Disampaikan pada
Sidang Di Pengadilan XXXX
Hari XXXXX
I. PENDAHULUAN
2
dirampas oleh siapapun. Hak memperoleh keadilan yang merupakan hak
konstitusional setiap warga negara Republik Indonesia ditegaskan lebih lanjut dalam
Pasal 7 dan Pasal 8 TAP MPR No. XVII Tahun 1998 Tentang Hak Asasi Manusia
yang berbunyi:
Pasal 7
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum
yang adil.”
Pasal 8
“Setiap orang berhak mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama
dihadapan hukum.”
Ketentuan a quo, dijabarkan lebih lanjut di dalam Pasal 17 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu bahwa :
“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan
mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana,
perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan
tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang
obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan
benar.”
Atas dasar norma-norma hukum tersebut, kepastian hukum yang adil merupakan
salah satu prinsip penting dalam Hak Asasi Manusia, sebagaimana tercantum dalam
Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Civil and Political Rights (Konvenan Internasional tentang
hak-hak Sipil dan Politik), dimana semua orang adalah sama di muka hukum dan
tanpa diskriminasi apapun serta berhak atas perlindungan hukum yang sama.
Pengajuan Eksepsi atau keberatan ini juga didasarkan pada hak Terdakwa
sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP yang mengatur sebagai
berikut :
“Dalam hal Terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa
Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara atau dakwaan tidak dapat diterima
atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan oleh Jaksa
3
Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya Hakim mempertimbangkan
keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.”
Pengajuan eksepsi yang kami buat ini, sama sekali tidak mengurangi rasa
hormat kami kepada Jaksa Penuntut Umum yang sedang melaksanakan fungsi dan
juga pekerjaannya, serta juga pengajuan eksepsi ini tidak semata-mata mencari
kesalahan dari dakwaan jaksa penuntut umum ataupun menyanggah secara apriori
dari materi ataupun formal dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum. Namun
ada hal yang sangat fundamental untuk dapat diketahui Majelis Hakim dan saudara
Jaksa Penuntut Umum demi tegaknya keadilan sebagaimana semboyan yang selalu
kita junjung bersama selaku penegak hukum yakni fiat justitia ruat caelum.
Dan juga Pengajuan eksepsi ini bukan untuk memperlambat jalanya proses
peradilan ini, sebagaimana disebutkan dalam Asas Trilogi Peradilan. Namun
sebagaimana disebutkan di atas, bahwa pembuatan dari eksepsi ini mempunyai
makna serta tujuan sebagai Penyeimbang dari Surat Dakwaan yang disusun dan
dibacakan dalam sidang yang lalu. Bahwa salah satu fungsi hukum adalah menjamin
agar tugas Negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat bisa terlaksana dengan
baik dan mewujudkan keadilan yang seadil-adilnya dan hukum menjadi panglima
untuk mewujudkan sebuah kebenaran dan keadilan. Melalui uraian ini kami
mengajak Majelis Hakim Yang Mulia dan Jaksa Penuntut Umum bisa melihat
permasalahan secara menyeluruh (komprehensif) dan tidak terburu-buru serta agar
kita bersama-sama taat kepada hukum acara yang kita junjung sebagai aturan main
(the rule of the game) untuk menemukan kebenaran materiil dalam perkara ini, dan
kami selaku Penasihat Hukum juga memohon kepada Majelis Hakim yang Mulia
dalam perkara ini untuk memberikan keadilan hukum yang seadil-adilnya.
4
II. DAKWAAN
Sebelum masuk pada pokok Keberatan, kami akan menguraikan terlebih dahulu
bahwa berdasarkan Surat Dakwaan PENUNTUT UMUM mendakwakan ANDI
PRAMANA, M.Eng., Ph.D. dengan Tindak Pidana sebagaimana berikut.
PRIMAIR:
Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 jo. Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-2 jo. KUHP.
SUBSIDAIR:
5
III. KEBERATAN TERHADAP SURAT DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM
Dalam Surat Dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum menurut
hemat kami ada beberapa hal yang perlu ditanggapi secara seksama mengingat
di dalam Surat Dakwaan tersebut terdapat berbagai kejanggalan dan
ketidakjelasan yang menyebabkan kami mengajukan keberatan.
6
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan.
Bahwa yang dimaksud dengan uraian atau rumusan surat dakwaan yang
cermat, jelas dan lengkap merupakan persyaratan materiil suatu surat
dakwaan, memang tidak kita temukan dalam penjelasan dari Pasal 143
KUHAP, akan tetapi dapat diperoleh dari literatur atau dari beberapa
pendapat ahli , yang telah diakui dan diikuti dalam praktek peradilan, serta
dari Yurisprudensi Mahkamah Agung. Mengenai pengertian Cermat, Jelas
dan Lengkap seperti tersebut di atas Yurisprudensi Mahkamah Agung
RepubIik Indonesia Nomor : 492/K/Kr/1981 tertanggal 8 Januari 1983,
menyatakan “bahwa syarat materil dakwaan adanya rumusan secara
lengkap, jelas dan tepat mengenai perbuatan-perbuatan yang didakwakan
terhadap terdakwa, sesuai dengan rumusan delik yang
mengancam perbuatan-perbuatan itu dengan hukuman (pidana). Uraian atau
7
rumusan yang cermat, jelas dan lengkap mengenai perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa itu keseluruhannya harus dapat mengisi secara
tepat dan benar semua unsur-unsur delik yang ditentukan dalam undang-
undang yang didakwakan terhadap terdakwa”.
Merujuk pada ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP dan
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan syarat materil dakwaan berupa uraian yang
cermat, jelas dan lengkap di dalam Surat Dakwaan itu adalah menyangkut
hal-hal :
8
Agung RI, Nomor: 600/K/Pid/1982 menyebabkan batalnya surat dakwaan
tersebut karena obscuur libele atau kabur. Bahkan Kejaksanaan Agung
sendiri melalui surat No. B-108/E/EJP/02/2008 tanggal 4 Februari 2008 juga
telah mengingatkan agar Penuntut Umum dalam menguraikan dakwaan
subsidair tidak menyalin ulang (copy paste) uraian dakwaan Primair. Oleh
sebab itu sudah sepatutnya dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum.
2) Dakwaan Penuntut Umum juga tidak cermat, dimana unsur tindak
pidana yang didakwakan dalam Dakwaan Kesatu dan Kedua adalah
sama, sedangkan pasal pidana yang didakwakan berbeda. Rumusan
tindak pidana dalam Dakwaan Kesatu tidak sama atau berlainan dengan
unsur tindak pidana yang terdapat dalam Dakwaan Kedua yang dinyatakan
Penuntut Umum telah dilanggar oleh Terdakwa. Atas fakta rumusan dakwaan
Penuntut Umum pada Dakwaan Kesatu dan Dakwaan Kedua tersebut, maka
jelaslah dakwaan Penuntut Umum adalah dakwaan yang kabur dan tidak
cermat serta cacat hukum dan karenanya sudah seharusnya batal demi
hukum.
3) Bahwa kemudian , dalam dakwaan baik itu Kesatu Primair atau
Subsidair, dijelaskan “terdakwa Andi Pramana selaku Kepala Dinas
Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Provinsi Bali sekaligus Project Officer
dalam proyek pembangunan jalan tol Denpasar-Nusa Dua pada bulan Maret
2015 atau setidak-tidaknya pada tahun 2015, bertempat di Kantor Gubernur
Bali yang beralamat di Jalan Basuki Rahmat No.1 Sumerta Kelod Denpasar
Timur, Denpasar Bali dan di Warung Omang Kangen yang berlamat di Jalan
Pandan No.8 Renon Denpasar bali dan Warung Mie Kober Renon yang
beralamat di Jalan Tantular No.7 Denpasar atau setidak-tidaknya pada suatu
tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Denpasar yang berwenang
memeriksa dan mengadili perkara ini”. Namun dalam dakwaan juga
disebutkan fakta-fakta sebagai berikut :
- “Bahwa pada tanggal 11 Desember 2018, PT. Cahaya Satya Atmaja
menyerahkan hasil pekerjaan pengadaan proyek pembangunan jalan tol,
9
kemudian dilakukan penandatanganan Berita Acara Serah Terima
Barang/Jasa No. 176/PNBJ/BLKD/JS/XII/2018, antara terdakwa dengan
Panitia penerima atas nama Iwan Supriyanto, S.T., di mana dalam Berita
Acara pemeriksaan……………”
- Bahwa akibat permintaan tersebut, agar dana pembayaran kepada pihak
PT Cahaya Satya Atmaja tetap cair, terdakwa menyetujui kemudian
memerintahkan atau menyuruh melakukan suatu tindakan kepada Danan
Paramartha S.T., M.T selaku pengawas proyek untuk mengubah laporan
progres pembangunan dari 85% menjadi 100% karena anggaran memasuki
tahap akhir dan jika tidak dicairkan maka akan hangus. Danan Paramartha
akhirnya bersedia merubah dan menandatangani laporan progres tersebut,
setelah penandatanganan laporan progres tersebut, terdakwa juga
membantu mencairkan dana sebesar Rp 19.800.000.000.000,00 (Sembilan
Belas Triliun Delapan Ratus Milyar Rupiah) dan ditransfer melalui Rekening
Bank BPD Bali dari Pemerintah Provinsi Bali dengan nomor rekening
108.08.13583 ke rekening tujuan atas nama PT Cahaya Satya Atmaja,
10
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas jelas bahwa penjelasan-
penjelasan dan atau argumen-argumen Jaksa Penuntut Umum di dalam surat
dakwaannya tidak memenuhi unsur Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, dan
oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP, surat
dakwaan yang demikian adalah BATAL DEMI HUKUM.
11
Pada buku Prinsip Tanggung Gugat Profesi Konsultan Perencana
Terhadap Kegagalan Pekerjaan Jasa Konstruksi Jalan Tol, karya Dr. Ari
Purwadi, S.H., M.Hum, dijelaskan bahwa “Pembangunan Infrastruktur berupa
sarana dan prasarana sebagai penunjang tercapainya tujuan bernegara
memang tidak dapat dihindari.Namun, pemerintah yang mempunyai
kemampuan terbatas dalam hal pendanaan, tentunya juga membutuhkan
kerja sama degan pihak swasta sehingga di dalamnya timbullah hubungan
kontrak antara pemerintah sebagai penentu kebijakan negara dengan swasta
yang bekerja sama untuk mewujudkan lancarnya pembangunan tersebut.
Pada tahap pelaksanaannya juga akan timbul tanggung gugat”. Maka dari itu,
dengan tidak dijelaskannya secara rinci mengenai sistem softloan tersebut,
membuat ranah surat dakwaan yang diajukan menjadi rancu dikarenakan
seharusnya ketika mengetahui adanya suatu pinjaman lunak yang
menghasilkan kontrak, maka ranah ini seharusnya perdata bukan dibawa ke
dalam pidana. Maka jelas terbukti menurut hukum Pengadilan Negeri Tipikor
Denpasar tidak berwenang mengadili perkara ini.
Selain itu pada pembuktian terkait keuangan negara, tim jaksa penuntut
umum tidak dapat menjelaskan secara rinci terkait kemana aliran dana
pinjaman tersebut mengalir. Secara tiba-tiba mengarahkan bahwa ini adalah
ranah pidana dengan tabel kerugian yang disajikan. Dapat kami simpulkan
bahwa telah terjadi suatu cacat prosedur dalam perincian surat dakwaan
tersebut.
12
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal yang telah kami uraikan dalam nota keberatan ini, kami
Penasihat Hukum Terdakwa dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
13
Majelis Hakim Yang Mulia,
Jaksa Penuntut Umum Yang Kami Hormati
Dan Sidang Yang Kami Muliakan,
14
Demikianlah Nota Keberatan (Eksepsi) ini kami sampaikan didepan
persidangan yang mulia ini, kiranya Majelis Hakim yang mulia dapat
mempertimbangkan Nota Keberatan ini, demi tercapainya pencarian keadilan
dapat terpenuhi. Terima kasih.
15
16