MAKALAH
Disusun guna memenuhi kegiatan belajar mengajar
dalam mata kuliah Filsafat Ilmu Keislaman
oleh:
Ahmad Mushofi Hasan, S.H.
NIM: 1800018003
Konsentrasi : Hukum Ekonomi Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
2
3
Imam Muslim, serta (4) dalam ilmu Tafsir ada At-Thabari.1Adapun di dalam Ilmu
Pengetahuan Umum, dunia memiliki ilmuwan-ilmuwan terkemuka seperti di dalam Ilmu
Fisika ada Al-Biruni, Ilmu Kimia ada Jabir Ibn Hayyan, bidang Ilmu Kedokteran dan
Filsafat terkenal dengan Ibn Sina,serta bidang Matematika ada Al- khawarizmi.2
Kita hidup di zaman modern, sebuah peradaban yang meyakinkan banyak orang
dalam masa kritis,3 sebagai contoh, mulai terkesampingkannya dimensi Ketuhanan
dalam kehidupan sebagai sebuah akibat dari sekularisasi, adanya degradasi nilai-nilai
kemanusiaan, krisis lingkungan, serta aliensi manusia.4 Kemudian muncullah ilmu
pengetahuan modern5, ilmu yang dalam kenyataannya disebut sebagai “tulang
punggung” peradaban pada masa ini. Hal ini berimbas pada keyakinan yang kuat para
pemikir Barat maupun pemikir Muslim untuk mengkaji ulang secara mendalam serta
kritis ilmu pengetahuan modern yang berfokus pada landasan filosofisnya sehingga dapat
mengembangkan sekaligus menemukan paradigma baru sebagai ilmu alternatif. Oleh
para cendekiawan muslim, usaha tersebut dikenal dengan “Islamisasi Ilmu
Pengetahuan”.6
Salah satu hasil dari Islamisasi ilmu pengetahuan adalah Ontologi ilmu,
Ontologi sendiri merupakan salah satu metodologi kefilsafatan yang paling
1
Sholihan, Epistemologi: Pengembangan Ilmu- ilmu Keislaman (Semarang: Walisongo Press,
2011), 63, Lihat Juga Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim Bunga Rampai Kebudayaan
Muslim (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), hlm. 40-60.
2
Lihat Sayyed Housen Nasr, Scince And Civilization In Islam (New York: New American
Library,1970), hlm. 126-304.
3
Lihat Haidar Bagir dan Zainal Abidin, Filsafat Sains Islami: Kenyataan atau
Khayalan,dalam Mahdi Ghulsyani, Filsafat- Sains menurut Al-Qur’an(The Holy Quran and the
science of nature) Terj. Agus Effendi. Cet. 11 (Bandung:Mizan, 1989),hlm. 7.
4
Lihat misalnya Nasim Bult, Sains dan MasyarakatIslan (Science an Moslem Society) Terj.
Masdar Hilmy( Bandung: Pustaka Hidayah,1996 ), hlm. 11-20.
5
Ilmu Pengetahuan Modern adalah sebuah model studi kritis tentang alam smesta yang
mulai dikembangkan oleh para ilmuan barat khususnya para filsuf, sejak abad ke-17, termasuk
semua terapannya dalam bidang teknologi. Lihat Osman Bakar, Tauhid &Sains: Tawhid and
Scince) , Terj. Yuliani Liputo (Bandung :Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 214.
6
Sayyed Hossein Nasr dalam pengamatan Dr. Sholihan dapat disebut sebagai pemikir islam
pertama yang mengemukakan kemungkinan Islam sebagai alternatif dalam ilmu pengetahuan
modern, Pandangan ini telah dikemukaan Nasr pada tahun 1967 dalam karya yang berjudul The
Encounter of Man and Nature, namun gagasan “Islamisasi Ilmu Pengatuhan” baru menggema
dikalangan cendikiawan muda sejak Islmail Al-Faruqi menyebutkan dalam The First International
Conference of Islamic Thought and Islamization of knowledge pada 1982 di Islamabad, dan pada
tahun yang sama, Nasr menerbitkan karyanya yang berjudul Islamization of Knowledge .
3
4
kuno.Thales merupakan salah satu dari para filsuf Yunani yang merintis sebuah
kajian dalam bidang ontology. Thales dalam kajiannya terhadap air, menemukan
bahwa air adalah substansi atas segala sesuatu.Dalam kajianontologi, orang
mendapatkan persoalan mengenai ‘bagaimanakah kita menerangkan tentang
hakikat adanya semesta dan seisinya?’Pertama kali, orang dihadapkan atas dua
buah macam kenyataan.Pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan
kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).Adapunpembahasan mengenai
Ontologi sebagai dasar ilmu adalah sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan
‘apakah’ yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan
merupakan ilmu mengenai esensi benda.7
Pada intinya, dewasa ini, terdapat dua pandangan terhadap filsafat, yaitu
pandangan dari orang-orang Barat dan pandangan Islam.Pada hakikatnya, kedua
pandangan ditersebut bertolak belakang.Oleh karena itu, kita perlu mengkaji lebih
lanjut atas dua perspektif yang berbeda dalam filsafat tersebut, yaitu Ontologi
dalam perspektif Islam dan Barat.Berdasarkan hal tersebut, pertanyaan yang patut
dikemukan adalah bagaimana pandangan Islam dan Barat terkait dengan ontologi
tersebut dan bagaimanakah penciptaan alam semeta ini dalam perspektif ontologi
Islam. Jawaban dari kedua pertanyaan itu akan memberikan sebuah pemahaman
yang jelas terhadap onotlogi dalam perspektif Barat maupun Islam Islam bagi kita
semua.
7
Romdon, Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan, (Jakarta: Rajawali Press, ed. l, cet. I, 1996),
hlm.X.
4
5
BAB II
PEMBAHASAN
8
Bagus Lorens Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 746 – 747.
9
Lih. James K. Feibleman, Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictinary Philoshopy,
(Totowa New Jersey: Little Adam & Co., 1976), hlm.219. Lihat juga Koento Wibisono,
Klasifikasi dan Relasi Antara Ilmu-ilmu Cabang, Handout sebagai bahan Kuliah Filsafat Ilmu
Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,1996.
10
Lihat Louis O Katsoff, Pengantar Filsafat ( Element Of Philosophy) Terj. Soerjono
Soemargono, cet.V (Yogyakarta: Tirta Wacana, 1992) hlm. 191, Lihat juga Louis O Katsoff,
Element of Philosophy, (New york: The Roland press Company, 1953), hlm. 178.
5
6
11
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu; Sebuah Analisa Kontemporer, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2015), hlm 49-50.
12
Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama I, (Jakarta: Logos Wacana llmu, cet. I, 1997).hlm. 169.
13
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Pengantar kepada Teori Pengetahuan, Buku II, (Jakarta:
Bulan Bintang, cet. I, 1973), hlm. 106.
14
Bustanuddin Agus, Pengembangan Ilmu–Ilmu Sosial: Studi Banding Antara Pandangan
Ilmiah Dan Ajaran Islam, (Lintas Pustaka, 1999), hlm 23.
6
7
sesuatu, dari yang berbentuk konkrit sampai yang berbentuk abstrak, tentang
sesuatu yang tampak sampai sesuatu yang tidak tampak, mengenai eksistensi
dunia nyata maupun eksistensi dunia yang kasat mata atau dunia gaib.
Istilah ontologi muncul sekitar pertengahan abad ke-17. Pada waktu itu ungkapan
filsafat mengenai yang ada (philosophia entis) digunakan untuk hal yang sama. Menurut
akar kata Yunani, ontologi berarti ‘teori mengenai ada yang berada’.Dalam
perkembangannya, metafisika terbagi menjadi dua macam, yaitu metafisika umum dan
metafisika khusus.Adapun ontologi merupakan bagian dari metafisika umum di mana
ontologi merupakan prinsip yang paling dasar dari segala sesuatu yang ada, sedangkan
yang termasuk ke dalam metafisika khusus adalah kosmologi, psikologi, dan teologi.15
15
Solihan, Pengantar Filsafat: Mengeal Filsafat melalui Sejarah dan Bidang Kajiannya, cet.
II (Semarang:Pusat Pengembangan Bisnis Walisongo, 2015) hlm.43-44.
7
8
3. Menganggap bahwa tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat
kebetulan.16
Tiap gejala mempunyai suatu hubungan pola-pola tertentu yang bersifat tetap dengan
urutan kejadian yang sama. Dalam pengertian ini, ilmu mempunyai sifat deterministik.
1. Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa arab yaitu ‘alima–ya’lamu–‘ilman dengan wazan fa’ala–
yaf’alu–fi’lan yang berarti mengerti dan benar-benar memahami. Kata ‘ilmu’ di dalam
kamus berbahasa Indonesia berarti pengetahuan suatu bidang yang disusun secara
konsisten menurut metode-metode tertentu, juga dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.Alquran menggunakan kata ‘ilm dalam
berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali.Di antaranya sebagai “proses pencapaian
pengetahuan dan objek pengetahuan” (QS 2:31-32). Pembicaraan tentang ilmu
mengantarkan kita kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu di samping
klasifikasi dan ragam disiplinnya.
Ilmu dalam bahasa Inggris ‘science’, dari bahasa Latin ‘scientia’
(pengetahuan).Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah ‘episteme’.Pada
prinsipnya, ‘ilmu’ merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri
tertentu.Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu sosial dan
ilmu alam karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas.Oleh karena itu,
filsafat ilmu sering dibagi menjadi ‘filsafat ilmu alam’ dan filsafat ilmu sosial.17
Ilmu merupakan terjemahan dari kata ‘science’, yaitu pengetahuan yang rasional
dan didukung dengan bukti empiris dalam bentuk yang baku. Dari segi maknanya,
pengertian ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka menunjuk sekurang-kurangnya
tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas, dan metode.Diantara para filsuf dari berbagai aliran
16
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam perspektif ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003),
hlm.35.
17
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam perspektif....,hlm. 36.
8
9
terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis dari
pengetahuan (any systematic body of knowledge).
Prof. Dr. Ashley Montagu, seorang guru besar Antropologi di Rutgers University
menyimpulkan: “Science is a systemized knowledge derived from observation, study and
experimentation curried on order to determine the nature of principles of what being
studied.”
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia.Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti.Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu
diperoleh dari keterbatasannya.
18
Louis O Kattsouff, Pengantar filsafat (Yogjakarta: Tiara Wacana, 2004), hlm 21.
9
10
berkaitan dengan sumber dan alat pengetahuan. Para filusuf Islam menyebutkan
beberapa sumber dan sekaligus alat pengetahuan, yaitu:
a. Alam tabiat atau alam fisik
Contoh yang paling konkrit dari hubungan dengan materi dengan cara yang
sifatnya materi pula adalah aktivitas keseharian manusia di dunia ini, seperti makan,
minum, hubungan suami istri, dan lain sebagianya. Dengan demikian, alam tabiat dapat
dikatakan sebagai sumber pengetahuan yang paling awal. Adapun indra merupakan alat
untuk berpengetahuan yang menjadi sumber dari tabiat tersebut.
c. Alam Akal
Kaum rasionalis, selain alam tabiat atau alam fisika, meyakini bahwa akal merupakan
sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai alat pengetahuan. Mereka
menganggap akal-lah yang sebenarnya menjadi alat pengetahuan sedangkan indra hanya
pembantu saja. Adapun aktivitas-aktivitas yang dialami oleh akal adalah sebagai berikut:
1. Menarik kesimpulan
Yang dimaksud dengan menarik kesimpulan adalah mengambil sebuah hukum atas
sebuah kasus tertentu dari hukum yang general.Aktivitas ini dalam istilah logika disebut
silogisme kategoris demonstratif.
2. Mengetahui konsep-konsep yang general
Ada dua teori yang menjelaskan aktivitas akal ini, Pertama, teori yang mengatakan bahwa
akal terlebih dahulu menghilangkan ciri-ciri yang khas dari beberapa person dan
membiarkan titik-titik kesamaan mereka.Teori ini disebut dengan teori tajrid dan intiza’.
19
Louis O Kattsouff, Pengantar filsafat..., hlm. 23.
10
11
Kedua, teori yang mangatakan bahwa pengetahuan akal tentang konsep yang general
melalui tiga tahapan, yaitu persentuhan indra dengan materi, perekaman benak, dan
generalisasi.
3. Pengelompokan Wujud
Akal mempunyai kemampuan mengelompokkan segala yang ada di alam realita ke
beberapa kelompok.
4. Pemilahan dan Penguraian.
5. Penggabungan dan Penyusunan.
6. Kreativitas.
d. Analogi (Tamtsil)
Yang termasuk ke dalam alat pengetahuan manusia adalah analogi yang di dalam
terminologi fikih disebut sebagai ‘qiyas’. Analogi ialah menetapkan hukum (baca;
predikat) atas sesuatu dengan hukum yang telah ada pada sesuatu yang lain karena adanya
kesamaan antara dua sesuatu itu. Analogi tersusun dari beberapa unsur, yaitu:
1. Asal, yaitu kasus parsial yang telah diketahui hukumnya.
2. Cabang, yaitu kasus parsial yang hendak diketahui hukumnya,
3. Titik kesamaan antara asal dan cabang, dan
4. Hukum yang sudah ditetapkan atas asal.
e. Hati dan Ilham (Wahyu)
Kaum empiris yang memandang bahwa terdapatkesamaan dengan materi
sehingga sesuatu yang immateri adalah tidak ada.Oleh karena itu, pengetahuan tentang
immateri tidak mungkin ada.Sebaliknya, kaum Ilahi (theosopi) yang meyakini bahwa ada
yang lebih luas dari sekedar materi. Mereka mayakini akan keberadaan hal-hal yang
immateri. Pengetahuan tentangnya tidak mungkin lewat indra tetapi lewat akal atau hati.
Tentu yang dimaksud dengan pengetahuan lewat hati di sini adalah pengetahuan tentang
realita immateri eksternal.Adapun realita internal adalah adanya rasa sakit, sedih, senang,
lapar, haus, dan hal-hal yang bersifat intuitif lainnya yang diyakini keberadaannya oleh
semua orang tanpa kecuali.
Pengetahuan tentang alam gaib yang dicapai manusia lewat hati jika berkenaan
dengan pribadi seseorang saja disebut ilham atau isyraq, dan jika berkaitan dengan
11
12
bimbingan umat manusia dan penyempurnaan jiwa mereka dengan syariat disebut
wahyu.20
20
Louis O Kattsouff, Pengantar filsafat...,hlm., 6.
21
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam perspektif... , hlm.10.
22
Langeveld, M.J, Menuju Kepimikiran Filsafat (Jakarta: Putra Sarjana, 2001), 104.
12
13
23
Hadi Masruri, Filsafat Sains dalam Al-Qur’an,(Malang: UIN-Malang PRESS, 2007) hlm.
89-90.
13
14
Paragraf di atas menjelaskan bahwa semua yang ada di dunia ini adalah berasal
dari Tuhan.Dalam hal ini, Allah SWT sebagai sebab pertama.Segala ilmu yang ada
sekarang ini adalah berasal dari-Nya.Dia-lah yang menciptakan segala yang ada di alam
semesta ini.Baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi.
Lebih dari itu, Alquran memandang alam semesta sebagai ciptaan Tuhan dengan
menggunakan kata dasar (al-khalq). Istilah ciptaan, yang berarti makhluk dan terulang
sebanyak 57 kali dalam Alquran ini adalah kata serupa yang digunakan untuk
mengungkapkan perilakku penciptaan itu sendiri, yakni khalaqa, yang menunjukkan
proses kejadian alam semesta yang tunduk kepada hukum-hukum kausalitas (al-
sababiyah) yang tidak tunduk kepada perubahan dan penggantian (tahwil:tabdil),
sebagaimana yang dinyatakan oleh Alquran: “… dan kamu tidak akan menemukan suatu
perubahan dalam ciptaaan Allah”(QS. Fatir 35:43, QS. al-Ahzab 33:62, QS. al-Fath, QS.
Al-Isra’ 17:77).24
24
Hadi Masruri, Filsafat Sains dalam Al-Qur’an..., hlm. 91
25
Gholshani, mehdi, Filsafat-Sains menurut Al-Qur’an,(Bandung: Mizan, 1997) hlm.22.
14
15
“Sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
hari, kemudian bersemayam di atas singgasana ‘Arsy’ (QS. Yunus, 10:3).
Kata kerja lain yang digunakan meskipun dalam jumlah kecil adalah bada’a yang
berarti mengadakan sesuattu yang baru tanpa contoh (penemuan baru). Misalnya, dalam
Alquran disebutkan bahwa “pencipta langit dan bumi, tatkala meniscayakan sesuatu Dia
mengatakan adalah, maka ia ada” (QS.Al-baqarah, 2:117). Pada kesempatan lain, Alquran
menggunakan kata kerja lain, yaituja’ala yang bermakna membuat atau menjadikan,
seperti dalam ayat: “dialah yang menjadikan matahari bercahaya dan bulan bersinar” (QS.
Yunus:10:5). Selain itu juga penggunaankata fatara, sawwa, dan sakhkhara sebagaimana
yang disebutkan diatas.
15
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ontologi merupakan salah satu objek garapan filsafat ilmu yang menetapkan
batas lingkup dan teori tentang hakikat realitas yang ada (being), baik berupa wujud fisik
(al-tobi’ah) maupun metafisik (ma ba’da al-tobi’ah).
Realitas (al-mawjud) dalam perspektif Islam juga meliputi fisika dan
metafisika.Hanya, dalam diskursus filsafat Islam, objek kajiannya lebih banyak
menyentuh persoalan metafisika, terutama bagian ketuhanan dan hubungannya dengan
penciptaan alam semesta sehingga filsafat dalam Islam disebut juga sebagai filsafat
ketuhanan (al-falsafah al-ilahiyyah) atau filsafat pertama (al-falsafah al-ula).Hal tersebut
terjadi karena filsafat menyentuh pembahasan tentang Allah sebagai sebab pertama
(causa prima).Adapun wilayah fisika terkait dengan ilmu-ilmu ke-alaman seperti
kedokteran, ilmu alam, eksakta, astronomi, dan lain-lain.
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa segala
sesuatu yang ada dunia ini adalah ciptaan dari Allah SWT sebagai sebab pertama. Mulai
dari alam semesta hingga isinya adalah ciptaan Allah SWT.Tidak terkecuali manusia
yang ada di dalamnya.
16
17
DAFTAR PUSTAKA
Bakar , Osman, Tauhid &Sains: Tawhid and Scince) , Terj. Yuliani Liputo
(Bandung :Pustaka Hidayah, 1994).
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Agama I, (Jakarta: Logos Wacana llmu, cet. I, 1997).
Bult , Nasim, Sains dan MasyarakatIslan (Science an Moslem Society) Terj. Masdar
Hilmy( Bandung: Pustaka Hidayah,1996 ).
Feibleman , Lih. James K., Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictinary
Philoshopy, (Totowa New Jersey: Little Adam & Co., 1976).
Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat, Pengantar kepada Teori Pengetahuan, Buku II,
(Jakarta: Bulan Bintang, cet. I, 1973).
Ghulsyani , Mahdi, Filsafat- Sains menurut Al-Qur’an(The Holy Quran and the science
of nature) Terj. Agus Effendi. Cet. 11 (Bandung:Mizan, 1989).
Katsoff , Louis O, Element of Philosophy, (New york: The Roland press Company,
1953).
Nasr , Sayyed Housen, Scince And Civilization In Islam (New York: New American
Library,1970).
Romdon, Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan, (Jakarta: Rajawali Press, ed. l, cet. I, 1996).
17
18
Suriasumantri , Jujun S., Ilmu dalam perspektif ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003).
18