Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSEP ONTOLOGI DALAM FALSAFAH KESATUAN ILMU

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Falsafah Kesatuan Ilmu

Dosen pengampu: Prof. Dr. H. Muslih, M.A.

Disusun Oleh:

Haris Mayudae (2003046077 )


Khafid Aulya Putra (2203026030)
Kholifatus Sa'diyah (23030160001)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2024
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mempertanyakan secara
sistematis mengenai hakikat pengetahuan ilmu yang berhubungan dalam masalah-
masalah filosofis dan fundamental yang terdapat pada ilmu untuk mencapai pengetahuan
yang ilmiah1. Filsafat ilmu merupakan upaya manusia dalam memahami suatu konsep
dan metode dari sebuah disiplin ilmu. Perubahan zaman dan perkembangan telah
mengantar filsafat ke suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu
pengetahuan” bertumbuh mekar dan bercabang secara subur dari masing-masing disiplin
ilmu2.

Filsafat dan ilmu pengetahuan sangat diperlukan kehadirannya di tengah


perkembangan IPTEK yang ditandai dengan menajamnya spesialisasi ilmu pengetahuan,
karena dengan mempelajari filsafat para ilmuwan diharapkan akan dapat menyadari atas
keterbatasan dirinya agar tidak terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual. Filsafat
ilmu juga dapat melatih cara berfikir menjadi lebih kritis. Atmaja (2020:20) menegaskan,
“peran Filsafat Ilmu sangat penting untuk memberikan Batasan secara realistis dan logis
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan agar tidak merugikan manusia, alam, dan
lingkungan”3.

Di era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 kelompok masyarakatnya heterogen,
sehingga sangat kompleks timbul masalah-masalah terkait berkembangnya teknologi dan
dapat mengubah pola pikir kehidupan manusia ke pola kehidupan yang lebih canggih
dengan tenaga teknologi seperti robot dan internet4. Maka, keilmuan yang dijadikan
sebagai tonggak aksiologis dalam mengarahkan, mengendalikan perkembangan IPTEK
secara positif untuk kepentingan umat manusia dan lingkungannya adalah filsafat dan
ilmu pengetahuan5.

Istilah "ilmu" mengacu pada pengetahuan yang disusun secara sistematis dengan
tujuan merumuskan dan menentukan apa yang akan dipelajari, cara mendapatkan
1
Gamal Thabroni, “Filsafat Ilmu: Pengertian, Ruang Lingkup, Pengetahuan & Ilmu,” serupa.id, n.d.
2
Muhammad Rijal Fadli, “Hubungan Filsafat Dengan Ilmu Pengetahuan Dan Relevansinya Di Era
Revolusi Industri 4.0 (Society 5.0),” Jurnal Filsafat 31, no. 1 (2021): hlm 130.
3
Ibid hlm 130.
4
Ibid hlm 131.
5
Ibid hlm 133.

1
pengetahuan tersebut, dan manfaatnya. Tiga komponen yang mendasari ilmu
pengetahuan yang bersifat empiris yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi, yang
dikenal sebagai tiga sistematika ilmu pengetahuan 6. Dalam kesempatan kali ini penulis
akan membahas tentang salah satu sistematika ilmu pengetahuan dalam ruang lingkup
filsafat, yaitu Ontologi yang menjadi poin penting untuk belajar filsafat ilmu
pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian dan Hakikat Ontologi ?
2. Apa Saja Ruang Lingkup Ontologi ?
3. Bagaimana Pandangan Islam dan Barat tentang ontologi?

6
Welhendri Azwar and Muliono, Filsafat Ilmu, 2019: hlm 92.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Hakikat Ontologi

Ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang berasal dari dua kata yaitu “Ontos”
yang berarti ada dan “logos” yang berarti ilmu. Ontologi secara istilah, adalah cabang
filsafat yang mempelajari tentang sifat dan hubungan antara entitas yang ada di alam
semesta, termasuk konsep abstrak seperti waktu, ruang, keberadaan, dan substansi.
Ontologi merupakan salah satu teori tentang makna dari suatu objek, ciri-ciri dari
suatu objek dan hubungan objek-objek tersebut yang dapat terjadi di dalam bidang
pengetahuan. Secara umum, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada dan hakekat
kenyataan atau realitas7. Ontologi sering dikaitkan dengan metafisika, sedangkan
metafisika adalah ilmu yang menyelidiki hakikat di balik alam nyata tanpa terbatas pada
apa yang dapat diamati oleh panca indra 8. menurut pengertian tersebut metafisika
memiliki keterkaitan dengan ontologi dalam objek kajiannya yang sama-sama membahas
tentang hakikat atau keberadaan sesuatu, baik yang mampu ditangkap oleh panca indra
maupun yang berada pada jangkauan yang lebih luas.

Ontologi juga sering disebut sebagai filsafat pertama yang berkaitan dengan konsep
metafisika, dan merupakan salah satu objek kajian dalam ilmu filsafat yang paling kuno,
konsep pemikiran ontologis sudah sejak lama muncul dalam pemikiran Barat,
sebagaimana Thales ketika ia merenungkan dan menelaah apa hakikat “yang ada”
(being) itu, yang pada akhirnya menyimpulkan bahwa asal usul dari segala sesuatu (yang
ada) itu adalah air9. Yang dimaksud oleh Thales dalam pendapatnya yakni segala sesuatu
zat yang ada di bumi berawal dari air, sehingga dalam pendapatnya Thales menggunakan
kata “air” untuk mewakili asal muasal terbentuknya sesuatu tersebut, dan di qiyaskan
dengan konsep pembentukan zat yang ada di bumi.

Teori ontologis pada dasarnya berbicara tentang hakikat "yang ada". Teori ini
menganalisis ilmu pengetahuan dalam upaya untuk membuktikan dan menelaah bahwa
ilmu pengetahuan itu benar-benar dapat dibuktikan keberadaannya10. Dalam

7
Muhammad Yusron Maulana El-Yunusi, Putri Yasmin, and Laylatul Mubarok, “Ontologi Filsafat
Pendidikan Islam (Studi Kasus: Bahan Ajar Penerapan Literasi Pada Peserta Didik),” JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu
Pendidikan 6, no. 9 (2023): hlm 6614–24.
8
Pendik Hanafi, “Metafisika Sebagai Sebuah Disiplin Ilmu Pendik Hanafi,” 2010: hlm 86-87.
9
Suryawahyuni Latief, Samsuddin, and Burlian Senjaya, Filsafat Ilmu, 2022: hlm 80-81.
10
D Rokhmah, “Ilmu Dalam Tinjauan Filsafat: Ontologi, Epistemologi, Dan Aksiologi,” Cendekia: Jurnal
Studi Keislaman 7, no. 2 (2021): hlm 172–86.

3
penerapannya ontologi berperan penting untuk membuktikan keberadaan suatu perkara,
yang mana dalam ranah kajian ilmu pengetahuan, ontologi membahas sebab akibat
terbentuknya sesuatu yang bermula dari kekosongan lalu mengalami suatu proses
pembentukan yang tersusun secara sistematis dan bertahap sehingga muncullah ke-
wujudan sesuatu tersebut, yang mana seluruh proses dari kekosongan menuju
kemunculan suatu hal yang baru inilah yang dibahas dalam ilmu ontologi.

Membahas ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan


kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas dapat diakui sebagai
kebenaran11. Ontologi membahas tentang objek yang dikaji, bagaimana wujudnya secara
fundamental, dan bagaimana hubungannya dengan penggunaan daya pikir 12. Secara
singkat pembahasan ontologi yakni untuk menjawab pertanyaan tentang wujud
keberadaaan sesuatu yang diwakili dengan kata tanya “apa?”, pada hakikatnya ontologi
dalam segi filsafat berkaitan dengan sebab akibat wujudnya suatu pemikiran.

B. Ruang Lingkup Ontologi

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, ontologi merupakan suatu hal atau ilmu yang
membahas mengenai hal yang kaitannya mengenai realitas dan juga kenyataan yang
konkret secara kritis, sehingga hakikat dari kenyataan atau realitas tersebut dapat dilihat.
Ontologi mempelajari hakikat dari banyak hal di alam semesta, terutama manusia,
hewan, tumbuhan, benda mati, dan lain-lain. Beberapa konsep dalam ontologi seperti
substansi, atribut, kausalitas, dan lain-lain membantu memahami suatu benda atau
fenomena. Ada beberapa teori tentang ontologi yang telah diusulkan oleh para ahli.
Berikut adalah beberapa teori ontologi yang umum dijumpai:

a. Realisme
Menurut teori ini, realitas benar-benar ada di luar pikiran manusia. Meskipun orang
tidak menyadarinya, fakta ini masih ada. Teori realisme terdiri dari dua kelompok:
realisme naif, yang berpendapat bahwa realitas hanyalah seperti yang dilihat dan
dirasakan, dan realisme kritis, yang berpendapat bahwa realitas memang ada tetapi
tidak dapat dikenali sepenuhnya.

11
Ace Nurasa, Nanat Fatah Natsir, and Erni Haryanti, “Tinjauan Kritis Terhadap Ontologi Ilmu (Hakikat
Realitas) Dalam Perspektif Sains Modern,” JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan 5, no. 1 (2022): hlm 81–91.
12
Abdul Hafizh et al., “Pengertian Ontologi Dalam Perspektif Pendidikan Islam” 1, no. 4 (2022): hlm 239–
47.

4
b. Idealisme
Teori ini menyatakan bahwa realitas sebenarnya hanya ada dalam pikiran manusia;
itu adalah hasil dari konstruksi pikiran manusia dan tidak ada keberadaan sendiri.
Dua jenis idealisme berbeda: idealisme subjektif percaya bahwa realitas hanya
diciptakan oleh pikiran individu, dan idealisme objektif percaya bahwa realitas
hanya diciptakan oleh pikiran kolektif manusia.
c. Fenomenologi
Teori ini berpendapat bahwa realitas harus dilihat dari sudut pandang yang lebih
netral dan objektif, bebas dari prasangka atau asumsi manusia. Menurut
fenomenologi, orang harus melihat realitas sebagaimana adanya tanpa
menambahkan interpretasi atau penafsiran apapun.
d. Konstruktivisme
Menurut teori ini, hanya konstruksi sosial dan budaya yang membentuk realitas, dan
interpretasi manusia tentang pengalaman mereka menentukan realitas tersebut.
Menurut konstruktivisme, realitas tidak dapat dipisahkan dari ciptaan manusia.
e. Nominalisme
Menurut teori nominalisme, tidak ada yang independen dalam dunia nyata. Realitas
hanyalah konsep atau nama yang dibuat manusia untuk membantu memahami dan
mengorganisasikan dunia. Menurut nominalisme, hanya persepsi manusia yang
membentuk realitas13.

Ruang lingkup ontologi tergolong sangat luas, hal ini dikarenakan ontologi
merupakan dasar pokok pembelajaran ilmu filsafat. Ranah ontologi biasanya membatasi
pengetahuan ilmiah pada jenis objek yang dapat dipikirkan secara rasional dan ditelaah
secara empiris. Ranah ontologi umumnya membatasi diri pada bidang pengetahuan
ilmiah yang dapat dipikirkan secara rasional dan diteliti secara empiris. Beberapa bentuk
ontologi termasuk apakah objek ilmu yang akan diteliti, bagaimana objek tersebut benar-
benar ada, dan bagaimana hubungannya dengan kemampuan manusia untuk melihat,
seperti berpikir, merasa, dan mengindra14. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, aliran
pemikiran seperti monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme muncul
sebagai hasil dari pemahaman tentang sifat dasar, inti, atau hakikat segala sesuatu.

13
El-Yunusi, Yasmin, and Mubarok, “Ontologi Filsafat Pendidikan Islam (Studi Kasus: Bahan Ajar
Penerapan Literasi Pada Peserta Didik).”(2023): hlm 6616.
14
Azwar and Muliono, "Filsafat Ilmu", (2019): hlm 92-93.

5
Bagian selanjutnya di bawah ini akan memberikan pemahaman lebih lanjut tentang jenis
pemikiran itu.

a. Monoisme
Istilah monisme sering diungkapkan dengan istilah serba tunggal, serba Esa, dan
merupakan masalah metafisika dengan pertanyaan berapakah jumlah hakikat itu.
Filosofi materialisme (serbazat) menjawab: satu. Dan yang satu itu ialah
materi15. Menurut monoisme, hanya ada satu substansi di alam, termasuk manusia.
Dengan segala isinya, realitas dan manusia sama, dan kenyataan sebenarnya adalah
satu. Berdasarkan sejarahnya, monoisme menghasilkan pembentukan dua blok
ideologis yang berbeda: materialisme dan idelaisme. Baik materialisme memandang
alam semesta sebagai materi saja, dan idealisme memandang alam semesta sebagai
ruh atau jiwa16.
b. Dualisme
Dualisme dapat didefinisikan dalam KBBI sebagai "paham bahwa ada dua prinsip
yang saling bertentangan dalam kehidupan (seperti ada kebaikan dan kejahatan, ada
terang dan gelap), atau "keadaan bermuka dua, yaitu satu sama lain saling
bertentangan atau tidak sejalan.". Secara dualisme, benda terdiri dari dua jenis
hakikat sebagai sumbernya: hakikat materi dan hakikat rohani; benda dan roh; dan
jasad dan spirit. Kedua jenis hakikat ini bebas dan independen, sama-sama azali dan
abadi17. Dualisme adalah perspektif dalam ontologi yang berpendapat bahwa realitas
terdiri dari dua subtansi yang berbeda dan bertentangan. Subtansi adi kodrati dan
kodrati, misalnya, menunjukkan hubungan antara Tuhan dan alam semesta, adalah
contoh subtansi yang tidak dapat direduksi 18. Dalam kehidupan ini pasti terdapat dua
hal yang bertentangan namun selalu berjalan berpasangan, seperti contoh siang-
malam, kanan-kiri, atas-bawah, dan masih banyak lagi. Hal ini lah yang disebut
sebagai dualisme.
c. Pluralisme
Dalam KBBI, pluralisme didefinisikan sebagai "keadaan masyarakat yang
majemuk", sedangkan dalam ilmu ontologi, pluralisme adalah aliran yang bertolak
15
Muhammad Ilham, “Monoisme dan Pluralisme Kebenaran Dalam Perspektif Hukum Islam,” no.
16 (n.d.).
16
Azwar and Muliono, "Filsafat Ilmu", (2019): hlm 105-106.
17
Emir Surya Kautsar, “ Ontologi dan Problematikanya ( Kajian Filsafat Ilmu ),” 2021.
18
Muhammad Iqbal Rahman, “Pandangan Nihilisme Terhadap Ontologi ( Studi Deskriptif Pemikiran
Nietzsche ) Pandangan Nihilisme Terhadap Ontologi ( Studi Deskriptif Pemikiran Nietzsche ) Muhammad Iqbal
Rahman,” 1996, hlm 19–36.

6
dari keseluruhan yang percaya bahwa setiap bentuk ada dan bahwa alam terdiri dari
banyak unsur (lebih dari dua entitas)19. Dalam Dictionary of Philosophy and
Religion, pluralisme didefinisikan sebagai paham yang berpendapat bahwa
kenyataan alam ini terdiri dari banyak unsur daripada hanya satu atau dua entitas 20.
Jadi pluralisme ialah suatu konsep yang berkesimpulan bahwa yang ada di dunia ini
terdiri dari banyak entitas atau faktor yang saling berkaitan satu sama lain yang tidak
hanya terdiri dari dua faktor saja, tetapi ada beragam faktor yang saling berkaitan
sehingga terbentuklan wujud dunia ini.
d. Nihilisme
Nihilisme berasal dari kata Latin "nihil", yang berarti "nothing" atau "tidak ada."
sebuah kepercayaan yang tidak mengakui alternatif yang positif. Ivan Turgeniev
pertama kali menggunakan istilah "nihilisme" di Rusia pada tahun 1862. Doktrin
nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani Kuno, pada pandangan Gorgias
(485-360 SM), yang memberikan tiga ide tentang realitas.Pertama dan terpenting,
tidak ada sesuatu yang eksis; kedua, bahkan jika ada sesuatu, kita tidak dapat
mengetahuinya; dan ketiga, bahkan jika kita tahu realitasnya, kita tidak akan dapat
menyampaikannya kepada orang lain21. Nihilisme adalah filosofi filsafat yang
berpendapat bahwa semua nilai tidak berarti. Menurut nihilisme, dunia ini, terutama
keberadaan manusia, tidak memiliki tujuan. Ada saat-saat di mana kita bertanya-
tanya, "Untuk apa kita hidup?" Apa tujuan kami saat ini? Untuk apa semua prestasi
dan pencapaian kita saat ini jika kita juga akan meninggal? Pertanyaan-pertanyaan di
atas mungkin muncul di kepala setiap orang, setidaknya sekali dalam hidup mereka.
Kita berada dalam filosofi nihilisme ketika kita mempertanyakan tujuan hidup kita
saat ini, tujuan keberadaan kita di dunia, dan apa setiap prestasi dan pencapaian kita
saat ini karena kita akan mati pada akhirnya.
e. Agnostisisme
Kata "agnostisisme" berasal dari kata Grik agnostos, yang berarti "tidak diketahui."
Artinya tidak, artinya tahu. Agnosticism didefinisikan dalam Oxford Dictionary
sebagai "kepercayaan yang berpendapat bahwa tidak mungkin untuk mengetahui
apakah Tuhan itu ada atau tidak".Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
"agnostisisme" dapat didefinisikan sebagai "keyakinan bahwa manusia tidak

19
Ibid hlm 19-36.
20
Nurasa, Natsir, and Haryanti, “Tinjauan Kritis Terhadap Ontologi Ilmu (Hakikat Realitas) Dalam
Perspektif Sains Modern.” (2022): hlm 187-188.
21
Pama Bakri et al., “Ontologi Filsafat” 1, no. 3 (2023): hlm 311–317.

7
memiliki pengetahuan tentang Tuhan" dan "paham yang mempertahankan pendirian
bahwa manusia kekurangan informasi atau kemampuan rasional untuk membuat
pertimbangan tentang kebenaran tertinggi" 22. Agnostisisme adalah cabang filsafat
yang mengingkari kemampuan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik
materi maupun imateri. Pandangan ini berasal dari keyakinan bahwa manusia tidak
dapat memberikan penjelasan yang jelas tentang adanya kenyataan yang dapat
dikenali dan berdiri sendiri.
C. Ontologi dalam Prespektif Islam dan Barat
1. Ontologi ilmu dalam prespektif islam

Dalam islam semua ilmu pengetahuan bersumber dari allah, yang telah tercantum
dalam al-qur’an. tetapi dalam al-qur an tidak ditemukan adanya ayat yang menyebutkan
secara spesifik kata ‘ilm tentang arti, makna, hakikat atau ontoligi. Oleh karena itu para
pakar muslim mendefinisikan ilmu berdasarkan hasil prespektif pemikiran masing-
masing. Adapun Penyebab atas ketiadaan penyebutan secara spesifik definisi kata ilmu
dalam Al-Qur’an disebabkan oleh 2 hal yaitu:

a. masyarakat arab telah memahami kata ilmu ketika al quran diturunkan sehingga
tidak perlu dijelaskan secara spesifik .
b. adanya rahasia tuhan tentang keistimewaan dalam al qur an sehingga ilmu tidak akan
berkontradiksi dengan semua pengetahuan dari masa ke masa

Hakikat ilmu pengetahuan (ontologi) telah menjadi bahan perdebatan antara materialis
dan idealis. Kaum materialis hanya mengenal pengetahuan yang bersifat empiris yang
merupakan paham bahwa pengetahuan diperoleh hanya melalui penggunaan pikiran atau
perasaan yang bersifat empiris dan material yang ada di dunia ini. Namun menurut kaum
idealis, termasuk Islam, ilmu pengetahuan itu diperoleh tidak hanya melalui akal dan
indera saja yang bersifat empiris, namun ada juga ilmu yang bersifat immateri yaitu ilmu
yang bersumber dari Allah SWT sebagai Khaliq atau pencipta pengetahuan.Menurut para
filosof Islam seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali dan Ibnu Khaldu
mengklasifikasi dan hierarki bahwa ilmu itu berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits,

22
Rahman, “Pandangan Nihilisme Terhadap Ontologi ( Studi Deskriptif Pemikiran Nietzsche ) Pandangan
Nihilisme Terhadap Ontologi ( Studi Deskriptif Pemikiran Nietzsche ) Muhammad Iqbal Rahman.”(2023): hlm
26-27

8
yaitu pemilihan antara ilmu yang pokok atau utama dengan ilmu yang tidak pokok atau
tidak utama23.

Sifat ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam disebut dengan holistik atau Rabbani
yang artinya selaras dengan filsafat Islam tentang alam dan manusia, khususnya
mengenai pengetahuan alam dan pengetahuan sosial dan kemanusiaan. Ilmu pengetahuan
memiki sifat yang komprehensif dan terpadu dalam upaya menjelaskan persoalan antara
alam fisik dan metafisik, atau antara persoalan dunia dan akhirat. Jadi dalam prespektif
Islam, hakikat ilmu pengetahuan mengarahkan pada peran agama atau tuhan dan itu
semua bisa diperoleh dengan cara iktiar dan berdoa.

2. Ontologi Ilmu dalam Prespektif Barat

Menurut prespektif barat istilah ilmu disebut dengan knowledge yang berati ilmu
pengetahuan. Kata Knowledge berasal dari kata know yang memiliki arti pernyataan dari
fikiran guna menghapus kebodohan dan menyempurnakan kemurnian akal fikiran.
Kemudian, istilah Knowledge juga mengandung pengertian sebagai suatu kepakaran dan
juga kemahiran yang diperoleh manusia melalui pengalaman dan pendidikan. Selaian itu
Knowledge juga memiliki arti sebagai ilmu tentang manusia, suatu benda, atau
memperoleh suatu pandangan melalui maklumat daripada fakta tentang sesuatu .

Jadi istilah ilmu dalam prespektif barat merupakan pengetahuan yang berasal dari
pemikiran dan pengalaman manusia, yang bertujuan untuk menghapuskan kebodohan
dan meningkatkan kemampuan berpikir. Selain itu, ilmu juga merujuk pada pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman dan pendidikan. Hal ini juga
mencakup pemahaman tentang manusia, objek, atau pandangan yang diperoleh melalui
informasi dan fakta tentang suatu hal. Dengan demikian, ilmu merupakan hasil dari
proses belajar dan pengalaman yang luas, yang bertujuan untuk memahami dan
meningkatkan pemahaman tentang dunia dan manusia. Berdasarkan pengertian di atas
terdapat tiga elemen utama dalam ilmu yaitu sebagai berikut:

a. Kemahiran yang diperoleh manusia dalam proses menuntut ilmu melalui


pembelajaran dan pengalaman yang dapat membentuk manusia menjadi seseorang
yang mahir dalam suatu ilmu.

23
Miftahul Ulum, “Ilmu Dalam Perspektif Islam Dan Barat : Tinjauan Ontologi Dan Epistemologi” 4
(2023): hlm 84–100.

9
b. Ilmu adalah suau pengetahuan yang diperoleh melalui fakta-fakta dan maklumat-
maklumat tertentu yang diketahui oleh manusia melalui buku dan pembelajaran.
c. Ilmu juga diperoleh melalui kesadaran dan kebiasaan yaitu proses pemerolehan
suatu ilmu berdasarkan pengalaman yang diteui oleh manusia secara realita melalui
pengamatan (Observasi) atau pengalaman social24.

Tokoh yang paling dominan dalam sejarah peradaban barat adalah kaum skeptis, yang
mana mereka dianggap sering mengisyaratkan beberapa hal yang berkaitan dengan
ilmu.Filsafat pada masa pre-socratic tidak memberi perhatian lebih pada cabang filsafat
epistimologi, namun lebih tertarik pada filsafat alam dan kemungkinan perubahannya.
Mereka menganggap bahwa ilmu tentang alam itu mungkin, meskipun beberapa diantara
mereka menganggap ilmu dapat diperoleh dari sumber yang lain.

Plato, seorang filsuf Yunani yang menjadi pencetus epistimologi beranggapan bahwa
ilmu merupakan kondisi yang paling tinggi dari sekedar kepercayaan yang benar.
Sehingga dia mengatakan bahwa ilmu itu lebih berharga dan lebih sulit didapatkna dari
kepercayaan. Segala sesuatu yang ditangkap oleh indra tidk layak disebut sebagai
pengetahuan/ilmu. Bagi Plato ilmu yang sesungguhnya yaitu apabila hal-hal tersebut
berkaitan dengan konsep-konsep. Ilmu menurut Plato adalah episteme yaitu pengetahuan
tunggal yang sesuai dengan ide-ide abadi. Ide di sini adalah sesuatu yang nyata dan
apabila seseorang melihat bayangan maka dia akan langsung mengingat ide-ide abadi
tersebut.23 Sehingga dapat disimpulkan bahwa hakikat ilmu menurut Plato adalah
kumpulan ingatan atau pengenalan ide abadi yang terpendam dalam akal manusia.

Selain itu, Aristoteles yang merupakan murid dari Plato mengajarkan dua cara atau
pengenalan terhadap ilmu, yaitu pengenalan indrawi (empiris) dan pengenalan melalui
akal (rasionalis). Namun Aristoteles menolak epistimologi Platonisme dengan
mengatakan bahwa pengetahuan seorang manusia harus berangkat dari hal-hal partikular
yang terpersepsi oleh indra manusia yang kemudian diabstraksikan menjadi pengetahuan
akal yang bersifat universal. Dalam hal ini Aristoteles berpegang pada satu diktum yaitu
“Nihil Est In Intellectu Nisi Prius In Sensu” yang artinya tidak ada satupun yang terdapat
dalam akal yang tidak terlebih dahulu diperoleh oleh indra.

Menurut Plato idea terlalu abstrak, sedangkan Aristoteles menganggap idea sebagai
sesuatu yang lebih konkrit. Oleh sebab itu tugas logika yang utama menurut Aristoteles

24
Ibid hlm 84-100.

10
adalah mengakui hubungan antara yang umum dan khusus. Ilmu harus mampu
menerangkan bagaimana datangnya hal-hal yang khusus dan kelihatan dari yang umum
dan diketahui melalui pemikiran. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa konsep ilmu dalam peradaban barat proses keilmuan diyakini sebagai murni
upaya manusia, melalui proses berfikir (rasional) yang diperoleh dari pengalaman panca
indra.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Filsafat ontologi mempelajari bagaimana entitas di alam semesta berinteraksi satu sama
lain dan konsep abstrak seperti waktu, ruang, keberadaan, dan substansi. Ontologi juga
merupakan bidang pengetahuan yang membahas makna, karakteristik, dan hubungan
antara objek. Secara umum, ontologi adalah penelitian tentang fenomena yang terjadi
dan dasar dari segala sesuatu yang ada. Ontologi sering dikaitkan dengan metafisika.
Metafisika adalah bidang yang menyelidiki hakikat di balik dunia nyata dan melampaui
apa yang dapat dilihat oleh panca indra. Teori ontologis pada dasarnya membahas apa
yang "ada" dan menganalisis ilmu pengetahuan dalam upaya untuk membuktikan dan
menelaah keberadaan ilmu pengetahuan. Ontologi sangat penting untuk membuktikan
keberadaan sesuatu dalam penerapannya. Ontologi adalah bidang studi ilmu pengetahuan
yang membahas sebab akibat dari suatu peristiwa.
2. Ruang lingkup ontologi sangatlah luas, di dalamnya terdapat beberapa teori yang
dikemukakan para ahli tentang ontologi, yaitu:
a. Realisme, yang membahas tentang realitas atau kebenaran dari sesuatu.
b. Idealisme, yang percaya bahwa realitas hanya ada dalam pikiran manusia.
c. Fenomenologi, yang berpendapat bahwa realitas harus dilihat dari sudut pandang
yang lebih netral dan objektif, serta tidak bersifat memihak atau objektif.
d. Kontruktivisme, yang percaya bahwa realitas itu terbentuk dari kontuksi sosial dan
budaya.
e. Nominalisme, yang berpendapat bahwa di dalam dunia ini tidak ada hal yang
independen, hanya persepsi manusialah yang membentuk realitas.

Serta beberapa pemikiran ontologi yang lahir dari hasil pemahaman tentang sifat dasar,
inti, atau hakikat segala sesuatu, seperti:

a. Monoisme, yang berpendapat bahwa hanya ada satu substansi di alam semesta, dan
menghasilkan pembentukan dua blok ideologis yang berbeda, yaitu materialisme dan
idealisme.
b. Dualisme, yang percaya bahwa di dunia ini segala sesuatu itu diciptakan
berpasangan untul saling melengkapi.
c. Pluralisme, yaitu paham yang berpendapat bahwa kenyataan din alam ini terdiri dari
banyak unsur yang bersifat majemuk.

12
d. Nihilisme, filosofi filsafat yang berpendapat bahwa semua nilai tidak berarti.
Menurut nihilisme, dunia ini, terutama keberadaan manusia, tidak memiliki tujuan.
e. Agnositisme, cabang filsafat yang mengingkari kemampuan manusia untuk
mengetahui hakikat benda, baik materi maupun imateri. Pandangan ini berasal dari
keyakinan bahwa manusia tidak dapat memberikan penjelasan yang jelas tentang
adanya kenyataan yang dapat dikenali dan berdiri sendiri.
3. Ontologi dalam prespektif Islam baik materialis maupun idealis telah menjadi perdebatan
tentang ontologi ilmu pengetahuan. Menurut kaum materialis, pengetahuan hanya
diperoleh melalui penggunaan pikiran atau perasaan yang empiris dan material di dunia
ini. Namun, menurut kaum idealis, termasuk Islam, ada juga ilmu yang bersifat immateri,
yaitu ilmu yang berasal dari Allah SWT sebagai Khaliq atau pencipta.Para filosof Islam
seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan Ibnu Khaldu mengklasifikasikan
dan menempatkan ilmu berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits, memilih antara ilmu yang
penting atau penting dan yang tidak penting. Sedangkan menurut perspektif Barat,
"ilmu" diartikan sebagai "pengetahuan", yang berati "ilmu pengetahuan". Menurut
perspektif ini, kata "pengetahuan" juga mengacu pada pengertian sebagai suatu
pengetahuan dan kemampuan yang dipelajari; kata "tahu", di sisi lain, memiliki arti
pernyataan dari pikiran untuk menghilangkan kebodohan dan menyempurnakan
kemurnian akal fikiran.
B. Saran
Saran dari penulis untuk pembahasan lebih lanjut dalam memahami filsafat pendidikan,
yaitu:
1. Memahami dasar-dasar ilmu filsafat terlebih dahulu, alangkah lebih baik jika
mempelajari filsafat umum terlebih dahulu.
2. Mempelajari poin-poin penting dalam tiap tahapan falsafah dengan seksama, dan
dipastikan telah menguasai pemahaman tersebut, agar tidak keberatan saat
mempelajari tingkatan yang lebih lanjut.

Demikian makalah ini kami selesaikan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua amiin ya rabbal ‘alamiin.

13
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Welhendri, and Muliono. Filsafat Ilmu. 2019.

Bakri, Pama, Riski Ramadani, Reni Amanda, Rida Safika, and Sorialom Harahap. “Ontologi
Filsafat” 1, no. 3 (2023): 311–17.

El-Yunusi, Muhammad Yusron Maulana, Putri Yasmin, and Laylatul Mubarok. “Ontologi
Filsafat Pendidikan Islam (Studi Kasus: Bahan Ajar Penerapan Literasi Pada Peserta
Didik).” JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan 6, no. 9 (2023): 6614–24.
https://doi.org/10.54371/jiip.v6i9.2800.

Fadli, Muhammad Rijal. “Hubungan Filsafat Dengan Ilmu Pengetahuan Dan Relevansinya
Di Era Revolusi Industri 4.0 (Society 5.0).” Jurnal Filsafat 31, no. 1 (2021): 130.
https://doi.org/10.22146/jf.42521.

Falkutas, Dosen, Ilmu Keguruan, Jawa Timur, and A Pendahuluan. “Metafisika Sebagai
Sebuah Disiplin Ilmu Pendik Hanafi,” 2010.

Hafizh, Abdul, Azizi Batubara, Universitas Islam, Negeri Sumatera, and Penelitian Pustaka.
“Pengertian Ontologi Dalam Perspektif Pendidikan Islam” 1, no. 4 (2022): 239–47.

Ilham, Muhammad. “Monoisme dan Pluralisme Kebenaran Dalam Perspektif Hukum


Islam,” no. 16 (n.d.).

Kautsar, Emir Surya. “Ontologi dan Problematikanya ( Kajian Filsafat Ilmu ),” 2021.

Latief, Suryawahyuni, Samsuddin, and Burlian Senjaya. Filsafat Ilmu, 2022.

Nurasa, Ace, Nanat Fatah Natsir, and Erni Haryanti. “Tinjauan Kritis Terhadap Ontologi
Ilmu (Hakikat Realitas) Dalam Perspektif Sains Modern.” JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu
Pendidikan 5, no. 1 (2022): 181–91. https://doi.org/10.54371/jiip.v5i1.396.

Rahman, Muhammad Iqbal. “Pandangan Nihilisme Terhadap Ontologi ( Studi Deskriptif


Pemikiran Nietzsche ) Pandangan Nihilisme Terhadap Ontologi ( Studi Deskriptif
Pemikiran Nietzsche ) Muhammad Iqbal Rahman,” 1996, 19–36.

Rokhmah, D. “Ilmu Dalam Tinjauan Filsafat: Ontologi, Epistemologi, Dan Aksiologi.”


Cendekia: Jurnal Studi Keislaman 7, no. 2 (2021): 172–86.
https://ejurnal.staiha.ac.id/index.php/cendekia/article/view/124.

Thabroni, Gamal. “Filsafat Ilmu: Pengertian, Ruang Lingkup, Pengetahuan & Ilmu.”
14
serupa.id, n.d.

Ulum, Miftahul. “Ilmu Dalam Perspektif Islam Dan Barat : Tinjauan Ontologi Dan
Epistemologi” 4 (2023): 84–100.

15

Anda mungkin juga menyukai