PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai Umat Islam dalam kehidupan sehari-hari ada
aturan yang mengatur segala aktivitas kita. Semua ada batasanbatasan tertentu serta aturan aturan dalam menjalankannya.
Dan semua aturan serta batasan hukum yang mengatur Umat
Islam didasarkan pada Al-Quran dan Sunnah.
Banyak peristiwa atau kejadian yang
belum
jelas
ditetapkan
secara
jelas
hukumnya.
Oleh
sebab
itu
suatu
hukum
terhadap
suatu
peristiwa
atau
kejadian yang belum jelas atau yang tidak dijelaskan secara jelas
dalam Al-quran dan Sunnah.
Dasar pemikiran Qiyas itu adalah adanya kaitan yang erat antara
hukum dengan sebab. Hampir setiap Hukum di luar bidang
ibadah dapat diketahui alasan rasional ditetapkannya hukum itu
oleh Allah. Illat adalah patokan utama dalam menetapkan
hukum atau permasalahan, Objek masalah adalah sesuatu yang
tidak memiliki Nash. Atas dasar Keyakinan tersebut bahwa tidak
ada yang luput dari Hukum Allah, Maka setiap Muslim meyakini
setiap peristiwa atau kasus yang terjadi pasti ada hukumnya.
Dari paparan latar belakang di atas, Serta mengingat banyak
mahasiswa yang masih belum memahami sepenuhnya mengenai
Sumber Hukum Qiyas, Maka dari itu kami akan membahas
tentang Qiyas sekaligus memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqh.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian qiyas ?
2. Apa saja rukun dan syarat-syarat qiyas ?
3. Bagaimana kehujjahan qiyas ?
4. Apa saja macam-macam qiyas ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk memahami apa pengertian qiyas
2. Untuk mengetahui dan memahami rukun dan syaratsyarat qiyas
3. Mengetahui dan memahami bagaimana kehujjahan
qiyas
4. Mengetahui pembagian macam-macam qiyas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahasa arab (
asal
kepada
hukum
furu
Mayoritas
Ulama
As-Syafiiyah
mendefinisikan
qiyas
dengan3 :
Membawa (hukum) yang (belum) kepada (hukum) yang di
ketahui dalam rangka menetapkan menetapkan hukum
bagi keduanya, atau meniadakan hukum bagi keduanya, di
sebabkan
sesuatu
yang
menyatukan
keduanya,
baik
3 Abu hamid al ghazali, al-mushtshfa fi ilm al ushul, beirut :daar al kutub al-ilmiyyah,
jilid II, hal. 54
4 Syaifuddin Al-Amidi, al-ihkan fi ushul al-ahkam, jilid II, hal. 170
2. Syarat-Syarat Qiyas
Para ulama ushul fiqih mengemukakan bahwa setiap rukun qiyas
yang telah di paparkan di atas harus memenuhi syarat-syarat tertentu,
sehingga qiyas dapat dijadikan dalil dalam menetapkan hukum. Syaratsyarat tsb adalah sebagai berikut :6
a. Ashl
Patokan dalam penetapan hukum, adakalanya nash adakalanya ijma,
oleh sebab itu, menurut umhur ulama ushul fiqih apabila hukum yang
di tetapkan berdasarkan nash bisa di qiyaskan. Menurut Imam AlGhazali (450505 H / 805-1111 M) dan Saifuddin Al Amidi (keduanya
ahli ushul fiqih as-syafiiyah) syarat-syarat ashl itu adalah :
1) Hukum ashl itu adalah hukum yang telah tetap dan tidak
mengandung kemungkinan di naskh-kan (di batalkan ).
2) Hukum itu di tetapkan berdasarkan syara
3) Ashl itu bukan merupakan faru dari ashl lainnya.
4) Dalil yang menetapkan illat pada ashl itu adalah dalil khusus,
tidak bersifat umum.
5) Ashl itu tidak berubah setelah di lakukan qiyas, dan
6) Hukum ashl iu tidak kelar dari kaidah-kaidah qiyas.
b. Hukum al-ashl
Menurut para ulama ushul fiqih mengatakan bahwa syarat-syarat
hukum al-ashl adalah :
1) Tidak bersifat khusus, dalam artian tidak bisa di kembangkan
kepada faru. Misalnya, dalam sebuah riwayat di katakan :
kesaksian khuzaimah sendirian sudah cukup ( H.R. Abu Daud
Ahmad Ibn Hambal, Al-Hakim, Tirmidzi Dan Nasai ).
Ayat al-quran menentukan bahwa sekurang-kurangnya saksi adalah
dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki bersama dua orang
wanita (QS. Al-Baqarah : 282 ). Tetapi Rasulullah menyatakan
bahwa apabila Khuzaimah yang menjadi saksi, maka cukupalh ia
endirian, hukum kesaksian khusus ini tidak bisa di kembangkan
dan di terapkan kepada faru, karena hukum ini hanya berlaku
6 Abu hamid al-ghazali, al-mankhul min taliqat al-ushul, hal 87
c. Faru
Para ulama shul fiqih mengemukakan empat syarat yang harus
di penuhi oleh al-faru, yaitu :
1) illatnya sama dengan illat yang ada pada ashl, baik pada zatnya
maupun pada jenisnya.
Contoh illat yang sama zatnya adalah meng-qiyaskan wisky pada
khamar, karena keduanya sama-sama memabukkan dan yang
memabukkan itu sedikit atau banyak, apabila diminum hukumnya
haram (H.R. Muslim, Ahmad Ibn Hambal, Abu Daud, At-Tirmdzi,
Ibn Majah, dan Nasai). illat yang ada pada wisky sama zatnya/
materinya dengan illat yang ada pada kamar.
Contoh illat yang jenisnya sama adalah meng-qiyaskan wajib
qishash atas perbuatan sewenang-wenang terhadap anggota badan
kepadaa qishash dalam pembunuhan, karena keduanya sama-sama
perbuatan pidana.
Apabila antara illat yang ada pada faru tidak sama dengan illat
yang ada pada ashl maka qiyas seperti ni menurut para ulama ushul
fiqh, di sebut al-qiyas maa al-fariq (qiyas yang bersifat paradok).8
2) Hukum ashl tidak berubah setelah di lakukan qiyas misalnya,
tidak boleh meng-qiyaskan hukum menzhihar wanita dzimmi
kepada menzhihar wanita muslimah dalam mengharamkan
melakukan hubungan suami istri. karena keharaman hubungan
suami istri dalam menzhihar istri yang muslimah bersifat
sementara,
yaitu
sampai
membayar
kafarat.
Sedangkan
10
11
yaitu
illat
yang
di
12
13
C. Kehujjahan Qiyas
Jumhur ulama berpendapat boleh berhujjah dengan qiyas, yakni wajib
mengamalkan hukum yang di dapat dengan jalan qiyas. Adapun yang tidak
menerima pendapat yang demikian antara lain adalah golongan imamiyah.
Adapun alasan yang menunjukkan boleh berhujjah dengan qiyas, adalah:
1. Banyak imam-imam masa sahabat yang mengamalkan qiyas bila tidak
terdaat keterangan di dalam al-quran atau sunnah, sedangkan sahabat lain
tidak membantanya. Sebagai contoh misalnya : kalifah Abu Bakar Ra.
Meng-qiyas hukum orang yang enggan membayar zakat dengan hukum
orang yang meninggalkan shalat, sehimgga membolehkan memeragi bani
hanifah yang tidak mau membayar zakat. Dan hal ini di setujui oleh para
sahabat yang lain.
2. Firman Allah yang berbunyi : maka ambillah itibar ( pelajaran) wahai
orang-orang yan menpunyaipemandangan( al-hasyr : 2). Dilalah yang
terkandung dalam ayat ini tentang yang di namakan qiyas adalah
mempersamakan hukum yang ada pada asal terhadap hukum faru, sedang
14
(Al-Quran).
Kemudian
Rasulullah
melanjutkan
15
a. Surat al-baqarah ayat 179, yang artinya ..dan dalam qishash itu ada
(jaminan kelangsungan) hidup bagimu...
b. Surat al-baqarah ayat 222, yang artinya : mereka bertanya kepadamu
(mhammad) tentang haid. Katakanlah, haid itu adalah kotran. Oleh
sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita yang sedang
haid.
c. Dalam mengharamkan khamar, allah berfirman dalam surat al-maidah
ayat 91 : Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah
dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan
itu).
d. Dan firman Allah dalam surat Al-maidah ayat 6, yang artinya : ..Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu,
dan menyempurnakannikmat-Nya bagimu..
Seluruh ayat diatas, menurut jumhur ulama secara nyata menyebutkan illat
yang menjadi penyebab munculnya hukum. Inilah makna qiyas.
Para ulama membolehkan qiyas sebagai hujjah dalam menetapkan hukum
syara, bukan berarti membuat hukum baru yang di tetapkan berdasarkan qiyas
tsb, tetapi menyingkap illat yang ada pada suatu kasus dan menyamakannya
dengan illat yang terdapat dalam nash. Atas dasar kesamaan illat inilah hukum
dari kasus ang di hadapi tersebut di samakan dengan hukum yang telah di
tentukan nash.12
D. PEMBAGIAN QIYAS
12 Nasrun haroen, ushul fiqih, hal 70
16
17
mengqiyaskan apel pada gandum dalam hal berlakunya riba fadhl, karena
keduanya mengandung illat yang sama, yaitu sama-sama makanan.
Dalam sebuah hadits Rasulullah dikatakan bahwa benda apabila di
pertukarkan dalam benda kuantitas, maka perbedaan itu menjadi riba
fadhl. Dalam hadits tsb diantaranya disebutkan gandum. (H.R. Bukhari
dan Muslim). Imam Syafii mengatakan bahwaa berlakunya hukum riba
pada apel lebih lemah di banding dengan berlakunya pada gandum,
karena llat riba fadhl pada gandum lebih kuat.
2. Dari segi kejelasan illat yang terdapat pada hukum, qiyas dibagi menjadi 2
macam :
a. Qiyas al-jaly, yaitu qiyas yang illatnya ditetapka oleh nash bersamaan
dengan hukum ashl. Atau nash tidak menetapkan illatnya, tetapi
dipastikan bahwa tidak ada pengaruh perbedaan antara ashl dan furu.
Seperti dalam kasus kebolehan meng-qashar shalat bagi musafir laki-laki
dan perempuan. Sekalipun antara keduanya sekalipun anara keduanya
terdapat perbedaan kelamin, tetapi perbedaan ni tudak berpengaruh atas
kebolehan wanita meng-qashar shalat. Qiyas al-jaliy ini mencangkup
qiyas al-aulawiy dan qiyas al-musawiy14.
b. Qiyas al-khfiy. Yaitu qiyas yang illatnya tidak tersebutkan dalam nash.
Seperti meng-qiyaskan pembunuhan dengan benda berat kepada
pembunhan dengan benda tajam dalam memberlakukan hukuman qishash.
Karena illatnya sama-sama pembunuhan dengan sengaja. Qiyas al-adnaa
yang di kemukakan pada baian pertama termasuk kedalam qiyas al-khafiy
ini.
14 Lihat syarh al-mahalli ala jami al-jawami. Jilid II, hal 204
18
3. Dilihat dari keserasian illat dengan hukum, qiyas terbagi atas 2 bentuk,
yaiu :
a. Qiyas al-muatstsir, yaitu qiyas yang menjadi penghubung antara ashl
dengan furu di tetapka melalui nash sharih atau ijma atau qiyas yang
ain sifat yang menghubungkan ashl dengan furu berpengaruh pada
hukum itu sendiri.
b. Qiyas al-mulaim, yaitu qiyas yang illat hkum ashlnya mempunyai
hubungan serasi.
4. Dilihat dari segi di jelaskan atau tdaknya illat pada qiyas tersebut, qiyas
dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu :
a. Qiyas al-mana yaitu qiyas yang didalamnya tidak di jelaskan illatnya,
tetapi antara ashl dengan furutidak dapat di bedakan, sehingga furu
seakan-akan ashl.
b. Qiyas al-illat, yaitu qiyas yang dijelaskan illatnya dan illat itu sendiri
merupakan mitivasi bagi hukum ashl.
c. Qiyas al-dalaalah, yaitu qiyas yang illatnya bukan pendorong bagi
penetapan hukum itu sendiri, tetapi illat itu merupakan keharusan yang
memberi petnjuk adanya illat.
5. Dilihat dari segi metode (masaalik) dalam menemukan illat, qiyas dapat di
bagi kepada :
a. Qiyas al-ikhaalah, yaitu illatnya sitetapkan melalui munaasabah dan
ikhaalah.
b. Qiyas al-syaabah yaitu qiyas yang illatnya ditetapkan melalui metode
sayaabah.
c. Qiyas al-sibru, yaitu qiyas yang illatnya ditetapkan mealui metode alsibr wa al-taqsiim.
d. Qiyas al-thard, yaitu qiyas yang illatnya ditetapkan melalui metode
thard, contoh-contoh dari qiyas ini telah di kemukakan di atas.
19
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Yang dimaksud dengan Qiyas yaitu Menyatukan sesuatu yang tidak
disebutkan hukumnya dalam nash dengan sesuatu yang disebutkan hukumnya
oleh nash, disebabkan kesatuan illat hukum antara keduanya.
Ada beberapa rukun qiyas yang telah di sepakati para ulama ahli ushul fiqih,
dan setiap rukun memiliki syarat-syarat khusus, rukun-rukan tersebut yaitu :
a.
b.
c.
d.
Ashl
Hukum ashl
Cabang (faru)
illat
Kehujjahan qiyas sebagai salah satu metode ijtihad berdasarkan pendapat
akal, dan menujukkan bahwa qiyas dapat dijadikan sebagai hujjah dalam
menetapkan suatu hukum dapat dilihat dari ayat-ayat al-quran dan hadits yang
menganjurkan untuk meng-qiyaskan sesuatu sesuai dengan illatnya.
Ulama ahli ushul fiqih membagi qiyas ditinjau dari beberapa segi,
diantaranya :
a. Dilihat dari segi kekuatan illat yang terdapat pada furu di bandingkan
b.
c.
d.
e.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
22