Anda di halaman 1dari 25

Kerangka Berfikir dalam Filsafat Hukum

Nama

1. Deas Oktaviara Habiansyah 226010200111021

MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

Pengetahuan merupakan hasil dari proses keingintahuan manusia akan sesuatu.


Setiap jenis pengetahuan juga berbeda antara satu dengan yang lainnya tergantung
pada bagaimana cara mendapatkan dan apa yang dikaji dari pengetahuan tersebut.
Manusia mengembangkan pengetahuan karena dua sebab yaitu: Pertama, manusia
memiliki bahasa yang mampu untuk mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran
yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, manusia memiliki cara berpikir
yang sesuai alur yang kemudian disebut sebagai penalaran.1

Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang


diberikan segala kemampuan jasmani, rohani dan kemampuan berpikir yang
menjadikan manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Manusia juga makhluk yang
sempurna dan yang pertama kali menggunakan bahasa. Sebagai makhluk yang mulia,
manusia memiliki tiga keistimewaan dibandingkan dengan makhluk lainnya,
keistimewaan tersebut diantaranya: memiliki penguasaan bahasa, memiliki
kemampuan berpikir, dan kesempurnaan bentuk ragawi. Dengan keistimewaan
tersebutlah manusia mendapatkan pengetahuan berdasarkan kemampuannya sebagai
makhluk yang berpikir, merasa, dan mengindra.2

Seperti dijelaskan di atas, bahwa pengetahuan itu banyak jenisnya dan salah
satunya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang objek kajiannya
adalah dunia empiris sebagai penentu kebenaran ilmu tersebut dan menggunakan
metode ilmiah untuk mendapatkan pengetahuan. Sumber ilmu itu sendiri merupakan
penggabungan antara logika deduktif dan logika induktif. Ilmu pengetahuan
merupakan formulasi pengetahuan manusia tentang alam semesta yang disajikan
lewat rumusan yang sistematik dan rasional. Pengembangan ilmu pengetahuan
dilatarbelakangi oleh adanya tiga dorongan, yaitu: Pertama, dorongan untuk
mengetahui yang lahir dari keterpaksaan untuk mempertahankan hidup. Kedua,
dorongan manusia untuk memenuhi kebutuhan yang mendalam dan menemukan tata
susunan yang sesungguhnya. Ketiga, dorongan menyangkut penilaian mengenai
realitas eksistensi manusia itu sendiri.3

Keberadaan manusia dan ilmu pengetahuan merupakan perwujudan bersama


dari kehidupan yang didasari dari rasa keingintahuan manusia terhadap segala sesuatu
yang ada di alam semesta ini. Keberadaan ilmu pengetahuan sebagai produk kegiatan
berpikir merupakan obor peradaban dimana manusia menemukan dirinya, memahami
eksistensinya dan menghayati hidup lebih sempurna. Munculnya masalah dalam diri
manusia telah mendorong untuk berpikir, bertanya, lalu mencari jawaban segala
sesuatu yang ada, dan akhirnya manusia menjadi makhluk yang mampu menemukan
dan mencari sinar kebenaran dalam hidupnya. Dengan demikian, ilmu pengetahuan
berkembang sesuai dengan perkembangan manusia serta berkembang dalam rangka
menemukan kebenaran dari keingintahuan manusia. Dengan kata lain, ilmu
pengetahuan lahir dari dorongan keingintahuan manusia dalam rangka mencari
kebenaran.

Pada dasarnya ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Ilmu bertugas untuk
menggambarkan dan filsafat bertugas untuk menjelaskan fenomena alam semesta dan
kebenarannya berasal dari hasil pemikiran sepanjang pengalaman yang dialami.
Dengan demikian, perkembangan ilmu juga memperkuat keberadaan filsafat dimana
tujuan dari berfilsafat itu sendiri adalah untuk menemukan kebenaran yang
sebenarnya.

Berbicara ilmu, pada dasarnya aktivitas ilmu dalam perkembangannya karena


adanya tiga masalah pokok yaitu: apakah yang ingin diketahui, bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan, dan apakah nilai dari pengetahuan tersebut. Dalam rangka
menjawab pertanyaan tersebut maka perlunya sistem berpikir secara radikal,
sistematis dan universal sebagai kebenaran ilmu yang kemudian dibahas dalam
filsafat ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN

Ontologi

A. Pengertian ontologi

Secara bahasa, ontologi berasal dari Bahasa Yunani yang asal katanya adalah
“Ontos” dan “Logos”. Ontos adalah “yang ada” sedangkan Logos adalah
“ilmu”. Sederhananya, ontologi merupakan ilmu yang berbicara tentang yang
ada. Secara istilah, ontologi adalah cabang dari ilmu filsafat yang berhubungan
dengan hakikat hidup tentang suatu keberadaan yang meliputi keberadaan
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.8

Ontologi kerap kali diidentikkan dengan metafisika. Ontologi merupakan


cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakikat apa yang terjadi.
Ontologi menjadi pembahasan yang utama dalam filsafat, dimana membahas
tentang realitas atau kenyataan. Pada dasarnya ontologi berbicara asas-asas
rasional dari yang ada atau disebut suatu kajian mengenai teori tentang “ada”,
karena membahas apa yang ingin diketahui dan seberapa jauh keingintahuan
tersebut.

Menurut Jujun S. Suriasumantri menjelaskan bahwa pokok dari permasalahan


yang menjadi objek kajian dari filsafat awalnya meliputi logika, etika,
metafisika, dan politik yang kemudian banyak berkembang hingga menjadi
cabang-cabang dari filsafat yang mempunyai bidang kajian lebih spesifik lagi
yang kemudian disebut sebagai filsafat ilmu.

Kata ilmu itu sendiri berasal dari Bahasa Arab yaitu dari asal kata Alima yang
artinya “pengetahuan”. Dalam Bahasa Indonesia, Ilmu dikenal dengan istilah
Science yang berarti “pengetahuan”. Jadi, ilmu adalah pengetahuan.9
Kajian ontologi dikaitkan dengan objek ilmu dalam pandangan Islam, terbagi
menjadi dua yaitu: Pertama, objek ilmu yang bersifat materi, maksudnya
adalah objek ilmu yang dapat didengar, dilihat, dan dirasakan. Contohnya ilmu
sains, ilmu eksak, ilmu politik, sosial, budaya, psikologi, dan lain sebagainya.
Kedua, objek ilmu yang bersifat non-materi. Berlawanan dengan objek materi,
pada non-materi ini tidak bisa didengar, dilihat, dan dirasakan. Hasil akhir dari
objek non-materi ini lebih sebagai kepuasan spiritual. Contohnya objek yang
berbicara tentang ruh, sifat dan wujud Tuhan.10

Ontologis dasarnya berbicara tentang hakikat “yang ada” ilmu pengetahuan,


hakikat objek pengetahuan, dan hakikat hubungan subjek-objek ilmu.
Bagaimana ilmu pengetahuan ditinjau secara ontologi maka pembahasannya
adalah ontologi melakukan pemeriksaan, melakukan analisis terhadap ilmu
pengetahuan berdasarkan apakah ilmu pengetahuan itu benar- benar ada atau
tidak ada. Contohnya pada Manajemen Pendidikan Islam, secara ontologis
maka pembahasannya itu terfokus pada Manajemen Pendidikan Islam itu
benar-benar ada tidak, jangan hanya program studinya.

saja tapi sebenarnya ilmu yang diajarkan di dalamnya itu sebetulnya tidak
berbeda dengan Manajemen Pendidikan pada umumnya. Jadi ontologis
mencoba membuktikan dan menelaah bahwa sebuah ilmu pengetahuan itu
benar-benar dapat dibuktikan keberadaannya.

Ontologi ilmu meliputi seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji melalui
pancaindra manusia. Ilmu mempelajari objek-objek empiris seperti halnya
bebatuan, binatang, tumbuhan, hewan, dan manusia. Ilmu juga mempelajari
berbagai gejala maupun peristiwa yang pada dasarnya memiliki manfaat bagi
kehidupan manusia. Jika dilihat dari objek yang telah dikajinya, ilmu dapat
disebut sebagai suatu pengetahuan empiris dimana objek-objek yang berada di
luar jangkauan manusia tidak termasuk ke dalam bidang kajian keilmuan
tersebut.
Awalnya, argumen tentang ontologi dicetuskan oleh Plato dengan teorinya yang
disebut teori idea. Menurutnya, apa saja yang ada di alam semesta ini pasti
memiliki idea. Yang dimaksud oleh Plato tentang idea adalah pengertian atau
konsep universal dari tiap sesuatu. Sehingga idea ini yang merupakan hakikat
sesuatu itu dan menjadi dasar dari wujud sesuatu itu. Idea- idea tersebut berada
di balik yang nyata dan idea itulah yang menurutnya abadi. Oleh karenanya, ini
yang menjelaskan kenapa benda-benda yang kita lihat atau yang ditangkap oleh
pancaindra senantiasa berubah. Dengan demikian, ia bukanlah hakikat, tetapi
hanyalah bayangan dari idea-ideanya. Dengan kata lain, benda yang dapat
ditangkap oleh pancaindra manusia ini hanyalah khayalan dan ilusi belaka.

Selanjutnya, argumen ontologi juga disampaikan oleh St. Augustine. Augustine


menjelaskan bahwa manusia mengetahui dari pengalamannya bahwa dalam
alam semesta ini ada kebenaran. Kendati demikian, terkadang akal manusia
merasa bahwa apa yang ia ketahui memang benar, terkadang juga manusia
merasa ragu bahwa apa yang diketahuinya itu adalah suatu kebenaran.
Menurut Augustine, akal manusia pada dasarnya mengetahui bahwa di atasnya
masih ada suatu kebenaran yang tetap yang menjadi sumber bagi akal manusia
dalam usahanya untuk mengetahui apa yang benar. Kebenaran yang tetap
itulah kebenaran yang mutlak. Dimana kebenaran yang mutlak ini yang
menurut Augustine disebut dengan Tuhan.

Ontologi ketika melihat hakikat suatu kenyataan atau hakikat sesuatu yang ada
melalui dua macam sudut pandang yaitu: Pertama, kuantitatif yaitu dengan
mempertanyakan apakah kenyataan itu berbentuk tunggal atau jamak. Kedua,
kualitatif yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu mempunyai
kualitas tertentu. Sederhananya ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang
mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Aspek ontologi dari
ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan antara lain secara: (a)
Metodis; menggunakan cara ilmiah; (b) Sistematis; saling berkaitan satu sama
lain secara teratur dalam suatu keseluruhan; (c) Koheren; unsur- unsurnya
tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan; (d) Rasional; harus
berdasar pada kaidah berpikir yang benar (logis); (e) Komprehensif; melihat
objek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara
multidimensional atau secara keseluruhan (holistik); (f) Radikal; diuraikan
sampai akar persoalannya, atau esensinya; (g) Universal; muatan kebenarannya
sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.

Adapun karakteristik dari ontologi ilmu pengetahuan antara lain sebagai


berikut: Pertama, ilmu berasal dari suatu penelitian. Kedua, adanya konsep
pengetahuan empiris dan tidak ada konsep wahyu. Ketiga, pengetahuan bersifat
rasional, objektif, sistematik, metodologis, observatif, dan netral. Keempat,
menghargai asas verifikasi (pembuktian), eksplanatif (penjelasan), keterbukaan
dan dapat diulang kembali, skeptisisme yang radikal, dan berbagai metode
eksperimen. Kelima, melakukan pembuktian bentuk kausalitas (causality) dan
terapan ilmu menjadi teknologi. Ketujuh, mengakui pengetahuan dan konsep
yang relatif serta logika-logika ilmiah. Kedelapan, memiliki berbagai hipotesis
dan teori-teori ilmiah. Kesembilan, memiliki konsep tentang hukum-hukum
alam yang telah dibuktikan.11

Objek empiris dari pengetahuan pada dasarnya merupakan abstraksi yang


disederhanakan. Perlunya penyederhanaan dikarenakan kejadian yang
sebenarnya begitu kompleks dengan sampel dan faktor yang terlibat di
dalamnya. Pada dasarnya ilmu tidak termasuk untuk mereproduksikan suatu
kejadian tertentu dan mengabstraksikannya dalam bahasa keilmuan. Ilmu ini
bertujuan untuk mengetahui mengapa hal itu bisa terjadi dan membatasi hal-
hal yang asasi. Dengan keilmuan, proses keilmuan bertujuan untuk
mendapatkan inti yang berupa pengetahuan mengenai objek tersebut. Untuk
mendapatkan suatu pengetahuan, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai
objek empiris agar dapat memberikan arah dan landasan bagi kegiatan dan
penelaahan ilmu. Suatu ilmu pengetahuan mengenai objek empiris tertentu bisa
diterima selama pernyataan asumtif ilmu mengenai objek empiris tersebut
benar adanya. Ilmu beranggapan bahwa objek empiris yang menjadi bidang
yang ditelitinya mempunyai sifat yang beragam, memperlihatkan sifat berulang
dan seluruhnya menjalin secara teratur Ontologi ini perlu bagi setiap manusia
yang ingin mempelajari secara menyeluruh tentang alam semesta ini dan
berguna bagi bidang studi ilmu empiris seperti fisika, sosiologi, antropologi,
ilmu kedokteran, ilmu budaya, ilmu teknik dan lainnya). Ontologi merupakan
hakikat apa yang dikaji atau ilmunya itu sendiri. Ontologi merupakan suatu
teori tentang makna dari suatu objek pengetahuan. Ontologi merupakan
spesifikasi dari sebuah konseptual, dengan kata lain ontologi merupakan
penjelasan dari suatu konsep dan keterhubungannya dari ilmu tersebut.

B. Epistimologi

Epistemologi dari bahasa yunani episteme (pengetahuan) dan Logos (ilmu)


adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis
pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan
dan dibahas dalam bidang Filsafat,1 misalnya tentang apa itu pengetahuan,
bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungan dengan kebenaran
dan keyakinan.

Epistemologi atau teori pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari


ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta
pertanggung jawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki
oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan
panca indra dengan berbagai metode, diantaranya : metode induktif, metode
deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis

a. Menurut para Ahli.


Pengertian Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang
berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-
pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki. Secara linguistik kata “Epistemologi”
berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme” dengan arti pengetahuan
dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau alasan.

Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam


bahasaInggris dipergunakan istilah theory of know ledge. Istilah epistemologi
secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam
bahasa Indonesia disebut filsafat tpengetahuan. Secara terminology
epistemology adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat
tentang pengetahuan. Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara
memperoleh pengetahuan, Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan
berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan
epistemolog iartiny apertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia
mencintai pengetahuan.

Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk menggambar


manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan
masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan
dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat
membedakan antara satu ilmu dengan ilmu yang lainnya.

Epistemologi menurut para ahli yaitu :

1. Abdul Munir Mulkan.Segala macam bentuk aktivitas dan pemikiran manusia


yang selalu mempertanyakan dari mana asal muasal ilmu pengetahuan itu
diperoleh.

2. Mujamil Qomar.
Bagian ilmu filsafat yang secara khusus mempelajari dan menentukan arah dan
kodrat pengetahuan.

3. Anton Bakker.

Cabang filsafat yang berurusan mengenai ruang lingkup serta hakikat


pengetahuan.

4. Achmad Charris Zubair.

Suatu ilmu yang secara khusus mempelajari dan mempersoalkan secara dalam
mengenai apa itu pengetahuan, dari mana pengetahuan itu diperoleh serta
bagaimana cara memperolehnya.

5. Jujun S. Suria Sumantri

Arah berfikir manusia dalam menemukan dan memperoleh suatu ilmu


pengetahuan degan menggunakan kemampuan rasio

1. Objek dan tujuan Epistemologi.

Kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan


dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika
diamati secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek
sama dengan sasaran sedangkan tujuan hamper sama dengan harapan.
Meskipun berbeda, tetapi antara objek dan tujuan memiliki hubungan yang
berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan.

Sebagai sub sistem filsafat, epistemology atau teori pengetahuan yang untuk
pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek epistemology
ini menurut Jujun S. Suria suamantri berupa“ segenapprosesyangterlibatdalam
usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperolehn
pengetahuan inilah yang mejadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus
berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan
suatu tahap perantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujan. Tanpa
suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan,
maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali..

Jacques Martain mengatakan, “ tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama


untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan
syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu.”hal ini menunjukkan,
bahwa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendati pun
keadaan ini tak bisa dihindari akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari
tujuan epistemologi adalah hal lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki
potensi untuk memperoleh pengetahuan.

Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam


dinamika pengetuhuan.Rumusan tersebut menumbuhkan kesadaran seseorang
bahwa jangan sampai kita puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan,
tanpa disertai dengan cara atau bekal untuk memperoleh pengetahuan, sebab
keadaan memperoleh pengetahuan melambangkan sikappasif, sedangkan cara
memperoleh pengetahuan melambangkan sikap dinamis. 5

c. Landasan Epistemologi.

Landasan epistemology ilmu disebut metode ilmiah, yaitu cara yang dilakukan
ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan
prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu
pengetahuan merupakan pengetahuan yang di dapatkan lewat metode
ilmiah.Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan
pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa
disebut ilmu yakni tercantum dalam metode ilmiah.
2. Epistemologi Menurut Pandangan Beragam Aliran Filsafat Dunia

1. Epistemologi idealisme.

Epistemologi idealisme ini meniscayakan kurikulum yang digunakan dalam


pendidikan pun lebih berfokus pada isi secara objektif menyediakan beragam
pengalaman belajar sebanyak-banyaknya, pada subjek didik untuk mampu
menggerakan jiwanya pada ragam realitas yang akan menjadikan cara berfikir
dan analisnya terhadap keseluruhan realitas pengalamnya.

Pribadi Idealisme adalah pribadi yang peka terhadap realitas di sekitarnya,


sehingga tidak Satu pun kejadian yang dilihat dan didengarnya luput dari
pikirannya. Sedemikian rupa hingga memunculkan kepribadian yang cermat
dan tangkas dalam mencerna keseluruhan realitas yang terbangun dari ruang
idenya.7

2. Epistemologi Realisme.

Epistemologi pendidikan dalam realisme adalah proses ilmiah yang ditujukan


pada hal-hal yang beraneka ragam persoalan pendidikan seperti mengenai
realitas peserta didik, pendidik, dan isi pendidikan, strategi dan lain sebagainya
yang dapat digunakan oleh seseorang atau

sekelompok orang sebagai dasar utama dalam menyelenggarakan kegiatan


pendidikan.

Realisme mengajarkan bahwa menanamkan pengetahuan tertentu kepada anak


yang sedang tumbuh dan berkembang merupakan tugas paling penting
disekolah. Oleh karena itu, inisiatif dalam penerapannya terletak pada guru
sebagai pengalihan warisan bukan pada siswa. Guru yang selalu memutuskan
ke arah mana subjek didik mau diarahkan dan apa saja subjek materi yang
mesti mereka pelajari di dalam kelas.

Epistemologi yang sudah dikemukakan diatas meniscayakan bahwasetiap


proses pembelajaran mesti didekati dengan pendidikan induktif, bukan
deduktif. Pendekatan ini baginya adalah cara yang relevan untuk menanamkan
pengetahuan dan nilai dari subjek didik. Baginya, hal ini sejalan dengan watak
manusia dalam memperoleh pengetahuan yang memang bersentuhan dengan
sendi-sendi dunia yang secara nyata berhubungan satu sama lainnya. Realisme
percaya, bahwa manusia mengenal dunia dari bagian-bagiannya yang bersifat
materi dan teridentifikasi dalam kategori-kategori yang terukur dan nyata.

3. Epistemologi Pragmatisme.

Menurut kaum pragmatisme tidaklah dikatakan pengetahuan, jika tidak


membawa pada perubahan bagi kehidupan manusia. Jadi nilai pengetahuan
dilihat dari kadar instrumentalianya yang akan membawa pada akibat-akibat,
baik yang, setelah atau yang akan dihasilkan oleh ide pikiran dalam dunia
pengalaman nyata.

Menurut kaum pragmatisme, guru harus mengonstruksi situasi belajar dengan


menempatkan problem tertentu yang pemecahannya akan membawa siswa
pada pemahaman yang lebih baik akan lingkungan sosial dan fisik mereka.

Konsekuensinya, menggantikan struktur tradisional tentang subjek materi baik


guru maupun kelas harus meramalkan apakah pengetahuan itu memberikan
manfaat dalam pemecahan problem tertentu yang sedang mereka diskusikan,
seperti transportasi sepanjang sejarah, persoalan-persoalan seksual saat ini
ataupun persoalan kehidupan

masyarakat Indonesia saat ini. Sehingga menjadikan ini lebih bermakna bagi
subjek didik dan akan semakin mudah dikuasai ketika mereka dapat
memanfaatkannya sebagai alat yang dapat memuaskan kebutuhan dan
kepentingan mereka dalam menghadapi realitas.

Menurut kaum pragmatis, seorang anak selalu belajar secara alamiah karena
memang ia adalah makhluk yang secara natural selalu ingin tahu tentang
sesuatu. Ia senantiasa akan mempelajari apapun yang ia rasakan ataupun yang
ia pikirkan. Oleh karena itu guru harus menghidupkan spiritinquiryini agar
tampil dalam realitas pembelajaran. Mengajar subjek didik dari subjekmateri
telah jelas baginya merupakan suatu kebutuhan nyata bagi subjek didik dalam
melaksanakan kegiatan belajar. Tugas penting guru adalah menolong dan
membimbing subjek didiknya agar mampu mempelajari apa yang ia rasakan
dan yang merangsang jiwa ingin tahunya yang selalu tumbuh. Kaum
pragmatisme juga meyakini bahwa subjek didik harus belajar dari
keingintahuan, sementara guru mesti merangsang keingintahuan itu tampil
dalam proses inquiry.9

4. Epistemologi Eksistensialisme.

Epistemologi Eksistensialisme adalah suatu eksistensi yang dipilih

dalam kebebasan. Bereksistensi berarti bereksistensi dalam suatu perbuatan


yang harus dilakukan oleh setiap orang bagi dirinya sendiri. Pilihan bukanlah
soal konseptual melainkan soal komitmen total seluruh pribasi individu.

Berangkat dari kebebasan sebagai corak bereksistensi, demikian tidak


menempatkan individu ke dalam realitas yang abstrak tetapi individu dilihat
sebagai satu pribadi yang sungguh hadir dan konkrit. Oleh karena itu, dalam
mengambil keputusan, hanya yang konkrit yang dapat mengambil keputusan
atas diriku bukan orang lain.

Orang lain tidak berhak untuk menentukan pilihan dalam mengambil suatu
keputusan atas apa yang dilakukan. Barang siapa yang tidak berani mengambil
keputusan, maka ia tidak bereksistensi dalam arti yang sebenarnya. Hanya
orang yang berani mengambil keputusan yang dapat bereksistensi dengan
mengambil keputusan atas pilihanya sendiri, maka dia akan menentukan
kemana arah.

C. Aksiologi

Secara umum, aksiologi bisa diartikan sebagai cabang ilmu filsafat yang
mempelajari tentang tujuan ilmu pengetahuan dan bagaimana manusia
menggunakan ilmu tersebut. Sehingga mendalami dulu dasar-dasar dari ilmu
pengetahuan.

Setiap orang yang mempelajari cabang ilmu ini kemudian bisa memahami apa
itu ilmu pengetahuan, kenapa bisa ada di dunia ini, bagaimana sejarah
kemunculannya, jenis dan bentuknya, dan kemudian sampai ke pembahasan
bagaimana manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan tersebut.

Ilmu pengetahuan di dalam aksiologi kemudian mencakup semua nilai-nilai


dalam kehidupan. Dalam ilmu ini sekaligus akan diketahui bagaimana sesuatu
dianggap memiliki nilai yang berarti dan siapa saja yang bisa memberikan nilai
atas sesuatu tersebut.

Aksiologi kemudian juga disebut dengan istilah hakikat nilai. Dimana nilai-nilai
dalam kehidupan ini beragam dan kemudian melibatkan perasaan dan pola
pikir manusia. Misalnya nilai keindahan, kesetiaan, kecurangan, keadilan, dan
lain sebagainya.
Orang yang ahli atau menjadi pakar di ilmu aksiologi kemudian disebut sebagai
aksiolog. Sehingga mereka adalah orang-orang yang sudah paham hakikat nilai
secara mendalam dan kemudian menyampaikan pemahaman mereka pada
orang banyak. Misalnya dari seorang dosen ke puluhan mahasiswa di dalam
kelas.

A. Pengertian Aksiologi Menurut Para Ahl

Sumantri

Sumantri melalui salah satu bukunya menjelaskan tentang definisi dari


aksiologi. Menurutnya, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dan pengetahuan yang diperoleh.

Sehingga Sumantri disini berpendapat bahwa aksiologi sejatinya adalah sebuah


teori nilai yakni sebuah ilmu yang membahas mengenai nilai. Nilai-nilai yang
dibahas kemudian berkaitan dengan pengetahuan yang didapatkan dan
digunakan oleh manusia.

Kattsoff

Pendapat berikutnya datang dari Kattsoff, dijelaskan bahwa aksiologi adalah


ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang umumnya ditinjau dari
sudut pandang kefilsafatan.
Sehingga membahas mengenai definisi nilai-nilai dalam kehidupan
menggunakan dasar ilmu filsafat. Dasar ini kemudian membantu memahami
nilai secara mendalam dan dikaitkan dengan unsur yang lebih murni dan
mendasar.

Wibisono

Berikutnya ada pendapat dari Wibisono, menjelaskan bahwa aksiologi adalah


nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika serta moral sebagai dasar
normatif penelitian dan juga penggalian, dan juga penerapan ilmu.

A. Aspek Aksiologi Dalam ilmu filsafat, aksiologi diketahui memiliki dua


jenis aspek atau dua komponen dasar yang menyusun nilai-nilai yang
dipelajari di dalamnya. Dua aspek aksiologi yang dimaksudkan adalah
EtikaAspek yang pertama di dalam aksiologi adalah etika, etika
diketahui berasal dari bahasa Yunani. Yakni dari kata ethos yang
memiliki arti “adat kebiasaan”. Istilah lain untuk menyebutkan unsur
etika adalah istilah moral. Etika sendiri adalah cabang ilmu filsafat
aksiologi yang membahas masalah-masalah moral, perilaku, norma, dan
adat istiadat yang berlaku pada komunitas tertentu. Sehingga di
dalamnya akan membahas mengenai suatu adat kebiasaan yang berlaku
di dalam suatu komunitas, misalnya suatu kelompok masyarakat.Dalam
cabang ilmu etika ini ada tiga bidang studi utama atau materi yang akan
dibahas secara mendalam. Yaitu: Meta etika, merupakan bidang studi
yang membahas mengenai makna teoritis dan juga acuan yang
digunakan untuk menerapkan maupun membangun etika atau moral
dalam suatu kelompok masyarakat.Etika normatif, merupakan bidang
studi etika yang membahas mengenai cara praktis untuk menentukan
suatu tindakan moral. Sehingga disini akan dibahas mengenai cara-cara
praktis menentukan tindakan apa saja yang dianggap beretika dan
sebaliknya.Etika terapan, merupakan bidang studi di dalam etika yang
membahas mengenai apa yang wajib dilakukan seseorang dalam situasi
tertentu atau wilayah tindakan tertentu
B. EstetikaAspek kedua di dalam Aksiologi adalah estetika dan merupakan
cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan keindahan, rasa, dan
segala hal yang berhubungan dengan perasaan atau penilaian personal
(subjektif). Dalam estetika, penentuan nilai suatu hal melibatkan rasa
atau perasaan sehingga dipengaruhi oleh banyak faktor. Misalnya
dipengaruhi oleh suasana hati, saat suasana hati buruk maka segala hal
dinilai buruk juga. Begitupun sebaliknya. Beberapa orang yang
mencintai dan memahami dunia seni dan dekat dengan keindahan. Maka
akan melihat segala hal dari nilai keindahannya, bahkan segala hal bisa
dinilai sebagai sesuatu yang indah. Meskipun melibatkan perasaan,
namun logika dalam menentukan sebuah nilai tetap berjalan. Sesuatu
yang bagus, rapi, dan memang sedap dipandang mayoritas orang akan
menilainya punya estetika yang tinggi. Demikian juga jika melihat
sesuatu yang berkebalikan.

Peranan Aksiologi Dalam Kehidupan Manusia

Peranan aksiologi dalam kehidupan manusia yang utama, yaitu memberikan


arahan kepada manusia untuk melakukan suatu tindakan ke tindakan yang
lebih baik serta sebagi pembimbing manusia untuk berekspresi melahirkan
keindahan atau estetika (peran ekspresi).

Contoh Aksiologi dalam Kehidupan Sehari-Hari


Supaya lebih mudah memahami mengenai apa itu aksiologi maka penting sekali
untuk mengetahui beberapa contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut
contoh-contohnya:

Penggunaan Ilmu Membuat Kursi

Seseorang memiliki ilmu dan keterampilan untuk membuat kursi, saat kursi
selesai dibuat maka pengrajin ini bisa tahu kegunaan kursi ini untuk apa saja.
Misalnya bisa digunakan untuk duduk, digunakan untuk memberi kenyamanan
saat bekerja, menaruh barang seperti lipatan baju, dan lain sebagainya.

A. Norma Hukum

Dalam sebuah negara tentunya akan berlaku norma hukum, sifatnya tertulis
dan dilengkapi dengan undang-undang yang terdiri dari banyak pasal sebagai
landasannya.Lewat norma hukum inilah masyarakat bisa tahu tindakan apa
saja yang salah dan melanggar hukum dan tidak, sekaligus tahu nilai-nilai
keadilan.

B. Sopan dan Tidak Sopan

Aksiologi juga bicara mengenai etika atau moral yang mengarah pada sopan
santun. Seseorang yang memiliki etika yang baik tentunya akan menghormati
siapa saja dan berlaku sopan kepada siapa saja.Misalnya saat melewati orang
tua, maka mereka akan tersenyum, menyapa, dan sedikit membungkukan
badan sebagai bentuk rasa hormat. Aksiologi menjadi pembahasan penting
untuk diketahui dan dikuasai, agar bisa mengetahui hakikat dari ilmu dan
kegunaannya. Lewat pemahaman ini maka setiap ilmu yang dimiliki kemudian
akan lebih mudah untuk dimanfaatkan dalam keseharian.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Ilmu pengetahuan telah menjadi bagian penting bagi kehidupan sosial


masyarakat. Ilmu pengetahuan dapat menjadi tolok ukur untuk melihat maju atau
mundurnya suatu bangsa. Suatu bangsa yang memiliki tingkat ilmu pengetahuan yang
sempurna maka semakin modern juga kehidupan masyarakatnya. Sebaliknya, jika
ilmu pengetahuannya rendah maka kualitas masyarakat di suatu bangsanya juga
rendah. Hal tersebut yang menjadi ilmu pengetahuan sangat penting dan berpengaruh
di suatu bangsa dan menjadikan masyarakatnya bersungguh-sungguh untuk
mempelajari ilmu pengetahuan.

Pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia menjadikan para


filosof berupaya membangun pola pikir yang logis dan sistematis terkait dengan
kajian suatu ilmu pengetahuan. Kajian tersebut kemudian mendorong lahirnya filsafat
ilmu yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang membahas ilmu itu sendiri. Dengan
demikian, lahirlah berbagai cabang ilmu pengetahuan tanpa terkecuali dalam bidang
ilmu sosial dengan berbagai cabang ilmu di dalamnya.

Pada dasarnya pada ahli filsafat membagi studi filsafat ilmu pengetahuan
menjadi 3 (tiga) aspek yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dalam
pembahasannya ontologi fokus pada hakikat dari suatu ilmu pengetahuan. Ontologi
mencoba membuktikan dan menelaah bahwa suatu ilmu pengetahuan tersebut benar
dapat dibuktikan kebenarannya. Selanjutnya epistemologi dalam pembahasannya
fokus pada pentingnya cara atau metodologi ilmu pengetahuan tersebut. Jadi ketika
ilmu pengetahuan disoroti melalui epistemologi maka pembahasannya terarah pada
bagaimana sumber yang dipakai oleh para ilmuwan di dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan metodenya seperti apa. Kemudian aksiologi, dimana pembahasan
aksiologi fokus pada manfaat atau nilai guna dari ilmu pengetahuan tersebut. Pada
intinya kajian aksiologi itu membahas tentang layak atau tidaknya sebuah ilmu
pengetahuan dikembangkan. Dari paparan tersebut, sederhananya bahwa ontologi
berbicara tentang eksistensinya, epistemologi berbicara tentang perkembangannya,
dan aksiologi berbicara tentang nilainya
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Harsono, B. (2003). Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan.
Parlindungan, A. P. (1993). Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria.
Bandung: Mandar Maju.
Sumardjono, M. S. (2001). Kebijakan Petanahan Antara Regulasi dan Implementasi.
Yogyakarta: PT. Kompats Media Nusantara.
Sumardjono, M. S. (2007). Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan Bagi
Warga Asing dan Badan Hukum Asing. Yogyakarta: PT. Kompas Media
Nusantara.

Undang-Undang:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peratutran Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan Dan Hak Atas Tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaam, Hak Atas
Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.

Skripsi:
Murniasih, E. (1987). Pemberian Hak Pakai Yang Berasal Dari Tanah Hak
Pengelolaan Kota Madya Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai