Hubungan antara ushul al-fiqh dengan fiqh dalam islam sejajar dengan
hubungan antara nahwu dengan percakapan atau tulisan Bahasa arab. Sebagai
contoh, persoalan mengenai mengapa shalat itu wajib, seorang faqih akan
mengemukakan alasan dengan ayat al-qur’an yang berbunyi :
Oleh karena itu di dalam ushul al-fiqh, ditemukan al-qawa’id al-kulliyah al-
اقيموا الصالة – اتوا الزكاة – واعبدوهللاا – يأيها الدين آمنوا اوفوا بالعقود
Artinya : dirikanlah shalat – keluarkanlah zakat – dan beribadahlah kepada
allah – wahai orang-orang yang beriman tepatilah janji-janjimu.
Ayat al-quran tersebut di atas merupakan juz’iyyat.
Selain itu, dalam hokum islam, dikenal pula kaidah-kaidah fiqih, syaikh
Muhammad abu zahrah mendefinisikan di qawa’id al-fiqhiyyah sebagai
berikut :
أماالقواعد الفقهية فهي مجموعة األكام المتشا بها التي ترجع الى قباس واحد
يجمعها أو إلى ضبط فقهى يربطه
Artinya : kaidah-kaidah fiqh adalah kumpulan hokum yang serupa, yang
kembali kepada satu qiyas yang mengumpulkannya atau kepada satu
ketentuan hokum yang mengikatnya
Jadi, kaidah fiqih merupakan hasil atau kesimpulan dari hokum-hukum fiqih
yang terperinci(juz’iy) dan terpisah-pisah sebagai hasil dari ijtihad para
fuqaha’, kemudian bagian yang terpisah-pisah ini diikat menjadi satu ikatan
atau kaidah.
Menurut pendapat sebagian ulama’ ada lima kaidah fiqh yang menjadi tempat
kembalinya seluruh masalah fiqh. Kaidah-kaidah itu adalah :
الضرر يزال
Artinya : kemadharatan harus dihilangkan
العادة محكمة
Artinya : adat bisa menjadi hokum
Kaidah yang ditopang oleh sejumlah dalil al-qur’an dan al-hadist dapat
mencapai derajat qath’iy