Anda di halaman 1dari 3

Nama : Inayatul Maimonah

NIM : 33020170080

Makul : Hukum Acara Peradilan Agama

Kelas : E (Jum’at, 10.20 – 12.00)

EKSEPSI DI PERADILAN AGAMA

A. Pengertian Eksepsi
Eksepsi dalam konteks hukum acara perdata memiliki makna tangkisan atau
bantahan (objection). Bisa juga berarti pembelaan (plea) yang diajukan tergugat terhadap
materi gugatan penggugat. Namun, tangkisan atau bantahan yang diajukan dalam bentuk
eksepsi ditujukan kepada hal yang menyangkut syarat formalitas gugatan dan tidak
ditujukan atau menyinggung bantahan terhadap pokok perkara (verweer ten principale).
Salah satu eksepsi dalam hukum acara perdata adalah eksepsi mengenai kewenangan
mengadili. Eksepsi kewenangan mengadili diajukan apabila dianggap pengadilan tidak
berwenang mengadili perkara yang bersangkutan. Eksepsi kewenangan mengadili dibagi
menjadi:
1) Eksepsi Kewenangan Absolut (Exceptio Declinatoir)
Kompetensi absolut berkaitan dengan kewenangan absolut 4 (empat) lingkungan
peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Agama, dan
Peradilan Militer) dan Peradilan Khusus (Arbitrase, Pengadilan Niaga, dan lain-lain).
Masing-masing pengadilan mempunyai yurisdiksi tertentu.
2) Eksepsi Kewenangan Relatif (Relative Comprtitie)
Kompetensi relatif berkaitan dengan wilayah hukum dari suatu pengadilan dalam
satu lingkungan peradilan yang sama, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 118
HIR.
B. Tata Cara Pengajuan Eksepsi
Cara pengajuan eksepsi diatur dalam beberapa pasal 125 ayat (2), Pasal 133, Pasal
134, dan Pasal 136 HIR, cara pengajuan berkenaan dengan ketentuan kapan eksepsi
disampaikan dalam proses pemeriksaan berdasarkan pasal pasal tersebut terdapat
perbedaan cara mengenai saat pengajuan eksespsi, dikaitkan dengan jenis eksepsi yang
bersangkutan.
Cara mengajukan Eksepsi Kewenangan Absolut dan Relatif (Exceptio
Declinatoir) Pengajuan Eksepsi kewenangan Absolut diatur dalam Pasal 134 HIR dan
Pasal 132 Rv, dalam kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa : Eksepsi
kewenangan absolut dapat diajukan tergugat setiap saat selama proses pemeriksaan
berlangsung di sidang tingkat pertama (PN), dengan kata lain tergugat berhak
mengajukannya sejak proses dimulai sampai sebelum putusan dijatuhkan. Bahkan dapat
diajukan pada tingkat banding dan kasasi. Selanjutnya berdasarkan pasal 132 Rv, telah
mengatur sebagai berikut “ dalam hal hakim tidak berwenang karena jenis pokok
perkaranya, maka ia meskipun tidak diajukan tangkisan tentang ketidakwenangannya,
karena jabatannya wajib menyatakan dirinya tidak berwenang.” Yang dimaksud dalam
pasal ini adalah Hakim secara ex officio, wajib menyatakan diri tidak berwenang
mengadili perkara yang diperiksanya, apabila perkara diajukan secara absolut berada
diluar yurisdiksinya atau termasuk dalam kewenangan lingkungan peradilan lain,
kewajiban tersebut mesti dilakukan secara ex-officio meskipun tergugat tidak
mengajukan eksepsi tentang itu.
Cara pengajuan eksepsi kompetensi relative (Relative Competentie) bentuk dan
saat pengajuan eksepsi kompetensi relative diatur dalam pasal 125(2) dan pasal 133 HIR
bertitik tolak dari kedua pasal tersebut.
C. Macam-macam Eksepsi
Macam-macam Eksepsi/tangkisan dalam Hukum Acara yaitu:
a. Eksepsi mengenai kekuasaan relatif, yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa PN tidak
berwenang mengadili perkara. Diajukan sebelum tergugat menjawab pokok perkara.
b. Eksepsi mengenai kekuasaan absolut, yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa PN
tidak berwenang untuk mengadili perkara tsb (psl 143 HIR), eksepsi mengenai
kekuasaan absolut dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan perkara
berlangsung, bahkan hakim wajib karena jabatannya (tanpa harus diminta oleh
tergugat)
c. Eksepsi Deklinatoir (mengelakkan), hakim tidak berwenang (psl 133, 134) jika benar
maka gugatan penggugat diputus tidak dapat diterima. Dalam hal ini penggugat dapat
mengajukan gugatan baru pada pengadilan yang berwenang.
d. Eksepsi Dilatoir (menangguhkan, menunda): contoh, tergugat menyatakan bahwa
gugatan diajukan prematur, belum saatnya. Kalau gugatan penggugat dinyatakan
tidak dapat diterima, penggugat dapat menggugat kembali setelah tiba saatnya.
e. Eksepsi Peremptoir (menyudahi, menyelesaikan): Contoh daluwarsa, kalau oleh
hakim gugatan tersebut ditolak, maka penggugat tidak dapat mengajukan gugatan
lagi.
f. Eksepsi Diskualifikatoir: yaitu penggugat dianggap tidak mempunyai kedudukan
yang dimaksud dalam gugatan.
g. Eksepsi ne bis in idem: eksepsi yang menyatakan bahwa perkara yang sekarang
seluruhnya sama dengan perkara yang terdahulu diputus yaitu baik objeknya,
persoalannya maupun pihak-pihaknya sama (nebis in idem).

Anda mungkin juga menyukai