Anda di halaman 1dari 18

ONTOLOGI ILMU DALAM PERSPEKTIF BARAT DAN ISLAM

MAKALAH
Disusun guna memenuhi kegiatan belajar mengajar
dalam mata kuliah Filsafat Ilmu Keislaman

oleh:
Ahmad Mushofi Hasan, S.H.
NIM: 1800018003
Konsentrasi : Hukum Ekonomi Syariah

PROGRAM MAGISTER ILMU AGAMA ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2018
2

BAB I
PENDAHULUAN

Secara sederhana, filsafat ilmu merupakan filsafatnya ilmu pengetahuan.


Filsafat ilmu berupaya menelisik struktur-struktur mendasar yang menjadi dasar
pijakan ilmu pengetahuan, baik objek-objek, konsep-konsep, maupun metode-
metodenya. Di sini, filsafat ilmu memiliki fungsi tidak hanya berperan dalam
menelusuri esensi ilmu pengetahuan dengan segala atributnya, melainkan juga
berperan dalam melihat berbagai kelemahan dan kekurangannya demi
perkembangan ilmu pengetahuan yang lebih baik. Dengan demikian, filsafat ilmu
berperan menjadi metode atau alat yang dapat digunakan oleh ilmuwan dalam
mengembangkan ilmu.
Kaitannya antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan, tidak sedikit orang
yang masih belum tepat membedakan keduanya. Pengetahuan merupakan
keseluruhan pemikiran, ide, gagasan manusia tentang dunia dan seisinya termasuk
juga manusia dan kehidupannya. Pengetahuan dapat dimiliki oleh siapa saja dan
muncul kapan saja sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan bersifat umum
dan kolektif. Adapun yang dimaksud ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang
telah dibekukan secara sistematik. Dalam kajiannya dari segi hukum, landasan
teori tentang ontologi menjadi sangat penting sehingga ilmu pengetahuan
merupakan ide yang telah disusun sebagai bentuk pengaplikasian. Mengingat sifat
utama ilmu adalah sebagai komulasi dari storage yang dimiliki seseorang. Ilmu
juga bersifat reflektif dan sistematik. Sistematisasi pengetahuannya dapat
dipertanggungjawabkan. Ada beberapa struktur fundamental ilmu filsafat,
diantaranya adalah ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Dalam sejarah peradaban manusia, tidak dapat terelakkan bahwa Islam memiliki
tradisi keilmuan yang sangat maju bukan hanya terbatas pada ilmu keislaman, melainkan
juga pada ilmu-ilmu pengetahuan secara umum.Banyak ulama besar yang tercatat di
dalam ilmu keislaman, yaitu (1) dalam ilmu kalam kita mengenal Wasil Ibn Atha’ dan
Abu Hasan Al-Asy’ari,(2) dalam ilmu Fikih ada Imam Malik, Imam Hambali, Imam
Syafi’i, dan Imam Hanafi, (3) selanjutnya dalam Ilmu Hadist ada Imam Bukhari dan

2
3

Imam Muslim, serta (4) dalam ilmu Tafsir ada At-Thabari.1Adapun di dalam Ilmu
Pengetahuan Umum, dunia memiliki ilmuwan-ilmuwan terkemuka seperti di dalam Ilmu
Fisika ada Al-Biruni, Ilmu Kimia ada Jabir Ibn Hayyan, bidang Ilmu Kedokteran dan
Filsafat terkenal dengan Ibn Sina,serta bidang Matematika ada Al- khawarizmi.2
Kita hidup di zaman modern, sebuah peradaban yang meyakinkan banyak orang
dalam masa kritis,3 sebagai contoh, mulai terkesampingkannya dimensi Ketuhanan
dalam kehidupan sebagai sebuah akibat dari sekularisasi, adanya degradasi nilai-nilai
kemanusiaan, krisis lingkungan, serta aliensi manusia.4 Kemudian muncullah ilmu
pengetahuan modern5, ilmu yang dalam kenyataannya disebut sebagai “tulang
punggung” peradaban pada masa ini. Hal ini berimbas pada keyakinan yang kuat para
pemikir Barat maupun pemikir Muslim untuk mengkaji ulang secara mendalam serta
kritis ilmu pengetahuan modern yang berfokus pada landasan filosofisnya sehingga dapat
mengembangkan sekaligus menemukan paradigma baru sebagai ilmu alternatif. Oleh
para cendekiawan muslim, usaha tersebut dikenal dengan “Islamisasi Ilmu
Pengetahuan”.6
Salah satu hasil dari Islamisasi ilmu pengetahuan adalah Ontologi ilmu,
Ontologi sendiri merupakan salah satu metodologi kefilsafatan yang paling

1
Sholihan, Epistemologi: Pengembangan Ilmu- ilmu Keislaman (Semarang: Walisongo Press,
2011), 63, Lihat Juga Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim Bunga Rampai Kebudayaan
Muslim (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), hlm. 40-60.
2
Lihat Sayyed Housen Nasr, Scince And Civilization In Islam (New York: New American
Library,1970), hlm. 126-304.

3
Lihat Haidar Bagir dan Zainal Abidin, Filsafat Sains Islami: Kenyataan atau
Khayalan,dalam Mahdi Ghulsyani, Filsafat- Sains menurut Al-Qur’an(The Holy Quran and the
science of nature) Terj. Agus Effendi. Cet. 11 (Bandung:Mizan, 1989),hlm. 7.
4
Lihat misalnya Nasim Bult, Sains dan MasyarakatIslan (Science an Moslem Society) Terj.
Masdar Hilmy( Bandung: Pustaka Hidayah,1996 ), hlm. 11-20.

5
Ilmu Pengetahuan Modern adalah sebuah model studi kritis tentang alam smesta yang
mulai dikembangkan oleh para ilmuan barat khususnya para filsuf, sejak abad ke-17, termasuk
semua terapannya dalam bidang teknologi. Lihat Osman Bakar, Tauhid &Sains: Tawhid and
Scince) , Terj. Yuliani Liputo (Bandung :Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 214.

6
Sayyed Hossein Nasr dalam pengamatan Dr. Sholihan dapat disebut sebagai pemikir islam
pertama yang mengemukakan kemungkinan Islam sebagai alternatif dalam ilmu pengetahuan
modern, Pandangan ini telah dikemukaan Nasr pada tahun 1967 dalam karya yang berjudul The
Encounter of Man and Nature, namun gagasan “Islamisasi Ilmu Pengatuhan” baru menggema
dikalangan cendikiawan muda sejak Islmail Al-Faruqi menyebutkan dalam The First International
Conference of Islamic Thought and Islamization of knowledge pada 1982 di Islamabad, dan pada
tahun yang sama, Nasr menerbitkan karyanya yang berjudul Islamization of Knowledge .

3
4

kuno.Thales merupakan salah satu dari para filsuf Yunani yang merintis sebuah
kajian dalam bidang ontology. Thales dalam kajiannya terhadap air, menemukan
bahwa air adalah substansi atas segala sesuatu.Dalam kajianontologi, orang
mendapatkan persoalan mengenai ‘bagaimanakah kita menerangkan tentang
hakikat adanya semesta dan seisinya?’Pertama kali, orang dihadapkan atas dua
buah macam kenyataan.Pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan
kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).Adapunpembahasan mengenai
Ontologi sebagai dasar ilmu adalah sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan
‘apakah’ yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan
merupakan ilmu mengenai esensi benda.7
Pada intinya, dewasa ini, terdapat dua pandangan terhadap filsafat, yaitu
pandangan dari orang-orang Barat dan pandangan Islam.Pada hakikatnya, kedua
pandangan ditersebut bertolak belakang.Oleh karena itu, kita perlu mengkaji lebih
lanjut atas dua perspektif yang berbeda dalam filsafat tersebut, yaitu Ontologi
dalam perspektif Islam dan Barat.Berdasarkan hal tersebut, pertanyaan yang patut
dikemukan adalah bagaimana pandangan Islam dan Barat terkait dengan ontologi
tersebut dan bagaimanakah penciptaan alam semeta ini dalam perspektif ontologi
Islam. Jawaban dari kedua pertanyaan itu akan memberikan sebuah pemahaman
yang jelas terhadap onotlogi dalam perspektif Barat maupun Islam Islam bagi kita
semua.

7
Romdon, Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan, (Jakarta: Rajawali Press, ed. l, cet. I, 1996),
hlm.X.

4
5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ontologi Ilmu


Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan-lapangan kefilsafatan yang
paling kuno. Awal mula pikiran Barat sudah menunjukkan munculnya perenungan di
bidang ontologi. Secara etimologis, ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu On =
being (ada), dan Logos = logik (studi, ilmu tentang).8 Jadi Ontologi adalah The theory of
being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). 9 Louis O.Kattsoff
mengemukakan dalam Elements of Philosophy, ontologi mencari ultimate reality dan
menceritakan bahwa di antara contoh pemikiran ontologi adalah pemikiran Thales seperti
yang telah dikemukakan dalam pendahuluan, yang berpendapat bahwa airlah yang
menjadi ultimate subtance sehingga menciptakan semua benda. Jadi asal semua benda
hanya satu saja, yaitu air”.10 Thales merupakan orang pertama yang memiliki pendirian
sangat berbeda dengan yang lain di tengah-tengah pandangan umum yang berlaku pada
saat itu. Kecuali dirinya, semua orang pada masa itu berpandangan bahwa unsur-unsur
atau hal-hal yang ada merupakan substansi-substansi atau yang terdiri sendiri-
sendiri.Bagi kebanyakan orang pada masa itu tidak membedakan adanya kenampakan
dengan kenyataan.
Adapun secara terminologis, dalam kajian filsafat, terdapat sejumlah pengertian
umum tentang ontologi, yaitu; pertama, ontologi merupakan studi tentang ciri-ciri
esensial dari Yang Ada dalam dirinya sendiri yang berada dari studi tentang hal-hal yang
ada secara khusus. Kedua, ontologi adalah cabang filsafat yang menggeluti tata dan
struktur realitas dalam arti seluas mungkin, yang menggunakan kategori-kategori seperti
ada/menjadi, aktualitas/ potensialitas, nyata/ tampak, perubahan, waktu, eksistensi/ non

8
Bagus Lorens Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 746 – 747.

9
Lih. James K. Feibleman, Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictinary Philoshopy,
(Totowa New Jersey: Little Adam & Co., 1976), hlm.219. Lihat juga Koento Wibisono,
Klasifikasi dan Relasi Antara Ilmu-ilmu Cabang, Handout sebagai bahan Kuliah Filsafat Ilmu
Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,1996.

10
Lihat Louis O Katsoff, Pengantar Filsafat ( Element Of Philosophy) Terj. Soerjono
Soemargono, cet.V (Yogyakarta: Tirta Wacana, 1992) hlm. 191, Lihat juga Louis O Katsoff,
Element of Philosophy, (New york: The Roland press Company, 1953), hlm. 178.

5
6

eksistensi, esensi, keniscayaan, hal-hal yang terakhir, dasar.Ketiga, cabang


filsafat yang mencoba (a) melukiskan hakikat Ada yang terakhir (Yang Satu, Yang
Absolut, Bentuk Abadi Sempurna), (b) menunjukkan bahwa segala sesuatu tergantung
padanya bagi eksistensinya, (c) menghubungkan pikira dan tindakan manusia yang
bersifat individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu. Keempat,ontologi
merupakan cabang ilmu filsafat yang (a) menyelidiki status realitas suatu hal (misalnya,
“Apakah pencerapan atau persepsi kita nyata atau bersifat ilusif (menipu)?Apakah
bilangan itu nyata?Apakah pikiran itu nyata?”), (b) menyelidiki jenis realitas yang
dimiliki oleh hal-hal (misalnya, “Apa jenis realitas yang dimiliki bilangan?Persepsi?
Pikiran?”), dan (c) yang menyelidiki realitas yang menentukan apa yang disebut sebagai
realitas dan atau ilusi (misalnya, “Apakah realitas atau ciri ilusif suatu pikiran atau objek
tergantung pada pikiran kita, atau pada suatu sumber eksternal yang independen?”).11
Amsal Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan bahwa ontologi berasal
dari kata ontos = sesuatu yang berwujud. Ontologi adalah teori/ilmu tentang wujud,
tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi
berdasar pada logika semata-mata.12
Sidi Gazalba dalam bukunya Sistematika Filsafat mengatakan, ontologi
mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu ia disebut ilmu
hakikat, hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan
tentang Tuhan.13
Dari beberapa pengertian ontologi di atas, maka dapat diperoleh gambaran yang
lebih jelas mengenai apa yang disebut dengan ontologi. Ontologi juga mengandung
pengertian sebuah cabang filsafat yang menyelidiki realitas yang menentukan apa yang
kita sebut sebagai realitas. Dari beberapa pengertian dasar tersebut bisa disimpulkan
bahwa ontologi mengandung pengertian “pengetahuan tentang yang Ada”.14 Dengan kata
lain, ontologi merupakan sebuah studi yang mempelajari hakikat keberadaan

11
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu; Sebuah Analisa Kontemporer, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2015), hlm 49-50.

12
Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama I, (Jakarta: Logos Wacana llmu, cet. I, 1997).hlm. 169.

13
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Pengantar kepada Teori Pengetahuan, Buku II, (Jakarta:
Bulan Bintang, cet. I, 1973), hlm. 106.
14
Bustanuddin Agus, Pengembangan Ilmu–Ilmu Sosial: Studi Banding Antara Pandangan
Ilmiah Dan Ajaran Islam, (Lintas Pustaka, 1999), hlm 23.

6
7

sesuatu, dari yang berbentuk konkrit sampai yang berbentuk abstrak, tentang
sesuatu yang tampak sampai sesuatu yang tidak tampak, mengenai eksistensi
dunia nyata maupun eksistensi dunia yang kasat mata atau dunia gaib.
Istilah ontologi muncul sekitar pertengahan abad ke-17. Pada waktu itu ungkapan
filsafat mengenai yang ada (philosophia entis) digunakan untuk hal yang sama. Menurut
akar kata Yunani, ontologi berarti ‘teori mengenai ada yang berada’.Dalam
perkembangannya, metafisika terbagi menjadi dua macam, yaitu metafisika umum dan
metafisika khusus.Adapun ontologi merupakan bagian dari metafisika umum di mana
ontologi merupakan prinsip yang paling dasar dari segala sesuatu yang ada, sedangkan
yang termasuk ke dalam metafisika khusus adalah kosmologi, psikologi, dan teologi.15

B. Dasar Ontologi Ilmu Pengetahuan


Berbeda dengan agama atau bentuk pengetahuan yang lainnya, ilmu membatasi
diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris.Secara sederhana, objek kajian ilmu ada
dalam jangkauan pengalaman manusia.Objek kajian ilmu mencakup seluruh aspek
kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia.Dalam batas-batas tersebut, maka
ilmu mempelajari objek-objek empiris, seperti batu-batuan, binatang, tumbuh-tumbuhan,
hewan atau manusia itu sendiri.Berdasarkan hal itu, maka ilmu-ilmu dapat disebut
sebagai suatu pengetahuan empiris, di mana objek-objek yang berbeda di luar jangkaun
manusia tidak termasuk di dalam bidang penelaahan keilmuan tersebut.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai
objek-objek empiris.Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima
asumsi yang dikemukakannya.Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi yang
dasar, yaitu.
1. Menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya
dalam hal bentuk, struktur, sifat, dan sebagainya.
2. Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu
tertentu . Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu
keadaan tertentu.

15
Solihan, Pengantar Filsafat: Mengeal Filsafat melalui Sejarah dan Bidang Kajiannya, cet.
II (Semarang:Pusat Pengembangan Bisnis Walisongo, 2015) hlm.43-44.

7
8

3. Menganggap bahwa tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat
kebetulan.16
Tiap gejala mempunyai suatu hubungan pola-pola tertentu yang bersifat tetap dengan
urutan kejadian yang sama. Dalam pengertian ini, ilmu mempunyai sifat deterministik.

C. Pengertian Ilmu Pengetahuan


Ontologi ilmu pengetahuan – Agar kita mendapatkan pengertian tentang ilmu
pengetahuan yang luas maka pengkajian masalah tersebut dapat ditijau dari beberapa hal,
yaitu.

1. Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa arab yaitu ‘alima–ya’lamu–‘ilman dengan wazan fa’ala–
yaf’alu–fi’lan yang berarti mengerti dan benar-benar memahami. Kata ‘ilmu’ di dalam
kamus berbahasa Indonesia berarti pengetahuan suatu bidang yang disusun secara
konsisten menurut metode-metode tertentu, juga dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.Alquran menggunakan kata ‘ilm dalam
berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali.Di antaranya sebagai “proses pencapaian
pengetahuan dan objek pengetahuan” (QS 2:31-32). Pembicaraan tentang ilmu
mengantarkan kita kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu di samping
klasifikasi dan ragam disiplinnya.
Ilmu dalam bahasa Inggris ‘science’, dari bahasa Latin ‘scientia’
(pengetahuan).Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah ‘episteme’.Pada
prinsipnya, ‘ilmu’ merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri
tertentu.Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu sosial dan
ilmu alam karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas.Oleh karena itu,
filsafat ilmu sering dibagi menjadi ‘filsafat ilmu alam’ dan filsafat ilmu sosial.17
Ilmu merupakan terjemahan dari kata ‘science’, yaitu pengetahuan yang rasional
dan didukung dengan bukti empiris dalam bentuk yang baku. Dari segi maknanya,
pengertian ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka menunjuk sekurang-kurangnya
tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas, dan metode.Diantara para filsuf dari berbagai aliran

16
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam perspektif ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003),
hlm.35.
17
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam perspektif....,hlm. 36.

8
9

terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis dari
pengetahuan (any systematic body of knowledge).
Prof. Dr. Ashley Montagu, seorang guru besar Antropologi di Rutgers University
menyimpulkan: “Science is a systemized knowledge derived from observation, study and
experimentation curried on order to determine the nature of principles of what being
studied.”
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia.Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti.Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu
diperoleh dari keterbatasannya.

Dari beberapa pengertian ilmu yang dikemukakan sebelumnya, dapat diperoleh


gambaran yang lebih jelas mengenai apa yang disebut dengan ilmu. Ilmu pada prinsipnya
merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense,
suatu pengamatan dalam kehidupan sehari-hari namun dilanjutkan dengan suatu
pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.

2. Pengertian pengetahuan pada ontologi ilmu pengetahuan


Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Drs. Sidi
Gazalba mengemukakan bahwa pengetahuan ialah apa yang diketahui atau hasi dari l
pekerjaan tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai.Pengetahuan
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menuturkan apabila sesorang mengenal tentang
sesuatu.Suatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu terdiri dari unsur yang
mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya
itu.Oleh karena itu, pengetahuan selalu menuntut tentang sesuatu dan obyek yang
merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin diketahuinya.Jadi, dapat
dikatakan bahwa pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala
perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu.18

3. Sumber-sumber Ontologi Ilmu Pengetahuan


Setelah pengetahuan diketahui sebagai sesuatu yang mungkin dan realistis,
masalah yang dibahas dalam literatur-literatur epistimologi Islam adalah masalah yang

18
Louis O Kattsouff, Pengantar filsafat (Yogjakarta: Tiara Wacana, 2004), hlm 21.

9
10

berkaitan dengan sumber dan alat pengetahuan. Para filusuf Islam menyebutkan
beberapa sumber dan sekaligus alat pengetahuan, yaitu:
a. Alam tabiat atau alam fisik
Contoh yang paling konkrit dari hubungan dengan materi dengan cara yang
sifatnya materi pula adalah aktivitas keseharian manusia di dunia ini, seperti makan,
minum, hubungan suami istri, dan lain sebagianya. Dengan demikian, alam tabiat dapat
dikatakan sebagai sumber pengetahuan yang paling awal. Adapun indra merupakan alat
untuk berpengetahuan yang menjadi sumber dari tabiat tersebut.

b. Pandangan Sensualisme (al-hissiyyin)


Kaum sensualisme, khususnya John Locke, menganggap bahwa pengetahuan yang sah
dan benar hanya lewat indra saja. Mereka mengatakan bahwa otak manusia ketika lahir
dalam keadaan kosong dari segala bentuk pengetahuan, kemudian melalui indra realita-
realita di luar tertanam dalam benak. Peranan akal hanya dua saja, yaitu menyusun dan
memilah serta meng-generalisasi.19
Jadi yang paling berperan adalah indra. Pengetahuan yang murni lewat akal tanpa indra
tidak ada. Konskuensi dari pandangan ini adalah bahwa realita yang bukan materi atau
yang tidak dapat bersentuhan dengan indra, maka tidak dapat diketahui, sehingga pada
gilirannya mereka mengingkari hal-hal yang metafisik seperti Tuhan.

c. Alam Akal
Kaum rasionalis, selain alam tabiat atau alam fisika, meyakini bahwa akal merupakan
sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai alat pengetahuan. Mereka
menganggap akal-lah yang sebenarnya menjadi alat pengetahuan sedangkan indra hanya
pembantu saja. Adapun aktivitas-aktivitas yang dialami oleh akal adalah sebagai berikut:
1. Menarik kesimpulan
Yang dimaksud dengan menarik kesimpulan adalah mengambil sebuah hukum atas
sebuah kasus tertentu dari hukum yang general.Aktivitas ini dalam istilah logika disebut
silogisme kategoris demonstratif.
2. Mengetahui konsep-konsep yang general
Ada dua teori yang menjelaskan aktivitas akal ini, Pertama, teori yang mengatakan bahwa
akal terlebih dahulu menghilangkan ciri-ciri yang khas dari beberapa person dan
membiarkan titik-titik kesamaan mereka.Teori ini disebut dengan teori tajrid dan intiza’.

19
Louis O Kattsouff, Pengantar filsafat..., hlm. 23.

10
11

Kedua, teori yang mangatakan bahwa pengetahuan akal tentang konsep yang general
melalui tiga tahapan, yaitu persentuhan indra dengan materi, perekaman benak, dan
generalisasi.
3. Pengelompokan Wujud
Akal mempunyai kemampuan mengelompokkan segala yang ada di alam realita ke
beberapa kelompok.
4. Pemilahan dan Penguraian.
5. Penggabungan dan Penyusunan.
6. Kreativitas.

d. Analogi (Tamtsil)
Yang termasuk ke dalam alat pengetahuan manusia adalah analogi yang di dalam
terminologi fikih disebut sebagai ‘qiyas’. Analogi ialah menetapkan hukum (baca;
predikat) atas sesuatu dengan hukum yang telah ada pada sesuatu yang lain karena adanya
kesamaan antara dua sesuatu itu. Analogi tersusun dari beberapa unsur, yaitu:
1. Asal, yaitu kasus parsial yang telah diketahui hukumnya.
2. Cabang, yaitu kasus parsial yang hendak diketahui hukumnya,
3. Titik kesamaan antara asal dan cabang, dan
4. Hukum yang sudah ditetapkan atas asal.
e. Hati dan Ilham (Wahyu)
Kaum empiris yang memandang bahwa terdapatkesamaan dengan materi
sehingga sesuatu yang immateri adalah tidak ada.Oleh karena itu, pengetahuan tentang
immateri tidak mungkin ada.Sebaliknya, kaum Ilahi (theosopi) yang meyakini bahwa ada
yang lebih luas dari sekedar materi. Mereka mayakini akan keberadaan hal-hal yang
immateri. Pengetahuan tentangnya tidak mungkin lewat indra tetapi lewat akal atau hati.
Tentu yang dimaksud dengan pengetahuan lewat hati di sini adalah pengetahuan tentang
realita immateri eksternal.Adapun realita internal adalah adanya rasa sakit, sedih, senang,
lapar, haus, dan hal-hal yang bersifat intuitif lainnya yang diyakini keberadaannya oleh
semua orang tanpa kecuali.
Pengetahuan tentang alam gaib yang dicapai manusia lewat hati jika berkenaan
dengan pribadi seseorang saja disebut ilham atau isyraq, dan jika berkaitan dengan

11
12

bimbingan umat manusia dan penyempurnaan jiwa mereka dengan syariat disebut
wahyu.20

4. Ruang Lingkup Ontologi Ilmu Pengetahuan


Secara ontologis, ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada
daerah-daerah yang berada di dalam jangkauan pengalaman manusia.Ilmu memulai
penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman
manusia.Ilmu tidak mempelajari ikhwal surga dan neraka.Sebab, ikhwal surga dan neraka
berada diluar jangkauan pengalaman manusia.Ilmu tidak mempelajari sebab musabab
terciptanya manusia sebab kejadian itu terjadi diluar jangkauan pengalaman manusia.Baik
hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun hal-hal yang terjadi setelah kematian
manusia.Semua itu berada di luar penjelajahan ilmu.
Ilmu hanya membatasi pada hal-hal yang berbeda dalam batas pengalaman kita
karena fungsi ilmu sendiri dalam hidup manusia adalah sebagai alat bantu manusia dalam
menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari
kemudian (hari kahir) tidak akan kita tanyakan pada ilmu, melainkan kepada agama.
Sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu.Metode yang
dipergunakan dalam menyusun ilmu telah teruji kebenarannya secara empiris. 21 Dalam
perkembangannya, kemudian muncul banyak cabang ilmu yang karena adanya proses
kemajuan dan penjelajahan ilmu yang tidak pernah berhenti. Dari sinilah kemudian lahir
konsep ‘kemajuan’ dan ‘modernisme’ sebagai anak kandung dari cara kerja berpikir
keilmuan22.

5. Kriteria Ontologi Ilmu Pengetahuan


Dari definisi yang diungkapkan di atas, kita dapat melihat bahwa sifat-sifat ilmu
merupakan kumpulan pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu. Adapun sifat-sifat
ilmu adalah sebagai berikut:
a. Berdiri secara satu kesatuan.
b. Tersusun secara sistematis.
c. Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan
disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data).

20
Louis O Kattsouff, Pengantar filsafat...,hlm., 6.
21
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam perspektif... , hlm.10.
22
Langeveld, M.J, Menuju Kepimikiran Filsafat (Jakarta: Putra Sarjana, 2001), 104.

12
13

d. Mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset.


e. Communicable, ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga dapat dimengerti
dan dipahami maknanya.
f. Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku di mana saja
dan kapan saja di seluruh alam semesta ini.
g. Berkembang, ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan-pengatahuan dan
penemuan-penemuan baru. Sehingga, manusia mampu menciptakan pemikiran-
pemikiran yang lebih berkembang dari sebelumnya.

D. Pandangan Al-Qur’an Terhadap Alam Semesta


Ontologi merupakan salah satu objek garapan filsafat ilmu yang menetapkan
batas lingkup dan teori tentang hakikat realitas yang ada (being), baik berupa wujud fisik
(at-thabi’ah) maupun metafisik (ma ba’da at-thabi’ah). Upaya penelaahan dan
pemahaman terhadap hakikat alam semesta dan yang terkait di dalamnya sudah muncul
sejak zaman Yunani kuno. Thales (631-550 SM), Bapak filsafat Yunani, misalnya, telah
meneliti asal muasal kejadian alam semesta dan berkesimpulan bahwa segala sesuatu
yang ada berasal dari air. Sepuluh abad berikutnya, Alquran membirikan informasi dan
menegaskan bahwa segala sesuatu diciptakakn dari air, “Dan Kami jadikan segala sesuatu
dari air”. (QS. Al-anbiya’, 21:30). Kemudian diteruskan oleh filosof-filosof sesudahnya,
Anaximandros (610-546 SM), Anaximenes (585-528 SM), dan Heraklitos (540-475 SM)
yang akhirnya dikenal sebagai filosof Ionioan School (madrasah al-iyuniyah). Di tangan
merekalah ditemukan empat elemen bumi, yaitu air, api, udara dan tanah, yang dikenal
sebagai al-ustuqsat al-arba’ah (elementum).
Atas dasar itulah, realitas (al-mawjud) dalam perspektif Islam juga meliputi fisika
dan metafisika. Hanya saja dalam diskursus filsafat Islam, objek kajiannya lebih banyak
menyentuh persoalan metafisika, terutama bagian ketuhanan dan hubungannya dengan
penciptaan alam semesta sehingga filsafat dalam Islam disebut juga sebagai filsafat
ketuhanan (al-falsafah al-ilahiyyah) atau filsafat pertama (al-falsafah al-ula)karena
menyentuh pembahasan tentang Allah sebagai sebab pertama (causa prima). Adapun
wilayah fisika terkait dengan ilmu-ilmu kealaman seperti kedokteran, ilmu alam, eksakta,
astronomi, dan lain-lain, yang di masa klasik Islam menjadi keahlian para filosof Islam.23

23
Hadi Masruri, Filsafat Sains dalam Al-Qur’an,(Malang: UIN-Malang PRESS, 2007) hlm.
89-90.

13
14

Paragraf di atas menjelaskan bahwa semua yang ada di dunia ini adalah berasal
dari Tuhan.Dalam hal ini, Allah SWT sebagai sebab pertama.Segala ilmu yang ada
sekarang ini adalah berasal dari-Nya.Dia-lah yang menciptakan segala yang ada di alam
semesta ini.Baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi.
Lebih dari itu, Alquran memandang alam semesta sebagai ciptaan Tuhan dengan
menggunakan kata dasar (al-khalq). Istilah ciptaan, yang berarti makhluk dan terulang
sebanyak 57 kali dalam Alquran ini adalah kata serupa yang digunakan untuk
mengungkapkan perilakku penciptaan itu sendiri, yakni khalaqa, yang menunjukkan
proses kejadian alam semesta yang tunduk kepada hukum-hukum kausalitas (al-
sababiyah) yang tidak tunduk kepada perubahan dan penggantian (tahwil:tabdil),
sebagaimana yang dinyatakan oleh Alquran: “… dan kamu tidak akan menemukan suatu
perubahan dalam ciptaaan Allah”(QS. Fatir 35:43, QS. al-Ahzab 33:62, QS. al-Fath, QS.
Al-Isra’ 17:77).24

E. Proses Penciptaan Alam Semesta


Alam berarti dunia fisik, yaitu kita berhubungan dengannya lewat lewat indra kita.
Dalam al-Qur’an terdapat 750 ayat yang merujuk pada fenomena alam.Hampir seluruh
ayat ini memerintahkan manusia untuk mempelajari kitab (hal-hal yang berhubungan
dengan) penciptaan dan merenungkan isinya.25
Kata khalaqa bukan merupakan terma tunggal yang digunakan dalam al-Qur’an
untuk menunjukkan makna penciptaan. Namun, proses penciptaan alam semesta
diungkapkan dengan menggunakan istilah yang beragam: khalaqa, sawwa,
fatara,sakhkhara, ja’ala dan ba’da. Semua sebutan untuk penciptaan ini mengandung
makna mengadakan, membuat, mencipta atau menjadikan dengan tidak meniscayakan
waktu dan tempat penciptaan. Dengan kata lain, bahwa penciptaan alam semesta tidak
mesti harus didahului oleh ruang dan waktu. Meskipun demikian, kata yang paling
dirujukoleh Alquran adalah khalaqa (dalam berbagai bentuk pelakunya), yakni sebanyak
161 kali dan yakhluqu (dalam berbagai bentuk dan pelakunya) sebanyak 8 kali, ditambah
dengan bentuk jamaknya sebanyak 4 kali. seperti yang dinyatakan di dalam Alquran
bahwa “Dialah yang menciptakan bagimu semua yang ada di langit dan bumi, kemudian
Dia bersemayam di langat dan menciptakannya tujuh tingkatan langit. Dan Dialah Yang
Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu” (QS.Al-baqarah, 2:29); juga ayat,

24
Hadi Masruri, Filsafat Sains dalam Al-Qur’an..., hlm. 91
25
Gholshani, mehdi, Filsafat-Sains menurut Al-Qur’an,(Bandung: Mizan, 1997) hlm.22.

14
15

“Sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
hari, kemudian bersemayam di atas singgasana ‘Arsy’ (QS. Yunus, 10:3).
Kata kerja lain yang digunakan meskipun dalam jumlah kecil adalah bada’a yang
berarti mengadakan sesuattu yang baru tanpa contoh (penemuan baru). Misalnya, dalam
Alquran disebutkan bahwa “pencipta langit dan bumi, tatkala meniscayakan sesuatu Dia
mengatakan adalah, maka ia ada” (QS.Al-baqarah, 2:117). Pada kesempatan lain, Alquran
menggunakan kata kerja lain, yaituja’ala yang bermakna membuat atau menjadikan,
seperti dalam ayat: “dialah yang menjadikan matahari bercahaya dan bulan bersinar” (QS.
Yunus:10:5). Selain itu juga penggunaankata fatara, sawwa, dan sakhkhara sebagaimana
yang disebutkan diatas.

15
16

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ontologi merupakan salah satu objek garapan filsafat ilmu yang menetapkan
batas lingkup dan teori tentang hakikat realitas yang ada (being), baik berupa wujud fisik
(al-tobi’ah) maupun metafisik (ma ba’da al-tobi’ah).
Realitas (al-mawjud) dalam perspektif Islam juga meliputi fisika dan
metafisika.Hanya, dalam diskursus filsafat Islam, objek kajiannya lebih banyak
menyentuh persoalan metafisika, terutama bagian ketuhanan dan hubungannya dengan
penciptaan alam semesta sehingga filsafat dalam Islam disebut juga sebagai filsafat
ketuhanan (al-falsafah al-ilahiyyah) atau filsafat pertama (al-falsafah al-ula).Hal tersebut
terjadi karena filsafat menyentuh pembahasan tentang Allah sebagai sebab pertama
(causa prima).Adapun wilayah fisika terkait dengan ilmu-ilmu ke-alaman seperti
kedokteran, ilmu alam, eksakta, astronomi, dan lain-lain.
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa segala
sesuatu yang ada dunia ini adalah ciptaan dari Allah SWT sebagai sebab pertama. Mulai
dari alam semesta hingga isinya adalah ciptaan Allah SWT.Tidak terkecuali manusia
yang ada di dalamnya.

16
17

DAFTAR PUSTAKA

Agus , Bustanuddin, Pengembangan Ilmu–Ilmu Sosial: Studi Banding Antara Pandangan


Ilmiah Dan Ajaran Islam, (Lintas Pustaka, 1999).

Bakar , Osman, Tauhid &Sains: Tawhid and Scince) , Terj. Yuliani Liputo
(Bandung :Pustaka Hidayah, 1994).

Bakhtiar, Amsal, Filsafat Agama I, (Jakarta: Logos Wacana llmu, cet. I, 1997).

Bult , Nasim, Sains dan MasyarakatIslan (Science an Moslem Society) Terj. Masdar
Hilmy( Bandung: Pustaka Hidayah,1996 ).

Feibleman , Lih. James K., Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictinary
Philoshopy, (Totowa New Jersey: Little Adam & Co., 1976).

Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat, Pengantar kepada Teori Pengetahuan, Buku II,
(Jakarta: Bulan Bintang, cet. I, 1973).

Ghulsyani , Mahdi, Filsafat- Sains menurut Al-Qur’an(The Holy Quran and the science
of nature) Terj. Agus Effendi. Cet. 11 (Bandung:Mizan, 1989).

Katsoff , Louis O, Element of Philosophy, (New york: The Roland press Company,
1953).

Katsoff, Louis O, Pengantar filsafat (Yogjakarta: Tiara Wacana, 2004).

Langeveld, M.J, Menuju Kepimikiran Filsafat (Jakarta: Putra Sarjana, 2001).

Lorens, Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996).

Masruri, Hadi, Filsafat Sains dalam Al-Qur’an,(Malang: UIN-Malang PRESS, 2007) .

Nasr , Sayyed Housen, Scince And Civilization In Islam (New York: New American
Library,1970).

Romdon, Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan, (Jakarta: Rajawali Press, ed. l, cet. I, 1996).

17
18

Shiddiqi ,Nourouzzaman, Tamaddun Muslim Bunga Rampai Kebudayaan Muslim


(Jakarta: Bulan Bintang, 1988).

Sholihan, Epistemologi: Pengembangan Ilmu- ilmu Keislaman (Semarang: Walisongo


Press, 2011),

Solihan, Pengantar Filsafat: Mengeal Filsafat melalui Sejarah dan Bidang


Kajiannya, cet. II (Semarang:Pusat Pengembangan Bisnis Walisongo, 2015)

Suriasumantri , Jujun S., Ilmu dalam perspektif ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003).

Zaprulkhan, Filsafat Ilmu; Sebuah Analisa Kontemporer, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,


2015).

18

Anda mungkin juga menyukai