Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS PUTUSAN NO. 23 / Pid. B / 2014 / PN.

BJ

MAKALAH TUGAS KELOMPOK PENERAPAN ASAS PIDANA

Anggota Kelompok :
1. Agnia Nurrahma Dewi (1506676645)
2. Chelsea Astafirla Andrea – 1506676613
3. Elma Meniar – 1506676720
4. Layasi Andini Sitepu – 1506676626
5. Moudy Rachim Kusuma – 1506676683
6. Revia Adini - 1506676701

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2016
BAB I
INTISARI PUTUSAN

1.1 Kasus Posisi

Berawal pada hari Minggu tanggal 31 Maret 2013, pukul 21.00 Wib, saksi
korban ditelpon oleh terdakwa dan mengatakan kepada saksi korban untuk
merental mobil, lalu keesokan harinya tepatnya pada tanggal 01 April 2013,
sekitar pukul 10.00 Wib, terdakwa bersama Bahril Zaman datang mengambil
mobil kerumah saksi korban dijalan Sederhana Lingkungan III No. 02 Kel. Binjai
Estate Kec. Binjai Selatan.
Setelah itu, terdakwa langsung mengantarkan mobil (1 unit) Toyota Avanza
tersebut ke rumah Bahril Zaman dijalan MT. Haryono Gg. Karya Indah No. 06
Lk. III Kel. Jati Karya Kec. Binjai Utara dan pada sekitar pukul 09.00 Wib dan
diterima oleh Bahril Zaman dan disaksikan oleh Istri dari Bahril Zaman sendiri
(Sri Hanum).
Pada tanggal 08 April 2013, sekitar pukul 07.30 Wib, terdakwa datang
kerumah Bahril Zaman untuk meminta uang rental, dan pada saat itu Bahril
Zaman mengatakan “Mobil aku pake dulu ya” lalu terdakwa mengatakan “Ok
Bang”. Selanjutnya Terdakwa Mengantarkan uang sebesar Rp 400.000,- dan Rp
100.000,- terdakwa ambil sebagai bagian dari komisi merental.
Kemudian pada tanggal 05 April 2013, sekitar pukul 21.00 terdakwa
menelpon Bahril Zaman dan bertanya “bang, abang masih mau nyambung, kalo
ya, antar bang rentalnya kalau nggak antar mobil aja, atau aku jemputpun bisa
bang”, lalu Bahril Zaman mengantarkan uang rental mobil sebesar Rp 400.000,-
dan Rp 100.000 terdakwa ambil sebagai bagian dari komisi rental, selanjutnya
terdakwa tidak pernah lagi menerima uang dari Bahril Zaman selama kurang lebih
2 minggu sampai pada tanggal 18 April 2013.
Kemudian karena curiga, saksi korban meminta terdakwa untuk menanyakan
kepada Bahril Zaman tentang keberadaan mobilnya dan terdakwa mengatakan
bahwa mobil milik saksi korban masih dirental oleh Bahril Zaman, kemudian
saksi korban meminta terdakwa untuk mendatangi Bahril Zaman. Sekitar 1 jam
kemudian, terdakwa menelpon Bahril Zaman dan Bahril Zaman mengatakan
bahwa mobilnya dipinjam oleh adik angkatnya (Ardi) yang menurut pengakuan

2
Bahril Zaman bekerja sebagai anggota TNI AD. Berdasarkan keterangan tersebut
terdakwa meminta Bahril Zaman untuk mencari tahu tentang Ardi, namun Bahril
Zaman mengatakan bahwa di TNI AD tidak ada yang bernama Ardi dan Ardi
ternyata tidak tinggal di komplek dimana Ardi mengatakan dia tinggal.
Karena sudah curiga dan merasa dirugikan atas perbuatan tersebut sehingga
saksi korban melaporkan terakwa kepihak kepolisian Polres Binjai. Akibat
perbuatan terdakwa tersebut saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp
130.000.000,-.

1.2 Surat Dakwaan


Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum sebagaimana dalam surat
dakwaannya tanggal 15 Januari 2014, dengan Nomor Register Perkara : PDM-
01/BNJEI/Ep/01/2013 yang telah dibacakan di persidangan sebagai berikut :

Kesatu. Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana dalam pasal 378
KUHPidana Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana
ATAU
Kedua, Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam pasal 372
KUHPidana Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana

Dimana bentuk dakwaan ini adalah Dakwaan Alternatif, karena dalam dakwan ini
terdapat lapisan antara satu dengan yang lainnya menggunakan kata sambung atau
dan digunakan bila belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana mana yang
paling tepat dapat dibuktikan1.

1.3 Tuntutan
Diajukan oleh penuntut umum setelah pemeriksaan di sidang pengadilan
dinyatakan selesai (pasal 182 ayat [1] KUHAP) yang dibacakan setelah proses

1Admin, “Klinik : Bentuk-bentuk Surat Dakwaan”, diakses dari


http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f4c5a4ea3527/bentuk-bentuk-surat-dakwaan,
pada tanggal 15/09/2016 pukul 19.30

3
pembuktian di persidangan pidana selesai dilakukan 2 yang dalam Putusan No.
23/Pid.B/2014/PN.BJ adalah :
1. Menyatakan terdakwa MAHYUZAR Als WAK ICIK Als CICIK terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak piadana
“Penggelapan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372
KUHPidana dalam Dakwaan Kesatu tersebut;
2. Menjatuhkan pidana terhadap MAHYUZAR Als WAK ICIK Als CICIK
dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan penjara dikurangi selama
berada dalam tahanan, dengan perintah agar Terdakwa tetap berada dalam
Tahanan;
3. Menetapkan barang bukti berupa : NIHIL;
4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,-
(dua ribu rupiah)

1.4 Pembelaan
Inti dari pembelaan (pledoi) dari Terdakwa, yaitu:
1. Bahwa dalam perkara yang Terdakwanya Mahyuzar als. Wak Icik als. Cicik
tidak pernah terjadi tindak pidana penggelapan karena mobil Toyota Avanza
BK 1913 RI baik sebagian atau seluruhnya tidak pernah dikuasai dan atau
dimiliki secara melawan hukum oleh Terdakwa Mahyuzar als. Wak Icik als.
Cicik
2. Bahwa sebelumnya sudah ada putusan hukum terhadap pelaku penggelapan
mobil tersebut, yaitu Bahril Zaman als. Aan
3. Dalam surat dakwaan terhadap Aan, tidak ada didakwakan pasal 55 jo. 56
KUHPidana, artinya pelakunya tunggal sehingga tidak ada dasar hukum untuk
turut mendakwa Terdakwa Mahyuzar
4. Bahwa Terdakwa didakwa mengenai dua perbuatan pidana yang berbeda
dalam satu Surat Dakwaan, yaitu KESATU melanggar pasal 372 KUHP atau
KEDUA pasal 378 KUHP bertentangan dengan pasal 143 KUHAP dan
Yurisprudensi

2Admin, “Klinik : Surat Dakwaan dengan Surat Tuntutan”, diakses dari


http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c71f536dd157/surat-dakwaan-dengan-surat-
tuntutan, pada tanggal 15/09/2016 pukul 19.39

4
BAB II
LANDASAN TEORI

Berdasarkan putusan No. 23 / Pid. B / 2014 / PN. BJ, Pengadilan Negeri


Binjai menyatakan bahwa terdakwa Mahyuzar alias Cicik terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana “Penggelapan”, adapun Tindak
Pidana “Penggelapan” itu sendiri diatur di dalam Pasal 372 KUHP. Dimana isi dari
Pasal 372 KUHP ialah “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki
barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi
yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena
penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling
banyak 60 rupiah”.
Sebagaimana yang kita ketahui, terdapat unsur “dengan sengaja” dalam pasal
tersebut. Dimana unsur “dengan sengaja” merupakan bagian dari unsur kesalahan.
Oleh karena itu, dalam bab ini kami akan membahas lebih lanjut mengenai teori
kesalahan.

2. 1 TEORI KESALAHAN
Kesalahan merupakan unsur yang melekat pada pelaku tindak pidana. Dalam
bukunya, Utrecht menjelaskan terdapat 4 pengertian kesalahan, yaitu:
1. Ke-1 : Kesalahan sebagai unsur delik, dalam arti kumpulan (nama
generik) yang mencakup dolus dan culpa;
2. ke-2: Kesalahan dalam arti pertanggungjawaban pidana: ketercelaan
(verwijtbaarheid) seseorang atas perbuatan melawan hukum yang telah
dilakukannya;
3. ke-3 : Kesalahan dalam arti bentuk khusus, yang hanya berupa culpa
4. ke-4 : Kesalahan yang digunakan dalam rumusan delik untuk
menetapkan bahwa pidana dapat diancamkan pada pelaku yang
bersalah karena telah melakukan tindakan tertentu. Misal, Barang siapa
dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena
bersalah melakukan pembunuhan.

5
Kesalahan sebagai unsur delik terdiri dari Dolus/Opzet/Kesengajaan dan
Culpa/Kelalaian.

2.1.1 Dolus
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro didalam bukunya Asas-Asas Hukum
Pidana Indonesia menyebutkan bahwa sebagian besar tindak pidana mempunyai
unsur kesengajaan atau opzet, bukan unsur culpa. Ini layaknya karena biasanya
yang pantas mendapat hukuman pidana itu adalah orang yang melakukan
sesuatu dengan sengaja.
Adapun istilah-istilah Dolus/Opzet/Kesengajaan dalam KUHP, antara
lain; dengan sengaja : Pasal 338 KUHP ; mengetahui bahwa : Pasal 220 KUHP ;
tahu tentang : Pasal 164 KUHP ; dengan maksud : Pasal 362, 378, 263 KUHP ;
niat : Pasal 53 KUHP ; dengan rencana lebih dahulu : Pasal 340, 355 KUHP ;
dengan rencana : (a) saat pemikiran dengan tenang ; (b) berpikir dengan tenang;
( c ) direnungkan lebih dahulu. Ada tenggang waktu antara timbulnya niat
dengan pelaksanaan delik.
Mengenai penjelasan dari Dolus itu sendiri, Professor Simon mengatakan
bahwa “Segi subjektif kejahatan itu menjangkau lebih jauh daripada segi
objektifnya; kehendak itu haruslah ditujukan pada suatu akibat, di mana akibat
itu sendiri tidak perlu harus timbul”. Sedangkan, menurut Professor van Hamel,
pada delik delik yang oleh undang-undang telah disyaratkan bahwa delik-delik
itu harus dilakukan dengan sengaja, opzet itu hanya dapat ditujukan kepada:
1. ke-1 : tindakan-tindakan, baik tindakan untuk melakukan sesuatu
maupun tindakan untuk tidak melakukan sesuatu;
2. ke-2 : tindakan untuk menimbulkan suatu akibat yang dilarang
oleh undang-undang;
3. ke-3 : dipenuhinya unsur-unsur selebihnya dari delik yang
bersangkutan.
Dalam paham Memorie van Toelichting (MvT) yang merumuskan opzet itu
sebagai atau sama dengan “willens en wetens” (dikehendaki dan diketahui),
artinya pelaku menghendaki tujuan yang diinginkan dan mengetahui bahwa
perbuatan yang dilakukan dapat mencapai tujuan utamanya.

6
Menurut Drs. Lamintang didalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pidana di
Indonesia, perkataan “willens en wetens” ini dapat memberikan suatu kesan
bahwa seorang pelaku itu baru dapat dianggap sebagai telah melakukan
kejahatannya dengan sengaja, apabila ia memang benar-benar berkehendak
untuk melakukan kejahatan tersebut dan mengetahui tentang maksud dari
perbuatannya itu sendiri.
Berhubung dengan keadaan batin orang yang berbuat dengan sengaja,
yang berisi “menghendaki dan mengetahui” itu, maka dalam ilmu pengetahuan
hukum pidana dapat disebut dua teori yaitu teori kehendak (wilstheorie) dan
teori pengetahuan atau membayangkan (voorstellingtheorie). Melalui teori
kehendak, Professor Simons menyatakan bahwa inti kesengajaan adalah
kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang.
Sedangkan teori kehendak dikemukakan oleh Von Hippel yang menyatakan
bahwa kesengajaan adalah kehendak membuat suatu tindakan dan kehendak
menimbulkan suatu akibat dari tindakan tersebut.
Kesengajaan terdiri dari tiga bentuk, antara lain:
1. Kesengajaan sebagai tujuan (Opzet alsoogmerk)
Kesengajaan sebagai tujuan merupakan kesengajaan yang
dilakukan oleh si pelaku untuk mencapai tujuan utamanya dan
dengan kata lain bahwa si pelaku sudah menghendaki akibat
tersebut, serta akibat tersebut merupakan tujuan atau maksudnya
2. Kesengajaan dengan keinsyafan kepastian (Obzet bij zekerheids-
bewustzijn)
Kesengajaan dengan keinsyafan kepastian adalah kesengajaan
yang dilakukan oleh si pelaku untuk mencapai tujuan utamanya,
dimana pelaku menyadari bahwa dengan dilakukannya perbuatan
tersebut akan menimbulkan akibat lain demi tercapainya tujuan
utama dari si pelaku, maka akibat lain yang muncul tersebut tidak
menjadi halangan, bahkan ia ambil sebagai resiko untuk mencapai
tujuan utamanya
3. Kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan (Opzet bij
mogelijkheids-bewustzijn)
Kesengajaan dengan keinsyafafan kemungkinan adalah
kesengajaan yang dilakukan oleh pelaku untuk mencapai tujuan

7
utamanya, dimana pelaku secara sadar menginsyafi perbuatannya
namun masih dalam kemungkinan dengan perbuatannya tersebut
akan timbul suatu akibat lain.

2.1.2 Culpa
Culpa atau kelalaian merupakan salah satu bentuk dari kesalahan selain
kesengajaan. Dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di
Indonesia, Prof. Wirjono mengatakan bahwa culpa adalah “kesalahan pada
umumnya”. Culpa terjadi ketika si pelaku mungkin mengetahui tetapi tidak
secara sempurna, menurut MvT, bahwa dalam hal kealpaan, pada diri pelaku
terdapat; kekurangan pemikiran (penggunaan akal) yang diperlukan,
kekurangan pengetahuan (ilmu) yang diperlukan dan kekurangan kebijaksanaan
(beleid) yang diperlukan.
Seara teknis, dalam ilmu pengetahuan mengartikan culpa sebagai suatu
macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberati seperti
kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak sengaja
terjadi.
Perumusan atau istilah-istilah yang digunakan dalam UU yang
menunjukan kealpaan antara lain terdapat di:
1. “Karena salahnya” dalam Pasal 188, 191, 195, 360 KUHP
2. “Kealpaan” dalam Pasal 231 dan 232 KUHP
3. “Harus dapat menduga” dalam Pasal 287, 292, 480 KUHP
4. “Ada alasan kuat baginya untuk menduga” dalam Pasal 282 ayat 2
KUHP
Culpa terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Culpa yang disadari (bewuste)
Hal ini terjadi jika seseorang melakukan suatu perbuatan dan
sudah dapat membayangkan atau mengetahui akibatnya
2. Culpa yang tidak disadari (onbewuste)
Hal ini terjadi jika seseorang melakukan suatu perbuatan, akan
tetapi ia sama sekali tidak membayangkan akibat yang akan timbul
Selain itu, culpa juga diklasifikasikan menjadi:
1. Culpa Levis

8
Merupakan kelalaian yang kecil atau ringan. Hal ini terjadi apabila
tolak ukurnya adalah orang lain yang terpandai dalam golongan
pelaku. Seperti misalnya pembantu rumah tangga baru yang dari
desa mematikan kompor gas dengan air dan mengakibatkan
kebakaran. Perbuatannya disebut culpa lata karena ia tidak cukup
memiliki kepandaian dengan pembantu-pembantu yang lain yang
sudah memiliki pengetahuan bagaimana cara mematikan kompor
gas. Dalam hal ini, pelaku yang termasuk kedalam Culpa Levis
tidak dapat dipidana.
2. Culpa Lata
Merupakan kelalaian yang berat. Hal ini terjadi apabila tolak
ukurnya adalah orang lain yang tsetingkat kepandaiannya dari si
pelaku. Seperti misalnya, pembantu rumah tangga yang sudah
bekerja di kota selama 15 tahun, ketika ia ingin mematikan
kompor, terjadi kebakaran. Dalam hal ini, pelaku yang termasuk
kedalam Culpa Lata dapat dipidana.

9
BAB III
ANALISIS PUTUSAN

Dalam putusan No. 23 / Pid. B / 2014 / PN. BJ disebutkan bahwa Terdakwa


didakwa oleh Penuntut Umum dengan Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP
dan pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Dimana isi dari Pasal 372 KUHP
ialah “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu
yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelapan, dengan
pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak 60 rupiah”.
Melihat dari pasal tersebut, unsur-unsurnya adalah
1. Unsur barang siapa
Unsur ‘Barangsiapa’ yang merupakan unsur subjektif yang merujuk
kepada subyek hukumnya, yaitu pelaku tindak pidana, dan unsur “barang
siapa” ini juga dapat dipertahankan kepada siapa saja tanpa terkecuali. Dalam
kasus ini, maka CICIK dapat dikatakan sebagai pelaku tindak pidana dan
memenuhi unsur “barang siapa” karena ia merupakan subjek hukum, yaitu
Manusia. Subjek hukum memiliki pengertian sebagai pengemban hak dan
kewajiban, dalam kasus ini CICIK dapat mengemban hak dan kewajibannya
sebagai subjek hukum karena ia telah DEWASA dan tidak dibawah
pengampuan. Jadi, dalam hal ini CICIK dapat mempertanggung jawabkan
perbuatannya, sehingga unsur ini sah terpenuhi.

2. Unsur dengan sengaja

Sengaja merupakan unsur subjektif yang ada pada pelaku tindak


pidana. Unsur dengan sengaja berdasarkan Memori van Toelichting (MvT)
adalah willens en wetens, yaitu pelaku menghendaki tujuan yang diinginkan
dan mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukan dapat menyebabkan atau
mencapai tujuan utamanya. Menurut JPU bahwa bentuk kesengajaan dalam
kasus yang dijerat Pasal 372 KUHP ini adalah unsur sengaja berinsyaf
kemungkinan, dimana pelaku tindak pidana sengaja melakukannya, yaitu
memiliki mobil KHAIRUL, dan melawan hukum memiliki barang tersebut,
tetapi ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, dengan kesadaran

10
kemungkinan bahwa penyerahan mobil secara fisik kepada orang lain, berarti
sudah harus dapat diperhitungkan sebelumnya bahwa kemungkinan mobil
tersebut dapat dibawa jauh sampai tidak kembali lagi. Disini kami tidak setuju
dengan JPU yang menyatakan bahwa CICIK terbukti dengan sengaja memiliki
mobil KHAIRUL dan melawan hukum memiliki barang tersebut, tetapi yang
ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.
Berdasarkan keterangan saksi korban KHAIRUL bahwa CICIK
mengatakan kepada KHAIRUL keberadaan mobil karena akan ada yang
meminjam, yaitu AAN, dan keterangan AAN yang mengatakan bahwa AAN
merental mobil Toyota Avanza milik KHAIRUL melalui CICIK. Pada kedua
keterangan tersebut telah jelas bahwa diantara KHAIRUL, CICIK, dan AAN
sudah sama-sama mengetahui posisi mereka dalam peminjaman mobil ini,
yaitu KHAIRUL sebagai pihak yang mobilnya disewa, CICIK sebagai
perantara, dan AAN sebagai pihak yang menyewa mobil, maka dikarenakan
AAN mengetahui bahwa CICIK hanya perantara yang membantunya
meminjam mobil pada KHAIRUL, dan KHAIRUL memberikan bantuan jasa
peminjaman mobil pada AAN melalui CICIK, maka disini dapat dilihat bahwa
tujuan CICIK untuk mengambil mobil KHAIRUL adalah menyampaikan jasa
peminjaman mobil melalui dirinya dan sesuai dengan keterangan saksi AAN
bahwa mobil tersebut diantarkan oleh CICIK ke rumah AAN, dan AAN
sempat menyetorkan uang sewaan kepada CICIK antara 5-6 kali dengan
nominal Rp250.000 perharinya, dengan begitu maka CICIK mengambil mobil
KHAIRUL memang untuk diantarkan kepada AAN untuk dipinjam, dan
bukan memiliki barang tersebut, sehingga disini CICIK tidak menghendaki
untuk memiliki barang tersebut, dan ia tidak mengetahui bahwa penyerahan
mobil secara fisik kepada orang lain yang berarti membiarkan mobil dibawah
penguasaan dari si pembawa, dapat terjadi kemungkinan mobil tersebut
dibawa jauh hingga tidak kembali. Maka, unsur sengaja untuk memiliki
barang korban KHAIRUL tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

3. Melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian


adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya
bukan karena kejahatan

11
Melawan hukum merupakan salah satu anasir dari tindak pidana yang
dapat diartikan bertentangan dengan hukum, bertentangan dengan hak orang
lain, tanpa hak sendiri, dan lain-lain. Dari pengertian tersebut melawan hukum
atau tidaknya perbuatan yang dilakukan CICIK dilihat dari itikad baik atau
tidaknya. Menurut arrest Hoge Raad 16 Oktober 1905 dan 26 Maret 1906,
memiliki ialah pemegang barang yang menguasai atau bertindak sebagai
pemilik barang itu berlawanan dengan hukum yang mengikat padanya sebagai
barang itu, dipandang sebagai memiliki misalnya menjual, membuang,
3
menggadaikan, membelanjakan uang dsb. Dalam kasus diatas, CICIK
melawan hukum apabila mobil KHAIRUL yang dipinjamnya untuk AAN dia
akui sebagai miliknya dan dia hilangkan, maka unsur ini dapat terpenuhi.
Namun, sesuai keterangan saksi KHAIRUL bahwa CICIK pernah sempat
menyetorkan uang sewaan sebesar Rp400.000 setiap dua hari masa sewaan
dan uang komisi untuk CICIK sebesar Rp100.000 selama 5 kali, maka CICIK
menjalankan kewajibannya dan menerima haknya sebagai penyalur.
Keterangan saksi AAN mengatakan pula bahwa ia ada merental mobil Toyota
Avanza yang mana milik KHAIRUL melalui CICIKdan AAN mengatakan
tidak ada peran TERDAKWA (CICIK) atas mobil yang tidak dikembalikan
ARDI terhadap mobil Khairul tersebut, maka posisi CICIK disini ialah hanya
sebagai perantara, maka unsur melawan hukum memiliki tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan.

Menimbang, barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan


orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, adalah
merupakan unsur yang terbukti dan tidak terbantahkan karena CICIK dalam
menerima mobil yang akan disewakan kepada AAN mendapatkan mobil tersebut
langsung dari pemilik mobil, yaitu KHAIRUL. Tetapi CICIK tetap tidak dapat
dikenakan pasal 372 KUHP karena unsur sengaja yang tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan.
Berdasarkan fakta yang terdapat pada putusan No. 23 / Pid. B / 2014 / PN. BJ
bahwa dalam putusan tersebut JPU menjabarkan terdapat unsur kesengajaan pada
perbuatan CICIK. Dalam kasus ini, CICIK yang hanya sebagai perantara bagi

3R.
Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal
Demi Pasal. Bogor: Politea.1991.hal258

12
KHAIRUL dan AAN (yang ketiganya secara sadar mengetahui posisi mereka
masing-masing), kelompok kami tidak melihat adanya unsur kesengajaan dalam
perbuatan CICIK. Menurut kelompok kami, perbuatan yang dilakukan CICIK
termasuk dalam ketegori kelalaian. Dimana kelalaian merupakan salah satu bentuk
dari kesalahan, selain kesengajaan. Pada kelalaian, unsur menghendaki selalu tidak
ada, dan unsur mengetahui sering tidak ada. Perbuatan CICIK masuk ke dalam
kelalaian yang disadari karena disini CICIK sudah dapat membayangkan
kemungkinan timbulnya suatu akibat tersebut hal itu dikarenakan sistem yang
dipakai untuk menyewakan mobil adalah sistem lepas kunci, dimana peminjam
dibiarkan memakai mobil tanpa pengawasan dan CICIK juga sudah berupaya agar
akibat tersebut tidak timbul dengan serta tidak menghendaki akibat tersebut. Melihat
pada teori kesalahan, kelompok kami berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan
CICIK adalah kelalaian yang disadari, bukan kesengajaan.
Merujuk pada pendapat MvT bahwa, kesengajaan adalah dengan sadar
berkehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu. Jika kita lihat pada
keterangan SAKSI dan fakta-fakta yang tersedia, bahwa transaksi yang dilakukan
CICIK untuk meminjamkan mobil Khairul kepada AAN tidak dikehendaki untuk
dilakukannya suatu kejahatan. Karena mengacu pada pengertian Kejahatan menurut
R. Soesilo, yaitu yang dipandang dari sudut Sosiologis, Kejahatan adalah
perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita juga merugikan
masyarakat, yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban 4 .
Dalam kasus ini, CICIK tidak berkehendak untuk merugikan si penderita (dalam
kasus ini adalah KHAIRUL), tetapi ia hanya menjadi penyalur mobil dari
KHAIRUL kepada AAN yang mana memberikan keuntungan pada KHAIRUL
dimana dalam keterangan yang diberikan oleh KHAIRUL bahwa CICIK telah
menyetor uang sebesar Rp400.000 dan uang komisi untuk CICIK sebesar
Rp100.000 dan CICIK telah menyetor uang rental mobil tersebut kepada KHAIRUL
sebanyak 5 (lima) kali. Dari keterangan tersebut dapat dilihat bahwa terdapat
transaksi yang menguntungkan antara CICIK dan KHAIRUL. Kerugian yang
diderita KHAIRUL atas hilangnya mobilnya bukan merupakan sesuatu yang
dikehendaki CICIK karena CICIK baru mengetahui bahwa mobil tersebut hilang
setelah KHAIRUL menanyakan setoran uang rental mobil yang tidak diberikan

4http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl294/definisi-kejahatan-dan-jenis-jenis-

kejahatan-internet

13
selama 2 minggu dan setelah diperintahkan oleh KHAIRUL untuk menelepon AAN
dan menanyakan keberadaan mobilnya, kemudian saat percakapan melalui telepon
itulah baru diketahui bahwa mobil KHAIRUL sudah tidak ada ditangan AAN,
melainkan sudah dipindah tangankan kepada ARDI. Dengan demikian, CICIK tidak
menghendaki untuk memiliki
Menurut Drs. P. A. F Lamintang dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum Pidana
di Indonesia” perkataan “willens en wetens” itu dapat memeberikan suatu kesan
bahwa seorang pelaku ini baru dapat dianggap sebagai telah melakukan
kejahatannya dengan sengaja, apabila ia memang benar-benar berkehendak untuk
melakukan kejahatan tersebut dan mengetahui tentang maksud dari perbuataanya
sendiri. Namun, jika dlihat dari fakta-fakta yang dicantumkan dalam putusan ini, apa
yang disebut sebagai kejahatan oleh JPU, yaitu penggelapan tidak dikehendaki oleh
CICIK karena menurut keterangan saksi AAN bahwa tidak ada peran TERDAKWA
(CICIK) atas tidak kembalikan ARDI mobil Khairul tersebut.
Dengan demikian, menurut kelompok kami unsur ini tidak terpenuhi dan
gugur sebagai suatu unsur yang dapat dibuktikan (tidak terbukti).
Dengan demikian, jika mengacu pada Pasal 191 ayat 1 KUHAP yang berisi
“jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan sidang, kesalahan
terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan, maka terdakwa dakwa diputus bebas”. Mengacu pada isi pasal tersebut
dikarenakan salah satu unsur dalam Pasal 372 KUHP tidak terpenuhi, maka sudah
tidak perlu lagi membuktikan unsur yang lain karena kesalahan terdakwa yang
didakwakan kepada TERDAKWA tidak terbukti secara sah sehingga terdakwa harus
diputus bebas dan bebas dari segala tuntuan.

14
BAB IV
KESIMPULAN

Kami tidak sependapat dengan putusan yang dikeluarkan hakim dalam putusan
No. 23 / Pid. B / 2014 / PN. BJ. Mengingat, tidak terpenuhinya salah satu unsur dari
pasal yang dikenakan terhadap Cicik, yaitu unsur “dengan sengaja”. Menurut Drs. P.
A. F Lamintang” perkataan “willens en wetens” itu dapat memeberikan suatu kesan
bahwa seorang pelaku ini baru dapat dianggap sebagai telah melakukan kejahatannya
dengan sengaja, apabila ia memang benar-benar berkehendak untuk melakukan
kejahatan tersebut dan mengetahui tentang maksud dari perbuataanya sendiri. Namun,
dalam hal ini kami memandang Cicik hanya berperan sebagai perantara rental mobil
dari kepemilikan Khairul kepada Aan dan Cicik sama sekali tidak memiliki niat untuk
melakukan kejahatan terhadap mobil tersebut. Sehingga, kelompok kami berpendapat
bahwa oleh karena Cicik tindak memiliki kehendak untuk melakukan kejahatan
tersebut maka Cicik tidak memenuhi unsur kesengajaan yang terdapat dalam pasal
yang telah dikenakan olehnya, yakni Pasal 372 KUHP.

15

Anda mungkin juga menyukai