Anda di halaman 1dari 11

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FIQH SIYASAH

A. PENGERTIAN FIQH SIYASAH


Fiqh siyasah berasal dari kata berbahasa Arab fikih atau fiqh dan siyasah. Agar
diperoleh pemahaman yang pas apa yang dimaksud fiqh siyasah, maka perlu dijelaskan
pengertian masing-masing kata dari segi bahasa dan istilah. Kata fiqh secara bahasa
berarti tahu, paham dan mengerti adalah istilah yang dipakai secara khusus di bidang
hukum agama, yurisprudensi Islam. Secara etimologis (bahasa) fiqh adalah keterangan
tentang pengertian atau paham dari maksud ucapan si pembicara atau pemahaman yang
mendalam terhadap maksud-maksud perkataan dan perbuatan.1 Dengan kata lain istilah
fiqh menurut bahasa adalah pengertian atau pemahaman dan pengertian terhadap
perkataan dan perbuatan manusia.
Kata “fiqh siyâsah” yang tulisan bahasa Arabnya adalah “ٙ‫بس‬ٛ‫ ”انفقّ انس‬berasal dari
dua kata yaitu kata fiqh (ّ‫ )انفق‬dan yang kedua adalah al-siyâsî (ٙ‫بس‬ٛ‫)انس‬.
Kata fiqh secara bahasa adalah faham. Ini seperti yang diambil dari ayat Alquran
{‫را يًب تقٕل‬ٛ‫ت يب َفقّ كث‬ٛ‫ب شع‬ٚ ‫}قبنٕا‬, yang artinya “kaum berkata: Wahai Syu‟aib, kami
tidak memahami banyak dari apa yang kamu bicarakan”. 2
Secara istilah, menurut ulama usul, kata fiqh berarti: { ‫خ انًكتست‬ٛ‫خ انعًه‬ٛ‫انعهى ثبألدكبو انشرع‬
‫خ‬ٛ‫ه‬ٛ‫ }يٍ أدنتٓب انتفص‬yaitu “mengerti hukum-hukum syariat yang sebangsa amaliah yang
digali dari dalil-dalilnya secara terperinci”.3
Sedangkan al-siyâsî pula, secara bahasa berasal dari “‫بسخ‬ٛ‫سٕش – س‬ٚ – ‫ ”سبش‬yang
memiliki arti mengatur (‫دثّر‬/‫)أير‬, seperti di dalam hadis: “ ٘‫بؤْى أ‬ٛ‫سٕسٓى أَج‬ٚ ‫م‬ٛ‫كبٌ ثُٕ إسرائ‬
‫خ‬ٛ‫فعم األيراء ٔانٕالح ثبنرع‬ٚ ‫”تتٕنٗ أيٕرْى كًب‬, yang berarti: “Adanya Bani Israil itu diatur oleh
nabi-nabi mereka, yaitu nabi mereka memimpin permasalahan mereka seperti apa yang
dilakukan pemimpin pada rakyatnya”. Bisa juga seperti kata-kata “ ٘‫د األير أ‬ٚ‫سبش ز‬
ِ‫بسخ أ٘ دثرِ ٔقبو ثأير‬ٛ‫سٕسّ س‬ٚ” yang artinya: “Zaid mengatur sebuah perkara yaitu Zaid
mengatur dan mengurusi perkara tersebut”. Sedangkan kata mashdar-nya yaitu siyâsah
itu secara bahasa bermakna: “ّ‫صهذ‬ٚ ‫ء ثًب‬ٙ‫بو عهٗ انش‬ٛ‫ ”انق‬yang artinya “bertindak pada
sesuatu dengan apa yang patut untuknya”.4
Kamus al-Munjid dan Lisan al-'Arab, kata siyasah kemudian diartikan
pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuat kebijakan, pengurusan, pengawasan

1
Suyuthi Pulungan, Fiqh siyasah Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1993, hal. 21.
2
Wahbah al-Zuhaylî, Ushûl al-Fiqh al-`Islâmî (Damaskus: Dâr al-Fikr, 2001) vol. 1, 18.
3
Ibid., 19.
4
Ibn Manzhûr, Lisân al-„Arab (Beirut: Dâr Shâdir, t.t.), vol. 6, 108; Ahmad bin Muhammad al-
Fayyûmî, al-Mishbah al-Munîr (Beirut: al-Maktabah al-„Ilmiyyah, t.t.), 295.

1
atau perekayasaan. Untuk selanjutnya al-siyasah kadang-kadang diartikan, memimpin
sesuatu dengan cara yang membawa kemaslahatan.
Apabila digabungkan kedua kata fiqh dan al-siyâsî maka fiqh siyâsah yang juga
dikenal dengan nama siyâsah syar‟iyyah secara istilah memiliki berbagai arti:
Menurut Imam al-Bujairimi: “Memperbagus permasalahan rakyat dan
mengatur mereka dengan cara memerintah mereka untuk mereka dengan sebab
ketaatan mereka terhadap pemerintahan”. 5
Menurut Wuzarat al-awqaf wa al-Syu‟ûn al-Islâmiyyah bi al-Kuwait:
“Memperbagus kehidupan manusia dengan menunjukkan pada mereka pada jalan yang
dapat menyelamatkan mereka pada waktu sekarang dan akan datang, serta mengatur
permsalahan mereka”. 6
Menurut Imam Ibn „Âbidîn: “Kemaslahatan untuk manusia dengan
menunjukkannya kepada jalan yang menyelamatkan, baik di dunia maupun di akhirat.
Siyâsah berasal dari Nabi, baik secara khusus maupun secara umum, baik secara lahir,
maupun batin. Segi lahir, siyâsah berasal dari para sultan (pemerintah), bukan lainnya.
Sedangkan secara batin, siyâsah berasal dari ulama sebagai pewaris Nabi bukan dari
pemegang kekuasaan”. 7
Menurut Ahmad Fathi;

‫ر يصـــبنخ انعجبد عهٗ ٔفق انشرع‬ٛ‫تد ث‬

"Pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan ketentuan syara" (Ahmad


Fathi Bahantsi dalam al-siyasah al-jinaiyyah fi al-syari'at al-Islamiyah).

Menurut Ibnu'Aqil, dikutip dari pendapat Ibnu al-Qoyyim, bahwa fiqh siyasah
adalah;

1. ‫شرعّ انرسٕل‬ٚ ٍ‫ك‬ٚ ‫ انًصهذخ (انصالح) ٔأثعد عٍ انفسـبد ٔإٌ نى‬ٙ‫كٌٕ يُّ انُـبش أقرة ان‬ٚ ‫يبكبٌ فعال‬
ٙ‫ٔالَسل ثّ ٔد‬. .

5
Sulaimân bin Muhammad al-Bujairimî, Hâsyiah al-Bujairimî „alâ al-Manhaj (Bulaq: Mushthafâ al-
Babî al-Halâbî, t.t.), vol. 2, hal, 178.
6
Wuzârat al-Awqâf wa al-Syu‟ûn al-Islâmiyyah bi al-Kuwait, Al-Mausû'ât al-Fiqhiyyah (Kuwait:
Wuzârat al-Awqâf al-Kuwaitiyyah, t.t.) vol. 25, hal.295.
7
Ibn „Âbidîn, Radd al-Muhtâr „alâ al-Durr al-Mukhtâr (Beirut: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-„Arabî,
1987), vol. 3, hal.147.

2
"Perbuatan yang membawa manusia lebih dekat pada kemalahatan (kesejahteraan)
dan lebih jauh menghindari mafsadah (keburukan/ kemerosotan), meskipun Rasul
tidak menetapkannya dan wahyu tidak membimbingnya".
Menurut Ibnu 'Abidin yang dikutip oleh Ahmad Fathi adalah; kesejahteraan
manusia dengan cara menunjukkan jalan yang benar (selamat) baik di dalam urusan
dunia maupun akhirat. Dasar-dasar siyasah berasal dari Muhammad saw, baik
tampil secara khusus maupun secara umum, datang secara lahir maupun batin.
Menurut Abd Wahab al-Khallaf;
2. ‫تعدٖ ددٔد‬ٚ ‫ق انًصــبنخ ٔد فع انًضبر يًب ال‬ٛ‫كفم تذق‬ٚ‫خ ثًب‬ٛ‫ر انشئٕ ٌ انعـبيخ نهد ٔنخ اإلســالي‬ٛ‫تد ث‬
ٍٚ ‫تفق ثأقٕال األئًخ انًجتٓـــد‬ٚ ‫خ ٔإ نى‬ٛ‫عخ ٔأصٕنٓب انكه‬ٚ‫انشر‬.

"Siyasah syar'iyyah adalah pengurusan hal-hal yang bersifat umum bagi negara
Islam dengan cara menjamin perwujudan kemaslahatan dan menghindari
kemadaratan (bahaya) dengan tidak melampaui batas-batas syari'ah dan pokok-
pokok syari'ah yang bersifat umum, walaupun tidak sesuai dengan pendapat ulama-
ulama Mujtahid".
Maksud Abd Wahab tentang masalah umum negara antara lain adalah ;
a. Pengaturan perundangan-undangan negara.
b. Kebijakan dalam harta benda (kekayaan) dan keuangan.
c. Penetapan hukum, peradilan serta kebijakan pelaksanaannya
d. Urusan dalam dan luar negeri.
Menurut Abd al-Rahman Taj; siyasah syar'iyah adalah hukum-hukum yang
mengatur kepentingan negara dan mengorganisir urusan umat yang sejalan dengan
jiwa syari\'at dan sesuai dengan dasar-dasarnya yang universal (kully), untuk
merealisasikan tujuan-tujuannya yang bersifat kemasyarakatan, meskipun hal
tersebut tidak ditunjukkan oleh nash-nash yang terinci dalam Al-Qur\'an maupun al-
Sunnah.
Ibn Taimiyah menganggap bahwa norma pokok dalam makna kontekstual
ayat 58 dan 59 surat al-Nisa [3], tentang dasar-dasar pemerintahan adalah unsur
penting dalam format siyasah syar\'iyah. Ayat pertama berhubungan dengan
penguasa, yang wajib menyampaikan amanatnya kepada yang berhak dan
menghukumi dengan adil, sedangkan ayat berikutnya berkaitan dengan rakyat, baik
militer maupun sipil, yang harus taat kepada mereka. Jika meminjam istilah untuk
negara kita adalah; Penguasa sepadan dengan legislatif, yudikatif dan eksekutif
(trias politika)dan rakyat atau warga negara.

3
Sesuai dengan pernyataan Ibn al-Qayim, siyasah syar\'iyah harus bertumpu
kepada pola syari'ah. Maksudnya adalah semua pengendalian dan pengarahan umat
harus diarahkan kepada moral dan politis yang dapat mengantarkan manusia
(sebagai warga negara) kedalam kehidupan yang adil, ramah, maslahah dan hikmah.
Pola yang berlawanan dari keadilan menjadi dzalim, dari rahmat menjadi
niqmat(kutukan), dari maslahat menjadi mafsadat dan dari hikmah menjadi sia-sia.
Seperti halnya beberapa definisi di atas, siyasah syar\'iyah mengisyaratkan dua
unsur penting yang berhubungan secara timbal balik (kontrak sosial), yaitu 1).
Penguasa atau yang mengatur dan 2). Rakyat atau warga negara. Dilihat dari norma-
norma pokok yang terlibat dalam proses siyasah syar\'iyah ini, ilmu ini layak masuk
kategori ilmu politik. Hal ini sejalan dengan sinyalemen Wiryono Prodjodikoro:
"Dua unsur penting dalam bidang politik yaitu negara yang perintahnya bersifat
eksklusif dan unsur masyarakat". Pola siyasah syar'iyah dan politik memiliki
kemiripan jika dilihat secara umum. Akan tetapi jika diperhatikan dari fungsinya
mengandung peredaan. Menurut Ali Syari'ati siyasah syar'iyah memiliki fungsi
ganda yaitu khidmah (pelayanan) dan islah (arahan/bimbingan), sedangkan politik
berfungsi hanya untuk pelayanan (khidmah) semata-mata. Kemudian siyasah dilihat
dari modelnya dibagi atas dua macam a). Siyasah syar'iyah; siyasah yang
berorientasi pada nilai-nilai kewahyuan (syari'at) atau model politik yang dihasilkan
oleh pemikiran manusia yang berlandaskan etika agama dan moral dengan
memperhatikan prinsip-prinsip umum syari'at dalam mengatur manusia hidup
bermasyarakat dan bernegara b). Siyasah wadh'iyyah; siyasah yang didasarkan atas
pengalaman sejarah maupun adat istiadat atau semata-mata dihasilkan dari akal
pikir manusia dalam mengatur hidup bermasyarakat maupun bernegara. Meskipun
aplikasi siyasah syar\'iyah dan siyasah wadh'iyah mengandung perbedaan, tentu saja
tidak harus diklaim bahwa siyasah syar'iyah harus diberlakukan di negara-negara
yang mayoritas muslim. Karena dalam pengalaman empiris, dapat terjadi siyasah
wadh'iyah dapat diterima oleh kaum muslimin, seperti Indonesia.
Bidang siyasah syar'iyyah prinsip-prinsip pokok yang menjadi acuan
pengendalian dan pengarahan kehidupan umat bertumpu pada rambu-rambu
sayri\'ah. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip pokok dalam fiqih secara umum
pula. Rambu-rambu siyasah syar'iyyah adalah (1) dalil-dalil kulliy, baik terdapat
dalam Al-Qur'an maupun al-Hadits; (2) maqasid al-syari'ah; (3) semangat ajaran
(hikmat al-tasyri') dan (4) kaidah-kaidah kulliyah fiqhiyyah. Dengan demikian
siyasah syar'iyyah juga disebut fiqh siyasah.

4
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, terdapat dua unsur penting di
dalam Fiqh Siyâsah yang saling berhubungan secara timbal balik, yaitu: 1. Pihak
yang mengatur; 2. Pihak yang diatur. Melihat kedua unsur tersebut, menurut Prof.
H. A. Djazuli, Fiqh Siyâsah itu mirip dengan ilmu politik, yang mana dinukil dari
Wirjono Prodjodikoro bahwa:8 Dua unsur penting dalam bidang politik, yaitu
negara yang perintahnya bersifat eksklusif dan unsur masyarakat. 9
Akan tetapi, jika dilihat dari segi fungsinya, fiqh siyâsah berbeda dengan
politik. Menurut Ali Syariati seperti yang dinukil Prof. H. A. Djazuli, bahwa fiqh
siyâsah (siyâsah syar‟iyyah) tidak hanya menjalankan fungsi pelayanan (khidmah),
tetapi juga pada saat yang sama menjalankan fungsi pengarahan (`ishlâh).
Sebaliknya, politik dalam arti yang murni hanya menjalankan fungsi pelayanan,
bukan pengarahan. 10 Ini juga dibuktikan dengan definisi politik di dalam Penguin
Encyclopedia:
“Political Science: The academic discipline which describes and analyses
the operations of government, the state, and other political organizations,
and any other factors which influence their behaviour, such as economics.
A major concern is to establish how power is exercised, and by whom, in
resolving conflict within society.”11
Ternyata, memang di dalam definisi ilmu politik di sini, tidak disinggung
sama sekali tentang kemaslahatan untuk rakyat atau masyarakat secara umum.
Perbedaan tersebut tampak apabila disadari bahwa dalam menjalani politik
di dalam hukum Islam haruslah terkait oleh kemestian untuk senantiasa sesuai
dengan syariat Islam, atau sekurang-kurangnya sesuai dengan pokok-pokok syariah
yang kullî. Dengan demikian, rambu-rambu fiqh siyâsah adalah: 1. Dalil-dalil kullî,
baik yang tertuang di dalam Alquran maupun hadis Nabi Muhammad SAW; 2.
Maqâshid al-syarî‟ah; 3. Kaidah-kaidah usul fiqh serta cabang-cabangnya. 12
Oleh karena itu, politik yang didasari adat istiadat atau doktrin selain Islam,
yang dikenal dengan siyâsah wadl‟iyyah itu bukanlah fiqh siyâsah, hanya saja selagi
siyâsah wadl‟iyyah itu tidak bertentangan dengan prinsip Islam, maka ia tetap dapat
diterima.13
Secara terminologis (istilah) menurut ulama-ulama syara‟ (hukum Islam),
fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-hukum yang sesuai dengan syara‟

8
H. A. Djazuli, Fiqh Siyâsah , Kencana, Jakarta, 2007, hal.28.
9
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik (Bandung: Eresco, 1971), 6.
10
H. A. Djazuli, Op.Cit., hal. 28.
11
David Crystal, Penguin Encyclopedia , Penguin Books, London, 2004, hal. 1219.
12
Ibid., hal. 28.
13
Ibid., hal. 28.

5
mengenai amal perbuatan yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshil14 (yakni dalil-
dalil atau hukum-hukum khusus yang diambil dari dasar-dasarnya, al Qur‟an dan
Sunnah). Jadi fiqh menurut istilah adalah pengetahuan mengenai hukum agama
Islam yang bersumber dari al Qur‟an dan Sunnah yang disusun oleh mujtahid
dengan jalan penalaran dan ijtihad. Dengan kata lain fikih adalah ilmu pengetahuan
mengenai hukum Islam.
Pada dasarnya fiqh islam/ politik islam bersumber dari al-Quran, hadis serta
rasio dan praktek kenegaraan yang terjadi baik pada masa nabi, khulafaurrasyidun,
bani umayah dan abbasiah.pembukuan dan perumusan secara sistematis tentang
siyasah syar‟iyyah baru pada masa khalifah al-Mu‟tashim pada (218-228 bertepatan
883-824 M), dengan munculnya buku Suluk al-Malik fi Tadbir al-Mamalik (Prilaku
Raja dalam pengaturan Kerajaan-Kerajaan) oleh Ibn Abu Rabi‟ (227 H atau 842 M)
terus di teruskan dan bermunculan kitab-kitab baru pada abad 18 dan 19 san, seperti
karangan Al Mawardi (364-450 H/975-1058) dengan bukunya al-Ahkam al-
Sulthaniyyah atas permintaan khalifah al-Qadir dan juga karangan Ibnu Taymiyyah
(661-782 H) Al-Siyasah al-Syari‟ah fi Ishlah al-Ra‟iyyah.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan Pada abad ke
20 muncul istilah-istilah keilmuan baru yakni: „ilm al-siyasah al-syai‟ah, al-fikr al
siyasi al islami ( Islamic political thought) dll. Karena politik ini lenih banyak
terkait dengan aktivitas mukallaf(af‟alil-mukallifin), maka al-fiqh al-siyasi (fiqih
politik), al fiqh al-dusturi (constitutional law), atau fiqh al-dawlah (hokum
ketatanegaraan).

B. RUANG LINGKUP
Fiqh siyasah adalah suatu ilmu yang otonom sekalipun bagian dari ilmu fikih.
Bahasan ilmu fikih mencakup individu, masyarakat dan negara; meliputi bidang-bidang
ibadah, muamalah, kekeluargaan, perikatan, kekayaan, warisan, criminal, peradilan,
acara pembuktian, kenegaraan dan hokum-hukum internasional, seperti perang, damai
dan traktat.15 Fikih siyasah mengkhususkan diri pada bidang-bidang mu‟amalah dengan
spesialisasi segala hal ikhwal dan seluk beluk tata pengaturan Negara dan
pemerintahan.

14
T.M.Hasby Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1974, hal. 26.
15
Hasby Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1974, Hal. 30.

6
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam menentukan ruang lingkup
kajian fiqh siyâsah. Ada yang membagi menjadi lima bidang. Ada yang membagi
menjadi empat bidang, dan lain-lain. Namun, perbedaan ini tidaklah terlalu prinsipil.
Menurut Imam al-Mâwardî, seperti yang dituangkan di dalam karangan fiqh
siyâsah-nya yaitu al-Ahkâm al-Sulthâniyyah, maka dapat diambil kesimpulan ruang
lingkup fiqh siyâsah adalah sebagai berikut:16
1. Siyâsah Dustûriyyah;
2. Siyâsah Mâliyyah;
3. Siyâsah Qadlâ`iyyah;
4. Siyâsah Harbiyyah;
5. Siyâsah `Idâriyyah.
Sedangkan menurut Imam Ibn Taimiyyah, mendasarkan obyek pembahasan ini pada
Surat An-Nisa ayat 58 dan 59 yang artinya: “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu
menetapkan hukum di antara manusia supaya menetapkannnya dengan adil. (58)
Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan orang-
orang yang memegang kekuasaan diantara kamu (59)”. Ayat 58 berkaitan dengan
mereka yang memegang kekuasaan (pemerintah), yang punya kewajiban
menyampaikan amanat kepada yang berhak, dan menetapkan hukum dengan adil.
Sedangkan ayat 59 berkaitan dengan hubungan antara penguasa dan rakyat dar
dalami kalangan militer maupun kalangan lain wajib mentaati Allah dan RasulNya
serta mematuhi pemerintah. 17 Dan dalam kitabnya tersebut Ibnu Taimiyah membagi
ruang lingkup fiqh siyâsah adalah sebagai berikut:18
1. Siyâsah Qadlâ`iyyah;
2. Siyâsah `Idâriyyah;
3. Siyâsah Mâliyyah;
4. Siyâsah Dauliyyah/Siyâsah Khârijiyyah.
Sementara Abdul Wahhâb Khalâf berpendapat fikih siayasah adalah membuat
peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan untuk mengurus Negara sesuai
dengan pokok-pokok ajaran agama. Realisasinya untuk tujuan kemaslahatan

16
„Alî bin Muhammad al-Mâwardî, al-Ahkâm al-Sulthâniyyah wa al-Wilâyât al-Dîniyyah (Beirut:
Dâr al-Kutub al-„Alamiyyah, 2006), 4; Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007),
13.
17
Ibn Taimiyah, Al-Siyasah al-Syar‟iyat fi Islah al Ra‟iyat, Dar-Al-Kutub al-Arabiyat, Beirut, 1966,
hal. 4.
18
Ibid., hal. 18.

7
manusia dan untuk memenuhi kebutuhan mereka. 19 Dan Abdul Wahhab Khalaf
mempersempitnya menjadi tiga bidang kajian saja, yaitu: 20
1. Siyâsah Qadlâ`iyyah;
2. Siyâsah Dauliyyah;
3. Siyâsah Mâliyyah;
Salah satu dari ulama terkemuka di Indonesia, Hasbi Ashiddieqy, menyatakan
bahwa obyek kajian fikih siyasah berkaitan dengan pekerjaan mukallaf dan segala
urusan pentadbirannya, dengan mengingat persesuaian pentadbiran itu dengan jiwa
syari‟ah, yang kita tidak peroleh dalilnya yang khusus dan tidak berlawanan dengan
suatu nash dari nash-nash yang merupakan syari‟ah „amah yang tetap,21 dan Hasby
membagi ruang lingkup fiqh siyâsah menjadi delapan bidang berserta
penerangannya, yaitu:22
1. Siyâsah Dustûriyyah Syar‟iyyah (kebijaksanaan tentang peraturan perundang-
undangan);
2. Siyâsah Tasyrî‟iyyah Syar‟iyyah (kebijaksanaan tentang penetapan hukum);
3. Siyâsah Qadlâ`iyyah Syar‟iyyah (kebijaksanaan peradilan);
4. Siyâsah Mâliyyah Syar‟iyyah (kebijaksanaan ekonomi dan moneter);
5. Siyâsah `Idâriyyah Syar‟iyyah (kebijaksanaan administrasi negara);
6. Siyâsah Dauliyyah/Siyâsah Khârijiyyah Syar‟iyyah (kebijaksanaan hubungan
luar negeri atau internasional);
7. Siyâsah Tanfîdziyyah Syar‟iyyah (politik pelaksanaan undang-undang);
8. Siyâsah Harbiyyah Syar‟iyyah (politik peperangan).
Menurut Suyuthi Pulungan fiqh Siyasah dibagi menjadi empat bagian23, yaitu:
1. Siyasah Dusturiyah
2. Siyasah Dusturiyah
3. Siyasah Dauliyah
4. Siyasah Harbiyah
Siyasah Dusturiyah
Siyasah Dusturiyah menurut tata bahasanya terdiri dari dua suku kata yaitu
Siyasah itu sendiri serta Dusturiyah. Arti Siyasah dapat kita lihat di pembahasan
diatas, sedangkan Dusturiyah adalah undang-undang atau peraturan. Secara

19
Abdul Wahhab Khallaf, al-Siyasat al-Syar‟iyat, Dar al-Anshor, al-Qahirat, 1977, hal. 5.
20
Ibid.
21
Hasby Ash Shiddieqy, Pengantar Siyasah Syar‟iyyah, Madah, Yogyakarta, hal. 28.
22
Djazuli, Fiqh Siyâsah, 30.
23
Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, hal.20.

8
pengertian umum Siyasah Dusturiyah adalah keputusan kepala negara dalam
mengambil keputusan atau undang-undang bagi kemaslahatan umat.
24
Sedangkan menurut Pulungan Siyasah Dusturiyah adalah hal yang
mengatur atau kebijakan yang diambil oleh kepala negara atau pemerintah dalam
mengatur warga negaranya. Hal ini berarti Siyasah Dusturiyah adalah kajian
terpenting dalam suatu negara, karena hal ini menyangkut hal-hal yang mendasar
dari suatu negara. Yaitu keharmonisan antara warga negara dengan kepala
negaranya.
Siyasah Maliyah
Arti kata Maliyah bermakna harta benda, kekayaan, dan harta. Oleh karena itu
Siyasah Maliyah secara umum yaitu pemerintahan yang mengatur mengenai
keuangan negara.
Djazuli25 mengatakan bahwa Siyasah Maliyah adalah hak dan kewajiban kepala
negara untuk mengatur dan mengurus keungan negara guna kepentingan warga
negaranya serta kemaslahatan umat. Lain halnya dengan Pulungan 26 yang mengatak
bahwa Siyasah Maliyah meliputi hal-hal yang menyangkut harta benda negara (kas
negara), pajak, serta Baitul Mal.
Dari pembahasan di atas dapat kita lihat bahwa siyasah maliyah adalah hal-
hal yang menyangkut kas negara serta keuangan negara yang berasal dari pajak,
zakat baitul mal serta pendapatan negara yang tidak bertentangan dengan syari‟at
Islam.
Siyasah Dauliyah
Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang, serta
kekuasaan. Sedangkan Siyasah Dauliyah bermakna sebagai kekuasaan kepala
negara untuk mengatur negara dalam hal hubungan internasional, masalh territorial,
nasionalitas, ekstradisi tahanan, pengasingan tawanan politik, pengusiran warga
negara asing. Selain itu juga mengurusi masalah kaum Dzimi, perbedaan agama,
akad timbal balik dan sepihak dengan kaum Dzimi, hudud, dan qishash 27.
Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa Siyasah Dauliyah lebih mengarah pada
pengaturan masalah kenegaraan yang bersifat luar negeri, serta kedaulatan negara.
Hal ini sangat penting guna kedaulatan negara untuk pengakuan dari negara lain.
Siyasah Harbiyah

24
Ibid, hal. 39.
25
Muhammad Djazuli, Fiqh Siyasah, hal. 49.
26
Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, hal 40.
27
Ibid., hal.41.

9
Harbiyah bermakna perang, secara kamus Harbiyah adalah perang, keadaan darurat
atau genting. Sedangkan makna Siyasah Harbiyah adalah wewenang atau kekuasaan
serta peraturan pemerintah dalam keadaan perang atau darurat.
Dalam kajian Fiqh Siyasahnya yaitu Siyasah Harbiyah adalah pemerintah
atau kepala negara mengatur dan mengurusi hala-hal dan masalah yang berkaitan
dengan perang, kaidah perang, mobilisasi umum, hak dan jaminan keamanan
perang, perlakuan tawanan perang, harta rampasan perang, dan masalah
perdamaian. 28
Dari sekian uraian tentang, ruang lingkup fiqh siyâsah dapat dikelompokkan
menjadi tiga bagian pokok. Pertama (1): politik perundang-undangan (Siyâsah
Dustûriyyah). Bagian ini meliputi pengkajian tentang penetapan hukum
(Tasyrî‟iyyah) oleh lembaga legislatif, peradilan (Qadlâ`iyyah) oleh lembaga
yudikatif, dan administrasi pemerintahan (`Idâriyyah) oleh birokrasi atau
eksekutif. 29
Kedua (2): politik luar negeri (Siyâsah Dauliyyah/Siyâsah Khârijiyyah). Bagian ini
mencakup hubungan keperdataan antara warganegara yang muslim dengan yang
bukan muslim yang bukan warga negara. Di bagian ini juga ada politik masalah
peperangan (Siyâsah Harbiyyah), yang mengatur etika berperang, dasar-dasar
diizinkan berperang, pengumuman perang, tawanan perang, dan genjatan senjata. 30
Ketiga (3): politik keuangan dan moneter (Siyâsah Mâliyyah), yang antara lain
membahas sumber-sumber keuangan negara, pos-pos pengeluaran dan belanja
negara, perdagangan internasional, kepentingan/hak-hak publik, pajak dan
perbankan. 31
Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut memberi gambaran bahwa
ruang lingkup fiqh siyasah adalah:
1. Peraturan dan perundang-undangan Negara sebagai pedoman dan landasan idiil
dalam mewujudkan kemaslahatan umat.
2. Pengorganisasian dan pengaturan untuk mewujudkan kemaslahatan
3. Mengatur hubungan antara penguasa dan rakyat serta hak dan kewajiban
masing-masing dalam usaha mencapai tujuan Negara.

28
Ibid.
29
Iqbal, Fiqh Siyasah, 13.
30
Ibid., 14.
31
Ibid.

10
Tetapi kalau kita perhatikan literatur yang membahas tentang fiqh siyasah, obyek
pembahasannya mencakup masalah khilafah, imamah dan imarah, masalah gelar kepala
Negara, masalah pengangkatan dan pemberhentian kepala Negara serta syarat-syaratnya,
masalah baiat, masalah waliyul ahdi, masalah ahlul hilli wal aqdi, masalah ekonomi,
keuangan dan pajak, masalah hubungan antar satu Negara dengan Negara yang lain,
hubungan muslim dengan non muslim, masalah peradilan, masalah peperangan dan
perdamaian, masalah sumber kekuasaan, masalah bentuk Negara dan sebagainya baik
dalam praktek yang berkembang dalam sejarah maupun dalam konsep dan pemikiran
berpolitik dan bernegara.

11

Anda mungkin juga menyukai