(EKSEPSI)
A.n Terdakwa
Vince May Struggle, S.P., M. Agr.
Perihal : Eksepsi
Kepada Yth,
Ketua Majelis Hakim
Dalam Perkara No. Register : REG. PERKARA: 05/RP.12/TPK/8/2010
Di
Pengadilan Negeri Jakarta Utara
Perkenankanlah kami Inez Siburian, S.H dan Verdinan, S.H masing -masing
Advokat pada Verdinand S.H and Partners Law Firm and Legal Consultant
beralamat di Jalan Sholihin Gp, No. 1 Jakarta Utara, Berdasarkan Surat
kuasa Khusus Nomor : 218/SK/L-145/V/2009 tertanggal 20 Januari 2009,
oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama:
Nama Lengkap
Tempat lahir
Jakarta
Umur/Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Perempuan
Kebangsaan
Indonesia
Tempat Tinggal
Agama
Budha
Pekerjaan
Pegawai Swasta
Pendidikan
Strata 2 Pertanian
Telephon/HP
021-322974
hukum
pengajuan
serta
materi
keberatan
kami
selaku
I.
PENDAHULUAN
Oleh karena itu dalam Negara Hukum seperti halnya Negara Republik
Indonesia, pengajuan keberatan terhadap surat dakwaan penuntut umum
sama sekali tidak dimaksudkan untuk mencari-cari kesalahan atau
memokokkan posisi penyidik atau penuntut umum yang dalam menjalankan
tugas dan kewajibannya telah bekerja dengan tekun dan gigih serta dengan
hati nurani yang bersih. Bukan pula semata-mata memenuhi ketentuan Pro
Forma hanya karena itu telah diatur dalam undang-undang atau sekedar
menjalani acara ritual yang sudah lazimnya dilakukan oleh seorang advokat
hanya karena advokat itu telah menerima sejumlah honor dari kliennya.
Pengajuan keberatan itu semata-mata demi memperoleh Konstruksi tentang
kebenaran itu dimaksudkan dari kasus yang sedang terdakwa hadapi.
Apabila misalnya ternyata dalam surat dakwaan penuntut umum atau dari
hasil penyidikan yang menjadi dasar dakwaan penuntut umum terdapat
cacat formal atau mengandung kekeliruan beracara ( Error In Procedure ).
Maka
diharapkan
majelis
hakim
yang
memeriksa
perkara
dapat
II.
Bahwa pada tanggal 14 Desember 2009 Saudara Jaksa Penunut Umum pada
Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, telah membacakan Surat Dakwaan
Primair : Pasal 2 ayat (1) Undang -undang Nomor 31 T ahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Perubahan atas Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Lebih Subsider : Pasal 5 ayat (2) Undang -undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-undang Nomor
20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Atas Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55
KUHP
Korupsi
akan
dibahas
oleh
Advokat
terdakwa
dalam
(dua
ratus
juta
rupiah)
dan
paling banyak
Rp.
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
III.
pada Pasal 156 ayat (1), telah memberikan peluang dan/atau kesempatan
kepada Terdakwa dan/atau Penasihat Hukumnya untuk mengajukan
keberatan.
BARANG BUKTI
segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya.
Asas yang dipergunakan dalam pasal ini adalah berdasarkan :
Negeri untuk
mengadili
suatu
perkara
pidana berdasarkan
tersebutlah
yang
berwenang
mengadilinya,
sebagaimana
dalam
De leer van het instrument (ajaran mengenai peralatan yang dipakai untuk tindak
pidana atau teori instrument).
Ajaran ini menentukan locus delicti berdasarkan unsur alat yang digunakan dan
dengan alat itu, tindak pidana diselesaikan dari suatu tempat. Antara tempat
perbuatan dan penyelesaian perbuatan tindak pidana seolah-olah terpisah atau
berlainan tempat atau dapat dikatakan lebih dari satu daerah hukum pengadilan.
Maka menurut teori ini pada hakikatnya penyelesaian perbuatan sudah dianggap
sempurna di tempat dari mana alat itu dipergunakan atau tempat dimana peralatan
yang dipakai harus dianggap sebagai tempat dimana tindak pidana dilakukan
menimbulkan suatu akibat, Pengadilan tersebutlah yang berwenang mengadilinya.
De leer van het gevolg (ajaran mengenai akibat atau teori akibat).
Adakalanya suatu perbuatan dilakukan pada suatu tempat tanpa mempergunakan
alat, tapi akibat perbuatan terjadi pada tempat lain. Menurut ajaran ini locus delicti
ditentukan berdasarkan akibat perbuatan tindak pidana. Yang harus dianggap
sebagai tempat tindak pidana dilakukan adalah tempat dimana perbuatan itu
menimbulkan akibat.
Berdasarkan pada tempat tinggal terdakwa dan tempat kediaman sebagian besar
saksi yang akan dipanggil.
Asas locus delicti sebagaimana disebutkan dalam pasal 84 ayat (1) KUHAP
ternyata tidak mutlak dapat dipertahankan, hal ini dapat kita lihat sebagaimana
disebutkan dalam ketentuan pasal 84 ayat (2) KUHAP bahwa :
Pengadilan Negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal,
berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang
mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar
saksi yang dipanggil lebih dekat pada pengadilan negeri itu dari pada tempat
kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya tindak pidana itu
dilakukan.
Pasal 84 ayat (2) KUHAP ini memberi gambaran telah mengesampingkan asas
pasal 84 ayat (1) tersebut mengenai locus delicti. Asas ini menentukan
kewenangan relatif berdasarkan tempat tinggal sebagian besar saksi yang akan
dipanggil untuk didengar keterangannya dalam persidangan. Jika sebagian saksi
bertempat tinggal atau lebih dekat dengan suatu Pengadilan Negeri, maka
pengadilan negeri tersebutlah yang berwenang mengadilinya. Penerapan asas
tempat kediaman sebagian besar saksi bertempat tinggal dapat dilihat dari
beberapa hal yaitu :
Terdakwa bertempat tinggal di daerah hukum pengadilan negeri dimana sebagaian
besar saksi yang hendak dipanggil bertempat tinggal.
Jika terdakwa bertempat tinggal di daerah hukum pengadilan negeri sebagian
besar saksi yang akan dipanggil maka kewenangan relatif mengadili terdakwa,
beralih dari Pengadilan Negeri tempat dimana peristiwa itu terjadi ke Pengadilan
Negeri tempat dimana terdakwa bertempat tinggal dengan sebagian besar saksi
yang akan dipanggil tersebut.
Tempat kediaman terakhir terdakwa dan sebagian besar saksi yang akan dipanggil
bertempat tinggal di daerah hukum pengadilan negeri tersebut.
Jika terdakwa melakukan tindak pidana di suatu daerah Pengadilan Negeri, akan
tetapi saksi-saksi yang akan dipanggil bertempat tinggal atau lebih dekat dengan
daerah hukum Pengadilan Negeri dimana terdakwa berkediaman terakhir maka
asas locus delicti dapat dikesampingkan, dan yang berwenang mengadili adalah
Pengadilan Negeri tempat kediaman terakhir terdakwa.
bila tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa tersebut pada pelbagai
pengadilan ada sangkut pautnya atau secara teoritis perbuatan pidana yang
dilakukan oleh terdakwa dipelbagai pengadilan negeri tersebut terdapat unsurunsur Perbarengan atau Concursus baik Concursus Idealis sebagaimana
yang diatur dan diancam pidana dalam ketentuan pasal 63 ayat (1) KUHP,
maupun unsur Concursus Realis sebagaimana yang diatur berdasarkan pasal
65,66, dan yang terdapat dala pasal 70 KUHP atau dalam beberapa tindak pidana
itu terdapat unsur perbarengan antara lex spesialis dengan lex generalis
sebagimana dirumuskan dalam pasal 63 ayat (2) KUHP., atau di dalam tindak
pidana yang dilakukan dipelbagai pengadilan negeri itu terdapat unsur Perbuatan
Berlanjut atau vootgezette handeling.
Terhadap hal yang disebutkan di atas terbuka kemungkinan bagi terdakwa atau
penasehat hukum untuk mengajukan eksepsi demi terjaminnya perlindungan
terhadap hak asasi terdakwa agar terhindar dari penjatuhan lebih dari satu pidana
terhadap terdakwa. Karena berdasarkan pada ketentuan pasal 84 ayat (4) KUHAP,
menunjukkan bahwa terhadap beberapa perkara pidana yang dilakukan oleh
terdakwa dalam pelbagai pengadilan sedang dalam perbuatan itu terdapat unsurunsur sebagaimana yang disebut di dalam pasal 63,65,66, dan pasal 70 KUHP,
dapat dibuka kemungkinan untuk menggabungkan perkara.
Landasan dasar untuk menentukan kewenangan mengadili setiap Pengadilan
Negeri atas suatu tindak pidana yang terjadi, selain merujuk pada ketentuan pasal
84 KUHAP dapat juga dijadikan landasan berdasarkan ketentuan sebagaimana
yang diatur dalam pasal 85 KUHAP tentang Kewenangan atas penunjukkan
Menteri Kehakiman dan berdasarkan pasal 86 KUHAP tentang Kewenangan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan undang-undang atas tindak pidana
yang dilakukan di luar negeri. Perlu diingat bahwa eksepsi kewenangan relatif
pada prinsipnya diajukan pada peradilan tingkat pertama atau Pengadilan Negeri.
Namun tidak mengurangi hak terdakwa atau penasehat hukum mengajukan suatu
eksepsi kepada Pengadilan Tinggi dalam tingkat banding, idealnya eksepsi
demikian ini diajukan bersamaan dalam memori banding. Oleh karena
kewenangan mengadili merupakan ketentuan yang bersifat aturan public (public
order), Pengadilan Tinggi secara ex officio (karena jabatannya) berwenang
memeriksa dan menilai apakah Pengadilan Negeri melanggar prinsip kompetensi
relatif dalam mengadili suatu perkara yang bersangkutan, meskipun hal itu tidak
diajukan sebagai sebagi eksepsi dalam peradilan tingkat pertama. Penerapan yang
demikian tidak semata-mata hanya didasarkan atas alasan public order, tapi juga
berdasarkan kehendak yang terkandung dalam pasal 156 ayat (7) KUHAP, yang
memberi fungsi ex officio bagi hakim memeriksa dan memutus mengenai
kompetensi meskipun hal itu tidak diajukan sebagai eksepsi.
Keberatan dengan alasan surat dakwaan tidak dapat diterima pada umumnya
didasarkan atas kewenangan menuntut dari Penuntut Umum, Bahwa
ketentuan Pasal 140 Ayat (1) KUHAP dengan tegas telah menentukan
bahwa dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan
dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat
dakwaan;
membuat
surat
dakwaan;
dari
hasil
penyidikan.
procedure);
Bahwa oleh karena itu untuk mengukur sejauh mana hak-hak asasi
tersangka telah dirugikan oleh penyidik dalam penyidikan atau untuk
mengukur sejauh mana Surat Dakwaan Penuntut Umum telah mengalami
cacat formal atau kekeliruan beracara (error in procedure), maka hal itu
tergantung selain pada sejauh mana penuntut umum dalam membuat surat
dakwaannya, juga pada sejauh mana penyidik dalam melakukan penyidikan
telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam KUHAP;
Bahwa oleh karena semua atau sebagian besar hasil penyidikan penyidik
telah tertuang dalam Berkas Perkara yang dibuat oleh penyidik.
Bahwa oleh karena keterbatasan waktu yang tersedia, maka dalam
penyusunan KEBERATAN ini Terdakwa atau advokatnya tidak dapat
menganalisis seluruh bagian dari Berkas Perkara yang dibuat oleh penyidik
tersebut dan karena itu Terdakwa atau advokatnya hanya akan
mengemukakan beberapa cacat formal atau kekeliruan beracara (error in
procedure)
seperti
diuraikan
di
bawah
ini;
Bahwa akan tetapi Terdakwa atau advokatnya yakin bahwa oleh karena
cacat formal atau kekeliruan beracara (error in procedure) yang terjadi baik
dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum maupun selama dalam tahap
penyidikan itu cukup mengganggu fondamen penegakan hukum, khususnya
bagi penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia yang telah diamanatkan
oleh pembentuk undang-undang melalui KUHAP, maka sangatlah
diharapkan Majelis Hakim mau memberi tempat yang selayaknya bagi
KEBERATAN yang Terdakwa atau advokatnya ajukan berdasarkan alasanalasan
A.
sebagai
berikut:
telah
dilanggar,
oleh
hukum;
a. agar keterangan tersangka diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau
dalam bentuk apa pun sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan Pasal 117
Ayat
(1)
KUHAP
yang
berbunyi:
yang
berbunyi:
Dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang sebenarnya ia telah
lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya,
penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang
dipergunakan
oleh
tersangka
sendiri.
dalam
pemeriksaan
tersangka/terdakwa.
Bahwa oleh karena sedemikian seriusnya ketentuan sejenis Miranda Rule dalam
KUHAP yang mewajibkan penyidik, penuntut umum atau hakim untuk menunjuk
penasihat hukum bagi mereka untuk tindak pidana yang ancamannya disebutkan
dalam Pasal 56 Ayat (1) KUHAP, maka atas adanya pelanggaran terhadap
ketentuan tersebut tidak mengherankan Mahkamah Agung Republik Indonesia
dalam berbagai putusannya menyatakan dakwaan Penuntut Umum tidak dapat
diterima;
adalah putusan No. 367 K/Pid./1998 tanggal 29 Mei 1998 dan putusann No.
1565K/Pid/1991
tanggal
16
September
1993;
29
Mei
1998
amarnya
berbunyi:
tidak
dapat
diterima;
Negara);
Penyidik
Polri;
sebagai
berikut:
1993
berbunyi
sebagai
berikut:
umum
dinyatakan
tidak
dapat
diterima.
Bahwa oleh karena adanya ketentuan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP dan adanya
kedua putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut di atas, maka
menjadi sangat relevan untuk menjawab pertanyaan: apakah penyidik selama
dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan terhadap Terdakwa telah bertindak
sesuai dengan ketentuan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP dan kaidah hukum yang
ditetapkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam kedua putusan
tersebut
di
atas;
Bahwa apabila berpegang pada Berita Acara Pendapat (Resume) tanggal ........
yang dibuat oleh penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, untuk selanjutnya juga
disebut: Berita Acara Pendapat PENYIDIK, maka segera dapat diketahui apakah
dalam melakukan pemeriksaan terhadap Tersangka, penyidik telah melakukannya
sesuai
dengan
ketentuan
KUHAP
tersebut;
ACARA
PENDAPAT
PENYIDIK
yang
berbunyi:
Dalam pemeriksaan ia dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, dan ketika ia akan
dimintai keterangannya ia tidak menggunakan Penasehat Hukum atau Pengacara,
akan tetapi meskipun ia tidak didampingi oleh Penasihat hukum ia bersedia untuk
dimintai keterangan dan akan memberikan keterangan dengan sebenar-benarnya.
bertentangan dengan ketentuan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP dan kaidah hukum
yang termaut dalam konstante jurisprudentie tersebut di atas. Bahwa berdasrkan
hasil dari acara pemeriksaan yang dilakukan terhadap terdakwa, tindak pidana
yang dipersangkakan kepada Terdakwa yang pada waktu itu sebagai Tersangka
adalah tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana menurut
ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang No. 31/1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi jo. Undang-undang No. 20/2001 tentang Perubahan Undang-undang No.
31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 Undang-undang No. 31/1999
tentang Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang No. 20/2001 tentang
Perubahan Undang-undang No. 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, dan
Pasal
Ayat
(1)
huruf
a;
Bahwa ancaman pidana menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang No.
31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang No. 20/2001 tentang
Perubahan Undang-undang No. 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi adalah
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan
paling lama 20 tahun dan seterusnya, ancaman pidana menurut ketentuan Pasal 3
Undang-undang No. 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang
No. 20/2001 tentang Perubahan Undang-undang No. 31/1999 tentang Tindak
Pidana
Korupsi
adalah
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan
paling lama 20 tahun dan seterusnya, dan ancaman pidana menurut ketentuan
Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-undang No. 31/1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi jo. Undang-undang No. 20/2001 tentang Perubahan Undang-undang No.
31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi adalah pidana penjara paling singkat 1
tahun
dan
paling
lama
tahun
dan
seterusnya;
Bahwa oleh karena ancaman pidana atas tindak pidana yang dipersangkakan
terhadap Terdakwa yang pada waktu itu sebagai Tersangka adalah lebih dari lima
belas, dan lagi pula Terdakwa yang pada waktu itu sebagai Tersangka tidak
mempunyai advokat sendiri, maka jelas penyidik yang melakukan pemeriksaan
terhadap Terdakwa yang pada waktu itu sebagai Tersangka seharusnya menunjuk
advokat
bagi
Terdakwa
yang
pada
waktu
itu
sebagai
Tersangka;
Bahwa oleh karena Berita Acara Pendapat tersebut sebagaimana ternyata dari
bagian penutupnya telah dibuat dengan sebenar-benarnya berdasarkan kekuatan
sumpah jabatan kemudian ditutup dan ditandatangani oleh yang membuatnya
pada hari, tanggal, bulan dan tahun yang disebutkan pada bagian awal Berita
Acara tersebut, maka jelas Berita Acara tersebut merupakan bukti sempurna yang
menunjukkan bahwa pemeriksaan pada tingkat penyidikan terhadap Terdakwa
yang pada waktu itu sebagai Tersangka telah dilakukan tanpa adanya
pendampingan seorang advokat bagi Terdakwa yang pada waktu itu sebagai
Tersangka, dan penyidik sebelum memulai pemeriksaan tidak telah melaksanakan
kewajibannya untuk menunjuk advokat bagi Terdakwa yang pada waktu itu
sebagai
Tersangka;
kekeliruan
beracara
(error
in
procedure);
Bahwa kendati Berita Acara Pendapat tersebut sudah merupakan bukti yang
sempurna menunjukkan adanya pelanggaran ketentuan KUHAP yang dilakukan
oleh penyidik dalam pemeriksaan terhadap Terdakwa yang pada waktu itu sebagai
Tersangka, untuk memberi rasa keadilan tidak ada salahnya kita menguji
kebenaran Berita Acara Pendapat tersebut dengan menelusuri Berita Acara
Pemeriksaan yang telah dibuat pada waktu penyidik melakukan pemeriksaan
terhadap
diri
Terdakwa
yang
pada
waktu
itu
sebagai
Tersangka;
Bahwa dari Berkas Perkara dapat diketahui bahwa Terdakwa yang pada waktu itu
sebagai Tersangka selama pada tahap penyidikan telah menjalani pemeriksaan
a. Berita
Acara
Pemeriksaan
tanggal
14
Juni
2009
Acara
itu
ternyata
penyidik
selain
sama
sekali
tidak
Tersangka
dalam
pemeriksaan
tersebut;
dahulu
yang
b. Berita
Acara
Pemeriksaan
tanggal
21
Juni
2009
pertamanya
saja;
dengan
ketentuan
Pasal
75
Ayat
(1)
KUHAP
Bahwa selama tahap penyidikan Terdakwa yang pada waktu itu sebagai
Tersangka telah menjalani pemeriksaan di hadapan penyidik berturut-turut
pada tanggal-tanggal 14, 21, 28 Juni dan21 Agustus 2009, dan untuk setiap
pemeriksaan itu telah dibuat suatu berita acara namun didalam acara
pemeriksaan maupun Berita acara Pemeriksaan tersebut sama sekali tidak
tertuang pembacaan hak hak tersangka sebagaimana mestinya harus
diketahui
C.
Penahanan
ketentuan
terdakwa
saat
menjadi
tersangka;
21
ayat
(1)
KUHAP
Bahwa seperti yang diketahui, Pasal 7 ayat (1) butir dan Pasal 20 ayat (1)
Undang - Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) memberi kewenangan kepada penyidik untuk menahan
tersangka yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang
cukup. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, penahanan dapat dilakukan
terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan
tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan
yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan
melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti dan atau
mengulangi tindak pidana. Oleh karena itu, baik penangkapan maupun
penahanan harus dilakukan dengan surat perintah penangkapan atau surat
perintah penahanan, sehingga surat perintah yang baru diberikan 1 (satu)
hari setelah penangkapan dan penahanan tersebut dilakukan bertentangan
dengan ketentuan undang-undang.
Bahwa berdasarkan resume berkas berita acara, ditemukan bukti bukti
yang tidak lengkap yang digunakan sebagai dasar penahanan terdakwa
saat menjadi tersangka, bukti bukti tersebut tidaklah cukup kuat untuk
Ayat
(2)
Huruf
KUHAP
yang
berbunyi:
tindak
pidana
itu
dilakukan.
disebut:
dilakukan
oleh
terdakwa
dalam
surat
dakwaan;
secara
lengkap.
A.
Agung
Republik
Indonesia
tersebut
di
atas;
Bahwa yang dimaksud dengan cermat adalah ketelitian penuntut umum dalam
mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada Undang-undang yang
berlaku bagi terdakwa, tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang
dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau dakwaan tidak dapat
dibuktikan;
dapat
dipandang
dari
beberapa
sudut,
yaitu:
bagi
terdakwa,
2. apakah dalam surat dakwaan tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan
yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau dakwaan tidak dapat
dibuktikan;
asas nullum delictum, nulla puna sine praevia lege punali sebagaimana
diatur dalam Pasal 1 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
Bahwa pertanyaan apakah dalam surat dakwaan tidak terdapat kekurangan dan
atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau
dakwaan
tidak
dapat
dibuktikan;
2009
tentang
Pengadilan
Tindak
Pidana
Korupsi
Bahwa oleh karena ternyata Surat Dakwaan Penuntut Umum itu tidak
didasarkan kepada Undang-undang yang berlaku bagi terdakwa, dan juga
dalam surat dakwaan terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat
mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau dakwaan tidak dapat dibuktikan,
maka jelaslah Surat Dakawan itu telah dibuat dengan tidak mengindahkan
syarat
B.
kecermatan
Kejelasan
untuk
suatu
Surat
surat
dakwaan;
Dakwaan
Bahwa syarat kejelasan suatu surat dakwaan adalah bahwa surat dakwaan itu
harus merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan sekaligus memadukan
dengan uraian perbuatan materil (fakta) yang dilakukan oleh terdakwa dalam
surat
dakwaan;
didakwakan;
Tiga dakwaan secara kombinasi, maka unsur-unsur delik dakwaan itu akan
diuraikan
sebagai
berikut;
1.Dakwaan Primair
akan
dikemukakan
di
bawah
- setiap orang;
- yang secara melawan hukum;
- melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi;
- yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomiam negara;
ini;
Unsur
delik
setiap
orang
korporasi;
badan
hukum;
Bahwa apakah unsur delik setiap orang ini telah dirumuskan dalam Surat
Dakwaan dan sudah memadukan dengan uraian perbuatan materil (fakta) yang
dilakukan
oleh
terdakwa
dalam
surat
dakwaan;
adalah
orang
perseorangan
atau
termasuk
korporasi;
Bahwa ternyata tidak mudah menjawab pertanyaan ini oleh karena pada
bagian Identitas Terdakwa Surat Dakwaannya Penuntut Umum menyebut
Terdakwa adalah orang perseorangan, yaitu yang bernama lengkap VINCE
MAY
STRUGGLE;
Bahwa akan tetapi pada bagian Dakwaan baik Dakwaan Primair, Subsidair
maupun Dakwaan Lebih Subsidair Surat Dakwaannya Penuntut Umum
menyebut Terdakwa dengan sebutan terdakwa VINCE MAY STRUGGLE
selaku Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik ,
Perum
Bulog,
bukan
untuk
dirinya
sendiri;
Bahwa oleh karena dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum tidak jelas apakah
Terdakwa didakwa sebagai orang perorangan atau dalam kedudukannya
selaku Direktur Perum Bulog yang oleh demikian itu bertindak untuk dan atas
nama Perum Bulog, maka unsur setiap orang dalam Surat Dakwaan harus
dipandang
Unsur
Bahwa
tidak
delik
mengenai
yang
unsur
delik
secara
yang
terpenuhi;
melawan
secara
melawan
hukum
hukum
Bahwa khusus pengertian melawan hukum secara materil, oleh karena telah
dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi oleh Mahkamah Konstitusi
dalam putusannya No. 003/PUU-IV/2006 tanggal 24 Juli 2006, maka dalam
perkara ini hanya akan ditinjau dari segi perbuatan melawan hukum secara
formil;
berlaku;
suatu
korporasi
Bahwa unsur ini pun tidak terpenuhi dalam Surat Dakwaan oleh karena dalam
Surat Dakwaan selain tidak dijelaskan sama sekali mengenai berapa besar
uang yang telah Terdakwa nikmati juga tidak dijelaskan sama sekali mengenai
korporasi/perusahaannya mana yang telah dipercaya oleh perbuatan tersebut
dan
dalam
jumlah
berapa;
dapat
dirugikan;
4. BARANG BUKTI
Bahwa barang bukti berupa Beras yang ditemukan di sejumlah pasar induk
di Indonesia keadaannya jelas sudah berbeda dengan keadaan awal Beras
saat diterima di Pelabuhan tanjung Priok. Proses pengangkutan beras yang
telah melalui perjalanan panjang tersebar ke seluruh wilayah Indonesia,
serta melalui kondisi geografis yang juga berbeda-beda menjadikan besar
kemungkinan
mengakibatkan
meningkatnya
kepecahan
Beras
dan
penurunan kualitas beras. Oleh sebab itu tidak relevan beras yang ditemukan
di salah satu pasar induk dijadikan sampel untuk diuji. Beras yang menjadi
sampel jelas tidak dapat mewakili semua beras Impor asal Vietnam yang
didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia.
Pengujian yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) terasa sangat
menghakimi Terdakwa Vince May Struggel, S.P., M.Agr. sebagai pribadi
manusia, yang penelitian tersebut dilakukan tanpa melakukan penelitian
secara cermat dan teliti.
tingkat kepecahan maksimum untuk beras jenis medium adalah 25% dengan
kondisi beras yang memiliki perbandingan 25% beras yang hancur dan 75%
beras yang masih dalam kondisi utuh atau baik. Kepecahan beras untuk
jenis medium telah diatur dengan Peraturan Menteri Perdagangan nomor:
12/M-DAG/PER/4/2008.
Bahwa dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum tentang beras
impor asal Vietnam yang mengharuskan syarat beras medium memiliki
tingkat kepacahan 5% adalah sebuah kesalahan sebab dalam peraturan
Menteri Perdagangan nomor: 12/M-DAG/PER/4/2008 tingkat kepecahan
pada beras jenis medium adalah berkisar diatas 5% - 25%, sedangkan
tingkat kepecahan 5% tidak termasuk dalam jenis beras medium melainkan
jenis beras premium.
Tidak mungkin dalam keadaan darurat, dimana Indonesia mengalami defisit
cadangan beras akibat gagal panen dan bencana alam, Perum Bulog
memaksakan untuk mengadakan Beras jenis Premium dengan tingkat
kepecahan 5%. Sebagaimana diketahui beras jenis Premium sangat terbatas
jumlahnya dipasaran sekalipun oleh negara-negara penghasil beras di Asia
Tenggara. Beras jenis Premium yang terbatas jumlahnya juga pastinya akan
berbanding lurus dengan harga yang tinggi.
5.
KESIMPULAN
DAN
PERMOHONAN
Acara
Majelis
Jaksa
Pidana.
Hakim
Penuntut
Yang
Umum
Hadirin
Yang
Kami
Mulia,
Hormati
Yang
dan,
Terhormat.
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa kami Penasihat Hukum Terdakwa
akan menjelaskan dan menyampaikan alasan-alasan Keberatan atau Eksepsi
atas
Surat
Dakwaan
Jaksa
Penuntut
Umum,
yang
terdiri
dari:
atau
perekonomian
negara.
dalam
pasal
143
ayat
(2)
huruf
KUH.Acara
Pidana;
Menurut pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, Surat Dakwaan harus memuat
uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan.
Bahwa yang dimaksud dengan cermat adalah ketelitian Jaksa Penuntut
Umum dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan pada Undang
Undang yang belaku bagi Terdakwa, serta tidak terdapat kecurangan atau
kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak
dapat dibuktikan. Sedangkan yang dimaksud dengan jelas adalah bahwa
Jaksa Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur dari delik
yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian materil (fakta) yang
dilakukan
oleh
Terdakwa
dalam
Surat
Dakwaan.
Adapun yang dimaksud dengan lengkap adalah uraian Surat Dakwaan harus
mencakup semua unsur yang ditentukan dalam Undang-undang secara
lengkap.
Bahwa Surat Dakwaan tidak memenuhi syarat materil, karena tidak cermat,
jelas dan lengkap menguraikan unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan,
berarti Surat Dakwaan itu obscur libel (kabur) atau rumusannya
mengandung uraian perbuatan yang bertentangan antara pasal satu dengan
pasal
yang
lain.
Bahwa Surat Dakwaan disusun secara tidak cermat karena Surat Dakwaan
tersebut
melanggar
azas
legalitas.
Bahwa Surat Dakwaan, tersebut disusun secara tidak cermat dan unsurunsurnya serta keterkaitannya antara dakwaan primair, subsidair dan lebih
subsidair.
Umum
telah
disusun
secara
kombiansi.
berdasarkan
ijin
dari
pihak
yang
berkompeten.
Terdakwa
VINCE
MAY
STRUGGLE;
kepada
Terdakwa
bukan
merupakan
tindak
pidana.
Bahwa Surat Dakwaan Saudara Jaksa Penuntut Umum adalah tidak cermat,
tidak jelas dan tidak lengkap menguraikan mengenai tindak pidana yang
didakwakan terhadap terdakwa VINCE MAY STRUGGLE sebagaimana
diatur dalam pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
UU No.20 Tahun 2001. Pasal 143 ayat (2) huruf b KUH.Acara Pidana;
5. Bahwa berdasarkan pasal 143 ayat (2) sub b KUH.Acara pidana kami
menilai bahwa Tindak Pidana yang didakwakan dalam dakwaan Saudara
Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap (obscuur
libel) sehingga Surat Dakwaan tersebut Cacat Hukum. (Vide pasal 143
ayat
(3)
KUH.Acara
Pidana);
Terdakwa dengan Dakwaan Kombinasi yakni terdiri dari dua (2) dakwaan
yang
terdiri
dari
Dakwaan Primair:
(dua
ratus
juta
rupiah)
dan
paling
banyak
-. Dakwaan Subsidair:
Terdakwa didakwa telah melakukan tindak pidana dengan sengaja tidak
membayar dan/atau menyetor PSDH sebesar Rp134.145.275,- (seratus tiga
puluh empat juta seratus empat puluh lima ribu dua ratus tujuh puluh lima
rupiah) dan DR sebesar US$40.252,03 (empat puluh ribu dua ratus lima
puluh dua koma nol tiga dollar Amerika) yang merupakan PNBP
(Penerimaan Negara Bukan Pajak) sebagaimana yang diatur dan diancam
dalam pasal 21 ayat (1) huruf a UU No.20 tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara
Bukan
pajak.
Mahkamah
Agung
Republik
Indonesia
No.531
dan
lengkap
dalam
Surat
Dakwaan.
Bahwa berdasarkan yang kami telah sampaikan tersebut diatas jelaslah Surat
Dakwaan Saudara Jaksa Penuntut Umum tersebut tidak cermat, tidak jelas
atau tidak lengkap (kabur), sehingga dakwaan Saudara Jaksa Penuntut
Umum tersebut haruslah ditolak demi hukum karena Surat Dakwaan
tersebut cacat hukum dan oleh karena Surat Dakwaan Saudara Jaksa
Penuntut Umum tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 143 ayat (2) huruf b maka Surat Dakwaan tersebut batal demi
hukum. Vide pasal 143 ayat (3) KUH.Acara Pidana.
sangat
dipaksakan.
Oleh karena itu Kami Penasihat Hukum Terdakwa berpendapat bahwa tindak
pidana Terdakwa seperti yang didakwakan Saudara Jaksa Penuntut Umum adalah
tidak cermat, tidak jelas atau tidak lengkap dan kabur sehingga konsekwensinya
Surat Dakwaan Saudara Jaksa Penuntut Umum tersebut batal demi hukum sesuai
dengan
pasal
143
ayat
(3)
KUH.Acara
Pidana;
Akhirnya berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, kiranya sudah cukup alasan
bagi kami Advokat/Penasihat Hukum Terdakwa memohon kepada Majelis Hakim
agar
kiranya
1.
Menerima
berkenan
Eksepsi/keberatan
memutuskan:
kami
tersebut
setidak-tidaknya
tidak
dapat
diterima
4.
Memerintahkan
terdakwa
segera
dikeluarkan
dari
tahanan.
Atau Bilamana Majelis Hakim berpendapat lain, maka kami mohon agar
diberikan putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono), demi tegaknya
keadilan berdasarkan hukum yang berlaku dan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
VERDINAN, S.H.