Anda di halaman 1dari 8

No : 004/NP/LBH-PK/IX/2021

Hal : Nota Pembelaan (Pledoi)


Kepada Yang Mulia
Ketua Majelis Hakim
Perkara Pidana No.144/Pid.B/2018/PN.PO
Di Pengadilan Negeri PONOROGO
Majelis Hakim yang terhormat,
Rekan Jaksa Penuntut Umum yang terhormat,
Dan Sidang yang kami muliakan
Dengan hormat,
Yang bertandatangan dibawah ini Indra selaku Advokat, berdasarkan Penetapan Ketua Majelis Hakim
tentang Penunjukan Penasihat Hukum untuk Terdakwa:
Nama              : WIDODO
Tempat lahir   : PONOROGO
Usia/Tgl Lahir : 30 Tahun / 21 oktober 1991
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan       : Swasta
Kebangsaan   : Indonesia
Alamat            : jl. Gajah mada rt 05/RW02 Kelurahan Mlilir Dolopo Madiun
Oleh karenanya dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Terdakwa hendak menyampaikan Nota
Pembelaan dengan sistematika sebagai berikut :
Pendahuluan
Dakwaan dan Tuntutan Penuntut Umum
Fakta Persidangan
Analisis Yuridis
Permohonan
Bahwa terhadap Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan Sdr. Jaksa Penuntut Umum a quo, kami Kuasa
Hukum Terdakwa secara tegas tidak sependapat dengan Jakasa Penuntut Umum, dan jika dihubungkan
dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan dari bukti saksi-saksi, surat-surat, petunjuk
dan keterangan Terdakwa, maka kami berpendapat Tuntutan Jaksa Terlalu tinggi.
PENDAHULUAN
Majelis Hakim Yth.
Sdr. Jaksa Penuntut Umum Yth.
Hadirin Sidang Yang Kami Muliakan
Assalamualaikum Wr. Wb. dan Salam Sejahtera
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt. Karena atas berkat rahmat
dan karunianyalah sehingga kita masih diberikan kesempatan untuk menghadiri jalannya persidangan
pada hari ini. Dan pada kesempatan ini izinkanlah kami menyampaikan penghargaan yang setinggi
tingginya kepada Majelis hakim yang mengadili perkara ini, yang dengan penuh kearifannya memimpin
jalannya persidangan ini guna memperoleh kebenaran materil dalam mengungkap perkara ini, hingga
sampailah kita pada tahap pembelaan.
Tak lupa juga kami menyampaikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Sdr. JPU yang telah
melaksTerdakwaan tugasnya sebagai abdi Negara, yang telah dengan segala upaya telah membantu
menemukan kebenaran yang ditinjau dari sudut kepentingannya sebagai penuntut umum yaitu dari
pandangan yang subyektif dari sisi yang objektif terhadap perkara yang kita hadapi sekarang ini. Berbeda
dengan kami Pembela atau Penasihat Hukum yang mempunyai pandangan yang objektif dari posisi yang
subjektif, namun hendaknya pembelaan yang kami ajukan ini dinilai semata mata sebagai analisa
perkara yang sedang kita hadapi sebagai persoalan hukum, khususnya hukum acara pidana dilihat dari
sudut pembelaan.
DAKWAAN DAN TUNTUTAN PENUNTUT UMUM
Bahwa Terdakwa dihadapkan ke persidangan dan didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan
subsider kumulatif sesuai surat dakwaan nomor : PDM-59/Epp.2/MBNGO/6/2018 tanggal 06 Juni 2018
sebagai berikut :
Dakwaan Pertama : Melanggar Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP
Dakwaan Kedua : Melanggar Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP
Dakwaan Ketiga : Melanggar Pasal 170 Ayat (3)
Setelah melalui proses pembuktian, Terdakwa dituntut berdasarkan surat tuntutan register nomor :
PDM-59/Epp.2/MBNGO/6/2018 tanggal 12 September 2018 yang isinya adalah :
1. Menyatakan Terdakwa WIDODO terbuti bersalah melakukan tindak pidana “turut melakukan
pembunuhan berencana” sebagaimana dimaksud dalam Dakwaan Primair yaitu Pasal 340 KUHP Jo Pasal
55 ayat (1) ke 1 KUHP
2. Menjatuhkan Terdakwa WIDODO dengan pidana penjara selama 16 (Enam Belas) tahun
dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah Terdakwa tetap ditahan
Menyatakan barang bukti berupa:
1 (satu) unit sepeda motor
1 (satu) buah kunci kontak
1 (satu) helai baju panjang warna hitam motif putih, biru, hijau, kotak-kotak
1 (satu) helai celana panjang warna cokelat
1 (satu) helai Bra warna ungu
1 (satu) helai celana dalam warna cream’
Dikembalikan kepada ahli waris korban
1 (satu) unit Handphone Evercross warna hijau putih
Dikembalikan kepada Terdakwa
1 (satu) unit Hanphone Nokia warna orange
Dikembalikan kepada keluarga
1 (satu) unit sepeda motor
1 (satu) buah kunci kontak
Dirampas untuk Negara
Menetapkan agak Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2000,- (dua ribu rupiah)
FAKTA PERSIDANGAN
Bahwa oleh karena apa yang disampaikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum di dalam menemukan
kebenaran hanya memandang dari sudut kepentingan yang hanya ditinjau dari segi Subyektif ke posisi
Obyektif, tentunya berbeda dengan apa yang menjadi titik pandang kami selaku Penasehat Hukum
Terdakwa yang menilai peristiwa pidana ini dari segi Obyektif ke sudut pandang Subyektif.
Bahwa pendapat kami tersebut adalah berdasarkan fakta-fakta yang terungkap  dipersidangan  berupa :
KETERANGAN SAKSI-SAKSI
Kiranya dalam pembelaan ini, mengingat fakta, keterangan saksi dan keterangan Terdakwa telah dicatat
dengan lengkap dan seksama oleh Sdr Panitera Pengganti, maka kami beranggapan tidak perlu kami
ketengahkan kembali secara terperinci dan tersendiri dalam Nota Pembelaan yang kami ajukan. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari pengulangan yang tidak efektif keculai untuk penegasan, maka kami
mohon agar berita acara persidangan yang telah dicatat oleh Panitera Pengganti mengenai fakta-fakta
yang terungkap dalam persidangan merupakan bagian dari nota pembelaan/pledooi ini dan merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
SURAT
Bahwa selain mengajukan saksi-saksi, Sdr. Jaksa/Penuntut Umum juga telah mengajukan surat sebagai
alat bukti dalam perkara ini yaitu :
HASIL VISUM ET REPERTUM
Kepala :Bengkak kepala Bagian Depan ±02 cm luka lecet pada bibir sudut kiri ± 03 cm bengkak bewarna
biru di pipi kiri sampai dibawah telinga kiri.
Leher : Luka Lecet tidak beraturan pada leher bagian depan.
Kesimpulan : Pada pemeriksaan mayat, seorang perempuan menggunakan pakaian warna hitam
bermotif kotak-kotak putih celana coklat dengan keadaan Bengkak kepala Bagian Depan ±02 cm luka
lecet pada bibir sudut kiri ± 03 cm bengkak bewarna biru di pipi kiri sampai dibawah telinga kiri. Luka
Lecet tidak beraturan pada leher bagian depan
Sebab kematian tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan dalam.
Sehingga dari kesimpulan hasil pemeriksaan tersebut kami berkesimpulan bahwa surat hasil Visum Et
Repertum tersebut tidak dapat membuktikan dakwaan bahwa perbuatan Terdakwa dalam perkara a quo
sebagai tindak pidana.
Bahwa Pada saat pemeriksaan oleh polisi, Terdakwa tidak didampingi oleh Penasihat Hukum. Bahwa
Keterangan Terdakwa yang benar adalah keterangan yang disampaikan di muka persidangan sebagai
alat bukti yang sah.
Bahwa berdasarkan Pasal 114 KUHAP yang menyatakan “dalam hal seorang disangka melakukan suatu
tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan
kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya
itu wajib didampingi oleh Penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 KUHAP”
Bahwa berdasarkan Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa “Dalam hal tersangka atau
Terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau
ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan
pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai Penasihat hukum sendiri, pejabat yang
bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk Penasihat
hukum bagi mereka”
Pasal 114 Jo Pasal 56 ayat 1 KUHAP sudah menegaskan bahwa bantuan hukum itu wajib disediakan
(dengan menunjuk Penasihat Hukum) oleh pejabat yang memeriksa disetiap tingkat pemeriksaan.
Lantas, apa konsekuensi hukum jika hal itu tak dilakukan oleh pejabat yang memeriksa?
Jawabannya, berita acara pemeriksaan, dakwaan atau tuntutan dari penuntut umum adalah tidak sah
sehigga batal demi hukum. Akibat hukum itu dapat diketahui dari beberapa putusan Mahkamah Agung
(Yurisprudensi) yang menyatakan sebagai berikut:
Putusan Mahkamah Agung RI No 1565 K/Pid/1991 tertanggal 16 September 1993 yang pokoknya
menyatakan, “apabila syarat – syarat permintaan tidak dipenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk
Penasihat hukum bagi Tersangka sejak awal penyidikan, maka tuntutan penuntut umum dinyatakan
tidak dapat diterima.”
Putusan Mahkamah Agung RI dengan No 367 K/Pid/1998 tertanggal 29 Mei 1998 yang pada pokoknya
menyatakan “bahwa bila tak didampingi oleh Penasihat hukum di tingkat penyidikan maka bertentangan
dengan Pasal 56 KUHAP, hingga BAP penyidikan dan penuntut umum batal demi hukum dan karenanya
tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima, walaupun pemeriksaan di sidang pengadilan di dampingi
Penasihat hukum.”
Putusan MA NO 545 K/Pid.Sus/2011 menyatakan “Bahwa selama pemeriksaan Terdakwa tidak
didampingi oleh Penasihat Hukum, sedangkan Berita Acara Penggeledahan dan Pernyataan tanggal 15
Desember 2009 ternyata telah dibuat oleh Pejabat yang tidak melakukan tindakan tersebut namun oleh
petugas yang lain; Dengan demikian Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa, Berita Acara Penggeledahan
tidak sah dan cacat hukum sehingga surat Dakwaan Jaksa yang dibuat atas dasar Berita Acara tersebut
menjadi tidak sah dan cacat hukum pula”
In casu, bahwa penyidik kepolisian telah menunjuk Penasihat Hukum untuk memberikan pendampingan
hukum kepada Tersangka namun Penasihat Hukum dimaksud ternyata tidak menjalankan profesinya
dan tidak sekalipun bertemu dengan Tersangka/Terdakwa maka dapat dikatakan pendampingan
dimaksud bersifat fiktif atau formalitas belaka dan tidak secara nyata dilakukan oleh Penasihat Hukum
yang ditunjuk. Hal mana telah dibenarkan oleh Terdakwa dalam perkara aquo, Terdakwa tidak pernah
sama sekali mendapatkan bantuan hukum dari Penasihat Hukum yang ditunjuk oleh penyidik, bahkan
Terdakwa tidak tahu siapa nama dan bagaimana wujudnya Penasihat Hukum yang diberikan oleh
penyidik.
Penerapan Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Pasal 56 ayat (1) maksud
dan tujuannya bukanlah formalitas belaka, pejabat disemua tingkat pemeriksaan sebagai interpretasi
negara tidak semata-mata dapat melepaskan tanggungjawab terhadap pemenuhan hak asasi
Tersangka/Terdakwa bilamana Penasihat Hukum yang ditunjuk tidak menjalankan profesinya, maka
demi kepentingan hukum dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, pejabat yang berwenang disemua
tingkat pemeriksaan wajib menunjuk Penasihat Hukum Pengganti yang lebih kredibel dan akuntabel.
Sehingga pendampingan terhadap Tersangka/Terdakwa benar-benar terwujud nyata bukan sekedar
formalitas belaka.
Bahwa mengingat landasan pemeriksaan dipersidangan adalah surat dakwaan. Sementara dakwaan
berlandaskan pada berita acara pemeriksaan (BAP) dikepolisian. Maka BAP itu haruslah dibuat tanpa
adanya paksaan, intimidasi, dan bebas dari tekanan. Pada titik inilah kehadiran Penasihat Hukum
diperlukan untuk turut serta menjamin Tersangka bebas dari tekanan, membela hak dan kepentingan
hukumnya. Lalu bagaimana halnya jika Penasihat Hukum hanya formalitas belaka?. Bahwa indikator
penerapan Hukum Acara Pidana benar dan sah adalah dipenuhinya hak asasi Tersangka yaitu hak
didampingi Penasihat Hukum pada saat periksaan dipenyidikan. Sehingga, jika hak tersebut tidak
dipenuhi, maka BAP yang dibuat adalah tak sah dan berakibat pada tuntutan menjadi tidak sah pula.
PETUNJUK
Bahwa alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 KUHAP yang berbunyi :
1.    Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang
satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu
tindak pidana dan siapa pelakunya.
2.    Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari :
a.      Keterangan Saksi;
b.      Surat;
c.      Keterangan Terdakwa.
Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh
hakim secara bijaksana, cermat dan seksama berdasarkan hati nuraninya.
Bahwa yang dapat menyimpulkan Petunjuk baik berkesesuaian atau tidak berkesesuaian adalah majeis
Hakim yang mengadili perkara aquo.
ANALISIS YURIDIS
Maka berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan sebagaimana tersebut di atas,
menurut hemat kami Penasihat Hukum Terdakwa berkeyakinan dan menyimpulkan dalam nota
pembelaan ini sebagai berikut :
Bahwa oleh karenanya unsur dari dakwaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 KUHPidana Jo Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHPidana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, dengan uraian sebagai berikut :
Unsur “Barangsiapa”
Dalam surat tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan unsur “barangsiapa” hanya
dengan argumentasi bahwa Terdakwa dalam persidangan tidak ada satupun alasan yang ditemukan
dalam diri Terdakwa untuk meniadakan atau menghapuskan kesalahan Terdakwa. Tentunya
argumentasi seperti ini kurang pantas untuk disampaikan dalam pengadilan untuk membuktikan unsur
dalam suatu tindak pidana.Tentunya Jaksa Penuntut Umum sebagai seorang sarjana hukum, dapat
memikirkan argumentasi yang lebih cerdas untuk membuktikan unsur tersebut.
Berdasarkan Pasal 340 KUHP, unsur “barangsiapa” bukan merupakan delik inti, tetapi hanya sebagai
elemen delik yang menunjukan subjek hukum yang didakwa melakukan tindak pidana yang
pembuktiannya bergantung kepada pembuktian unsur delik lainnya.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 951-K/Pid/1982 tertanggal 10Agustus
1983 dengan nama Terdakwa Yojiro Kitajima, yang antara lain menerangkan bahwa unsur
“barangsiapa”hanya merupakan kata ganti orang di mana unsur ini harus mempunyai makna jika
dikaitkan dengan unsur-unsur pidana lainnya. Oleh karena itu, haruslah unsur “barangsiapa” dibuktikan
dengan unsur-unsur delik lainnya dalam delik yang didakwakan.
Dengan demikian, hadirnya terdakwa dalam persidangan tidaklah berarti unsur “barangsiapa” langsung
terbukti, tanpa dibuktikannya juga unsur-unsur delik lainnya. Setelah terbukti unsur-unsur lainnya
barulah Jaksa Penuntut Umum dapat menyatakan bahwa unsur “barangsiapa” telah terbukti.
Dengan demikian unsur “barangsiapa” TIDAK TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN.
Unsur “Dengan Sengaja Dan Direncanakanan Terlebih Dahulu”
Unsur kesengajaan dalam rumusan tindak pidana merupakan salah satu unsur yang terpenting.
Berkaitan dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila dalam rumusan tindak pidana terdapat
perbuatan dengan sengaja  atau biasa disebut opzettelijk, maka unsur kesengajaan ini meliputi semua
unsur lain yang dibelakangnya harus dibuktikan.
Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa perbuatan yang dilakukanya itu dilakukan “dengan sengaja,”
terkandung pengertian menghendaki dan mengetahui atau menurut penjelasan MvT (Memorie van
Toelechting) bisa disebut dengan willens en wetens. Yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang
melakukan suatu perbuatan “dengan sengaja” itu haruslah memenuhi rumusan willens yaitu harus
menghendaki apa yang ia perbuat dan memenuhi unsur wettens yaitu harus mengetahui akibat dari apa
yang ia perbuat.
Jika dikaitkan dengan teori kehendak yang dirumuskan oleh Von Hippel, maka dapat dikatakan bahwa
yang dimaksud sebagai “dengan sengaja” adalah kehendak membuat suatu perbuatan dan kehendak
untuk menimbulkan suatu akibat dari perbuatan itu atau akibat dari pebuatanya tersebut yang menjadi
maksud dari dilakukanya perbuatan itu. Maka pembuktian adanya unsur kesengajaan dalam pelaku
melakukan tindakan melanggar hukum sehingga perbuatanya itu dapat dipertanggungjawabkan kepada
si pelaku hanya dikaitkan dengan keadaan serta tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan
melanggar hukum yang dituduhkan kepadanya tersebut.
Mengenai unsur “direncanakan Terdakwa terlebih dahulu” dalam KUHP sendiri tidak ada penjelasan
tentang apa yang dimaksud sebagai direncakan terlebih dahulu. Namun, penjelasan tentang unsur
direncanakan terlebih dahulu dapat dilihat dalam MvT (Memorie van Toelichting) yang menyatakan
bahwa istilah met voorbedachte rade atau “dengan rencana terlebih dahulu” menunjuk pada suatu saat
untuk menimbang dengan tenang. Istilah tersebut merupakan kebalikan dari pertumbuhan kehendak
yang dengan tiba-tiba. Bahwa tidak ada ketentuan berapa lamanya harus berlaku diantara saat
timbulnya maksud untuk melakukan perbuatan itu dengan saat dilaksanakannya. Akan tetapi, nyatalah
harus ada suatu antara dimana ia dapat menggunakan pikiranya tentang guna merencanakan segala
sesuatunya. Begitupula menurut R. Soesilo dalam bukunya Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian
Perkara Pidana Bagi Penegak Hukum), halaman 203, menyatakan, bahwa saat antara timbulnya
kehendak dengan pelaksanaanya tidak boleh terlalu sempit, tetapi juga sebaliknya tidak perlu terlalu
lama, yang terpenting adalah apakah di dalam tempo itu pelaku sudah memiliki kesempatan untuk
berubah pikiran dan tidak jadi melanjutkan perbuatanya.
Dalam konteks Pasal 340 KUHP, untuk lebih jelasnya lagi, terkandung tiga syarat yaitu:
memutuskan kehendak dalam suasana tenang, tersedianya waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak
sampai dengan pelaksanaan kehendak itu, dan pelaksanaan kehendak tersebut dalam suasana tenang.
Memutuskan kehendak dalam suasana tenang mengandung maksud bahwa memutuskan kehendak
dengan tenang. Artinya pada saat pelaku memutuskan kehendaknya untuk membunuh, keadaan batin
orang tersebut dalam keadaan tenang, tidak berada dalam keadaan tergesa-gesa, tidak dalam keadaan
terpaksa dan tidak berada dalam keadaan emosi tinggi. Maka dari itu kehendak yang diputuskan oleh
pelaku merupakan kehendak yang dilakukan dalam suasana batin yang tenang.
In casu pada saat Terdakwa membuntuti itu bisa di pastikan tidak berada dalam suasana tenang. Akan
tetapi,Terdakwa dalam Kondisi Emosi tinggi yang dibakar amarah oleh api cemburu dikarenakan Korban
meninggalkan Terdakwa. Tersedianya waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan
pelaksanaan kehendak itu. Merupakan syarat yang bersifat relatif. Persoalanya adalah bukan lamanya
waktu. Tersedianya waktu yang cukup mengandung pengertian bahwa dalam tempo waktu yang
tersedia itu, pelaku masih dapat berpikir dengan tenang. Jadi persoalanya tidak pada masalah lamanya
waktu, tetapi persoalan lamanya waktu yang cukup itu lebih mengarah pada penggunaan waktu yang
tersedia itu. Artinya, apakah dalam waktu yang tersedia itu benar-benar telah dapat untuk berpikir
dengan tenang atau tidak. Sekalipun masalah tersedianya waktu yang cukup itu tidak menunjuk pada
persoalan lamanya waktu, tetapi tersedianya waktu yang cukup tersebut, tidak boleh menunjuk pada
suatu waktu yang terlalu singkat. Sebab apabila terlalu singkat kesempatan untuk berfikir dengan tenang
tersebut mungkin tidak terjadi.
Tidak mungkin rasanya seseorang dapat berpikir dengan tenang dalam waktu yang singkat, biasanya
dalam waktu yang sangat singkat itu orang justru berfikir secara tergesa-gesa, panik dan tidak
terencana. Apabila waktu yang tersedia itu tidak cukup dan diikuti pula dengan perasaan takut, khawatir
dan sebagainya. Dalam waktu yang demikian, jelas sama sekali tidak menggambarkan suasana batin
yang tenang.
Berdasarkan uraian tersebut terkait dengan “dengan sengaja”, bisa dikatakan bahwa jika ada hubungan
antara batin pelaku dengan akibat yang timbul karena perbuatanya itu atau ada hubungan lahir yang
merupakan hubungan sebab antara perbuatan pelaku dengan akibat yang dilarang itu, maka hukum
pidana dapat dijatuhkan kepada si pelaku atas perbuatan pidananya itu. Sebab pertanggungjawaban
pidana atas perbuatannya secara jelas dapat ditimpakan kepada pelaku. Tetapi jika hubungan kausal
tersebut tidak ada maka pertanggungjawaban pidana atas perbuatan pidananya itu tidak dapat
ditimpakan kepada pelakunya itu sehingga hukuman pidana tidak dapat dijatuhkan kepada pelakunya
itu.
Terkait konteks “dengan rencana terlebih dahulu”, maka apabila pikiran-pikiran untuk membunuh
tersebut dalam keadaan marah, tidak tenang, waktu yang terlalu singkat, yang berakibat akan berfikir
secara tergesa-gesa, panik, dan tidak terencana, dan dalam suatu suasana kejiwaan yang tidak
memungkinkan untuk berfikir dengan tenang, maka disitu tidak ada unsur perencanaan.
Dengan demikian, unsur “Dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu”, TIDAK TERBUKTI SECARA
SAH DAN MEYAKINKAN.
Unsur “Menghilangkan Nyawa Orang Lain”
Yang dimaksud dengan unsur ini adalah perbuatan menghilangkan nyawa orang lain itu haruslah
merupakan perbuatan yang positif atau aktif walaupun dengan perbuatan sekecil apapun. Jadi
perbuatan tersebut haruslah diwujudkan secara aktif dengan gerakan sebagian anggota tubuh. Oleh
karenanya perbuatanya dapat berupa bermacam-macam perbuatan. Dimana perbuatan tersebut
berujung dengan timbulnya suatu akibat hilangnya nyawa orang sebagai persyaratan mutlak.
Dalam unsur “merampas nyawa orang lain” terdapat sifat obyektif dan subyektif, sifat obyektif yaitu
dilihat dari perbuatanya yang menghilangkan nyawa dengan obyek orang lain. Sifat subyektif yaitu
dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lain terdapat syarat-syarat yang harus dipatuhi, yaitu
adanya wujud perbuatan, adanya suatu kematian orang lain, dan adanya hubungan sebab akibat antara
perbuatan dan akibat kematian orang lain.
Terhadap unsur ini, Saudara Penuntut Umum menyatakan Terdakwa telah merampas nyawa orang lain
yaitu korban EFI SAFNIATI adalah sudah terbukti.
Dengan Demikian, Unsur “Menghilangkan Nyawa Orang Lain”, TERBUKTI SECARA SAH DAN
MEYAKINKAN.
Unsur “mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan
perbuatan”
Bahwa seperti yang dijelaskan dalam tuntutan saudara penuntut umum, Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana
tersebut adalah merupakan dakwaan tambahan atau dakwaan pelengkap yang diterapkan pada
dakwaan pokok Pasal 340 KUHPidana. Untuk mengetahui peranan Terdakwa didalam perbuatan yang
dalam dakwaan pokok menyangkut Pasal 340 KUHPidana, apabila terjadi perbuatan pidana penyertaan
atau yang dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih.
Akan tetapi, apabila Pasal 340 KUHPidana TIDAK DAPAT TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN.
Maka Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana yang merupakan dakwaan tambahan atau dakwaan pelengkap
juga sudah pasti TIDAK TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN.
Dengan Demikian, Unsur “mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan”,TIDAK TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN.
Maka Oleh Karena dakwaan Jaksa penuntut Umum yang menuntut Terdakwa dengan Pasal 340 KUHP
tidak lah tepat karena dilakukan tanpa perencanaan terlebih dahulu dan menurut Penasehat Hukum
lebih tepat Jaksa Penuntut Umum menuntut Terdakwa dengan Dakwaan Ketiga yaitu Melanggar Pasal
170 ayat (2) ke-3 KUHP yang berbunyi :
“Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap
orang atau barang, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama dua duabelas tahun, jika
kekerasan mengakibatkan maut.”
PERMOHONAN
Hal-hal Yang Meringankan TerdakwaBahwa dalam ini patut pula kami sampaikan hal-hal yang
meringankan Terdakwa yang sekiranya dapat menjadi pertimbangan Majelis Hakim Yang Mulia sebelum
memberikan putusan akhir kepada terdakwa :
Bahwa Terdakwa bersikap sopan di dalam persidangan
Bahwa Terdakwa mengakui dan menerangkan dengan sejujurnya atas perbuatan yang dilakukan
sehingga persidangan berjalan lancer
Bahwa Terdakwa sebagai kepala rumah tangga masih memikul beban tanggungjawab atas kebutuhan
nafkah dan pendidikan anakya yaitu ANAK saksi Habibullah Al Hafis Bin Alius.
Terdakwa belum pernah dihukum.
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dan juga analisis yang telah kami paparkan,
maka kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa dengan segala kerendahan hati kami, memohon kepada
Majelis Hakim Pemeriksa Perkara A Qou untuk menjatuhkan Putusan Hukuman yang seringan-ringannya
bagi terdakwa
Kami Penasehat Hukum Terdakwa juga memohon kepada majelis Hakim yang mulia agar menyatakan
barang bukti SUBSIDAIR
Jika Majelis Hakim Pemeriksa Perkara berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo
et bono).
Demikian Nota Pembelaan ini disampaikan pada Persidangan Pengadilan Negeri Muara Bungo hari
Kamis tanggal 20 September 2018, atas perkenannya disampaikan terima kasih.
Hormat Kami
Penasihat Hukum Terdakwa

Anda mungkin juga menyukai