Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A. ORIENTASI KE ARAH ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN


Ontology merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling
kuno. Awal mula fikiran yunani telah menunjukan munculnya perenungan dibidang ontology.
Yang tertua diantara segenap filasafat yuani yang kita kenal anadalah Thales. Atas
perenungannya terhadap air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari
segala sesuatu.1
Dalam persoakan ontologi orang menghadapi persoalan, pertama kali orang dihadapkan
pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi dan kedua,
kenyataan yang berupa rohani.
Menurut A. Dardiri dalam bukunya Humaniora filsafat dan logika, mengatakan, ontology
adalah menyilidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda
dimana entitas dari katagori-katagori yang logis yang berlainan,
(objek-objek fisis,hal,universal,abstraksi) dapat dikatakan ada dalam kerangka tradisional
ontology dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan
dalam hal pemakaiannya akhir-akhir ini ontology di pandang sebagai teori mengenai apa
yang ada.2

Socrates menggambarkan akal merupakan segalanya, dan merupakan pokok serta satu-
satunya jalan yang dapat menuntun manusia mencari kebenaran. Ia berfilsafat untuk hidup,
karene dengan berfikir maka eksistensina sebagai manusia dapat dipertahankan. Filsafat jika
ditinjau lebih mendalam lagi bukan sekedar ilmu logika yang lebih mengedepankan
rasionalitas, karena filsafat merupakan pondasi awal dari segala macam disiplin keilmuan
yang ada. Adapun ilmu merupakan suatu cabang pengetahuan yang berkembang dengan
sangat pesat dari waktu ke waktu.hampir seluruh aspek kehidupan manusia menggunakan
ilmu, seperti agama, ekonomi, sisial, budaya, dan teknologi.3

Ilmu yaitu suatu hasil yang diperoleh oleh akal sehat, ilmiah, empiris, dan logis. Theo
Marc dalam Atang Munaja (1988) menyatakan, ilmu adalah segala sesuatu yang berawal dari
pemikiraan logis dengan aksi yang ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan dengan bukti

1
Amsal bakhtiar, filsafat ilmu. Jakarta :raja graindo persada,2004 hal.131
2
Ibid.hal.133
3
Mukhtar Latif, Oriaentasi ke arah pemahan Filsafat Ilmu, (Jakarta: kencana prenadamedia group,tahun 2014).
Hlm. 165.

1
yang konkret. Dari pengertian ini dappat disimpulkan bahwa ilmu dalam bentuk yang baku
haruslah mempunyai paradigm (positivistic paradigm) serta metode yang jelas (scientific
method) yang juga dikorelasikan dengan bukti yang empiris yang mampu diterapkan secara
gamblang (trasparan).

Selanjutnya menurut sijuddin Zar pengetahuan terdiri dua hal, yaitu:

1. Pengetahuan yang bukan berdasarkan hasil usahaaktif manusia. Pengetahuan ini


diperoleh manusia lewat wahyu Allah SWT.manusia menerima kebenaran lewat
keimanan dalam hatinya.
2. Pengetahuan yang berdasarkan hasil usaha aktif manusia. Pengetahuan ini disebut
dengan pengetahuan indra, yaitu pengetahuan yang diperoleh berdasarkan
pengalaman sehari-hari, seperti air yang mengalir ke tempat yang rendah, gaya
gravitasi bumi, dan lain sebagainya.

Pada saat ilmu pengetahuan berkembang, pada tahap ontology ini manusia berpendapat
bahwa terdapat hokum-hukum tertentu yang lepas dari kekuasaan mitris, yang menguasai
gejala-gejala empiris. Dalam menghadapi masalah tersebut. Membatasi pada masalah yang
memungkinkaan manusia mengenal wujud masalah itu, untuk kemudian menelaah dan
mencari pemecahan jawabannya (Soetriono ddan Rita Hanafie: 63). jelasnya secara ontologis
objek ilmu pengetahuan berupa wuju, fakta, gejala, ataupun peristiwa yang dapat diindra
maupun dipikirkan manusia.4

Ada beberapa Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah


yaitu :
a. Metodis; Menggunakan cara ilmiah
b.Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan
c.Koheren; Unsur-unsurnya harus bertautan,tidak boleh mengandung uraian yang
bertentangan
d. Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis)
e. Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara
multidimensional – atau secara keseluruhan (holistik)
f. Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya
g. Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.
B. HAKIKAT ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN
4
Soetriono dan Rita Hanafie: 63

2
Ontologi adalah cabang filsafat ilmu yang membicarakan tentang hakikat ilmu
pengetahuan. Noeng Muhadzir (2011) menjelaskan bahwa ontology itu ilmu yang
membicarakan tentang the being; yang dibahas ontology yaitu hakikat realitas. Dalam
penelitian kuantitatif, realitas tampil dalam bentuk jumlah. Adapun dalam penelitian
kualitatif, ontology muncul dalam bentuk aliran, misalnya idealism, rasionalisme,
metarialisme. Keterkaitan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif memang tidak perlu
diragukan. Jadi, ontology itu yaitu ilmu yang membahas seluk beluk ilmu.

Hakikat adalah realitas, realita adalah kerealan riil artinya kenyataan yang sebenarnya.
Jadi hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya .5

Secara etimologi imu dalam bahasa inggris berarti science. Pengetahuan berasal dari kata
dalam bahasa inggris, yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of phisolofy dijelaskan, bahwa
definisi pengetahuan yaitu kepercayaan yang benar . ontology itu ilmu yang menelusuri
tentang hakikat ilmu pengetahuan. ilmu pengetahuan adalah keberadaan suatu fenomena
kehidupan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ontology merupakan salah satu
di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal pemikiran yunani telah
menunjukkan munculnya perenungan dibidang ontology. Dalam ontologi orang menghadapi
persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada. Pertama kali orang
dihadapkan pada persoalan materi( kebenaran), dan kedua pada kenyataan yang berupa
rohani (kejiwaan). Kedua realitas ini, yaitu lahir dan batin, merupakan hakikat keilmuan
manusia. Manusia memiliki dua sumber ilmu, yaitu:6

1. Ilmu lahir yang kasatmata dan bersifat observable, tangible;


2. Ilmu batin, metafisik yang tidak kasatmata

Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di


dalam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas
pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat,
ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan. Demikianlah manusia, terutama
para memikirannya seperti faridduddin attar dalam sajak taufik ismil ini, tak henti-hentinya
terpesona mantap dunia: menjanganda jauh-jauh ke dalamnya: apakah kenyataan ini sebenar-
benarnya? Bidang telaah filsafati yang disebut metafisika ini merupakan tempat berpijak dari
setiap pemikiran filsafati termasuk pemikiran ilmiah. Diibaratkan pikiran adalah roket yang
5
Amsal bakhtiar, filsafat ilmu. Jakarta : raja grafindo,2004, hal 131
6
Mukhtar Latif, Oriaentasi ke arah pemahan Filsafat Ilmu, (Jakarta: kencana prenadamedia group,tahun 2014).
Hlm. 166.

3
meluncur kebintang-bintang, menembus galaksi dan awan gemawan, maka metafisika adalah
landasan peluncurannya. Dunia yang sepintas lalu kelihatan sangat nyata ini, ternyata
menimbulkan berbagai spekulasi filsafati tentang hakikatnya. Metafisika dapat diartikan
sebagai ilmu yang menyelidiki apa hakikat dibalik alam nyata ini. Bidang telaah filsafati yang
disebut metafisika ini merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafat termasuk
pemikiran ilmiah. 7
Adapun yang dimaksud ontologi adalah kajian yang memusatkan diri pada pemecahan
esensi sesuatu atau wujud, tentang asa-asasnya dan realitas (hafiz Gluham Sarwa,1976: 25).
asas-asas tentang wujudyang nyata. Keberadaan dan realitasnya dapat dicermati dan
ditangkap oleh pana indra manusia.8 Dengan demikian, ontology adalah telaah secara filsafat
yang ingin menjawab objek apa yang ditelaah oleh ilmu? Bagaimana wujud hakiki dan objek
tersebut? Bagaimana hubungan objek tersebut dengan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa, dan mengiindra) yang membuahkan pengetahuan? (Jujun S.
Suriasumantri,2000: 33).9

C. CARA BERFIKIR ONTOLOGIS DALAM ILMU PENGETAHUAN

Menurut Muhadzir (2011) cara berfikir ontologis dapat berbenturan dengan suatu agama.
Agama selalu berfikir tentang ada diatas dasar iman atau keyakinan. Filsafat ilmu ontology
tidak mengajak berdebat antara ilmu dan iman. Membahas ilmu dari dasar keilmuan itu ada,
bentuk ilmu,, wajah ilmu, serta perbandingan satu ilmu dengan yang lain akan menuntun
manusia berfikirr ontologis. Ontology menjadi pijakan manusia berfikir kritis tenang keadaan
alam semesta yang sesungguhnya.

Pemahaman tentang arti dan hakikat filsafat itu sendiri akan menjadi lebih jelas bila
dilihat dalam posisi perbandingan dengan ilmu lain. filsafat berusaha menerangi dunia
dengan rasio manusia, dan karenanya, filsafat lebih merupakan “kebijakan duniawi”, bukan”
kebijaksanaan alahi” yang sempurna dan mutlak abadi. Maka itu filsafat berbeda dengan
ilmu teologi. Teologi berusaha melihat Allah dan kegiatannya di dalam dunia berdasarkan
wahyu adikodrati. Biarpun filsafat merupakan kegiatan dan produk rasio, ia tetap bukan
ciptaan rasio semata.

Filsafat tidak akan pernah menerima secara buta sebagai pemikiran, keyakinan, egoisme
keilmuan, atau pandangan keperibadian yang bersifat individual semata. Justru filsafat
7
Muhammad Syukri Albani Nasution.Filsafat Ilmu,(bandung: ciptapustaka media,tahun 2013).hlm.11.
8
Hafiz Gluham Sarwa,1976: 25
9
Jujun S. Suriasumantri,2000: 33

4
berusaha menguji mengkritis, dan berusaha mengajukan pertanyaan secara baru dan
menjawabnya secara baru pula, berdasarkan aktualitas dan tuntutan dinamika perkembangan
yang dihadapi. Filsafat, karena itu, tidak akan pernah menjadikan dirinya sebagai kebenaran
ideologis yang serba sempurna dan serba oke, yang membelenggui manusia. Justru filsafat
tetap yaitu suatu program pencerahan dalam rangka otonomi, emansipasi, dan perkembangan
manuusia.

wilayah ontologi yaitu ruang penataan eksistensi keilmuan. Dari ciri-ciri ilmu
pengetahuan seperti inilah yang membedakan dengan pengetahuan biasa. Agar pengetahuan
menjadi ilmu, maka pengetahuan itu harus dipilah (menjadi suatu bidang tertentu dari
kenyataan) dan disusun secara metodis, sistematis, dan konsisiten. Melalui metode ilmiah
suatu pengalaman bias diungkapkan kembali secara jelas, perinci, dan akurat. Penataan
pengetahuan secara metodis dan sistematis membutuhkan proses.10

Titik berangkat filsafat yang pertama yaitu kegiatan manusia, dalam hal ini secara khusus
keguiatan pengetahuan dan kehendak manuusia yang merupakan kegiatan pertama yang
secara langsung dialami oleh manusia. Manusia, di dalam kegiatannya yang pertama
dimaksud, menjadi sadar akan eksistensinya sendiri dan eksistensi orang atau hal lainnya.
Filsafat karena itu, berusaha mendalami, menyingkap, dan menjelaskan kesadaran eksistensi
diri manusia dan sesame lain, secara luas dan mendalam sampai ke akar-akar realitasnya yang
fundamental. Proses individu dalam kehidupan sehari-harinya, warisan budaya masa lalu, dan
juga hasil penelitian dan pemikiran ilmu lainnya yang bersifat khusus. Jenis pengetahuan
khusus ini sungguh membantu filsafat, tetapi juga membantu bentuk-bentuk pengetahuan
khusus ilmu dan lain itu untuk makin memantapkan dan menyempurnakan prinsip-prinsip
dasarnya.

Filsafat berusaha menerangi dunia dengan rasio manusia, dan karenanya, filsafat lebih
merupakan “kebijaksanaan duniawi”, bukan” kebijaksanaan ilahi” yang sempurna dan mutlak
abadi. Maka itu filsafat berbeda dengan ilmu teologi.

Dalam pemahaman ontology dapat diketemukan pandangan-pendangan sebagai berikut:

1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah
satu saja tidak mungkin dua. Paham ini kemudian kedalam dua aliran

10
Usiono,MA. Filsafat ilmu. (Bandung: citapustaka media,2015). Hlm. 152-153.

5
a. Materialisme: aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi
bukan rohani. Dari segi dimensinya paham ini sering dikaitkan dengan teori
atomisme,aliran pemikiran ini di pelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-
546 SM) ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air karena pentingnya bagi
kehidupan.
b. Idealisme: sebagai lawan materialism adalah aliran idealisme yang dinamakan
juga dengan spiritualisme. Idealism berarti serba cita sedangkan spiritualisme
berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa.dalam perkembangannya aliran ini ditemui adanya ajaran plato (428-348 SM)
dengan teorinya idenya. Jadi idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar
wujud sesuatu. Dalam menjelaskan hakikat ide tersebut Plato mengarang mitos
penunggu gua yang dimuatnya di dalam dialog politea yang dikutipkan.

2. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai
asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan ruh, jasad dan
spirit. Tokoh faham ini adalah Descartes (1596-1650 M) ia menanamkan kedua
hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran rohani (rohani) dan dunia ruang
(keberadaan).

3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralism bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu
semuanya nyata. Tokoh aliran ini pada masa yunani kuno adalah Anaxa goras dan
Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari
4 unsur yaitu tanah, air,api,dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah wiliam james
(1842-1910 M)
4. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Doktrin
tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman yunani kuno yaitu pada
pandangan gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas.
Pertama, tidak ada satupun yang eksis, realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila
suatu itu ada ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh penginderaan tidak dapat
dipercaya, pengindraan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat diketahui,

6
ia tidak dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh aliran ini adalah Friedrich
Nietzsche (1844-1900 M).
5. Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupa manusia untuk mengetahui hakikat benda,
baik hakikat rohani maupun hakikat materi. Kata agnostisisme berasal dari bahasa
Grik agnostos yang berarti unknown. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Soren Kierkegaar,
Heidegger, Sartre dan Jaspers. Jadi agnotisisme adalah paham pengingkaran atau
penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda baik materi
mupun rohani.11

D. KARAKTERISTIK ILMU PENGETAHUAN SECARA ONTOLOGIS

Pengetahuan dan ilmu pengetahuan tentu berkaitan dengan realitas. Orang yang
mempelajari pengetahuan dan ilmu pengetahuan akan menelusuri realitas secara cermat.
Secara sederhana, ontology bias dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari raelitas atau
konkret secara kritis. Realitas itu yang menarik perhatian para ilmuan. Tanpa realitas kita
sulit menyebut apa yang ada di dunia dan hakikat yang ada di dalamnya.

OntologI sebagai cabang filsafat ilmu telah melahirkan sekian banyak aliran ontologisme.
Tiap aliraan ontology biasanya memegang pokok pikiran yang satu sama lain saling
mendukung dan melengkapi. Beberapa aliran dalam bidang ontology yakni realism,
naturalisme, dan empirisme. Aliran ini yang membangun pemikiran para ahli filsafat ilmu
untuk memahami esensi suatu ilmu. Ilmu itu dapat ditinjau dari tia aliran itu untuk
menemukan hakikat.

Atas dasar ketiga aliran tersebut, ontology selalu memiliki ciri-ciri khusus. Setiap aliran
memberikan gambaran luas suatu cabang keilmuan. Ciri-ciri khasterpenting yang terkait
dengan ontology antara lain:

1. Yang ada (being), artinya yang dibahas eksitensi keilmuan.


2. Kenyataan atau relitas (reality). Yaitu fenomena yang didukung oleh data-data yang
valid.
3. Eksistensi (existence), yaitu keadaan fenomena yang sesungguhnya yang secara
hakiki tampak dan tidak tampak.
4. Esensi (essence), yaitu pokok atau dasar suatu ilmu yang lekat dalam suatu ilmu.
11
Amsal bakhtiar, filsafat ilmu: Jakarta, 2014 hal:135

7
5. Subtansi (substance, artinya membicarakan masalah isi dan makna suatu ilmu bagi
kehidupan manusia.
6. Perubahan (change), artinya ilmu itu cair, berubah setiap saa, menuju ke suatu
kesempurnaan.
7. Tunggal (one), dan jamak (many), artinya keadaan suatu ilmu dan fenomena itu
terbagi menjadi dua. Ontology akan mengungkapkan apa dan seperti apa benda,
sesuatu, dan fenomena itu ada. Ada dalam konteks ini massih boleh dibantah.

Dasar ontology mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindra
manusia. Jadi masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau bersifat empiris,. Objek
empiris dapat berupa objek material seperti ide, nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan
dan manusia itu sendiri. Ontologi merupakan salah satu objek lapangan penelitian
kefilsafatan yang paling kuno. Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu, ada beberapa
asumsi yang perlu diperhatikan, yaitu: pertama, suatu objek bisa dikelompokkan berdasarkan
kesamaan bentuk,sifat (substansi), struktur atau komparasi, dan kuantitatif asumsi. Kedua,
kelestarian relatif, artinya ilmu yang tidak mengalami perubahan dalam periode tertentu
(dalam waktu singkat). Ketiga, Determinasi, artinya ilmu menganut pola tertentu atau tidak
terjadi secara kebetulan.12
Ontologi membahas tentang yang ada yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
Ontologi membahas tentang yang ada dan bersifat universal yang berlaku dalam konteks
kesejagatan. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan atau
menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Realitas alam
semesta memang tidak mudah dijelaskan karena memang sulit untuk dipahami. Tidak semua
ilmu itu mudah dijelaskan jika tanpa pemahanman yang tajam.13

Objek ontologi sama halnya dengan objek filsafat seperti yang telah dibahas sebelumny,
yakni: pertama, objek formal, yaitu objek formal ontologi sebagai hakikat seluruh realitas.
Objek formal ini yaitu cara memandang yang dilakukan oleh peneliti terhadap objek
materialnya. Objek formal dari suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi
pada saat yang sama membedakannya dengan bidang yang lain. Kedua, objek material, yaitu
suatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran, sesuatu yang diselidiki atau sesuatu hal yang
dipelajar. Objek material mencakup hal konkret, misalnya manusia, tumbuhan, batu, atau
hal-hal yang abstrak seperti ide, nilai-nilai, dan kerohanian. Kedua objek ini akan
12
Usiono,MA. Filsafat ilmu. (Bandung: citapustaka media,2015). Hlm.153.

13
ibid.hlm.154

8
membingkai pada sebagai penelitian, penelitian yang menyangkut dua metode besar, yaitu
metode kualitatif dan kuantitatif.

Dalam pemahaman ontology ada beberapa karakter pemikiran, diantaranya monoisme.


Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan yaitu saja, tidak mungkin
dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber asal, baik berupa materi maupun rohani.
Paham ini terbagi menjadi dua aliran yaitu:

1. Matereriaisme, aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal meteri, buan
rohani. Aliran ini sering disebut naturalism. Menurut aliran ini zat mati
merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta yaitu materi, sedangkan jiwa atau
roh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri.
2. Idealisme, sebagai lawan dari materialism yang dinamakan spiritualisme.
Idealism berasal dari kata “ideal” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.

Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal
dari roh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati
ruang. Materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelmaan rohani.

E. TAHAP PEMIKIRAN ONTOLOGIS


Tahap ontologis ialah sikap manusia yang tidak hidup lagi dalam kepungan kekuasaan
mitis, melainkan yang secara bebas ingin meniliti segala hal ikhwal atau masalah kehidupan
yang dijumpai. Manusia mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang dulu dirasakan
sebagai kepungan ia mulai menyusun suatu ajaran atau teori mengenai dasar hakikat segala
sesuatu (ontology) dan mengenai segala sesuatu menurut rinciannya (ilmu-ilmu). Bagaimana
pun ontology itu berkembang dalam lingkungan-lingkungan kebudayaan kuno yang sangat
dipengaruhi oleh filsafat dan ilmu pengetahuan.
Dalam dunia mitis manusia belum meruapakan seorang pribadi yang bulat dan utuh.
Daam alam fikiran ontologis subyek dan obyek, manusia dan dunia, mulai berhadapan muka.
Tetapi dalam pendekatan fungsional bukan distansi yang diutamakan, melainkan relasi.
Subyek dan obyek dibuka yang satu terhadap yang lain. Ini tidak berarti, bahwa identitas
manusia modern yang telah diperjuangkan dengan jeri payah, lalu dibiarkan hilang lenyap
tetapi identitas tidak dipandang lagi sebagai sesuatu yang bulat dan teisolir, melainkan

9
sebagai suatu identitas yang hanya dapat berada dan berkembang dalam relasi-relasi dengan
yang lain.14
Pada saat ilmu pengetahuan berkembang, pada tahap ontologis ini manusia
berpendapat bahwa terdapat hokum-hukum tertentu yang terlepas dalam dari kekuasaan
mistis yang menguasai gejala-gejala empiris. Dalam menghadapi masalah tertentu manusia
mulai menentukan batas-batas eksistensi masalah tersebut.membatasi pada masalah yang
memungkinkan manusia mengenal wujud masalah ini untuk kemudian menelaah dan mencari
pemecahan jawabannya. Jelasnya, secara ontologis objek ilmu pengetahuan adalah berupa
wujud, fakta, gejala, ataupun pristiwa yang dapat diindra maupun dipikiran manusia.15

BAB III

14
Syafaruddin,filsafat ilmu mengembangkan kreatifitas dalam proses keilmuan:bandung,cipta
pustaka,2009.hal.26
15
Jajaluddin, filsafat ilmu pengetahuan.jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013. Hlm 159.

10
KESIMPULAN

Ontologi membahas tentang yang ada yang tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada dan bersifat universal yang berlaku dalam
konteks kesejagatan. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan
atau menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Realitas
alam semesta memang tidak mudah dijelaskan karena memang sulit untuk dipahami. Tidak
semua ilmu itu mudah dijelaskan jika tanpa pemahanman yang tajam

Ontologi adalah cabang filsafat ilmu yang membicarakan tentang hakikat ilmu
pengetahuan. Noeng Muhadzir (2011) menjelaskan bahwa ontologi itu ilmu yang
membicarakan tentang the being; yang dibahas ontology yaitu hakikat realitas. Dalam
penelitian kuantitatif, realitas tampil dalam bentuk jumlah. Adapun dalam penelitian
kualitatif, ontology muncul dalam bentuk aliran, misalnya idealism, rasionalisme,
metarialisme. Keterkaitan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif memang tidak perlu
diragukan. Jadi, ontology itu yaitu ilmu yang membahas seluk beluk ilmu.

Pemahaman tentang arti dan hakikat filsafat itu sendiri akan menjadi lebih jelas bila
dilihat dalam posisi perbandingan dengan ilmu lain. filsafat berusaha menerangi dunia
dengan rasio manusia, dan karenanya, filsafat lebih merupakan “kebijakan duniawi”, bukan”
kebijaksanaan alahi” yang sempurna dan mutlak abadi. Maka itu filsafat berbeda dengan
ilmu teologi. Teologi berusaha melihat Allah dan kegiatannya di dalam dunia berdasarkan
wahyu adikodrati. Biarpun filsafat merupakan kegiatan dan produk rasio, ia tetap bukan
ciptaan rasio semata.

11
Dafta Pustaka

Abidin, Zainal, pengantar filsafat barat. Jakarta: Raja Grafindo Persada,2011.

Jalaluddin, filsafat ilmu pengetahuan. Jakarta: Raja Grafindo Persada,2013

Latif, Mukhtar, orientasi kearah pemahaman filsafat ilmu. Jakarta: Kencana, 2014

Bakhtiar, Amsal, filsafat ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012

Syukri, Albani Muhammad, filsafat ilmu. Bandung: Cipta Pustaka Media, 2013

Usiono, Salamuddin, filsafat ilmu. Bandung: Cipta Puastaka Media, 2015

Safaruddin, filsafat ilmu mengembangkan kreativitas dalam proses keilmuan.


Bandung: Cipta Pustaka Media,2009.

12
Afidburhanuddin.wordfresh.ac.id.

13

Anda mungkin juga menyukai