( EKSEPSI )
Dalam Perkara Pidana
Nomor : 622/Pid.B/2022/PN JKT.SEL
Disampaikan pada
Sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas 1-A Khusus
Hari Selasa, 30 Agustus 2022
Kesatu : Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 264 ayat (2) Jo. Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP
Subsidair
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (2) Jo. Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP
Kedua : Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 406 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP
Subsidair
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 167 ayat (1) Jo. Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP
----- Terlebih dahulu perkenankan kami selaku Tim Penasihat Hukum Terdakwa berdasarkan
Surat Kuasa Khusus dengan Nomor : 120/SK-KHP/VII/2022 tertanggal 21 Juli 2022 bertindak
untuk dan atas nama terdakwa WARDI NAZAR, pada kesempatan ini kami memanjatkan
segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat dan tuntunan-Nya kita
masih diberi nafas kehidupan, tubuh yang sehat dan kuat sehingga kita dimampukan untuk
menjalani tahap persidangan ini dengan baik serta kami dapat mengajukan KEBERATAN atas
Surat Dakwaan Penuntut Umum No. Reg. Perkara : PDM-83/JKT.Slt/07/2022. ---------------
----- Setelah pada persidangan lalu kita mendengarkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
terhadap Terdakwa WARDI NAZAR, maka kini perkenankanlah kami selaku Penasihat Hukum
Terdakwa menyampaikan eksepsi/tangkisan/keberatan dalam perkara a quo. Berdasarkan
Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Yang Terhormat, kiranya kami merasa sangat perlu untuk
menyampaikan eksepsi ini demi kepentingan hukum dan keadilan serta memperoleh jaminan
perlindungan hak-hak asasi terdakwa atas kebenaran, kepastian hukum dan keadilan serta
demi memastikan terpenuhinya keadilan yang menjadi Hak Asasi Manusia, sebagaimana
tercantum dalam Pasal 7 Deklarasi Universal HAM ( DUHAM ), Pasal 14 ( 1 ) Konvenan Hak
Sipil dan Politik yang telah diratifikasi menjadi Undang- Undang No. 12 tahun 2005 tentang
Pengesahan Internasional Convenant on Civel and Political Rights (Konvenan Internasional
Tentang Hak-hak Sipil dan Politik), pasal 27 (1), pasal 28 D (1) UUD 1945, pasal 7 dan pasal 8
TAP MPR No. XVII Tahun 1998 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 17 Undang-Undang No 39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dimana semua orang adalah sama dimuka
hukum dan tanpa diskriminasi apapun serta berhak atas perlindungan hukum yang
sama . ----------------------------------------------------------------------------------------------------------
----- Selain itu, eksepsi ini perlu kami sampaikan demi perlindungan hukum yang lebih luas bagi
masyarakat pada umumnya maupun pembangunan hukum dalam proses beracara pada
persidangan perkara pidana yang semuanya itu telah pula dijamin dan diatur dalam Pasal 156
ayat (1) KUHAP yang mengatur sebagai berikut :
" Dalam hal Terdakwa atau Penasihat Hukum mengajukan keberatan bahwa
Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara atau dakwaan tidak dapat diterima
atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan oleh Jaksa
Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya Hakim mempertimbangkan
keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan "
----- Pengajuan NOTA KEBERATAN yang kami buat ini, sama sekali tidak mengurangi rasa
hormat kami kepada Jaksa Penuntut Umum yang sedang melaksanakan fungsi dan juga
pekerjaannya, serta juga pengajuan NOTA KEBERATAN ini tidak semata-mata mencari
kesalahan dari dakwaan jaksa penuntut umum ataupun menyanggah secara apriori dari
materi ataupun formal dakwaan yang dibuat oleh jaksa penuntut umum. Namun ada hal yang
sangat fundamental untuk dapat diketahui Majelis Hakim dan saudara Jaksa Penuntut Umum
----- Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Pokok-Pokok
Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang disangka, ditangkap,
dituntut atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap TIDAK BERSALAH
sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap”, oleh karena itu kami selaku Tim Penasihat Hukum
Terdakwa, berharap bahwa Persidangan tetap teguh kepada (bukan saja) prinsip hukum
namun perintah undang-undang yang menyatakan kita WAJIB menganggap Terdakwa yang
duduk di hadapan kita saat ini TIDAK BERSALAH sampai adanya putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde). -------------------------------
----- Dan juga Pengajuan NOTA KEBERATAN ini bukan untuk memperlambat jalannya proses
peradilan, sebagaimana disebutkan dalam Asas Trilogi peradilan. Namun sebagaimana
disebutkan diatas, bahwa pembuatan dari NOTA KEBERATAN ini mempunyai makna serta
tujuan sebagai Penyeimbang dari Surat Dakwaan yang disusun dan dibacakan dalam sidang.
Kami selaku Penasihat Hukum terdakwa percaya bahwa Majelis Hakim akan
mempertimbangkan dan mencermati segala masalah hukum tersebut, sehingga dalam
keberatan ini kami mencoba untuk menggugah hati nurani Majelis Hakim agar tidak semata-
mata melihat permasalahan ini dari kacamata atau sudut pandang yuridis atau hukum positif
yang ada semata, namun menekankan nilai-nilai keadilan yang hidup didalam masyarakat yang
tentunya dapat meringankan hukuman terdakwa. -------------------------------------------------------
----- Untuk itu, sebelum melanjutkan ke tahap persidangan selanjutnya, marilah kita melakukan
penelaahan yang mendalam terlebih dahulu, apakah Surat Dakwaan dari Penuntut Umum telah
memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana yang telah diatur KUHAP. Hal ini didasarkan
pada fungsi dari Surat Dakwaan yang pernah dikemukakan oleh Prof. Andi Hamzah, S.H
bahwa Surat Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena
berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu. --
-----Bertitik tolak dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) untuk kemudian berlanjut pada Surat
Dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut pada persidangan perkara ini, pada dasarnya adalah
langkah penegakan hukum demi menemukan kebenaran materiil hukum pidana. Dalam artian
pula, bahwa proses yang kita jalani bersama-sama saat ini adalah proses menegakkan prinsip-
prinsip hukum pidana yang berlaku bagi segenap warga negara tanpa pandang bulu, baik itu
hukum pidana formil maupun hukum pidana materiil, demi terwujudnya suatu kebenaran dan
keadilan yang dituangkan dalam putusan Majelis Hakim Yang Mulia yang sering diibaratkan
sebagai perpanjangan tangan Tuhan di atas dunia ini. ------------------------------------------------------
----- Proses persidangan perkara sendiri, merupakan suatu rangkaian proses dari mulai adanya
dugaan suatu tindak pidana yang kemudian berlanjut dengan peneyelidikan dan penyidikan
dari Kepolisian untuk kemudian diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum guna melakukan
penuntutan dan dari Jaksa Penuntut Umum menyerahkan kepada Pengadilan yang berwenang
untuk mengadili guna dihasilkan suatu putusan hukum berdasarkan peraturan perundang-
undangan. Dari rangkaian proses ini, tidak satupun yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan
suatu rangkaian proses yang saling terkait guna melahirkan suatu penegakan hukum yang
bermartabat. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------
----- Proses persidangan peradilan pidana sendiri, berangkat dari adanya Surat Dakwaan yang
diajukan Jaksa Penuntut Umum. Posisi atau kedudukan surat dakwaan dalam penanganan
perkara pidana ini menempati posisi yang sangat penting. Hal ini dikarenakan surat dakwaan
----- Yahya Harahap (1988; 415) menyatakan bahwa putusan perkara pidana dalam teori
maupun praktek sangat bergantung pada surat dakwaan, oleh karena surat dakwaan
merupakan landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka persidangan, dan kemudian
menjadi landasan bagi hakim dalam menyusun pertimbangan hukum dan putusan. Selain itu,
dalam Yurisprudensi MA RI No : 68K/KR/1973, 16 Desember 1976 menyatakan bahwa
putusan hakim wajib mendasarkan pada rumusan surat dakwaan. --------------------------------------
----- Surat dakwaan sendiri yang memuat berbagai uraian verbal tindak pidana yang di duga
dilakukan terdakwa, haruslah disusun berdasarkan bahan-bahan/fakta-fakta, kemudian ditarik
dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan yang sudah tertuang secara resmi dalam
BAP yang dilimpahkan penyidik ke Kejaksaan. Untuk kemudian berangkat dari bahan-
bahan/fakta-fakta tersebut, Penuntut Umum akan menuangkannya dalam suatu Surat
Dakwaan guna mendakwa seorang terdakwa dalam suatu proses persidangan perkara pidana.
----- Namun demikian, setelah memperhatikan apa yang tertuang dalam Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) di Kepolisian serta Surat Dakwaan yang telah disampaikan Jaksa Penuntut
Umum pada persidangan lalu, maka kami merasa perlu untuk menyampaikan eksepsi ini.
Bukan demi kepentingan terdakwa yang duduk pada kursi panas persidangan, melainkan demi
tegaknya hukum dan keadilan sesuai dengan seharusnya. Sudah merupakan kewajiban bagi
Penasihat Hukum untuk mengajukan eksepsi/tangkisan/bantahan atas Surat Dakwaan Jaksa
Penuntut Umum apabila dalam Surat Dakwaan tersebut ada sesuatu yang tidak sesuai dengan
seharusnya dan/atau Surat Dakwaan tersebut bermula dari sebuah proses yang menyalahi
prosedur hukum. -------------------------------------------------------------------------------------------------------
----- Perlunya eksepsi diajukan atas Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dipandang
tidak sesuai dengan seharusnya bukan sekedar untuk membuat persidangan menjadi lama
melainkan lebih dari itu karena pada dasarnya fungsi surat dakwaan bagi terdakwa dan/atau
penasihat hukum adalah sebagai :
----- Pada Tahun 399 SM, Socrates sebagai filsuf besar dalam usianya yang 70 Tahun,
dihadapkan pada persidangan yang terkenal dengan “Court of The Heliast”, dimana pada
persidangan tersebut Socrates diadili oleh 501 Warga Athena. Jumlah Ganjil untuk menjamin
suatu putusan bebas atau bersalah dalam peradilan tersebut. Pada dasarnya, peradilan ini
menuduh Socrates melakukan dua kejahatan, yaitu :
----- Berangkat dari peristiwa peradilan Socrates tersebut, terlihat nyata bagaimana etika,
moral dan nilai-nilai mulia hukum dicabut dari akarnya yaitu keadilan hanya demi tujuan sesaat
guna memenuhi kepentingan kelompok tertentu. Sungguh sebuah ironi, Athena yang terkenal
sebagai negeri paling demokratis di zamannya ternyata memberikan dan menorehkan noda
paling hitam yang menjadi pengalaman sungguh berarti dalam dunia hukum dan peradilan.
Hukum telah dijadikan sebagai senjata paling ampuh guna mengangkangi kebebasan dan
keadilan. Berkaca dari hal tersebut, sudah sepantasnya apabila kita yang hadir dalam
persidangan ini kembali mengetuk hati nurani masing-masing dalam melihat dan mempelajari
dengan seksama perkara yang tengah kita hadapi. Marilah, kita bersama-sama menghilangkan
segala tendensi apapun. Patutlah kiranya hukum dan peradilan sebagai suatu gerbang utama
menuju keadilan bagi semua pihak sehingga tujuan mulia hukum benar-benar tercapai. ---------
----- “Hukum adalah suatu perintah yang masuk akal, ditujukan untuk
kesejahteraan umum, dibuat oleh mereka yang mengemban tugas suatu
masyarakat yang dipromulgasikan”. Demikianlah defisini hukum menurut Thomas
Aquinas, dimana definisi ini tetap menjadi definisi yang lengkap dan aktual hingga saat ini.
Hukum adalah suatu perintah yang logis. Kalau ada hukum yang tidak logis maka hukum itu
bertentangan dengan eksistensinya sendiri. Kelogisan hukum itu sendiri dapat diverifikasikan
dalam kalimat-kalimat yang tertuang dalam perumusan suatu tata aturan yang kemudian
menjadi tolak ukur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. ---------------------------------------------
----- Hukum haruslah adil dan selalu memperjuangkan keadilan bagi semua pihak, termasuk
keadilan seutuhnya bagi seorang Tersangka dan/atau Terdakwa. Hukum yang tidak adil
bertentangan sekali dengan hakikat keberadaan hukum dan haruslah diubah agar mencapai
sasarannya yaitu kesejahteraan umum serta keadilan. Ketika anak manusia berhadapan
dengan proses hukum itu sendiri, tidak lain dan tidak bukan yang diharapkan adalah lahirnya
sebuah KEADILAN seutuhnya yang diformulasikan melalui lembaga peradilan lewat Majelis
Hakimnya. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
----- Ketika proses dalam memperoleh keadilan pada suatu peradilan pidana yang dimulai dari
tahap penyidikan hingga adanya suatu putusan peradilan yang memiliki kekuatan hukum tetap
gagal untuk mewujudkan keadilan, maka terjadilah apa yang kita kenal dengan istilah
“miscarriage of Justice” (Kegagalan dalam penegakan keadilan). Persoalan
“Misscarriage of Justice” sendiri merupakan persoalan yang universal dan factual yang dihadapi
oleh hampir semua negara dalam penegakan sistem peradilan pidananya. ----------------------------
KANTOR HUKUM PARNAGOGO & REKAN 5
NO HP / WA : 0813-70000-749 / 0812-8281-3159
----- Dalam hal ini maka Penuntut Umum selaku penyusun Surat Dakwaan harus mengetahui
dan memahami benar kronologi peristiwa yang menjadi fakta dakwaan, apakah sudah cukup
berdasar untuk dapat dilanjutkan ke tahap pengadilan ataukah fakta tersebut tidak seharusnya
diteruskan karena memang secara materiil bukan merupakan tindak pidana. Salah satu
fungsi hukum adalah menjamin agar tugas Negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat bisa
terlaksana dengan baik dan mewujudkan keadilan yang seadil adilnya dan hukum menjadi
panglima untuk mewujudkan sebuah kebenaran dan keadilan. Melalui uraian ini kami mengajak
Majelis Hakim yang terhormat dan jaksa penunutut umum bisa melihat permasalahan secara
menyeluruh (komprehensif) dan tidak terburu-buru serta bijak, agar dapat sepenuhnya menilai
ulang WARDI NAZAR, sebagai terdakwa dalam perkara ini dan kami selaku Penasehat Hukum
juga memohon kepada Majelis Hakim dalam Perkara ini untuk memberikan keadilan hukum
yang seadil-adilnya. ---------------------------------------------------------------------------------------------------
----- Merupakan suatu kehormatan bagi kami yang secara Bersama-sama dengan Penuntut
Umum dapat menegakkan supremasi hukum di Indonesia, dimana dalam perkara ini
TERDAKWA dituduh telah melakukan perbuatan berupa memalsukan surat berupa Akta
Autentik dan merusakkan barang kepunyaan orang lain dan/atau memasuki pekarangan orang
lain. Padahal faktanya Saksi Korban (Hj. TUTY NURKESIH) telah Salah Letak Objek
hak atas tanah dalam perkara a quo berdasarkan Sertifikat Hak Milik
No.3474/Cipedak dahulu Sertifikat Hak Milik No.1059/Ciganjur. Dalam membuat
Surat Dakwaannya, Penuntut Umum menggunakan dakwaan yang berbentuk Kumulatif yang
menyatakan bahwa TERDAKWA melanggar pasal-pasal sebagai berikut :
DAKWAAN
Kesatu :
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 264 ayat (2) Jo. Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP
Subsidair
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (2) Jo. Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP
Kedua :
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 406 ayat (1) Jo. Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP
Subsidair
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 167 ayat (1) Jo. Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP
----- MENYUSUN SURAT DAKWAAN HARUS DILAKUKAN SECARA SERIUS DAN HATI -
HATI. SURAT DAKWAAN YANG MENYIMPANG DARI HASIL PENYIDIKAN DAN /
ATAU YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT MATERIIL, MERUPAKAN DAKWAAN YANG
HARUS DINYATAKAN BATAL DEMI HUKUM MENURUT PASAL 143 KUHAP. ------------
----- Dalam menyusun Surat Dakwaan tersebut, Penuntut Umum harus berpedoman pada
aturan-aturan, hasil penyidikan, yurisprudensi Mahkamah Agung bahkan doktrin hukum, bukan
hasil berasumsi atau mengarang bebas. -------------------------------------------------------------------
----- Rumusan surat dakwaan harus sejalan dengan hasil pemeriksaan penyidikan. Rumusan
surat dakwaan yang menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan merupakan dakwaan yang
palsu dan tidak benar. Surat dakwaan yang demikian tidak dapat dipergunakan jaksa menuntut
terdakwa. -------------------------------------------------------------------------------------------------------
----- Selain itu sesuai dengan pasal 143 KUHAP, dakwaan juga harus memenuhi syarat, baik
formil maupun materiil. Pasal 143 ayat (2) KUHAP merupakan ketentuan syarat materil dari
sebuah dakwaan. Sesuai dengan Pasal 143 ayat (3) KUHAP, maka tidak dipenuhinya syarat
materiil mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum. Berikut bunyinya:
----- Berdasarkan Pasal 143 ayat (2) KUHAP tersebut, agar syarat materiil terpenuhi, maka ada
2 (dua) unsur yang tidak boleh dilalaikan, yakni (a) uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai
tindak pidana yang didakwakan dan menyebut (b) waktu dan tempat tindak pidana dilakukan.--
1.1 Surat Dakwaan Yang Mengandung Pertentangan antara Satu Dengan Yang Lain
Pertentangan isi dakwaan menimbulkan keraguan bagi terdakwa tentang perbuatan atau
tindakan mana yang didakwakan kepadanya.-------------------------------------------------------------
----- Perumusan yang tidak jelas antara misalnya “turut melakukan” dan “turut membantu”
dapat menimbulkan kerugian bagi terdakwa.--------------------------------------------------------------
----- Pendapat tersebut juga sejalan dengan Surat Edaran Kejaksaan Agung RI Nomor SE-
004/J.A/11/1993 tanggal 16 November 1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan dijelaskan
perumusan cermat, jelas dan lengkap sebagai berikut:
Bahwa yang dimaksud dengan “cermat” adalah menuntut ketelitian Jaksa Penuntut
Umum dalam mempersiapkan Surat Dakwaan yang akan diterapkan bagi Terdakwa.
Dengan menempatkan kata “cermat” paling depan dari rumusan pasal 143 ayat (2)
huruf b KUHAP, pembuat undang – undang menghendaki agar Jaksa Penuntut Umum
dalam membuat Surat Dakwaan selalu bersifat korek dan teliti.
Bahwa yang dimaksud dengan “jelas” adalah uraian kejadian atau fakta kejadian yang
jelas dalam Surat Dakwaan, sehingga terdakwa dengan mudah memahami apa yang
didakwakan terhadap dirinya dan dapat mempersiapkan pembelaan dengan sebaik –
baiknya.
Bahwa yang dimaksud dengan “lengkap” adalah surat Dakwaan itu memuat semua
unsur (elemen) Tindak Pidana yang didakwakan. Unsur – unsur tersebut harus tertulis
secara jelas di dalam uraian fakta kejadian yang dituangkan dalam surat dakwaan.
----- Ketentuan Pasal 143 KUHAP tersebut dikukuhkan oleh Mahkamah Agung melalui
putusan-putusannya yang menyatakan bahwa Surat dakwaan yang disusun secara tidak
cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dan oleh karenanya harus dinyatakan BATAL DEMI
HUKUM :
----- M. Yahya Harahap mengatakan bahwa “pada dasarnya alasan yang dapat dijadikan
dasar hukum mengajukan keberatan agar surat dakwaan dibatalkan, apabila surat dakwaan
tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 atau melanggar ketentuan Pasal 144 ayat (2) dan
(3) KUHAP”. (Pembahasan dan penerapan KUHAP, pustaka Kartini, Jakarta, 1985, hlm. 663-
664)--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
----- Berdasarkan Surat Dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum maka menurut
hemat kami ada beberapa hal yang perlu ditanggapi secara saksama mengingat di dalam Surat
dakwaan tersebut terdapat berbagai kejanggalan dan ketidakjelasan yang menyebabkan kami
mengajukan keberatan.--------------------------------------------------------------------------------------
----- Berdasarkan uraian di atas kami selaku Penasehat Hukum Terdakwa ingin mengajukan
keberatan terhadap Surat Dakwaan yang telah didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan
alasan sebagai berikut :
----- Bahwa dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia, dikenal adanya 2 (dua) macam
kompetensi atau kewenangan lembaga peradilan, yakni Kompetensi Absolut dan Kompetensi
Relatif. Kompetensi Relatif menyangkut kewenangan wilayah hukum pengadilan manakah
dalam satu lingkungan peradilan yang berwenang mengadili suatu persoalan hukum {Pasal 84
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)}. Sedangkan, Kompetensi Absolut menyangkut kewenangan lingkungan peradilan
dalam mengadili suatu perkara yang didasarkan kepada objek atau materi pokok perkaranya.
Hal ini berdasarkan pada UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu sebagai
berikut :
----- Bahwa apabila Kompetensi Absolut Pengadilan dikaitkan dengan perkara a quo, maka
timbul pertanyaan : Pengadilan manakah yang berwenang memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara atas nama Terdakwa WARDI NAZAR ?
----- Seharusnya Penuntut Umum lebih bijaksana dalam melihat perkara ini, bahwa jika melihat
dengan pikiran yang terbuka, seharusnya sudah dapat terlihat dengan jelas seluruh rangkaian
perbuatan dalam perkara a quo bahwa Pengadilan yang berhak untuk memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara atas nama Terdakwa WARDI NAZAR ialah PTUN (Pengadilan Tata
Usaha Negara). ----------------------------------------------------------------------------------------------
----- Lebih jelas lagi Penuntut Umum menguraikan dalam dakwaannya di halaman 4 :
----- Bahwa dokumen-dokumen berupa Asli Girik C No : 336 Persil 136 atas nama SAIIN BIN
SAAN telah digunakan oleh saksi SURYA BANGGA DIPARAHARJA pada tertanggal 19 Agustus
2021 mengajukan perkara perdata di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang telah
teregister dengan Nomor Perkara : 198/G/2021/PTUN.JKT tanggal 19 Agustus 2021
sebagai Penggugat terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Selatan
sebagai Tergugat dan Saksi Hj. TUTY NURKESIH sebagai Tergugat Intervensi, dengan
objek gugatan Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 3474/Desa Ciganjur yang diterbitkan tanggal
30 Juni 2005, Gambar Situasi No. 306/1988, tanggal 05 Mei 1988 seluas 1.970 M2 atas nama
Ny. Hj. TUTY NURKESIH untuk dibatalkan. ----------------------------------------------------------------
----- Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa perkara a quo merupakan perkara yang
menyentuh ranah Tata Usaha Negara, sehingga Pengadilan yang berhak untuk memeriksa ialah
Pengadilan Tata Usaha Negara. -----------------------------------------------------------------------------
----- Oleh karenanya kami mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Kelas 1-A Khusus yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk menyatakan bahwa
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas 1-A Khusus TIDAK BERWENANG untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara yang didakwakan terhadap Terdakwa WARDI NAZAR . ------
----- Bahwa dalam perkara yang kita hadapi saat ini, eksepsi yang akan kami ajukan selaku
Penasihat Hukum Terdakwa WARDI NAZAR adalah eksepsi atas dilakukannya pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana terdapat pasa Pasal 56 ayat (1) KUHAP oleh penyidik Polri
dalam perkara ini, yang lebih dikenal dengan “Pelanggaran Miranda Rule” dalam proses
peradilan, dengan alasan sebagai berikut :
----- Bahwa sebagaimana yang diuraikan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa apa yang
dilakukan oleh Terdakwa adalah tindak pidana yang diancam dengan ancaman maksimal 8
tahun penjara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 264 ayat (2) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP Subsidair Pasal 263 ayat (2) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 406 ayat (1) Jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsidair Pasal 167 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
----- Dan yang harus Majelis Hakim ketahui juga bahwa Terdakwa adalah orang
yang sudah uzur (sudah tua) dan sulit untuk membaca dan menulis dan oleh karena
itu maka sudah sepatutnya dan sewajarnya jika sejak awal atau pada saat
Pemeriksaan Tambahan sebagai Tersangka pada tanggal 06 Juni 2022 dan
Pemeriksaan Tambahan sebagai Tersangka pada tanggal 30 Juni 2022 Terdakwa
harus di damping oleh Penasehat Hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 54
KUHAP dan Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang menyatakan :
Pasal 54 KUHAP :
(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas
tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan
pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri,
pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses
peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka;
----- Fakta hukum menunjukkan ternyata penyidik Polri dalam perkara ini telah melalaikan
kewajibannya dalam menunjuk penasihat hukum bagi tersangka/terdakwa. Dalam “due process
of law” sekalipun pihak Kepolisian dalam menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan telah
diberi hak istimewa oleh undang-undang atau hak privillege berupa : memanggil, memeriksa,
menahan, menangkap, menggeledah, menyita terhadap dan dari diri tersangka, akan tetapi di
dalam melaksanakan hak-haknya tersebut pihak kepolisian harus taat dan tunduk kepada
prinsip The Right of Due Process, yaitu tersangka berhak diselidik dan/atau disidik atas
landasan “sesuai dengan hukum acara”. ------------------------------------------------------------------
----- Bertitik tolak dari asas ini, Polri dalam melaksanakan fungsi dan kewenangan “penyidikan”,
harus berpatokan dan berpegang teguh pada ketentuan khusus yang telah diatur dan
dituangkan pada Hukum Acara Pidana (Criminal Procedure) sebagaimana terdapat pada
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 atau dikenal dengan istilah KUHAP. -------------------------
KANTOR HUKUM PARNAGOGO & REKAN 11
NO HP / WA : 0813-70000-749 / 0812-8281-3159
----- Konsep due process merupakan bagian integral dari upaya menjunjung tinggi supremasi
hukum dalam menangani suatu tindak pidana yang pelaksanaannya harus berpedoman dan
menghormati doktrin inkorporasi yang memuat berbagai hak yang antara lain telah dirumuskan
pada BAB VI KUHAP, yang salah satunya adalah hak untuk mendapatkan bantuan hukum
seperti termaktub pada Pasal 54 KUHAP. ------------------------------------------------------------------
----- Namun, khusus untuk sangkaan/dugaan/dakwaan yang diancam dengan hukuman pidana
penjara maksimal 5 tahun atau lebih bagi mereka yang tidak mampu, sebagaimana yang
sekarang didakwakan kepada Terdakwa WARDI NAZAR, tersangka seharusnya bukan hanya
sekedar diberitahu belaka tentang haknya untuk mendapat bantuan hukum seperti tersebut
pada Pasal 54 Jo Pasal 114 KUHAP. Lebih dari itu, tersangka harus menerima haknya untuk
mendapatkan bantuan hukum sejak dari awal proses penyidikan seperti ditegaskan dalam Pasal
56 ayat (1) KUHAP. ----------------------------------------------------------------------------------------
----- Kewajiban untuk menunjuk penasihat hukum sebagaimana terdapat pada Pasal 56 ayat
(1) KUHAP ini adalah suatu kewajiban yang bersifat imperative, dan apa yang terdapat pada
Pasal 56 ayat (1) KUHAP ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari asas
“presumption of innocence” dan hak-hak asasi serta berkaitan dengan pengembangan Miranda
Rule yang juga telah diadaptasi dalam KUHAP, seperti :
----- Berbarengan dengan larangan dimaksud, tersangka diberikan hak untuk diperingatkan
“hak konstitusionalnya” yang disebut dengan Miranda Warning antara lain :
----- Namun, khusus untuk ketentuan sebagaimana diatur pada Pasal 56 ayat (1) KUHAP,
sekali lagi kami tegaskan bahwa penyidik tidak hanya wajib memberitahukan akan hak
tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum, namun dalam hal ini penyidik wajib untuk
menunjuk penasihat hukum bagi tersangka. Dan, apabila terjadi setelah adanya penunjukan
penasihat hukum oleh penyidik, tersangka menolak untuk didampingi penasihat hukum, guna
menciptakan penegakan hukum yang transparan, maka hal penolakan oleh tersangka ini
seharusnya terjadi setelah penyidik melaksanakan kewajibannya untuk menunjuk penasihat
hukum. Sedangkan, bila memang ada penolakan ini dari tersangka, demi terciptanya suatu
kejujuran dalam proses penegakan hukum (law enforcement), penolakan oleh tersangka ini
seharusnya dilakukan dan/atau diketahui langsung di hadapan penasihat hukum yang telah
ditunjuk oleh penyidik tersebut dengan terlebih dahulu penyidik kepolisian menghadapkan
penasihat hukum tersebut kepada tersangka/terdakwa bukan hanya dengan memberikan surat
pernyataan tidak menginginkan seorang penasihat hukum sebagaimana banyak kita temui
dalam praktek peradilan pidana selama ini. ---------------------------------------------------------------
----- Adapun yang menjadi kebiasaan dalam praktek selama ini, ternyata penyidik hanya
berusaha untuk membuat dan mendapatkan “Surat Pernyataan Tersangka Yang Isinya Tidak
Bersedia Didampingi Penasihat Hukum”. Padahal, sekalipun surat pernyataan dari tersangka ini
ada, seharusnya tidak dapat melumpuhkan dan/atau menghilangkan ketentuan undang-undang
yang mewajibkan pejabat yang bersangkutan untuk menunjuk penasihat hukum bagi tersangka
sebagaimana ditegaskan Pasal 56 ayat (1) KUHAP. -------------------------------------------------
KANTOR HUKUM PARNAGOGO & REKAN 12
NO HP / WA : 0813-70000-749 / 0812-8281-3159
----- Dari segi pendekatan formalistic legal thingking, ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP,
sebagaimana dijelaskan dalam buku M. Yahya Harapah, SH, berjudul “Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP” hal. 327, Penerbit Sinar Grafika, Tahun 2000,
menerangkan Pasal 56 ayat (1) KUHAP mengandung berbagai aspek permasalahan hukum
yaitu :
Mengandung aspek nilai HAM, sesuai dengan deklarasi “universal” HAM yang menegaskan
bahwa hadirnya penasihat hukum mendampingi tersangka atau terdakwa merupakan nilai yang
inheren pada diri manusia. Dengan demikian mengabaikan hak ini bertentangan
dengan nilai HAM; ------------------------------------------------------------------------------------------
----- Pemenuhan hak ini dalam proses peradilan pada semua tingkat pemeriksaan, menjadi
kewajiban bagi pejabat yang bersangkutan, sehingga mengabaikan ketentuan Pasal 56 ayat
(1) KUHAP ini mengakibatkan hasil pemeriksaan tidak syah dan batal demi hukum.
Bahwa Pasal 56 ayat (1) KUHAP sebagai ketentuan yang bernilai HAM telah diangkat menjadi
salah satu patokan MIRANDA RULE atau MIRANDA PRINCIPLE, yang menegaskan
apabila pemeriksaan penyidikan, penuntutan, atau persidangan, tersangkat atau terdakwa
tidak didampingi penasihat hukum, maka sesuai dengan MIRANDA RULE, pemeriksaan
adalah tidak syah atau batal demi hukum (null and void) --------------------------------------
----- Bahwa sebagaimana yang telah Tim Penasehat Hukum uraikan di atas juga telah sesuai
dengan beberapa putusan Mahkamah Agung (Yurisprudensi) yang menyatakan sebagai
berikut:
----- Sehingga Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang berlandaskan pada berita acara
pemeriksaan (BAP) di kepolisian adalah TIDAK SAH SEHINGGA BATAL DEMI HUKUM. ----
----- Bahwa untuk membuktikan apakah Saksi Korban Hj. TUTY NURKESIH merupakan pemilik
surat-surat berupa Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor : 1059/Ciganjur setelah ada pemekaran
berubah menjadi Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 3474/Cipedak, maka sebagaimana dalam
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan Terdakwa telah merekayasa Surat Girik C.
336 Persil 136 S.II haruslah dibuktikan dalam putusan perdata” ------------------------------
----- Dan dalam perkara ini saksi SURYA BANGGA DIPARAHARJA juga telah mengajukan
Gugatan perkara perdata di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang telah
teregister dengan Nomor Perkara : 198/G/2021/PTUN.JKT tanggal 19 Agustus 2021
sebagai PENGGUGAT terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta
Selatan sebagai TERGUGAT dan Saksi Korban Hj. TUTY NURKESIH sebagai TERGUGAT
INTERVENSI, dengan objek gugatan Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 3474/Cipedak yang
diterbitkan tanggal 30 Juni 2005, Gambar Situasi No. 306/1988, tanggal 05 Mei 1988 seluas
1.970 M2 atas nama Ny. Hj. TUTY NURKESIH untuk dibatalkan. --------------------------------------
----- Bahwa berdasarkan perkara tersebut pada saat itu masih dalam proses perkara perdata,
maka Legal Standing (MICHAEL VARULLAH) selaku Kuasa Hukum Saksi Korban Hj. TUTY
NURKESIH sebagai PELAPOR/PENGADU melaporkan dugaan tindak pidana membuat dan atau
menggunakan Surat Palsu dan atau menggunakan Akta Authentik Palsu sebagaimana dalam
Laporan Polisi Nomor : LP/B/5334/X/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 26
Oktober 2021 tersebut haruslah ditangguhkan pada tahap penyelidikan dan penyidikannya. --
----- Serta halaman 4 dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum juga menyebutkan “bahwa
terhadap Gugatan Terdakwa ke Pengadilan Tata Usaha Negara Perkara
No.198/G/2021/PTUN.JKT tanggal 19 Agustus 2021 tersebut selanjutnya pada tanggal
20 Januari 2022 telah diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dalam putusannya
Nomor 198/G/2021/PTUN.JKT yang amarnya berbunyi “menyatakan gugatan para penggugat
tidak dapat diterima” (Niet Ontvankelijke Verklaard), menghukum para penggugat membayar
biaya perkara sebesar Rp 2.609.300,- (dua juta enam ratus sembilan ribu tiga ratus rupiah),
dan hingga kini tidak ada upaya hukum, sehingga putusan tersebut hingga saat
perkara ini dilanjutkan ke penyidikan sudah berkekuatan hukum tetap. -----------------
----- Bahwa Dakwaan Jaksa Penuntut Umum di atas tersebut sangatlah menyesatkan dan
sangat kabur, karena Perkara No.198/G/2021/PTUN.JKT tanggal 19 Agustus 2021 tersebut
BUKANLAH diputus oleh PTUN Jakarta pada tanggal 20 Januari 2022 MELAINKAN diputus
oleh PTUN Jakarta pada tanggal 04 Maret 2022. Hal tersebut juga terkesan dipaksakan
oleh Jaksa Penuntut Umum, seakan-akan Perkara Perdata No.198/G/2021/PTUN.JKT tanggal
19 Agustus 2021 tersebut sudah Berkekuatan Hukum Tetap (in kracht van gewijsde) . Fakta
sebenarnya adalah saksi SURYA BANGGA DIPARAHARJA dan saksi ANISA BINTI SARKAD (Para
Ahli Waris WARSA SOEDARYANA) melakukan Upaya Hukum (Banding) terhadap
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tanggal 04 Maret 2022 tersebut
pada tanggal 22 Maret 2022. ---------------------------------------------------------------------------
----- Bahwa oleh karena permasalahan ini haruslah diselesaikan dalam ruang lingkup perdata,
maka Legal Standing (MICHAEL VARULLAH) selaku Kuasa Hukum Saksi Korban Hj. TUTY
NURKESIH sebagai PELAPOR/PENGADU sangat tidak sempurna atau Prematur, karena atas
kepemilikan surat-surat milik Saksi Korban Hj. TUTY NURKESIH berupa Sertipikat Hak Milik
(SHM) Nomor : 1059/Ciganjur setelah ada pemekaran berubah menjadi Sertipikat Hak Milik
----- Bahwa menurut informasi yang Tim Penasehat Hukum Terdakwa WARDI NAZAR
ketahui, yaitu Saksi Pelapor MICHAEL VARULLAH adalah sekaligus sebagai Kuasa Hukum
Saksi Korban Hj. TUTY NURKESIH dalam perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta
dengan No.198/G/2021/PTUN.JKT tanggal 19 Agustus 2021. Sehingga Saksi Pelapor
MICHAEL VARULLAH sebagai Kuasa Hukum Saksi Korban Hj. TUTY NURKESIH TELAH
BERBOHONG / MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN , pada saat menyerahkan barang bukti
(penyitaan barang bukti) kepada Kepolisian / Penyidik pada tanggal 07 Juni 2022, yaitu pada
saat menyerahkan 1 (satu) bundle Salinan Putusan Secara Elektronik dengan Nomor Register
Perkara No.198/G/2021/PTUN.JKT yang diputuskan pada tanggal 04 Maret 2022. Padahal
pada saat itu Saksi SURYA BANGGA DIPARAHARJA, Saksi ANISAH BINTI SARKAD Dkk (Para
Ahli Waris WARSA SOEDARYANA) telah melakukan Upaya Hukum Banding yang
dimohonkan Banding pada tanggal 22 Maret 2022 yang diberitahukan oleh Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta pada tanggal 23 Maret 2022. --------------------------------------------------
----- Atas dasar-dasar di atas tersebut maka Tim Penasehat Hukum dapat menyimpulkan
bahwa perkara ini merupakan perkara Pra Yudisial, karena perlunya putusan dalam
bidang perdata terlebih dahulu barulah diperbolehkan untuk diajukan secara
pidana. Hal ini dikarenakan Hukum Perdata merupakan hukum Privat yang mengatur
hubungan antara seseorang dengan orang lain dimana negara tidak boleh ikut campur tangan
secara langsung tanpa adanya sebab-sebab khusus, sedangkan hukum pidana merupakan
hukum formil atau hukum publik yang berlaku secara umum. -----------------------------------------
----- Hal-hal yang telah Tim Penasehat Hukum uraikan di atas tersebut juga telah sesuai
sebagaimana yang telah diatur dalam PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1
TAHUN 1956 yang berbunyi :
Pasal 1 :
Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal
perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak
tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk
menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang
adanya atau tidak adanya hak perdata itu.
----- Dalam Kamus Istilah Hukum Fockema Andrea, prejudiciel geschill (prejudicele geschillen)
berarti sengketa yang diputuskan lebih dahulu dan membawa suatu keputusan untuk perkara
di belakang. Di Indonesia, ketentuan prejudiciel geschill diatur dalam Surat Edaran Mahkamah
Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 1980. SEMA itu membagi prejudiciel geschill menjadi dua yaitu :
Pertama, prejudiciel al’action, yaitu mengenai perbuatan pidana tertentu yang disebut
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), antara lain Pasal 284 KUHP, dimana
disebutkan ketentuan perdata diputus lebih dulu sebelum mempertimbangkan penuntutan
pidana.
a) Apabila apa yang didakwakan tersebut bukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran,
jadi tidak ada unsur melawan hukum.
c) Apabila apa yang didakwakan tidak sesuai tindak pidana yang dilakukan.
f) Apabila apa yang didakwakan adalah tindak pidana aduan, padahal tidak ada pengaduan.
(Lilik Mulyadi, 1996:114-115)
----- Bahwa dakwaan dalam perkara ini sendiri masih bersifat Prematur dikarenakan Dakwaan
dari Jaksa Penuntut Umum masih bergantung kepada penilaian badan peradilan lain, dalam hal
ini badan peradilan perdata/Tata Usaha Negara, sehingga dakwaan dinilai Prematur (terlalu
cepat untuk diajukan) maka sudah sepatutnya Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dapat
dikategorikan sebagai dakwaan yang TIDAK DAPAT DITERIMA. ----------------------------------
----- Bahwa KEBERATAN mengenai Dakwaan BATAL DEMI HUKUM (Null and Void) atas
alasan Dakwaan yang diajukan Penuntut Umum, tidak memenuhi Pasal 143 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) dianggap Obscuur Libel (kabur) atau Confuse (membingungkan) atau
misleading (menyesatkan) yang berakibat sulit bagi Terdakwa untuk melakukan pembelaan
diri. Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia tentang pembuatan surat
dakwaan (“SEJA-RI Surat Dakwaan”). ---------------------------------------------------------------------
----- Bentuk uraian yang bulat dan utuh yang mampu menggambarkan unsur-unsur tindak
pidana yang didakwakan beserta waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Menyusun
uraian secara cermat, jelas dan lengkap tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
Dirumuskan terlebih dahulu unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, kemudian disusul
dengan uraian fakta-fakta perbuatan Terdakwa yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana
Dirumuskan unsur-unsur tindak pidana dan fakta-fakta perbuatan secara langsung dan
bertautan satu sama lain sehingga tergambar bahwa semua unsur tindak pidana tersebut
terpenuhi oleh fakta perbuatan Terdakwa.
----- Uraian seperti kedua hal di atas paling lazim dilakukan. Kecermatan, kejelasan, dan
kelengkapan uraian waktu dan tempat tindak pidana guna memenuhi syarat-syarat yang
berhubungan dengan waktu :
Dapat tidaknya Terdakwa dipidana (misalnya: keadaan terang, Pasal 123 KUHP).
----- KEBERATAN yang kami ajukan adalah berkenaan dengan syarat formil dan materiil Surat
Dakwaan sebagaimana diharuskan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), khususnya yang mengatur mengenai syarat bahwa Surat Dakwaan harus secara
cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan.--------------------------------
----- Dalam KEBERATAN ini kami telah menemukan Ketidakcermatan, Ketidakjelasan, dan
Ketidaklengkapan Surat Dakwaan Penuntut Umum sebagai berikut :
----- Praktik buruk dalam penuntutan di pengadilan kita, terutama dalam perkara yang ada
penyertaan (deelneming) sering kali dilakukan pemisahan atau dilakukan splitzing. Hal ini
apabila kita cermati, bukan karena adanya perbedaan peran dari masing-masing Terdakwa,
tetapi umumnya karena tidak ada Saksi yang cukup untuk membuktikan kebenaran dari
sangkaan. Paling tidak, ada keraguan dari Saudara Penuntut Umum bahwa masing-masing
Terdakwa apabila tidak bersaksi untuk Terdakwa yang lain, maka tidak akan terbukti. Sebagai
cover up menutupi keraguan itu maka Saudara Penuntut Umum biasanya hanya menyebut
mantra ajaib “bersama-sama” dalam Dakwaan dan mantra lainnya “akan didakwa secara
terpisah”.--------------------------------------------------------------------------------------------------------
----- Menurut Prof. Dr. Indrianto Seno Adji bahwa “semestinya para pelaku peserta diadili
sekaligus dan perkaranya tidak dipisah-pisah. Pemisahan perkara menimbulkan putus
dan yang tidak sinkron satu dengan yang lainnya sehingga menimbulkan suatu ketidak-
adilan”.-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
----- Pada dasarnya secara prinsip Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan dalam Pasal 66 Jo. Pasal 189
ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa Tersangka atau Terdakwa tidak boleh dibebani
kewajiban pembuktian dan keterangan Terdakwa tersebut hanya dapat digunakan untuk
dirinya sendiri, di samping itu Terdakwa juga memiliki hak ingkar berdasarkan Pasal 175
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP). Artinya pemecahan berkas perkara itu sendiri sudah mengandung
kelemahan hukum sedari semula. Karena Terdakwa akan bersaksi yang mana kesaksiannya
tersebut secara tidak langsung dapat memberatkan Tindak Pidana yang dilakukannya.-----------
----- Dengan berpegang pada Asas Non-self Incrimination, Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebenarnya melarang
penggunaan Terdakwa untuk menjadi Saksi dalam perkara yang berkasnya dipecah
karena konsekuensi dari splitzing, para pelaku harus saling bersaksi dalam perkara masing-
masing. Hal itu tidak dibenarkan.----------------------------------------------------------------------------
----- Karena dalam memberikan keterangan Saksi harus disumpah. Artinya dia tidak boleh
berbohong. Sementara, dalam kapasitasnya sebagai Terdakwa, pelaku tidak disumpah dan
memiliki hak ingkar. Kondisi itu sangat tidak adil bagi Terdakwa yang pernah dijadikan Saksi
mahkota. Ketentuan serupa juga bisa ditemukan dalam Putusan MA: No.1174 K/Pid/1994,
No.1590 K/Pid/1994, No.1592 K/Pid/1994, No.1706 K/Pid/1994, No.381
K/Pid/1995, dan No.429 K/Pid/1995 yang telah menciptakan yurisprudensi yang
berbobot dan bernilai mengenai status hukum “Saksi Mahkota” yang selama puluhan tahun
yang dijalankan dan diterima oleh para hakim sebagai sesuatu yang benar.-------------------------
----- Dengan yurisprudensi ini, maka “Saksi Mahkota” menjadi bertentangan dengan hukum
acara pidana yang menjujung tinggi prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia. Hakim seharusnya
menolak Saksi mahkota (Ali Budiarto, Varia peradilan No.120, September 1995). Sementara,
tujuan dari penegakkan hukum tidak hanya menegakkan hukum tetapi juga keadilan padahal
Terdakwa tidak boleh dipersalahkan atas keterangannya. Apalagi keterangan yang diberikan
besar kemungkinan menunjukkan kesalahan dia dalam kasus tersebut. -----------------------------
----- Terkait Deelneming, Chairul Huda berpendapat bahwa splitzing di Pengadilan tidak
tepat. Bahkan bisa menutup siapa pelaku utamanya. Sebab, pemisahan perkara menyebabkan
unsur penyertaan tidak terbukti. Penentuan siapa pelaku (pleger) dan turut serta melakukan
(medepleger) menjadi tidak jelas. Padahal, unsur penyertaan itu harus dibuktikan karena itu
merupakan unsur delik. Jika tidak dibuktikan, berarti unsur Dakwaan tidak terbukti. --------------
----- Berdasarkan uraian di atas, kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa merasa sudah cukup
menguraikan bahwa pemisahan perkara (splitzing) yang dilakukan oleh Penuntut Umum
terhadap perkara atas nama WARDI NAZAR adalah TIDAK TEPAT. Oleh karenanya, kami
mohon agar Majelis yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk menyatakan SURAT
DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM. ----------------------------------------------------------------------
----- Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan terbitan
Kejaksaan Agung Republik Indonesia Tahun 1985 halaman 15 menyatakan bahwa jelas adalah:
----- Dalam hal ini, kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa WARDI NAZAR akan menguraikan
KEBERATAN berkenaan dengan ketidakjelasan Penuntut Umum dalam membuat Surat
Dakwaan sebagai berikut :
----- Dalam uraian yang terdapat dalam Surat Dakwaan, Saudara Penuntut Umum tidak dapat
menguraikan secara jelas tentang dimana sebenarnya letak Persil lokasi tanah objek perkara a
quo. Dalam Surat Dakwaan yang berlandaskan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di
Kepolisian, serta berdasarkan keterangan saksi-saksi, bahwasannya lokasi tanah perkara a quo
berdasarkan Buku Letter C Kelurahan Ciganjur Kecamatan Jagakarsa, Data ASLI Girik C No.
336 Persil 136 S.II Atas Nama SAIIN BIN SAAN terletak di JL. Purwa Raya 1
RT.006/RW.003, Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan (dahulu
sebelum pemekaran, Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Pasar Minggu) . Namun berdasarkan
Sertipikat Hak Milik (SHM) No.1059/Ciganjur dimana setelah adanya pemekaran wilayah
berubah menjadi Sertipikat Hak Milik (SHM) No.3474/Cipedak Atas Nama Hj. TUTY NURKESIH,
tertulis dalam Sertipikat : ASAL PERSIL berasal dari Konversi Tanah Milik Adat Girik C.
No. 336 seb. Persil 131 S.III.
----- Bahwa untuk memudahan Majelis Hakim Yang Mulia dan Jaksa Penuntut Umum mengerti
Keberatan Tim Penasehat Hukum Terdakwa WARDI NAZAR atas Ketidakjelasan Surat
Dakwaan Penuntut Umum dalam menentukan letak Persil Tanah perkara a quo , maka Tim
Penasehat Hukum akan uraikan dalam bentuk Diagram sebagai berikut :
----- Berdasarkan uraian di atas, kami Tim Penasehat Hukum Terdakwa mohon agar Majelis
yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk menyatakan SURAT DAKWAAN BATAL
DEMI HUKUM. -----------------------------------------------------------------------------------------------
----- Perlu kami sampaikan pada bagian penutup ini, bahwa sebagai Keberatan kami hanyalah
tentang formalitas Surat Dakwaan. Segala uraian kami di atas dalam rangka menguji
kecermatan, kejelasan, dan kelengkapan Surat Dakwaan dan sama sekali TIDAK membahas
pokok perkara. Sehingga, mohon dengan hormat kepada Penuntut Umum untuk tidak
menghindar dari kewajiban untuk menanggapi dengan jawaban klasik seperti “Keberatan Tim
Penasehat Hukum telah memasuki pokok perkara”. --------------------------------------------
----- Pengamatan kami, bila Penuntut Umum kesulitan menanggapi maka dengan mudah dan
dengan bahasa yang standar, mengatakan bahwa kami telah memasuki pokok perkara. Sudah
seharusnya Penuntut Umum tidak memaksakan diri untuk menghukum seseorang.
Sebagaimana yang dinyatakan Gustav Radbuch bahwa tujuan hukum ialah Keadilan,
Kemanfaatan , dan kepastian bukan untuk menghukum seseorang.-----------------------------------
--------Seharusnya Penuntut Umum sadar bahwa keadilan harus diutamakan dari pada nafsu
untuk menghukum seseorang. Jangan karena nafsu untuk menghukum orang mengakibatkan
Penuntut Umum melupakan Keadilan.----------------------------------------------------------------------
-----Berdasarkan Analisis Yuridis di atas, maka kami selaku Tim Penasihat Hukum Terdakwa
berpendapat dan berkesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas 1-A Khusus TIDAK BERWENANG
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang didakwakan terhadap
Terdakwa WARDI NAZAR.
2. Bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang berlandaskan pada berita acara
pemeriksaan (BAP) di kepolisian YANG TIDAK DIDAMPINGI PENASEHAT HUKUM
adalah TIDAK SAH SEHINGGA BATAL DEMI HUKUM.
3. Bahwa Surat Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum masih bergantung kepada penilaian
badan peradilan lain, dalam hal ini badan peradilan perdata / Tata Usaha Negara,
sehingga Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum merupakan Prematur (terlalu cepat
untuk diajukan) maka sudah sepatutnya TIDAK DAPAT DITERIMA.
4. Surat Dakwaan Penuntut Umum Obscuur Libel tidak cermat dalam penerapan
Splitzing. Oleh karenanya Surat Dakwaan TIDAK DAPAT DITERIMA DAN HARUS
DINYATAKAN BATAL DEMI HUKUM.
5. Surat Dakwaan Penuntut Umum Obscuur Libel tidak jelas dalam menentukan letak
Persil tanah perkara a quo berdasarkan Sertipikat milik Korban Hj. TUTY NURKESIH.
Oleh karenanya SURAT DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM.
2) Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
dengan No. Reg. Perk : PDM-83/JKT.Slt/07/2022 atas nama Terdakwa WARDI NAZAR
tidak memenuhi syarat , sehingga harus dinyatakan BATAL DEMI HUKUM atau setidak-
tidaknya TIDAK DAPAT DITERIMA;
3) Menyatakan agar Terdakwa WARDI NAZAR di LEPASKAN (onslag van recht vervolging)
dari seluruh Dakwaan Penuntut Umum;
5) Menyatakan agar Terdakwa WARDI NAZAR segera dilepaskan dan dikeluarkan dari
dalam tahanan;
6) Memulihkan nama baik, harkat, serta martabat Terdakwa WARDI NAZAR dengan
segala akibat hukumnya;
ATAU
----- Apabila Majelis Hakim yang Mulia berpendapat lain maka kami mohon agar diberikan
putusan yang seadil-adilnya, demi tegaknya hukum dan keadilan berdasarkan asas kepatutan
dan asas kelayakan (Ex A Quo Et Bono) dan atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. --------------
----- Demikianlah KEBERATAN ini kami sampaikan dengan sebenar benarnya. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa memberikan kekuatan dan keteguhan iman kepada Majelis Hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara agar dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya. -
Hormat Kami,
KANTOR HUKUM PARNAGOGO & REKAN
Tim Penasihat Hukum
WARDI NAZAR
______________________________
Adv. JALINTAR SIMBOLON, S.H.
_______________________________________
Adv. AGRADIPURA PARNAGOGO, S.H.
_____________________________________
Adv. KEVIN GRAYSON WIJAYA, S.H.