Anda di halaman 1dari 8

Kepada Yang Mulia.

Ketua Majelis Hakim, Perkara Pidana No.144/Pid.B/2018/PN.Mrb,


Di Pengadilan Negeri Muara Bungo, Jl. R.M. Thaher No. 495 Rimbo Tengah Kab.
Muara Bungo.

Majelis Hakim yang terhormat,


Rekan Jaksa Penuntut Umum yang terhormat,
Dan Sidang yang kami muliakan,
Dengan hormat,
Yang bertandatangan dibawah ini Indra Setiawan, S.H., Rinaldi, S.H., dan
Zasramansyah, S.H., selaku Advokat, berdasarkan Penetapan Ketua Majelis Hakim
tentang Penunjukan Penasihat Hukum untuk Terdakwa:
Nama : ALIUS Als AL Bin Alm ALI
Tempat lahir : Solok (Sumbar)
Usia/Tgl Lahir : 52 Tahun / 01 Januari 1966
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Pedagang / Tukang Ojek
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Jl. Bengkuang SKIP RT 19 RW 02 Kelurahan Sungai
PinangKecamatan Bungo Dani Kabupaten Bungo.

Oleh karenanya dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Terdakwa hendak
menyampaikan Nota Pembelaan dengan sistematika sebagai berikut :
Pendahuluan
Dakwaan dan Tuntutan Penuntut UmumFakta Persidangan Analisis Yuridis
Permohonan, Bahwa terhadap Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan Sdr. Jaksa
Penuntut Umum a quo, kami Kuasa Hukum Terdakwa secara tegas tidak
sependapat dengan Jakasa Penuntut Umum, dan jika dihubungkan dengan fakta-
fakta hukum yang terungkap di persidangan dari bukti saksi-saksi, surat-surat,
petunjuk dan keterangan Terdakwa, maka kami berpendapat Tuntutan Jaksa Terlalu
tinggi.

PENDAHULUAN
Majelis Hakim Yth.
Sdr. Jaksa Penuntut Umum Yth.
Hadirin Sidang Yang Kami Muliakan
Assalamualaikum Wr. Wb. dan Salam Sejahtera
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt. Karena
atas berkat rahmat dan karunianyalah sehingga kita masih diberikan kesempatan
untuk menghadiri jalannya persidangan pada hari ini. Dan pada kesempatan ini
izinkanlah kami menyampaikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Majelis
hakim yang mengadili perkara ini, yang dengan penuh kearifannya memimpin
jalannya persidangan ini guna memperoleh kebenaran materil dalam mengungkap
perkara ini, hingga sampailah kita pada tahap pembelaan.
Tak lupa juga kami menyampaikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Sdr.
JPU yang telah melaksTerdakwaan tugasnya sebagai abdi Negara, yang telah
dengan segala upaya telah membantu menemukan kebenaran yang ditinjau dari
sudut kepentingannya sebagai penuntut umum yaitu dari pandangan yang subyektif
dari sisi yang objektif terhadap perkara yang kita hadapi sekarang ini. Berbeda
dengan kami Pembela atau Penasihat Hukum yang mempunyai pandangan yang
objektif dari posisi yang subjektif, namun hendaknya pembelaan yang kami ajukan ini
dinilai semata mata sebagai analisa perkara yang sedang kita hadapi sebagai
persoalan hukum, khususnya hukum acara pidana dilihat dari sudut pembelaan.
DAKWAAN DAN TUNTUTAN PENUNTUT UMUM
Bahwa Terdakwa dihadapkan ke persidangan dan didakwa oleh Jaksa Penuntut
Umum dengan dakwaan subsider kumulatif sesuai surat dakwaan nomor :
PDM-59/Epp.2/MBNGO/6/2018 tanggal 06 Juni 2018 sebagai berikut :
Dakwaan Pertama : Melanggar Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP
Dakwaan Kedua : Melanggar Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP
Dakwaan Ketiga : Melanggar Pasal 170 Ayat (3)
Setelah melalui proses pembuktian, Terdakwa dituntut berdasarkan surat tuntutan
register nomor : PDM-59/Epp.2/MBNGO/6/2018 tanggal 12 September 2018 yang
isinya adalah :
1. Menyatakan Terdakwa ALIUS Als AL Bin(Alm) ALI FIRDAUS terbuti bersalah
melakukan tindak pidana “turut melakukan pembunuhan berencana” sebagaimana
dimaksud dalam Dakwaan Primair yaitu Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1
KUHP
2. Menjatuhkan Terdakwa ALIUS Als AL Bin(Alm) ALI FIRDAUS dengan pidana
penjara selama 16 (Enam Belas) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam
tahanan dengan perintah Terdakwa tetap ditahan
Menyatakan barang bukti berupa:
1 (satu) unit sepeda motor Honda beat berwarna putih biru BH 6281 UN
1 (satu) buah kunci kontak
1 (satu) helai baju panjang warna hitam motif putih, biru, hijau, kotak-kotak
1 (satu) helai celana panjang warna cokelat
1 (satu) helai Bra warna ungu
1 (satu) helai celana dalam warna cream’
Dikembalikan kepada ahli waris korban yaitu saksi WIDIA SAFITRI
1 (satu) unit Handphone Evercross warna hijau putih
Dikembalikan kepada Terdakwa
1 (satu) unit Hanphone Nokia warna orange
Dikembalikan kepada ANAK saksi HABIBULLAH AL HAFIS
1 (satu) unit sepeda motor Honda Supra X warna Merah BH 2321 UO
1 (satu) buah kunci kontak
1 (satu) lembar STNK sepeda motor Honda Supra X warna merah BH 2321 UO
Dirampas untuk Negara
Menetapkan agak Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2000,- (dua
ribu rupiah)
FAKTA PERSIDANGAN
Bahwa oleh karena apa yang disampaikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum di
dalam menemukan kebenaran hanya memandang dari sudut kepentingan yang
hanya ditinjau dari segi Subyektif ke posisi Obyektif, tentunya berbeda dengan apa
yang menjadi titik pandang kami selaku Penasehat Hukum Terdakwa yang menilai
peristiwa pidana ini dari segi Obyektif ke sudut pandang Subyektif.
Bahwa pendapat kami tersebut adalah berdasarkan fakta-fakta yang terungkap
dipersidangan berupa :
KETERANGAN SAKSI-SAKSI
Kiranya dalam pembelaan ini, mengingat fakta, keterangan saksi dan keterangan
Terdakwa telah dicatat dengan lengkap dan seksama oleh Sdr Panitera Pengganti,
maka kami beranggapan tidak perlu kami ketengahkan kembali secara terperinci dan
tersendiri dalam Nota Pembelaan yang kami ajukan. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari pengulangan yang tidak efektif keculai untuk penegasan, maka kami
mohon agar berita acara persidangan yang telah dicatat oleh Panitera Pengganti
mengenai fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan merupakan bagian dari
nota pembelaan/pledooi ini dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Bahwa terhadap keterangan dari Saksi ahli di depan persidangan yang diajukan
oleh Jaksa Penuntut Umum (saksi a charge) Penasihat Hukum menolak dan merasa
keberatan karena saksi ahli adalah dokter umum yang tidak kompatible menjelaskan
Tentang Tenggorakan dan Pernapasan yang seharusnya adalah dokter spesialis
THT.
SURAT
Bahwa selain mengajukan saksi-saksi, Sdr. Jaksa/Penuntut Umum juga telah
mengajukan surat sebagai alat bukti dalam perkara ini yaitu :
HASIL VISUM ET REPERTUM
hasil Visum Et Repertum Nomor: 445/3053/IV/RSUD/2018 Tanggal 30 April 2018
yang ditanda tangani oleh dr.Yana Fitriani, Dokter Umum pada RSUD H.Hanafie
Muara Bungo, telah memeriksa mayat/jenazah EFI SAFNIARTI pada 25 April 2018
Pukul 13.41 WIB dengan kesimpulan hasil pemeriksaan:
Kepala :Bengkak kepala Bagian Depan ±02 cm luka lecet pada bibir sudut kiri ± 03
cm bengkak bewarna biru di pipi kiri sampai dibawah telinga kiri.
Leher : Luka Lecet tidak beraturan pada leher bagian depan.
Kesimpulan : Pada pemeriksaan mayat, seorang perempuan berumur 47 tahun
menggunakan pakaian warna hitam bermotif kotak-kotak putih celana coklat dengan
keadaan Bengkak kepala Bagian Depan ±02 cm luka lecet pada bibir sudut kiri ± 03
cm bengkak bewarna biru di pipi kiri sampai dibawah telinga kiri. Luka Lecet tidak
beraturan pada leher bagian depan
Sebab kematian tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan dalam.
Sehingga dari kesimpulan hasil pemeriksaan tersebut kami berkesimpulan
bahwa surat hasil Visum Et Repertum tersebut tidak dapat membuktikan dakwaan
bahwa perbuatan Terdakwa dalam perkara a quo sebagai tindak pidana.
Bahwa Pada saat pemeriksaan oleh polisi, Terdakwa tidak didampingi oleh
Penasihat Hukum. Bahwa Keterangan Terdakwa yang benar adalah keterangan
yang disampaikan di muka persidangan sebagai alat bukti yang sah.
Bahwa berdasarkan Pasal 114 KUHAP yang menyatakan “dalam hal seorang
disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh
penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk
mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi
oleh Penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 KUHAP”
Bahwa berdasarkan Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa “Dalam hal
tersangka atau Terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau
bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih
yang tidak mempunyai Penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada
semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk Penasihat
hukum bagi mereka”
Pasal 114 Jo Pasal 56 ayat 1 KUHAP sudah menegaskan bahwa bantuan hukum itu
wajib disediakan (dengan menunjuk Penasihat Hukum) oleh pejabat yang memeriksa
disetiap tingkat pemeriksaan. Lantas, apa konsekuensi hukum jika hal itu tak
dilakukan oleh pejabat yang memeriksa? Jawabannya, berita acara
pemeriksaan, dakwaan atau tuntutan dari penuntut umum adalah tidak sah sehigga
batal demi hukum. Akibat hukum itu dapat diketahui dari beberapa putusan
Mahkamah Agung (Yurisprudensi) yang menyatakan sebagai berikut:
Putusan Mahkamah Agung RI No 1565 K/Pid/1991 tertanggal 16 September 1993
yang pokoknya menyatakan, “apabila syarat – syarat permintaan tidak dipenuhi
seperti halnya penyidik tidak menunjuk Penasihat hukum bagi Tersangka sejak awal
penyidikan, maka tuntutan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima.”
Putusan Mahkamah Agung RI dengan No 367 K/Pid/1998 tertanggal 29 Mei 1998
yang pada pokoknya menyatakan “bahwa bila tak didampingi oleh Penasihat hukum
di tingkat penyidikan maka bertentangan dengan Pasal 56 KUHAP, hingga BAP
penyidikan dan penuntut umum batal demi hukum dan karenanya tuntutan penuntut
umum tidak dapat diterima, walaupun pemeriksaan di sidang pengadilan di dampingi
Penasihat hukum.”
Putusan MA NO 545 K/Pid.Sus/2011 menyatakan “Bahwa selama pemeriksaan
Terdakwa tidak didampingi oleh Penasihat Hukum, sedangkan Berita Acara
Penggeledahan dan Pernyataan tanggal 15 Desember 2009 ternyata telah dibuat
oleh Pejabat yang tidak melakukan tindakan tersebut namun oleh petugas yang
lain; Dengan demikian Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa, Berita Acara
Penggeledahan tidak sah dan cacat hukum sehingga surat Dakwaan Jaksa yang
dibuat atas dasar Berita Acara tersebut menjadi tidak sah dan cacat hukum pula”
In casu, bahwa penyidik kepolisian telah menunjuk Penasihat Hukum untuk
memberikan pendampingan hukum kepada Tersangka namun Penasihat Hukum
dimaksud ternyata tidak menjalankan profesinya dan tidak sekalipun bertemu
dengan Tersangka/Terdakwa maka dapat dikatakan pendampingan dimaksud
bersifat fiktif atau formalitas belaka dan tidak secara nyata dilakukan oleh Penasihat
Hukum yang ditunjuk. Hal mana telah dibenarkan oleh Terdakwa dalam perkara
aquo, Terdakwa tidak pernah sama sekali mendapatkan bantuan hukum dari
Penasihat Hukum yang ditunjuk oleh penyidik, bahkan Terdakwa tidak tahu siapa
nama dan bagaimana wujudnya Penasihat Hukum yang diberikan oleh penyidik.
Penerapan Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Pasal
56 ayat (1) maksud dan tujuannya bukanlah formalitas belaka, pejabat disemua
tingkat pemeriksaan sebagai interpretasi negara tidak semata-mata dapat
melepaskan tanggungjawab terhadap pemenuhan hak asasi Tersangka/Terdakwa
bilamana Penasihat Hukum yang ditunjuk tidak menjalankan profesinya, maka demi
kepentingan hukum dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, pejabat yang
berwenang disemua tingkat pemeriksaan wajib menunjuk Penasihat Hukum
Pengganti yang lebih kredibel dan akuntabel. Sehingga pendampingan terhadap
Tersangka/Terdakwa benar-benar terwujud nyata bukan sekedar formalitas belaka.
Bahwa mengingat landasan pemeriksaan dipersidangan adalah surat dakwaan.
Sementara dakwaan berlandaskan pada berita acara pemeriksaan (BAP)
dikepolisian. Maka BAP itu haruslah dibuat tanpa adanya paksaan, intimidasi, dan
bebas dari tekanan. Pada titik inilah kehadiran Penasihat Hukum diperlukan untuk
turut serta menjamin Tersangka bebas dari tekanan, membela hak dan kepentingan
hukumnya. Lalu bagaimana halnya jika Penasihat Hukum hanya formalitas belaka?.
Bahwa indikator penerapan Hukum Acara Pidana benar dan sah adalah dipenuhinya
hak asasi Tersangka yaitu hak didampingi Penasihat Hukum pada saat periksaan
dipenyidikan. Sehingga, jika hak tersebut tidak dipenuhi, maka BAP yang dibuat
adalah tak sah dan berakibat pada tuntutan menjadi tidak sah pula.
PETUNJUK
Bahwa alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 KUHAP yang berbunyi :
1. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak
pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa
pelakunya.
2. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari :
a. Keterangan Saksi;
b. Surat;
c. Keterangan Terdakwa.
Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan
tertentu dilakukan oleh hakim secara bijaksana, cermat dan seksama berdasarkan
hati nuraninya.
Bahwa yang dapat menyimpulkan Petunjuk baik berkesesuaian atau tidak
berkesesuaian adalah majeis Hakim yang mengadili perkara aquo.
ANALISIS YURIDIS
Maka berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan sebagaimana
tersebut di atas, menurut hemat kami Penasihat Hukum Terdakwa berkeyakinan dan
menyimpulkan dalam nota pembelaan ini sebagai berikut :
Bahwa oleh karenanya unsur dari dakwaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340
KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan, dengan uraian sebagai berikut :
Unsur “Barangsiapa”
Dalam surat tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan unsur
“barangsiapa” hanya dengan argumentasi bahwa Terdakwa dalam persidangan tidak
ada satupun alasan yang ditemukan dalam diri Terdakwa untuk meniadakan atau
menghapuskan kesalahan Terdakwa. Tentunya argumentasi seperti ini kurang
pantas untuk disampaikan dalam pengadilan untuk membuktikan unsur dalam suatu
tindak pidana.Tentunya Jaksa Penuntut Umum sebagai seorang sarjana hukum,
dapat memikirkan argumentasi yang lebih cerdas untuk membuktikan unsur tersebut.
Berdasarkan Pasal 340 KUHP, unsur “barangsiapa” bukan merupakan delik
inti, tetapi hanya sebagai elemen delik yang menunjukan subjek hukum yang
didakwa melakukan tindak pidana yang pembuktiannya bergantung kepada
pembuktian unsur delik lainnya.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 951-K/Pid/1982
tertanggal 10Agustus 1983 dengan nama Terdakwa Yojiro Kitajima, yang antara lain
menerangkan bahwa unsur “barangsiapa”hanya merupakan kata ganti orang di
mana unsur ini harus mempunyai makna jika dikaitkan dengan unsur-unsur pidana
lainnya. Oleh karena itu, haruslah unsur “barangsiapa” dibuktikan dengan unsur-
unsur delik lainnya dalam delik yang didakwakan.
Dengan demikian, hadirnya terdakwa dalam persidangan tidaklah berarti unsur
“barangsiapa” langsung terbukti, tanpa dibuktikannya juga unsur-unsur delik lainnya.
Setelah terbukti unsur-unsur lainnya barulah Jaksa Penuntut Umum dapat
menyatakan bahwa unsur “barangsiapa” telah terbukti.
Dengan demikian unsur “barangsiapa” TIDAK TERBUKTI SECARA SAH DAN
MEYAKINKAN.
Unsur “Dengan Sengaja Dan Direncanakanan Terlebih Dahulu”
Unsur kesengajaan dalam rumusan tindak pidana merupakan salah satu unsur yang
terpenting. Berkaitan dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila dalam rumusan
tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut opzettelijk,
maka unsur kesengajaan ini meliputi semua unsur lain yang dibelakangnya harus
dibuktikan.
Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa perbuatan yang dilakukanya itu dilakukan
“dengan sengaja,” terkandung pengertian menghendaki dan mengetahui atau
menurut penjelasan MvT (Memorie van Toelechting) bisa disebut dengan willens en
wetens. Yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang melakukan suatu
perbuatan “dengan sengaja” itu haruslah memenuhi rumusan willens yaitu harus
menghendaki apa yang ia perbuat dan memenuhi unsur wettens yaitu harus
mengetahui akibat dari apa yang ia perbuat.
Jika dikaitkan dengan teori kehendak yang dirumuskan oleh Von Hippel, maka dapat
dikatakan bahwa yang dimaksud sebagai “dengan sengaja” adalah kehendak
membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari
perbuatan itu atau akibat dari pebuatanya tersebut yang menjadi maksud dari
dilakukanya perbuatan itu. Maka pembuktian adanya unsur kesengajaan dalam
pelaku melakukan tindakan melanggar hukum sehingga perbuatanya itu dapat
dipertanggungjawabkan kepada si pelaku hanya dikaitkan dengan keadaan serta
tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan melanggar hukum yang
dituduhkan kepadanya tersebut.
Mengenai unsur “direncanakan Terdakwa terlebih dahulu” dalam KUHP sendiri tidak
ada penjelasan tentang apa yang dimaksud sebagai direncakan terlebih dahulu.
Namun, penjelasan tentang unsur direncanakan terlebih dahulu dapat dilihat dalam
MvT (Memorie van Toelichting) yang menyatakan bahwa istilah met voorbedachte
rade atau “dengan rencana terlebih dahulu” menunjuk pada suatu saat untuk
menimbang dengan tenang. Istilah tersebut merupakan kebalikan dari pertumbuhan
kehendak yang dengan tiba-tiba. Bahwa tidak ada ketentuan berapa lamanya harus
berlaku diantara saat timbulnya maksud untuk melakukan perbuatan itu dengan saat
dilaksanakannya. Akan tetapi, nyatalah harus ada suatu antara dimana ia dapat
menggunakan pikiranya tentang guna merencanakan segala sesuatunya. Begitupula
menurut R. Soesilo dalam bukunya Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian
Perkara Pidana Bagi Penegak Hukum), halaman 203, menyatakan, bahwa saat
antara timbulnya kehendak dengan pelaksanaanya tidak boleh terlalu sempit, tetapi
juga sebaliknya tidak perlu terlalu lama, yang terpenting adalah apakah di dalam
tempo itu pelaku sudah memiliki kesempatan untuk berubah pikiran dan tidak jadi
melanjutkan perbuatanya.
Dalam konteks Pasal 340 KUHP, untuk lebih jelasnya lagi, terkandung tiga syarat
yaitu:
memutuskan kehendak dalam suasana tenang, tersedianya waktu yang cukup sejak
timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak itu, dan pelaksanaan
kehendak tersebut dalam suasana tenang. Memutuskan kehendak dalam suasana
tenang mengandung maksud bahwa memutuskan kehendak dengan tenang. Artinya
pada saat pelaku memutuskan kehendaknya untuk membunuh, keadaan batin orang
tersebut dalam keadaan tenang, tidak berada dalam keadaan tergesa-gesa, tidak
dalam keadaan terpaksa dan tidak berada dalam keadaan emosi tinggi. Maka dari itu
kehendak yang diputuskan oleh pelaku merupakan kehendak yang dilakukan dalam
suasana batin yang tenang.
In casu pada saat Terdakwa membuntuti Korban EFI SAFNIATI sampai pada saat
kejadian di depan rumah saksi PRANA JAYA, itu bisa di pastikan tidak berada dalam
suasana tenang. Akan tetapi,Terdakwa dalam Kondisi Emosi tinggi yang dibakar
amarah oleh api cemburu dikarenakan Korban EFI SAFNIATI ingin pergi
meninggalkan Terdakwa dan anaknya untuk menikah lagi. Dan diiringi pula oleh
perasaan takut dan khwatir karena kedatangan saksi Pranda Gustiawan dan Saksi
Prana Jaya sehingga Terdakwa secara spontan mengatakan “ISTRI SAYA KENA
AYAN, DIA SERING KUMAT KEK GINI.”
Tersedianya waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan
pelaksanaan kehendak itu. Merupakan syarat yang bersifat relatif. Persoalanya
adalah bukan lamanya waktu. Tersedianya waktu yang cukup mengandung
pengertian bahwa dalam tempo waktu yang tersedia itu, pelaku masih dapat berpikir
dengan tenang. Jadi persoalanya tidak pada masalah lamanya waktu, tetapi
persoalan lamanya waktu yang cukup itu lebih mengarah pada penggunaan waktu
yang tersedia itu. Artinya, apakah dalam waktu yang tersedia itu benar-benar telah
dapat untuk berpikir dengan tenang atau tidak. Sekalipun masalah tersedianya waktu
yang cukup itu tidak menunjuk pada persoalan lamanya waktu, tetapi tersedianya
waktu yang cukup tersebut, tidak boleh menunjuk pada suatu waktu yang terlalu
singkat. Sebab apabila terlalu singkat kesempatan untuk berfikir dengan tenang
tersebut mungkin tidak terjadi.
Tidak mungkin rasanya seseorang dapat berpikir dengan tenang dalam waktu yang
singkat, biasanya dalam waktu yang sangat singkat itu orang justru berfikir secara
tergesa-gesa, panik dan tidak terencana. Apabila waktu yang tersedia itu tidak cukup
dan diikuti pula dengan perasaan takut, khawatir dan sebagainya. Dalam waktu yang
demikian, jelas sama sekali tidak menggambarkan suasana batin yang tenang.
Berdasarkan uraian tersebut terkait dengan “dengan sengaja”, bisa dikatakan bahwa
jika ada hubungan antara batin pelaku dengan akibat yang timbul karena
perbuatanya itu atau ada hubungan lahir yang merupakan hubungan sebab antara
perbuatan pelaku dengan akibat yang dilarang itu, maka hukum pidana dapat
dijatuhkan kepada si pelaku atas perbuatan pidananya itu. Sebab
pertanggungjawaban pidana atas perbuatannya secara jelas dapat ditimpakan
kepada pelaku. Tetapi jika hubungan kausal tersebut tidak ada maka
pertanggungjawaban pidana atas perbuatan pidananya itu tidak dapat ditimpakan
kepada pelakunya itu sehingga hukuman pidana tidak dapat dijatuhkan kepada
pelakunya itu.
Terkait konteks “dengan rencana terlebih dahulu”, maka apabila pikiran-pikiran untuk
membunuh tersebut dalam keadaan marah, tidak tenang, waktu yang terlalu singkat,
yang berakibat akan berfikir secara tergesa-gesa, panik, dan tidak terencana, dan
dalam suatu suasana kejiwaan yang tidak memungkinkan untuk berfikir dengan
tenang, maka disitu tidak ada unsur perencanaan.
Dengan demikian, unsur “Dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu”, TIDAK
TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN.
Unsur “Menghilangkan Nyawa Orang Lain”
Yang dimaksud dengan unsur ini adalah perbuatan menghilangkan nyawa orang lain
itu haruslah merupakan perbuatan yang positif atau aktif walaupun dengan
perbuatan sekecil apapun. Jadi perbuatan tersebut haruslah diwujudkan secara aktif
dengan gerakan sebagian anggota tubuh. Oleh karenanya perbuatanya dapat
berupa bermacam-macam perbuatan. Dimana perbuatan tersebut berujung dengan
timbulnya suatu akibat hilangnya nyawa orang sebagai persyaratan mutlak.
Dalam unsur “merampas nyawa orang lain” terdapat sifat obyektif dan subyektif, sifat
obyektif yaitu dilihat dari perbuatanya yang menghilangkan nyawa dengan obyek
orang lain. Sifat subyektif yaitu dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lain
terdapat syarat-syarat yang harus dipatuhi, yaitu adanya wujud perbuatan, adanya
suatu kematian orang lain, dan adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan dan
akibat kematian orang lain.
Terhadap unsur ini, Saudara Penuntut Umum menyatakan Terdakwa telah
merampas nyawa orang lain yaitu korban EFI SAFNIATI adalah sudah terbukti.
Dengan Demikian, Unsur “Menghilangkan Nyawa Orang Lain”, TERBUKTI SECARA
SAH DAN MEYAKINKAN.
Unsur “mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan”
Bahwa seperti yang dijelaskan dalam tuntutan saudara penuntut umum, Pasal 55
ayat 1 ke 1 KUHPidana tersebut adalah merupakan dakwaan tambahan atau
dakwaan pelengkap yang diterapkan pada dakwaan pokok Pasal 340 KUHPidana.
Untuk mengetahui peranan Terdakwa didalam perbuatan yang dalam dakwaan
pokok menyangkut Pasal 340 KUHPidana, apabila terjadi perbuatan pidana
penyertaan atau yang dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih.
Akan tetapi, apabila Pasal 340 KUHPidana TIDAK DAPAT TERBUKTI SECARA SAH
DAN MEYAKINKAN. Maka Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana yang merupakan
dakwaan tambahan atau dakwaan pelengkap juga sudah pasti TIDAK TERBUKTI
SECARA SAH DAN MEYAKINKAN.
Dengan Demikian, Unsur “mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan
yang turut serta melakukan perbuatan”,TIDAK TERBUKTI SECARA SAH DAN
MEYAKINKAN.
Maka Oleh Karena dakwaan Jaksa penuntut Umum yang menuntut Terdakwa
dengan Pasal 340 KUHP tidak lah tepat karena dilakukan tanpa perencanaan
terlebih dahulu dan menurut Penasehat Hukum lebih tepat Jaksa Penuntut Umum
menuntut Terdakwa dengan Dakwaan Ketiga yaitu Melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-
3 KUHP yang berbunyi :
“Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan
kekerasan terhadap orang atau barang, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama dua duabelas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.”
PERMOHONAN
Hal-hal Yang Meringankan Terdakwa
Bahwa dalam ini patut pula kami sampaikan hal-hal yang meringankan Terdakwa
yang sekiranya dapat menjadi pertimbangan Majelis Hakim Yang Mulia sebelum
memberikan putusan akhir kepada terdakwa :
Bahwa Terdakwa bersikap sopan di dalam persidangan
Bahwa Terdakwa mengakui dan menerangkan dengan sejujurnya atas perbuatan
yang dilakukan sehingga persidangan berjalan lancar
Bahwa Terdakwa sebagai kepala rumah tangga masih memikul beban
tanggungjawab atas kebutuhan nafkah dan pendidikan anakya yaitu ANAK saksi
Habibullah Al Hafis Bin Alius.
Terdakwa belum pernah dihukum.
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dan juga analisis yang
telah kami paparkan, maka kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa dengan segala
kerendahan hati kami, memohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara A
Qou untuk menjatuhkan Putusan
Hukuman yang seringan-ringannya bagi terdakwa
Kami Penasehat Hukum Terdakwa juga memohon kepada majelis Hakim yang mulia
agar menyatakan barang bukti berupa :
1 (satu) unit sepeda motor Honda beat berwarna putih biru BH 6281 UN
1 (satu) buah kunci kontak
1 (satu) helai baju panjang warna hitam motif putih, biru, hijau, kotak-kotak
1 (satu) helai celana panjang warna cokelat
1 (satu) helai Bra warna ungu
1 (satu) helai celana dalam warna cream’
Dikembalikan kepada ahli waris korban yaitu saksi WIDIA SAFITRI
1 (satu) unit Handphone Evercross warna hijau putih
1 (satu) unit sepeda motor Honda Supra X warna Merah BH 2321 UO
1 (satu) buah kunci kontak
1 (satu) lembar STNK sepeda motor Honda Supra X warna merah BH 2321 UO
Dikembalikan kepada Terdakwa
1 (satu) unit Hanphone Nokia warna orange
Dikembalikan kepada ANAK saksi HABIBULLAH AL HAFIS
ATAU
SUBSIDAIR
Jika Majelis Hakim Pemeriksa Perkara berpendapat lain, mohon putusan yang
seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Demikian Nota Pembelaan ini disampaikan pada Persidangan Pengadilan Negeri
Muara Bungo hari Kamis tanggal 20 September 2018, atas perkenannya
disampaikan terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai