Anda di halaman 1dari 9

KANTOR ADVOKAT, HUKUM & HAM

DR. DRS. H. MISBAHUL HUDA, SH, MHI & REKAN


Jln. Kramat Baru I/16, Kramat – Senen, Jakarta Pusat 10450

Nota Keberatan (EKSEPSI)

Dalam Perkara Pidana No. 471/Pid.Sus/2020/Pn.Bdg

Atas Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum


NOMOR.REG.PERKARA : PDM- 383/BDUNG/4/2020
Yang Dibacakan Pada Sidang Pengadilan Negeri Bandung Kelas 1A Khusus
Tanggal 18 Juni 2020

Atas Nama Terdakwa


KI AGENG RANGGASASANA

Diajukan Oleh Tim Kuasa Hukum

DR. DRS. H. MISBAHUL HUDA, S.H., M.H.I.


ERWIN SYAHRUDDIN, S.H. M.H.
HUSEIN TAMARA UBAY, S.H.

Didakwa

 Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHPidana
 Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHPidana
 Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 15 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHPidana

1
I. PENDAHULUAN

Majelis Hakim Yang Terhormat


Saudara Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati
Saudara Terdakwa dan hadirin yang kami hormati
Serta Sidang yang kami muliakan

Terlebih dahulu perkenankan kami selaku Tim Kuasa Hukum Terdakwa berdasarkan
Surat Kuasa Khusus tertanggal 30 Januari 2020 bertindak untuk dan atas nama
terdakwa Ki Ageng Ranggasasana, pada kesempatan ini kami memanjatkan segala
puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa dengan ini kami selaku
Kuasa Hukum Terdakwa menyampaikan terima kasih kepada Majelis Hakim atas
kesempatan yang diberikan untuk mengajukan Nota Keberatan (Eksepsi) terhadap
Surat Dakwaan Penuntut Umum dalam perkara atas nama Ki Ageng Ranggasasana.
Eksepsi ini kami sampaikan dengan pertimbangan bahwa ada hal-hal yang prinsipal
yang perlu kami sampaikan berkaitan demi tegaknya hukum, kebenaran dan
keadilan dan demi memastikan terpenuhinya keadilan yang menjadi Hak Asasi
Manusia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 Deklarasi Universal HAM
(DUHAM), Pasal 14 (1) Konvenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi
menjadi Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Internasional
Convenant on Civel and Political Rights (Konvenan Internasional Tentang Hak-hak
Sipil dan Politik), Pasal 27 (1), Pasal 28 D (1) UUD 1945, Pasal 7 dan Pasal 8 TAP
MPR No. XVII Tahun 1998 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 17 Undang-Undang
No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dimana semua orang adalah sama
dimuka hukum dan tanpa diskriminasi apapun serta berhak atas perlindungan
hukum yang sama.

Pengajuan Eksepsi atau keberatan ini juga didasarkan pada hak Terdakwa
sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP yang mengatur sebagai
berikut:
"Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa
Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat
diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan

2
kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim
mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil
keputusan."

Pengajuan eksepsi yang kami buat ini, sama sekali tidak mengurangi rasa hormat
kami kepada Jaksa Penuntut Umum yang sedang melaksanakan fungsi dan juga
tugasnya, serta juga pengajuan eksepsi ini tidak semata-mata mencari kesalahan dari
dakwaan Jaksa Penuntut Umum ataupun menyanggah secara apriori dari materi
ataupun formal dakwaan yang dibuat oleh jaksa penutut umum. Namun ada hal yang
sangat fundamental untuk dapat diketahui Majelis Hakim dan saudara Jaksa
Penuntut Umum demi tegaknya keadilan sebagaimana semboyan yang selalu kita
junjung bersama selaku penegak hukum yakni Fiat Justitia Ruat Caelum.

Dan juga pengajuan eksepsi ini bukan untuk memperlambat jalannya proses
peradilan ini, sebagaimana disebutkan dalam Asas Trilogi peradilan. Namun
sebagaimana disebutkan diatas, bahwa pembuatan dari eksepsi ini mempunyai
makna serta tujuan sebagai Penyeimbang dari Surat Dakwaan yang disusun dan
dibacakan dalam sidang.

Sebelum melangkah pada proses yang lebih jauh lagi, maka perkenankan kami
selaku kuasa hukum untuk memberikan suatu adagium yang mungkin bisa dijadikan
salah satu pertimbangan Majelis Hakim yaitu “dakwaan merupakan unsur penting
hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu hakim
akan memeriksa surat itu“. (Prof. Andi Hamzah)

Dalam hal ini maka Penuntut Umum selaku penyusun Surat Dakwaan harus
mengetahui dan memahami benar kronologi peristiwa yang menjadi fakta dakwaan,
apakah sudah cukup berdasar untuk dapat dilanjutkan ke tahap pengadilan ataukah
fakta tersebut tidak seharusnya diteruskan karena memang secara materiil bukan
merupakan tindak pidana. Salah satu fungsi hukum adalah menjamin agar tugas
Negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat bisa terlaksana dengan baik dan
mewujudkan keadilan yang seadil-adilnya dan hukum menjadi panglima untuk
mewujudkan sebuah kebenaran dan keadilan. Melalui uraian ini kami mengajak
Majelis Hakim yang terhormat dan Jaksa Penunutut Umum bisa melihat

3
permasalahan secara menyeluruh (komprehensif) dan tidak terburu-buru serta bijak,
agar dapat sepenuhnya menilai ulang Ki Ageng Ranggasasana, sebagai Terdakwa
dalam perkara ini dan kami selaku kuasa hukum juga memohon kepada Majelis
Hakim dalam Perkara ini untuk memberikan keadilan hukum yang seadil-adilnya.

II. PRAKATA

Majelis Hakim Yang Terhormat


Saudara Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati
Saudara Terdakwa dan hadirin yang kami hormati
Serta Sidang yang kami muliakan

Tidak dipungkiri bahwa kasus ini berawal dari klaim sejarah versi Sunda Empire.
Mereka (Sunda Empire) dituduh menyebarkan berita bohong karena dianggap
memanipulasi sejarah dan memutarbalikkan fakta. Tuduhan ini didukung pula
dengan hasil pemeriksaan terhadap ahli sejarah, akademisi, budayawan dan saksi-
saksi lainnya yang memberikan keterangan yang berbeda dengan keterangan klaim
Sunda Empire.
Proses penegakan hukum dalam kasus ini problematik, karena entah bagaimana
akhirnya aparat penegak hukum memilih versi yang dianggap benar. Apa yang
dijadikan acuan atau standar polisi dalam memilih versi yang dianggap benar? Di
sisi lain, kasus yang berawal dari klaim sejarah ini masuk pada domain ilmu
sejarah yang merupakan salah satu ilmu sosial yang potensi ketidakpastiannya lebih
besar dari pada ilmu hukum. Dalam kajian sejarah, cukup banyak peristiwa yang
memiliki versi sejarah yang saling berbeda satu sama lain, dan itu adalah hal yang
lumrah.
Maka dalam konteks kasus ini, pendekatan yang lebih jelas dan tepat justru bukan
pendekatan represif-pemidanaan, melainkan pendekatan dialog-musyawarah-debat
akademis. Di situlah baik para pegiat Sunda Empire maupun tokoh atau akademisi
bisa saling berargumentasi mengenai klaim sejarahnya masing-masing berdasarkan
bukti-bukti yang ada.
Jika dalam hal ini memang Sunda Empire tidak bisa membuktikan kebenarannya,
konsekuensi dari kesalahannya pun bukan dengan pemidanaan melainkan dengan

4
pembinaan dan pemahaman mengenai sejarah yang telah terbukti kebenarannya.
Dengan demikian prinsip-prinsip restorative justice yang saat ini terus diupayakan
dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia dapat terpenuhi.

III. KEBERATAN TERHADAP SURAT DAKWAAN JAKSA PENUNTUT


UMUM

Majelis Hakim Yang Terhormat


Saudara Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati
Saudara Terdakwa dan hadirin yang kami hormati
Serta Sidang yang kami muliakan

M. Yahya Harahap mengatakan bahwa “pada dasarnya alasan yang dapat dijadikan
dasar hukum mengajukan keberatan agar surat dakwaan dibatalkan, apabila surat
dakwaan tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 atau melanggar ketentuan Pasal 144
ayat (2) dan (3) KUHAP”. (Pembahasan dan penerapan KUHAP, Pustaka Kartini,
Jakarta, 1985, hlm. 663-664)

Berdasarkan Surat Dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum maka
menurut hemat kami ada beberapa hal yang perlu ditanggapi secara saksama
mengingat di dalam Surat Dakwaan tersebut terdapat berbagai kejanggalan dan
ketidakjelasan yang menyebabkan kami mengajukan keberatan.

Berdasarkan uraian di atas kami selaku Penasehat Hukum Terdakwa ingin


mengajukan keberatan terhadap Surat Dakwaan yang telah didakwakan oleh Jaksa
Penuntut Umum dengan alasan sebagai berikut :

IV. PERAN TERDAKWA DALAM SURAT DAKWAAN

Di dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum menerangkan bahwa Terdakwa Ki


Ageng Ranggasasana menyampaikan materi di dalam acara pertemuan dengan
Pejabat/Pengurus Sunda Empire dari berbagai daerah. Dengan peran tersebut
Terdakwa disebut Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan telah melanggar
Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan

5
Hukum Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, Pasal 14 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHPidana yang menyatakan :
Pasal 14
(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan
sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman
penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang
dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat
menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum
dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.

Pasal 15
Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau
yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga,
bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan
rakyat, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya dua tahun.

Pasal tersebut di atas menjerat bagi siapapun yang menyiarkan berita atau
pemberitahuan bohong atau tidak pasti atau berkelebihan atau tidak lengkap. Di
dalam penjelasan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan
Hukum Pidana mengatakan : menyiarkan artinya sama dengan “verspreiden”
dalam Pasal 171 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang mana pasal
tersebut sudah ditiadakan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1946, pasal 8,
butir 37. Jika diartikan secara harfiah, “verspreiden” merupakan Bahasa Belanda
yang berarti menyebarkan. Peran Terdakwa Ki Ageng Ranggasasana menurut Surat
Dakwaan hanya memeberikan materi di lingkup internal Pejabat/Pengurus Sunda
Empire dari berbagai daerah di dalam sebuah forum, bukan di depan khalayak
umum (masyarakat). Terdakwa Ki Ageng Raanggasasana sama sekali tidak memiliki
peran dalam hal penyebaran atau penyiaran foto maupun video saat memberikan
materi. Hal ini diperkuat oleh Surat Dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut

6
Umum bahwa bukan Terdakwa Ki Ageng Ranggasasana yang menyiarkan atau
membantu menyiarkan hasil foto dan video materi dalam acara pertemuan tersebut.

Bahwa dikarenakan Terdakwa tidak memiliki peran dalam hal penyebaran atau
penyiaran foto maupun video saat memberikan materi, maka sudah sepatutnya
Dakwaan terkait pasal tersebut tidak dapat diterima dan keliru.

V. UNSUR “KEONARAN” YANG TIDAK TERPENUHI

Di dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum menerangkan bahwa Terdakwa Ki


Ageng Ranggasasana menyampaikan materi di dalam acara pertemuan dengan
Pejabat/Pengurus Sunda Empire dari berbagai daerah. Sebagai akibat dari
beredarnya video orasi (penyampaian materi) tersebut, telah menimbulkan keonaran
di kalangan masyarakat.

Di dalam Penjelasan Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang


Peraturan Hukum Pidana, makna kata Keonaran adalah lebih hebat dari pada
kegelisahan dan mengguncangkan hati penduduk yang tidak sedikit
jumlahnya.

Sebagaimana tertuang dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, akibat dari
perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa adalah mengusik keharmonisan
masyarakat khususnya masyarakat sunda. Akibat yang timbul di dalam peristiwa ini
tidak memenuhi unsur “keonaran” yang telah dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 14
dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
bahwa unsur keonaran yang dimaksud haruslah lebih dari mengusik
keharmonisan masyarakat atau lebih hebat dari pada kegelisahan dan
mengguncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya

Bahwa dikarenakan akibat perbuatan yang dilakukan Terdakwa tidak memenuhi


unsur “keonaran” sebagaimana yang dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 14 dan 15
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, maka
sudah sepatutnya Dakwaan terkait pasal tersebut tidak dapat diterima.

7
VI. DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA

Di dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Terdakwa didakwa dengan Pasal
14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,
dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Bahwa perbuatan dan akibat perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa tidak
memenuhi unsur-unsur yang ada dalam Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Karena Pasal 14 dan 15 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana termasuk delik
materiil, yang mana selain dari pada tindakan yang terlarang itu dilakukan, masih
harus ada akibatnya yang timbul karena tindakan itu, baru dikatakan telah terjadi
tindak pidana tersebut sepenuhnya. Dengan demikian perbuatan yang dilakukan
Terdakwa tidak memenuhi unsur pidana yang didakwakan atau bukanlah suatu
tindak pidana, maka Dakwaan terkait dengan pasal tersebut tidak dapat diterima atau
keliru.

Berdasarkan berbagai fakta yang telah kami uraikan diatas maka kami Kuasa Hukum
Terdakwa Ki Ageng Ranggasasana menyimpulkan bahwa Eksepsi Kuasa Hukum adalah
permohonan berdasarkan fakta dan kebenaran. Kami Kuasa Hukum Terdakwa mohon kepada
Majelis Hakim yang Terhormat untuk mengambil putusan sebagai berikut :

1. Menerima keberatan (Eksepsi) dari Kuasa Hukum Terdakwa Ki Ageng


Ranggasasana:
2. Menyatakan perkara a quo tidak diperiksa lebih lanjut;
3. Memulihkan harkat martabat dan nama baik Ki Ageng Ranggasasana;
4. Membebankan biaya perkara kepada Negara.

Atau jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (et aquo et bono).

8
Demikian Nota Keberatan (Eksepsi) kami bacakan dan diserahkan kepada Majelis Hakim
pada hari Selasa 30 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Bandung Kelas 1A Khusus.

Hormat Kami
Kuasa Hukum Terdakwa

Dr. Drs. H. Misbahul Huda, S.H., M.H.I.

Erwin Syahruddin, S.H., M.H.

Husein Tamara Ubay, S.H.

Anda mungkin juga menyukai