orang asing yang berkedudukkan di Indonesia;
3. Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia ;
4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

2) Objek hak pakai terdiri dari:

1. Tanah hak yang pada umumnya hak milik dapat dipindahkan kepada pihak lain
setelah diperoleh seseorang dengan hak pakai;
2. Tanah yang langsung dikuasai oleh Negara dapat pula dipindahkan kepada
pihak lain setelah diperoleh seseorang dengan hak pakai.
Jangka waktu hak pakai ini dapat diberikan dalam waktu tertentu,dalam praktek
pada umumnya Pemerintah memberikan jangka waktu 10 tahun,atau jangka waktu
yang tidak ditentukan yaitu selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan
tertentu,misalnya:

1. Untuk keperluan peribadatan.


2. Untuk keperluan gedung kedutaan asing.7

D. Tata Cara Memperoleh Hak Pakai

Mengenai tata cara perolehan Hak atas tanah di dalam HukumTanah Nasional
(HTN) menyediakan berbagai cara untuk memperoleh tanah yang akan dipergunakan,
baik digunakan untuk pribadi maupun untuk keperluan kegiatan usaha (bisnis) dan
pembangunan, ada beberapa hal penting yang harus di perhatikan dalam cara
memperoleh hak atas tanah:

a) Status tanah yang tersedia


1. Tanah Negara, yaitu tanah yang langsung dikuasai oleh Negara
2. Tanah Hak Pengelolaan, yaitu menyediakan tanah (bagian-bagiannya) bagi
keperluan pihak lain
3. Tanah Hak Milik, yaitu tanah yang dapat digunakan sendiri oleh pemiliknya
atau digunakan oleh pihak lain atau dipindahkan haknya kepada pihak lain
4. Tanah hak lainnya, yaitu tanah yang dikuasai perorangan atau badan hukum:
HGU, HBG, Hak Pakai.
b) Status subyek atau pihak yang membutuhkan tanah
c) Proyeknya
d) Rencana Tata GunaTanahnya (Lokasi)

Menurut kami beberapa hal di atas juga perlu di perhatikan agar nantinya dalam
proses perolehan hak pakai akan lebih mudah,sesuai dengan yang tercantum dalam

7
Ibid. hal 21-22
PP No 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
yang tercantum dalam pasal 42 sampai dengan pasal 44 menjelaskan bahwa:

Pasal 42

1) Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
2) Hak Pakai atas Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.
3) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian Hak Pakai
atas tanah Negara dan tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Presiden.

Hal ini menegaskan bahwa pentingnya kepeutusan perhatian pemerintah dalam


pengambilan keputusan.

Pasal 43

1) Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 wajib didaftar dalam buku tanah
pada Kantor Pertanahan.
2) Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftar
oleh Kantor Pertanahan dalam buku tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3) Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai diberikan sertipikat hak atas
tanah.

Hal ini menjelaskan tentang pentingnya mendaftarkan tanah ke kantor


pertanahan yang nantinya setelah mendaftarkan tanahnya maka akan memperoleh
sertipikat yang mana hal ini juga dijadikan sebagai bukti yang kongkrit atas
kepemilikan suatu tanah tersebut.

Pasal 44
1) Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh pemegang
Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
2) Pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.
3) Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak saat pendaf-tarannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
4) Ketentuan lain mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Pakai atas
tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Hal ini menjelaskan bahwa dalam pemberian pemegang hak pilih dengan di
buktikan dengan akta yang di buat langsung oleh PPAT.

Tata Cara Permohonan Hak

A. Pemohon Hak, Mengajukan Permohonan Hak:


1) Mengisi formulir Permohonan Hak
2) Melampirkan surat-surat yang diperlukan mengenai pemohon dan surat-surat
tanah yang dimohonkan hak atas tanah, Surat Permohonan tsb diajukan kepada
Pejabat yang berwenang memberikan Hak, sesuai dengan:
 Jenis Hak yang dimohon
 Peruntukkan tanahnya (tanah pertanian atau tanah non-pertanian)
 Luasnya
B. Kegiatan Kantor Pertanahan:
1) Kepala Kantor Pertanahan memeriksa surat-surat dan kelengkapan datanya
tentang tanah yang dimohon dan pemohonnya, dibantu Panitia PemeriksaTanah
(Panitia A atau Panitia B).
2) Dibuat Berita Acara Pemeriksaan Tanah.
3) Surat Rekomendasi (dikabulkan atau ditolak) permohonan hak disampaikan
kepada Pejabat yang berwenang memberikan hak.
4) Penerbitan SK Pemberian Hak (SKPH) oleh Pejabat yang berwenang
memberikan Hak dan disampaikan kepada Penerima Hak dan kepala Kantor
Pertanahan dimana bidang tanah tersebut terletak.

E. Hapusnya Hak Pakai

Sebelum mengetahui hal apa sakajah yang membuat hak pakai terhapuskan kita
juga perlu mengetahui jangka waktu pemberian hak pakai,Jangka waktu pemberian
Hak Pakai adalah 25 Tahun dan dapat diperpanjang 20 Tahun atau untuk jangka
waktu tidak ditentukan sepanjang dipergunakan untuk keperluan tertentu.

Menurut PP No. 40 Tahun 1996, apabila jangka waktu pemberian Hak Pakai
tersebut habis terutama 25 + 20 = 45 Tahun, maka maka pemegang Hak Pakai
memiliki hak pembaharuan Pakai dengan tanah yang sama.

Dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, disebutkan Hak Pakai dapat diberikan dengan jangka waktu 70 tahun dengan
cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 Tahun (empat
puluh lima) tahun dan dapat diperbaruhi selama 25 (dua puluh lima) tahun.

Dalam Perkembangannya, MK memutuskan dalam Putusannya No.


21-22/PUU-V/2007, terhadap Hak Pakai tersebut tidak dapat diperpanjang sekaligus
didepan selama 70 tahun.

Berikut ini Terdapat beberapa alasan sehingga Hak Pakai yang diberikan
kepada pemegang Hak Pakai dapat dihapuskan, yaitu:

1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian


atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya,hal ini sesuai
dengan yang telah dijelaskan di atas mengenai jangka waktu dari hak pakai
tersebut.

2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau


pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena:
 Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau
dilanggarnya ketentuanketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50,
Pasal 51 dan Pasal 52; atau

 Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang


dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan
pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan; atau

 Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu


berakhir;

4. Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;

5. Ditelantarkan;

6. Tanahnya musnah; dan

7. Apabila dalam jangka waktu ditentukan Hak Pakai-nya diwajibkan untuk


diahlikan atau dilepaskan karena sudah tidak memenuhi persyaratan yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan sedangkan diketahui hak tersebut
seharusnya dilepaskan atau diahlikan, maka apabila Hak Pakai tersebut tidak
dialihkan atau dilepaskan, hak tersebut hapus karena hukum.

F. Pembebanan Hak Pakai

Pembebanan hak pakai atas tanah dengan hak tanggungan di atur lebih rinci
dalam PP Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai Atas Tanah untuk seterusnya disingkat PP Nomor 40 Tahun 1996. Pasal
53 PP Nomor 40 Tahun 1996 menyebutkan bahwa pembebanan pada hak pakai atas
tanah dapat dilakukan terhadap hak pakai atas tanah negara dan hak pakai atas tanah
hak pengelolaan.

Hak tanggungan dapat dibebankan pada beberapa hak atas tanah. Tertera dalam
Pasal 4 UUHT bahwa hak atas tanah yang dapat menjadi objek hak tanggungan
meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, serta hak pakai atas tanah
negara dengan ketentuan wajib didaftar dan bersifat dapat dipindahtangankan.

Selain itu, dalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun untuk seterusnya disingkat UU Nomor 20 Tahun 2011 Jo. Pasal 27 UUHT
menyebutkan bahwa bangunan rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun
yang berdiri di atas hak milik, hak guna bangunan, dan hak pakai atas tanah negara
dapat pula menjadi objek hak tanggungan.

Pembebanan hak pakai atas tanah dengan hak tanggungan diatur dalam Pasal 53
ayat (1) PP Nomor 40 Tahun 1996, bahwa hak pakai atas tanah negara dan hak pakai
atas tanah pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak
tanggungan. Kedua jenis hak pakai atas tanah tersebut dapat menjadi objek
pembebanan hak tanggungan karena memenuhi syarat yang harus dipenuhi sebagai
objek hak tanggungan yaitu wajib didaftarkan dan dapat dipindahtangankan.

G. Hak dan Kewajiban Hak Pakai Atas Tanah


Salah satu yang menjadi perhatian serius dari pemberian Hak pakai atas tanah
adalah terpenuhinya kewajiban dan hak yang harus dilaksanakan oleh pemegang Hak
atas Tanah yang di berikan kepadanya. Hal ini sesuai deangan ketentuan dalam pasal
50 Peratutan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dinyatakan bahwa Hak Pakai
berkewajiban:

a. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cata pembayran nya di tetapkan
dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penanggungan tanah Hak
pengelolaan atas tanah dalam perjanjian pemberian Hak pakai.
b. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukanya dan persyaratan sebagaimana
ditetapkan dalam keputusan pemberianya, atau perjanjian penggunaan tanah
Hak pengelolaan atau perjanjian Hak pakai atas Tanah Milik.
c. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga
kelestarian lingkungan hidup.
d. Menyerahkan Kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada negara,
pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak pakai
tersebut hapus.
e. Menyerahkan sertifikat hak pakai yang telah hapus kepada kepala kantor
Pertanahan.

Dalam perkembangan mengenai pelaksanaan fungsi sosial atas tanga yang


sebgaiaman yang di atur dalam pasal 6 UUPA, pemeintah merasa perlu untuk
mengatur dengan jelas mengenai hal itu sebab dalam kenyataan , sering kali
pemegang hak apakah Hak milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan tidak
mau memberikan kepada orang yanag berada di belakang tanah tersebut membangun
jalan keluar, karena merasa bahwa tanah yang di kuasai atau dimiliki itu mutlak tidak
boleh diganggu gugta. Alasan inilah sehingga perlu diatur mengenai hal tersebut,
sebagaiman ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 sebagai
berikut :

“ Jika Tanah Hak pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab –
sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan
atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Pakai wajib
memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau
bidang tanah yang terkurung itu .

Status hak pakai atas tanah yang bersumber dari asal tanah, yaitu: hak pakai
atas tanah negara dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan, dimana dalam
pengaturan hukum tanah kita, baik pemerintah daerah maupun badan hukum yang
berkedudukan di Indonesia dapat mempunyai hak yang sama dalam penerapannya.
Konkritnya, menunjukan bahwa pengaturan hukum tanah kita secara yuridis
memberikan hak kepada pemerintah daerah sebagai subyek hak atas hak pakai atas
tanah negara maupun hak pakai atas tanah pengelolaan., dalam hal pelaksanaannya
mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain. Hal ini menjadi bermakna jika
dikaikan dengan hak pakai atas tanah tersebut oleh user yang diberikan hak untuk itu,
dalam hal ini pemerintah daerah yang kemudian dapat dialihkan kepada pihak lain.
Lebih lanjut yang menjadi perhatian pemerintah daerah kemudian adalah berkenaan
dengan status kedudukan tanah hak pakai yang bagaimana dapat diperalihkan kepada
pihak lain yang oleh peraturan perundang-undangan hukum tanah kita mengizinkan,
yang tentunya syarat akan aturan dan prosedural.

Kenyataan menunjukan dalam pengelolaan Hak Pakai atas Tanah oleh


Pemerintah. hampir tidak dapat menunjukan bukti Hak Pakai baik yang diperoleh dari
Hak Pakai atas Tanah Negara yang berjangka waktu maupun Hak Pakai atas Tanah
Hak Pengelolaan yang dilengkapi dengan penerbitan surat keputusan pemberian hak
dimaksud oleh yang berwenang, sebagai alas hak bagi Pemerintah dalam pengelolaan
lebih lanjut Hak Pakai tersebut, yang sekarang berada dalam penguasaan dan/atau
telah menjadi hak milik perorangan maupun swasta berkaitan dengan perjanjian-
perjanjian tertentu, Pemerintah sebelum melakukan tindakan sebagaimana disebut .
mempertimbangkan atas kewenangan berupa penetapan keputusan pemberian hak
dari Menteri maupun Pejabat yang ditunjuk. Asumsi dasar yang dapat dipegang
berdasarkan pengamatan penulis, bahwa pihak Pemerintah setempat masih didasarkan
pada pengertian hak penguasaan atas tanah secara parsial dalam pengertian fisik.
Artinya hanya dilihat dari aspek geografis dalam hal kewilayahan.
Perubahan Hak Pakai Pasca Undang-Undang Cipta Kerja

Pada tahun 2020, pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun


2020 tentang Cipta Kerja yang selanjutnya akan disebut Undang-Undang Cipta Kerja
(UUCK), dimana undang-undang ini merevisi berbagai peraturan yang ada dengan
tujuan mendorong investasi, mempercepat transformasi ekonomi, menyelaraskan
kebijakan pusat-daerah, memberi kemudahan berusaha, mengatasi masalah regulasi
yang tumpang tindih, serta untuk menghilangkan ego sektoral. Dalam UUCK terdapat
79 undang-undang yang direvisi pasalnya yang dianggap tidak efektif dengan kondisi
saat ini dan demi berjalannya UUCK pemerintah menetapkan banyak peraturan
perlaksanaan yang salah satu peraturan yang diubah adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas
Tanah yang kemudian diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021
tentan Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran
Tanah yang selanjutnya akan disebut PP No. 18/2021. Peraturan Pemerintah ini
merupakan peraturan pelaksanaan dari Pasal 142 dan Pasal 185 huruf b UUCK yang
menyebabkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, dan Hak atas Tanah dicabut dan tidak berlaku lagi.

Dengan berlakunya PP No.18/2021 ini menyebabkan terdapat perubahan


terhadap aturan yang telah berlaku sebelumnya, antara lain ketentuan Hak Pakai.
Terdapat beberapa perubahan terhadap ketentuan Hak Pakai, antara lain:

 Hak pakai dalam PP No. 18 2021 membedakan Hak Pakai menjadi 2 (dua) yaitu:
1) Hak Pakai dengan jangka waktu;
Subjek (Pasal 49 PP No. 18/2021):
- WNI.
- Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia.
- Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
- Badan keagamaan dan sosial.
- Orang asing

Diberikan atas (Pasal 51 PP No.18 2021):

- Tanah Negara.
- Tanah hak milik.
- Tanah Hak Pengelolaan.

Jangka waktu Hak Pakai (Pasal 52 PP No.18/2021):

- Hak pakai diatas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan diberikan
jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20
tahun, dan diperbaharui untuk jangka waktu 30 tahun.
- Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan jangka waktu paling lama 30
tahun dan dapat diperbaharui dengan akta pemberian hak pakai di atas
tanah hak milik.

2) Hak Pakai selama dipergunakan;


Subjek (Pasal 49 PP No. 18/2021):
- Instansi Pemerintah Pusat.
- Pemerintah Daerah.
- Pemerintah Desa.
- Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.

Diberikan atas (Pasal 51 PP No. 18/2021):

- Tanah Negera.
- Tanah Hak Pengelolaan.

Jangka waktu Hak Pakai selama dipergunakan tidak ditentukan, selama


dipergunakan dan dimanfaatkan.
 Hak Pakai dapat diberikan hak prioritas atas Tanah Negara yang diatur dalam
Pasal 52 ayat (5) yang menyatakan, “Tanah yang Dikuasasi Langsung oleh Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penataan kembali penggunaan, pemanfaatan,
dan pemilikan menjadi kewenangan Menteri dan dapat diberikan prioritas kepada
bekas pemegang hak dengan memperhatikan:
a. Tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan
keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak;
b. Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
d. Tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang;
e. Tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum;
f. Sumber daya alam dan lingkungan hidup;
g. Keadaan Tanag dan masyarakat sekitar.”

Selain diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak, bisa juga diterbitkan Hak
Pengelolaan kepada Bank Tanah. Jika tanah tidak diberikan kepada bekas
pemegang hak, maka akan diberitahukan terlebih dahulu.

 Perpanjangan atau pembaharian Hak Pakai diatur dalam Pasal 55 PP no. 18 Tahun
2021 yang menyatakan, “Hak Pakai diatas Tanah Negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 ayat (1) dapat diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan
pemegang hak apabila memenuhi syarat:
a. Tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan
keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
b. Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagaimana pemegang hak;
d. Tanah masih sesuai dengan rencana tata ruang;
e. Tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum.”

Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Pakai dapat diajukan setelah


tanahnya sudah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian
haknya atau paling lambat sebelum berakhirnya jangka waktu hak pakai (Pasal 56
ayat (1) PP No. 18/2021).

Permohonan pembaruan hak pakai diajukan paling lama 2 (dua) tahun setelah
berakhirnya jangka waktu hak pakai (Pasal 56 ayat (2) PP No. 18/2021).

 Kewajiban Pemegang Hak Pakai (Pasal 57 PP No. 18/2021)


Pemegang hak pakai berkewajiban:
a. Melaksanakan pembangunan dan/atau mengusahakan tanahnya sesuai dengan
tujuan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan
pemberian haknya paling lama 2 (dua) tahun sejak hak diberikan;
b. Memelihara Tanah, termasuk menambah kesuburuannya dan mencegah
kerusakannya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
c. Menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya;
d. Mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang diatur dalam rencana tata ruang;
e. Melepaskan Hak Atas Tanah baik sebagian atau keseluruhan dalam hal
dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum;
f. Menyerahkan kembali Tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada negara,
pemegang Hak Pengelolaan, atau pemegang hak milik setelah hak pakai hapus.

 Hak pemegang Hak Pakai diatur dalam Pasal 59 PP No. 18/2021 yang
menyatakan, “Pemegang hak pakai berhak:
a. Menggunakan dan memanfaatkan Tanah sesuai dengan peruntukannya dan
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian
pemberiannya;
b. Memanfaatkan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas Tanah yang
diberikan hak pakai sepanjang untuk mendukung usaha sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Melakukan perbuatan hukum yang bermaksud melepaskan, mengalihkan, dan
mengubah penggunaannya serta membebankan dengan hak tanggungan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
 Larangan terhadap pemegang Hak Pakai diatur dalam Pasal 58 PP No. 18/2021
yang menyatakan, “Pemegang hak pakai dilarang:
a. Mengurung atau menutup pekarangan atau bidang Tanah lain dari lalu lintas
umum, akses publik dan/atau jalan air;
b. Merusak sumber daya alam dan kelesetarian kemampuan lingkungan hidup;
c. Menelantarkan tanahnya;
d. Mendirikan bangunan permanen yang mengurangi fungsi konservasi tanggul,
fungsi konservasi sempadan, atau fungsi konservasi lainnya, dalam hal dalam
areal hak pakai terdapat sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya.”

 Hapusnya Hak Pakai diatur dalam Pasal 61 PP No. 18/2021 yang menyatakan,
“Hak Pakai hapus karena:
a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan
pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya, untuk hak pakai dengan
jangka waktu;
b. Dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktu berakhir karena:
1. Tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 dan/atau Pasal 58;
2. Tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian
pemberian hak pakai antara pemegang hak pakai dan pemegang hak milik
atau perjanjian pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan;
3. Cacat administrasi;
4. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;
d. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir;
e. Dilepaskan untuk kepentingan umum;
f. Dicabut berdasarkan Undang-Undang;
g. Ditetapkan sebagai Tanah Telantar;
h. Ditetapkan sebagai Tanah Musnah;
i. Berakhirnya perjanjian pemberian hak atau perjanjian pemanfaatan Tanah
untuk hak pakai di atas hak milik atau Hak Pengelolaan;
j. Pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Hak pakai berdasarkan Pasal 41 ayat (1) UUPA adalah hak untuk
menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh
negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan
perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak
bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang- undang ini. Pasal 41
PP.No.10 Tahun 1996 mengatur bahwa tanah yang dapat diberikan Hak Pakai adalah:
Tanah Negara; Tanah Hak pengelolaan; dan Tanah Hak Milik.

Pada tahun 2020, pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun


2020 tentang Cipta Kerja yang selanjutnya akan disebut Undang-Undang Cipta Kerja
(UUCK), Dalam UUCK terdapat 79 undang-undang yang direvisi pasalnya yang
dianggap tidak efektif dengan kondisi saat ini dan demi berjalannya UUCK
pemerintah menetapkan banyak peraturan perlaksanaan yang salah satu peraturan
yang diubah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah yang kemudian diubah menjadi
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentan Hak Pengelolaan, Hak Atas
Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah yang selanjutnya akan
disebut PP No. 18/2021.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Harsono, B. (2003). Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan.
Parlindungan, A. P. (1993). Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria.
Bandung: Mandar Maju.
Sumardjono, M. S. (2001). Kebijakan Petanahan Antara Regulasi dan Implementasi.
Yogyakarta: PT. Kompats Media Nusantara.
Sumardjono, M. S. (2007). Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan Bagi
Warga Asing dan Badan Hukum Asing. Yogyakarta: PT. Kompas Media
Nusantara.

Undang-Undang:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peratutran Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan Dan Hak Atas Tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaam, Hak Atas
Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.

Skripsi:
Murniasih, E. (1987). Pemberian Hak Pakai Yang Berasal Dari Tanah Hak
Pengelolaan Kota Madya Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai