Anda di halaman 1dari 10

NAMA : Andra Fadhilah Erizal

NPM : B1A019101

KELAS : A

TUGAS : Studi Kasus Hukum Pidana

PUTUSAN PERKARA PIDANA

Nomor : 01/Pid.Sus.TPK/2017/PN.Mdn.

 IDENTITAS TERDAKWA
Nama Lengkap : LONGSER SIHOMBING, SH. MH.
Tempat Lahir : Lintong Nihuta
Umur/Tanggal lahir : 54 tahun/12 Maret 1962
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Tempat Tinggal : Dusun IV Jl. Karya V Ujung No.08 Kel.Helvetia Kec. Sunggal Kab.
Deli Serdang
A g a m a : Kristen
Pekerjaan : Polri
Pendidikan : S-2

 MASA PENAHANAN

1. Penyidik, Tangggal 5 September 2016 Nomor SP.Han/212/IX/2016/ Ditreskrimum,


sejak tanggal 05 September 2016 s/d 24 September
2016 .

2. Perpanjangan Penahanan Penuntut Umum oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut, tanggal
22 September 2016, Nomor
SPP/4739/N.2.4/Epp.1/09/2016,sejak tanggal 25
September 2016 s/d 03 Nopember 2016.
3. Perpanjangan Penahanan oleh Ketua PN Tipikor pada PN Medan I, tanggal 21 Oktober
2016 Nomor 3531/Pen.Pid/2016/PN.Mdn, sejak
tanggal 4 Nopember 2016 s/d 03 Desember 2016

 RINGKASAN SURAT DAKWAAN


- Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
- Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana

- Bahwa akibat perbuatan Terdakwa tersebut, Saksi ASEP SOPYAN bin


MUHIDIN mengalami kerugian materi sebesar sekitar Rp 9.000.000,- (sembilan
juta rupiah).

 TUNTUTAN
- Pasal 362KUHP jo pasal 53 KUHP
- 5 tahun penjara
- Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat

 PLEDOI TERDAKWA
- Terdakwa belum pernah dihukum
- Terdakwa bersikap sopan selama dipersidangan

 BUKTI-BUKTI PERSIDANGAN
- 1(satu) unit HP merk Motorola type L6i warna abu metalik

 PUTUSAN PENGADILAN

SUPAYA Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tasikmalaya yang memeriksa dan


mengadili perkara ini memutuskan :
1) Menyatakan terdakwa TEDI SUPRIATNA Bin DAYAT bersalah melakukan tindak
pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 362 KUHP jo pasal 53 KUHP ;

2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa TEDI SUPRIATNA Bin DAYAT dengan


pidana penjara selama…………………………………..dikurangi selama terdakwa
berada dalam tahanan sementara dengan perintah supaya tetap ditahan ;

3) Menyatakan barang bukti berupa :

o 1 (satu) unit HP merk Motorola type L6i warna biru metalik

(dikembalikan kepada saksi Dadan iskandar Bin UbusHisbuloh).

4) Menetapkan supaya terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,- (seribu
rupiah)

Demikian Tuntutan Pidana ini kami bacakan dan serahkan dalam sidang hari…………
tanggal………2009.

 HAKIM YANG MEMUTUSKAN


DUDDY SUDIHARTO, SH
ANALISIS

 PENGANTAR
Di dalam Pasal 378 KUHP, penipuan diartikan sebagai suatu perbuatan
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang.
hakikat penipuan adalah suatu perilaku atau perbuatan membujuk dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dilakukan secara melawan
hukum dengan nama palsu, keadaan atau martabat palsu, akal cerdik atau tipu
muslihat, ataupun rangkaian perkataan bohong untuk menggerakkan orang lain agar
menyerahkan sesuatu barang kepada si penipu atau supaya memberi utang maupun
menghapus piutang.
Keadaan dalam masyarakat akhir – akhir ini, membuktikan bahwa tindak
pidana sekarang ini semakin berkembang. Meskipun pada kenyataannya tanpa terasa
dan tidak disadari kriminalitas semakin meningkat. Salah satunya adalah tindak
pidana penipuan yang hampir sama dengan tindak pidana penggelapan. Untuk itu
akan diuraikan terlebih dahulu pengertian dari penipuan.
P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir dalam bukunya yang berjudul
Hukum Pidana Indonesia menguraikan dan menjelaskan secara lengkap isi dari Pasal
378 KUHP yang bunyinya: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan
dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan mempergunakan
sebuah nama palsu atau suatu sifat palsu, dengan mempergunakan tipu muslihat
maupun dengan mempergunakan susunan kata-kata bohong, menggerakkan seseorang
untuk menyerahkan sesuatu benda, untuk mengadakan perjanjian hutang ataupun
untuk meniadakan piutang, karena salah telah melakukan penipuan, dihukum dengan
hukuman penjara selamalamanya empat tahun.”

 ANALISIS SURAT DAKWAAN


Penyusunan surat dakwaan sebagai sebuah dokumen penting dalam hukum
acara pidana mempunyai fungsi yang sangat penting, karena menjadi dasar
pemeriksaan di pengadilan. Surat dakwaan merupakan dasar pembuktian tentang
tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Terdakwa hanya dapat dipidana
berdasarkan apa yang terbukti mengenai kejahatan yang dilakukannya menurut
rumusan surat dakwaan. Kalau yang disebutkan dalam surat dakwaan tidak terbukti
dan/atau tidak merupakan suatu kejahatan atau pelanggaran, maka terdakwa harus
dibebaskan dari dakwaan. Walaupun demikian, pentingnya kedudukan dari suatu
surat dakwaan itu tidaklah dapat disangkalkan penyusunannya, sehingga akan
mengakibatkan lepasnya si terdakwa dari segala tuduhan ataupun berakibat
pembatalan dari surat dakwaan itu sendiri. Untuk itu, maka penyusunan surat
dakwaan harus dilakukan secara teliti dan cermat.
Dengan mencermati isi Pasal 143 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), yang mana inti dari pasal ini adalah menerangkan bahwa surat
dakwaan mempunyai dua syarat yang harus ada dalam suatu surat dakwaan, yaitu
syarat formil dan syarat materiil. Kedua syarat ini tidak bisa diabaikan begitu saja,
kecermatan, kejelasan, dan kelengkapan sebuah dokumen dakwaan menjadi tuntutan
yang tidak bisa dielakkan. Masing- masing dari syarat ini mempuyai akibat hukum
tersendiri terhadap surat dakwaan nantinya.
Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa perspektif hukum antara
penasehat hukum dengan penuntut umum agaknya berbeda, yaitu adanya perbedaan
pandangan berkenaan penyusunan dakwaan. Pada Pengadilan Negeri memandang
bahwa dakwaan tersebut sudah lengkap, jelas, dan cermat namun tidak demikian pada
hakim Pengadilan Tinggi. Perbedaan pandangan seperti inilah yang menjadi sebuah
titik temu isu hukum bahwa bagaimana alasan hukum yang digunakan oleh para
penegak hukum itu sehingga terdapat perbedaan pendapat, pendekatan apa yang
sebenarnya digunakan, kemudian solusi apa yang bisa ditempuh untuk hal itu, karena
pada tahap selanjutnya yaitu pada putusan Mahkamah Agung, memutus hal yang
menguatkan pada putusan tingkat pertama. Disinilah urgensi pentingnya penyusunan
surat dakwaan itu. Apakah surat dakwaan tersebut sudah memenuhi syarat materril
dan syarat formil, kemudian apakah surat dakwaan tersebut sudah memenuhi
kelengkapan, kejelasan dan kecermatan.
Rumusan dakwaan yang menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan
merupakan surat dakwaan yang palsu dan tidak benar. Surat dakwaan yang demikian
tidak dapat dipergunakan oleh jaksa dalam menuntut terdakwa. Jika seandainya
terdakwa menjumpai perumusan surat dakwaan yang menyimpang dari hasil
pemeriksaan penyidikan, terdakwa dapat mengajukan keberatan / eksepsi terhadap
dakwaan yang dimaksud.

 ANALISIS TAHAP PEMERIKSAAN PEMBUKTIAN


Berkaitan tentang pembuktian, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) yang didalamnya mengatur tata cara beracara pidana di pengadilan.
Memang tidaklah dijelaskan secara mendalam berkaitan dengan konteks pembuktian,
hanya saja didalam KUHAP terdapat pasal 183 yang mengatur berkaitan tentang
hakim tidak boleh menjatuhkan pidana pada seorang kecuali ditemukan sekurang-
kurangnya terdapat 2 (dua) alat bukti yang sah dan atasnya memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya. dan jenis-jenis alat bukti yang sah menurut hukum, yang tertuang
dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu :
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk; dan
e. keterangan terdakwa.

Sistem Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Positif merupakan Sistem


ini ditempatkan berhadap-hadapan dengan sistem pembuktian conviction in time,
karena sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya terdakwa didasarkan
kepada ada tiadanya alat-alat bukti sah menurut undang-undang yang dapat dipakai
membuktikan kesalahan terdakwa. Sistem positif wetteljik sangat mengabaikan dan
sama sekali tidak mempertimbangkan keyakinan hakim. Negative Wettelijk atau
Sistem Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Negatif adalah dimana
hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah Ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benarbenar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya. Jika dilihat dari konteks Pasal 183 KUHAP, maka dapat dambil
kesimpulan bahawa KUHAP di Indonesia memiliki sistem pembuktian yang bersifat
negative wettelijk. Hal tersebut dapat dilihat dari praktik beracara yang lumrah terjadi
pada pengadilan Indonesia yakni upaya pembuktian dari masing-masing pihak dengan
menghadirkan berbagaimacam bukti-bukti beserta keyakinan hakim terhadap suatu
kesalahan berdsarkan bukti-bukti tersebut.

 PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENGAMBILAN PUTUSAN


Eksistensi putusan hakim atau lazim disebut dengan terminologi “putusan
pengadilan” sangat diperlukan untuk menyelesaikan perkara perdata. Oleh karena
demikian diharapkan para pihak, baik Penggugat/Pemohon maupun
Tergugat/Termohon dapat menerima putusan sehingga orang yang “merasa” dan
“dirasa”  haknya telah dilanggar oleh orang lain mendapatkan haknya kembali dan
orang yang “merasa” dan “dirasa” telah melanggar hak orang lain harus
mengembalikan hak tersebut.
Putusan pada dasarnya merupakan proses ilmiah dengan Majelis Hakim
sebagai poros utamanya. Majelis Hakim memegang peranan sentral dalam membuat
putusan atas memutus sengketa yang sedang ditanganinya. Implementasi hukum
dalam putusan Majelis Hakim mengacu pada kerangka pikir tertentu yang dibangun
secara sistematik. Doktrin atau teori hukum (legal theory) memegang peranan penting
dalam membimbing  Majelis Hakim menyusun putusan yang berkualitas dan mampu
mengakomodir tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum.
Ketika Hakim memeriksa dan mengadili perkara agar dapat melahirkan suatu putusan
yang adil, yang berkepastian hukum dan bermanfaat.
Dalam suatu putusan, pertimbangan hukum merupakan jiwa dan intisari
putusan. Pertimbangan hukum berisi analisis, argumentasi, pendapat atau kesimpulan
hukum dari Majelis Hakim yang memeriksa perkara. Dalam pertimbangan hukum
tersebut dikemukakan analisis yang jelas berdasarkan undang-undang pembuktian
tentang:
1. Apakah alat bukti yang diajukan Penggugat dan Tergugat memenuhi
syarat formil dan materil.
2. Alat bukti pihak mana yang mencapai batas minimal pembuktian.
3. Dalil gugat apa saja dan dalil bantahan apa saja yang terbukti.
4. Sejauh mana nilai kekuatan pembuktian yang dimiliki para pihak

Selanjutnya diikuti dengan analisis, hukum apa yang diterapkan


menyelesaikan perkara tersebut. Bertitik tolak dari analisis itu, pertimbangan
melakukan argumentasi yang objektif dan rasional, pihak mana yang mampu
membuktikan dalil gugat atau dalil bantahan sesuai dengan ketentuan hukum yang
diterapkan. Dari hasil argumentasi itulah Majelis Hakim menjelaskan pendapatnya
apa saja yang terbukti dan yang tidak, dirumuskan menjadi kesimpulan hukum
sebagai dasar landasan penyelesaian perkara yang akan dituangkan dalam diktum
putusan.

Jika tahap yang harus dilalui seorang Hakim untuk membuat putusan di atas
(konstatir, kualifisir dan konstituir) dijadikan alat ukur untuk menilai pertimbangan
hukum suatu  putusan, maka dapat disimpulkan apabila  Hakim tidak melakukan salah
satu proses dari tahapan tersebut atau gagal melakukan, misalnya Hakim tidak
berhasil melakukan tahap konstatir,  karena tidak menetapkan beban pembuktian dan
tidak menilai alat bukti, atau tidak berhasil melakukan tahap kualifisir, karena tidak
menyimpulkan mana fakta hukum yang terbukti dan apa saja dasar hukum yang
berkaitan dengan pokok perkara. Ketidak berhasilan pada dua tahap sebelumnya di
atas, sangat berpotensi mengakibatkan ketidak berhasilan dalam dalam menjatuhkan
amar putusan yang merupakan tahap konstituir ini.

 PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM PUTUSAN


Kebebasan Hakim yang didasarkan pada kemandirian Kekuasaan Kehakiman
di Indonesia dijamin dalam Konstitusi Indonesia yaitu Undang-undang Dasar 1945,
sebagaimana dalam pasal 24 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan: “Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan”. Kebebasan atau Independensi diartikan
bebas dari pengaruh  dan  paksaan eksekutif maupun segala Kekuasaan Negara
lainnya, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak-pihak extra judisial,
kecuali dalam hal-hal yang diizinkan oleh undang-undang. Demjkian juga meliputi
kebebasan daripengaruh-pengaruh internal judisial di dalam menjatuhkan putusan.
Kebebasan hakim adalah seorang hakim dalam memeriksa dan memutuskan suatu
perkara, bebas dalam menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang
hidup dalam masyarakat, serta bebas dari segala pengaruh pihak luar yang dapat
merubah keyakinannya tentang rasa keadilan yang dimilikinya.
Sedangkan Dissenting Opinion menurut Bagir Manan adalah pranata yang
membenarkan perbedaan pendapat hakim (minoritas) atas putusan pengadilan.
Sedangkan menurut Pontang Moerad, Dissenting Opinion merupakan opini atau
pendapat yang dibuat oleh satu atau lebih anggota majelis hakim yang tidak setuju
dengan keputusan yang diambil oleh mayoritas anggota majelis hakim.
Dissenting Opinion merupakan pendapat atau putusan yang ditulis oleh
seorang hakim atau lebih yang tidak setuju dengan pendapat mayoritas majelis hakim
yang mengadili suatu perkara. Dissenting Opinion juga merupakan pendapat yang
berbeda dengan apa yang diputuskan dan dikemukakan oleh satu atau lebih hakim
yang memutus perkara, merupakan satu kesatuan dengan putusan itu, karena hakim
itu kalah suara atau merupakan suara minoritas hakim dalam sebuah majelis hakim.
Pengadilan sebagai lembaga yang bertugas untuk menjalankan amanah
keadilan yang memeriksa dan memutus suatu perkara dalam wilayah hukumnya,
terkadang masih kurang adil dalam memberikan keputusan oleh pihak-pihak yang
merasa putusan tersebut masih kurang adil baginya.Upaya hukum pada dasarnya
ditempuh oleh para pihak yang tidak puas dengan putusan pengadilan.Upaya hukum
merupakan hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan
pengadilan yang berupa perlawanan, baik banding maupun kasasi.Penggunaan kasasi
sering digunakan hak pemohon untuk menuntut keadilan kepada pengadilan tingkat
terakhir yaitu Mahkamah Agung.

 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


Pengaturan tentang tindak pidana penipuan menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana terdapat dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
terdiri dari unsur objektif, yaitu menggerakkan orang lain dengan memakai nama
palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, maupun rangkaian kebohongan,
untuk memberikan suatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang dan
unsur subjektif, yaitu dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum serta berhubungan dengan pelaku penyertaan dalam
tindak pidana yang diatur dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP yaitu dipidana sebagai
pelaku (dader) sesuatu tindak pidana, mereka yang melakukan, yang menyuruh
melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.

Anda mungkin juga menyukai