Anda di halaman 1dari 8

EKSEPSI PENASEHAT HUKUM TERDAKWA III

Perkara Pidana No: XX/Pid.B/2012/PN.XYZ

Untuk dan atas nama Terdakwa :

Nama : ROMI Pgl. ROM Bin ARIFIN;


Tempat Lahir : Denai;
Umur/Tanggal Lahir : 37 Tahun/ 16 September 1970;
Jenis Kelamin : Laki-Laki;
Kewarganegaraan : Indonesia ;
Tempat tinggal : Jl. Sudirman No. 8900 RT.01/RW.01, Kel. Baru, Kecamatan Denai Barat Kota Denai;
Agama : Islam ;
Pekerjaan : Staf Notaris/PPAT Setia, S.H.;
Pendidikan : D-III;

Adalah selaku Terdakwa 3 dalam Perkara Pidana Nomor Reg. Perkara: PDM-XX/QWA.BH/ 0412;

Ketua dan mejelis hakim yang terhormat


Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati
Sidang yang kami mulyakan

PENDAHULUAN

Dengan hormat,

Kami yang bertandatangan dibawah ini :

1. BOY YENDRA TAMIN, S.H., M.H.


2. DIDI CAHYADI NINGRAT, S.H.

Keduanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada kantor "Boy Yendra Tamin & Rekan",
beralamat di Jalan  XXX Perumahan Bumi Indah -11  – Kota Denai , untuk bertindak baik secara
bersama-sama maupun sendiri-sendiri, bertindak untuk dan atas nama Terdakwa 3 ic. ROMI Pgl.
ROMI Bin ARIFIN berdasarkan kekuatan hukum Surat Kuasa tertanggal 09 Mei 2012, dan telah
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Denai di bawah Nomor : XX/SK/PID/V/2012/PN.XYZ,
mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan Majelis Hakim kepada kami untuk
mengajukan keberatan/eksepsi terhadap dakwaan saudara Jaksa  Penuntut Umum, bertindak untuk
dan atas nama kepentingan hukum Terdakwa 3, perlu untuk menyampaikan Eksepsi atas surat
Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum Nomor Reg. Perkara: PDM-XX/QWA.BH/0412, tanggal 19 April
2012 dan dibacakan pada persidangan pekara a quo.

Merupakan suatu kehormatan bagi kami yang secara bersama-sama dengan Jaksa Penuntut Umum
dalam menegakkan supremasi hukum, mendampingi Terdakwa 3 ROMI Pgl. AD ROMI Bin ARIFIN,
dimana kami dan Jaksa Penuntut Umum adalah sama-sama beranjak dari hukum yang berlaku,
namun dalam perkara ini kami berbeda pendapat dengan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan
Terdakwa III didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud di bawah ini:

DAKWAAN
            Melanggar Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
ATAU
KEDUA :
            Melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
ATAU
KETIGA:
            Melanggar Pasal 378 Jo Pasal 56 Ke-2 KUHP.
ATAU
KEEMPAT:
            Melanggar Pasal 372 Jo Pasal 56 Ke-2 KUHP.

Majelis hakim yang terhormat


Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati

Bahwa untuk menyingkat waktu, kami mohon bahwa surat dakwaan dianggap telah dimuat secara
lengkap dalam eksepsi ini. Kita semua sependapat Sdr. Jaksa Penuntut Umum mempunyai tugas dan
wewenang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 butir 6 KUHAP, bahwa setiap perbuatan
kejahatan yang dilakukan oleh siapapun tidak boleh dibiarkan dan haruslah dilakukan penyidikan
serta pelaksanaan hukumnya tidak boleh ditawar-tawar, dalam arti siapapun yang bersalah harus
dituntut dan dihukum setimpal dengan perbuatannya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang
menghukum orang yang bersalah merupakan tuntutan dari hukum, keadilan dan kebenaran itu
sendiri. Sebab jika tidak dilakukan akan timbul reaksi yang dapat mengoyahkan sendi-sendi dalam
penegakan supremasi hukum. Tetapi disamping itu, tidak seorangpun boleh memperkosa kaedah-
kaedah hukum, keadilan dan kebenaran untuk maksud-maksud tertentu dan dengan tujuan tertentu.
Begitu pula dalam perkara ini, kita semua sepakat untuk menegakkan sendi-sendi hukum dalam
upaya kita mengokohkan supremasi hukum yang telah diatur dalam kaedah-kaedah hukum di dalam
KUHAP.

Kegagalan dalam penegakan keadilan (miscarriage of Justice) adalam merupakan persoalan


universal dan actual yang dihadapi oleh hampir semua bangsa dalam menegakkan system peradilan
pidananya (Criminal Justice System). Seseorang pejabat yang mempunyai kuasa dan wewenang
yang ada padanya untuk  memberikan keadilan, ternyata mengunakan kuasa dan wewenangnya
yang ada padanya justru untuk memberi ketidak adilan. Demikian parahnya ketidakadilan tersebut,
sehingga situasi hukum di Indonesia digambarkan dalam kondisi DESPERATE, berada pada titik
paling rendah (titik nadir).

Persoalan ini juga merupakan issue penting ditengah upaya memajukan dan menegakkan hak-hak
asasi manusia dan demokrasi yang merupakan pilar penting dari penegakkan pemerintahan yang
baik (good governance). Kegagalan dalam penegakkan keadilan dalam sistem peradilan pidana
diulas oleh Clive Walker ; dijelaskan suatu penghukuman yang lahir dari ketidak jujuran atau
penipuan atau tidak berdasarkan hukum dan keadilan bersifat korosif atau klaim legitimasi Negara
yang berbasis nilai-nilai sistem peradilan pidana yang menghormati hak-hak individu. Dalam konteks
ini kegagalan penegakan keadilan akan menimbulkan bahaya bagi integritas moral proses hukum
pidana. Lebih jauh lagi hal ini dapat merusak keyakinan masyarakat akan penegakan hukum;

Bahwa dihadapan majelis Hakim yaitu sebagai “Dominus Litis” yang tidak berpihak, saat ini ada dua
pihak yang berperkara yaitu : Jaksa Penuntut Umum sebagai penuntut dan Terdakwa 3 ic. ROMI Pgl.
ROMI Bin ARIFIN yang didampingi oleh Penasehat Hukumnya yang melihat hukum tersebut dari
fungsinya yang berbeda, dan selanjutnya Majelis Hakim memandang kedua belah pihak  sama tinggi
dan sama rendah, Majelis hakim memeriksa dan mengadili perkara ini tanpa mempunyai kepentingan
pribadi di dalamnya;

Dengan demikian, majelis hakim akan dapat menempatkan dirinya pada posisi yang netral dan tetap
eksis sebagai pegayom keadilan dan kebenaran dalam usaha terwujudnya kepastian hukum
(reachable to legal certainity) seperti yang didambakan oleh masyarakat secara luas pada waktu ini;

Mengacu kepada maksud yang terkandung dalam Pasal 156 (1) KUHAP, atas nama Terdakwa 3
ROMI Pgl. ROMI, maka kami sampaikan EKSEPSI/Keberatan atas surat dakwaan Sdr. Jaksa
Penuntut Umum dengan alasan-alasan yuridis sebagai berikut :

Bahwa pada kesempatan ini, tepat sekali kiranya Majelis Hakim menyoroti kualitas dakwaan yang
telah disampaikan oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum, apakah tindakan hukum yang dilakukan, rumusan
delik dan penerapan ketentuan undang-undang yang dimaksud oleh KUHP dalam perkara ini apakah
sudah tepat dan benar serta apakah telah sesuai dengan norma-norma hukum, fakta dan bukti
kejadian yang sebenarnya, ataukah rumusan delik dalam dakwaan itu hanya merupakan suatu
‘imaginer” yang sengaja dikedepankan sehingga membentuk suatu “konstruksi hukum” yang dapat 
menyudutkan Terdakwa pada posisi lemah secara yuridis ;

Jika ditinjau dari sudut pasal 143 ayat (2) KUHAP yang menuntut bahwa surat dakwaan harus jelas,
cermat, dan lengkap memuat semua unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, maka terlihat
bahwa dakwaan sdr. Jaksa Penuntut Umum masih belum memenuhi persyaratan yang dimaksud
oleh Undang-undang tersebut baik dari segi formil maupun dari segi materilnya. Keterangan tentang
apa yang dimaksud tentang dakwaan yang jelas, cermat dan lengkap apabila tidak dipenuhi
mengakibatkan batalnya surat dakwaan tersebut karena merugikan Terdakwa 3 dalam melakukan
pembelaan ;

Memperhatikan bunyi pasal 143 ayat (2) KUHAP terdapat 2 (dua) unsur yang harus dipenuhi dalam
surat dakwaan, yaitu :

Syarat Formil (Pasal  143 ayat (2) huruf a.


Maksudnya adalah suatu surat dakwaan harus memuat tanggal, ditandatagani oleh Penuntut Umum
serta memuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan Terdakwa.

Syarat Materil (Pasal 143 ayat (2) HURUF b.


Maksudnya adalah suatu surat dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap
mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan.

Selanjutnya Pasal 143 ayat (3) huruf b KUHAP secara tegas memyebutkan bahwa tidak dipenuhinya
syarat-syarat materil ; surat dakwaan menjadi batal demi hukum atau “null and void” yang berarti
sejak semula tidak ada tindak pidana seperti yang dilukiskan dalam surat dakwaan itu.

Berikut ini kami kutip apa yang dimaksud dengan “cermat, jelas dan lengkap” oleh Pedoman
pembuatan Surat Dakwaan yang diterbitkan oleh Kejaksaan Agung RI halaman 12, menyebutkan :

Yang dimaksudkan dengan cermat adalah ;

Ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada
undang-undang yang berlaku, serta tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat
mengkibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan, antara lain misalnya :

-       Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan ;


-       Apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat ;
-       Apakah terdakwa dapat dipertanggung jawabkan dalam melakukan tindak pidana tersebut ;
-       Apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah kadaluarsa ;
-       Apakah tindak pidana yang didakwakan tidak nebis in idem ;

Yang dimaksud dengan jelas adalah :


Jaksa Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur dari delik yang didakwakan sekaligus
mempadukan dengan uraian perbuatan materil (fakta) yang dilakukan oleh Terdakwa dalam surat
dakwaan. Dalam hal ini harus diperhatikan jangan sekali-kali mempadukan dalam uraian dakwaan
antara delik yang satu dengan delik yang lain yang unsur-unsurnya berbeda satu sama lain atau
uraian dakwaan yang hanya menunjuk pada uraian dakwaan sebelumnya (seperti misalnya menunjuk
pada dakwaan pertama) sedangkan unsurnya berbeda, sehingga dakwaan menjadi kabur atau tidak
jelas (obscuur libel) yang diancam dengan pembatalan.

Yang dimaksud dengan lengkap adalah :


Uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsure-unsur yang ditentukan undang-undang secara
lengkap. Jangan sampai terjadi adanya unsure delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak
diuraikan perbuatan materilnya secara tegas dalam  dakwaan, sehingga berakibat perbuatan itu
bukan merupakan tindak pidana menurut undang-undang.

Adapun keberatan/Eksepsi kami ini adalah sebagai berikut :

A. PERKARA TERDAKWA ROMI Pgl. ROMI Bin ARIFIN ADALAH MURNI PERKARA PERDATA

1. Bahwa berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP terhadap perkara yang bukan kewenangan
pengadilan untuk mengadili dapat diajukan sebagai bentuk keberatan/perlawanan (verweer). Dalam
perkara a quo surat dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Terdakwa 3 tidak memperhatikan
tentang kewenangan relatif dari pengadilan. Terhadap apa yang telah dilakukan Terdakwa adalah
murni merupakan wilayah Hukum Perdata/Akta Jual Beli antara saksi korban LISNAWATI selaku
Penjual dengan ROHANA selaku Pembeli dimana dalam pembuatan Aktanya Jual belinya
mengunakan jasa kantor Notaris/PPAT Kota Denai an. Emma Nama, S.H., atas kesepakatan para
pihak artinya sesuai dengan isi Akta Jual Beli Nomor : XXX/2011, tertanggal 21 April 2011, Pihak
Pertama yaitu Lisnawati telah menjual tanah hak miliknya seluas  944 KM2 yang berlokasi di
kelurahan Kota Baru RT/08 RW.03 Kecamatan Denai Utara Kota Denai seharga Rp. 135.000.000,-
(seratus tiga puluh lima juta rupiah) kepada pihak kedua yaitu Rohana selaku Pembeli.

2. Bahwa berdasarkan dan/atau berkaitan dengan hak Kepemilikan atas tanah sebagaimana diatur
dalam Pasal 16 UU No. 5 tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria, telah mengacu/sesuai kepada Pasal
19  peraturan Pemerintah Nomor : 10 Tahun 1961 yang telah diganti dengan PP Nomor 24/1997 yang
menyatakan “setiap perjanjian yang dimaksud memindahkan hak atas tanah, haruslah dibuktikan
dengan akta” ;

3. Demikian juga dalam KUHPerdata yang antara lain menyebutkan bahwa kepemilikan tanah atau
suatu benda tak bergerak haruslah dibuktikan dengan surat sertifikat atau akta. Dan sebaliknya apa
bila ada pihak-pihak yang menyatakan sebagai pemilik hak atas tanah, sesuai Pasal 163 HIR dan
Pasal 283 Rbg dan Pasal 1865 KUHPerdata dalam hal membuktikan adanya hak atas tanah adalah
dengan memperlihatkan sertifikat (actorie incumbit probation). Karena hak kebendaan itu
mempunyai zaaksgevolg (hak yang mengikuti kemana saja pemiliknya).

Sebagai contoh sertifikat hak milik atas nama Lisnawati yang dipinjam oleh saksi Rohana dengan
alasan untuk kepentingan bisnis, tapi oleh karena pihak Bank yang bersangkutan tidak mau
memproses jika sertifikat a quo bukan atas yang bersangkutan (saksi Rohana), guna dijadikan
jaminan kredit ke sebuah bank, kemudian dikaitkan dengan surat pernyataan yang dibuat oleh saksi
Lisnawati tertanggal 09 Juni 2011.telah membuktikan bahwa proses berpindah tangannya sertifikat
hak milik atas nama pemegang hak, saksi korban Lisnawati ke tangan saksi Rohona dilakukan pada
BPN Kota Denai murni atas kesepakatan para pihak untuk membantu saksi Rohana dalam
menjalankan bisnisnya dengan cara terlebih dahulu melakukan transaksi jual beli atas sertifikat a quo
dengan mengunakan kantor Notaris/PPAT Kota Denai an. Emma Nama, SH, yang sebelumnya telah
diurus terlebih dahulu oleh Notaris/PPAT Susi Amir yang selanjutnya memerintahkan stafnya yaitu
Terdakwa 3 untuk membantu mengurusnya, atas kesepakatan para pihak, artinya sesuai dengan isi
Akta Jual Beli Nomor : XXX/2011, tertanggal 21 April 2011, dan selanjutnya saksi Rohana
mengajukan pinjaman/kredit ke sebuah bank senilai Rp. 100.000.000,- yang salah satunya adalah
menjaminkan sertifikat a quo beserta bangunan yang ada diatasnya kepada pihak bank yang
bersangkutan,  yang selanjutnya atas pinjaman/kredit tersebut telah cair uang senilai Rp.
90.873.500,- (sembilan puluh juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu lima ratus rupiah) kepada saksi
Rohana, yang mana uang a quo diserahkan saksi Rohana kepada terdakwa I. Zamzami Pgl.  Zam;

Namun kesepakatan antara para pihak diatas (saksi Rohana, saksi korban Lisnawati, terdakwa I.
Zamzami Pgl. Zam) yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga melahirkan tuntutan dari
saksi korban Lisnawati yang atas tindakan dan perbuatan wanprestasi serta melawan hukum saksi
Rohana dan terdakwa I. Zamzami Pgl. Zam yang selanjutnya menyeret-nyeret terdakwa 3 dalam
perkara a quo.

Bahwa oleh karena itu sesuai dengan prinsip hukum Stufen Bouw Theory dari Hans Kalsen, dimana
hukum tersebut tidak dicampur adukan dengan pidana, selaras dengan prinsip hukum lex spscialis
systematic derogate lex generalis (asas kekhususan yang sistematis). Ketentuan pidana yang bersifat
khusus adalah berlaku apabila pembentuk undang-undang memang bermaksud untuk
memperlakukan ketentuan perdata tersebut sebagai ketentuan pidana yang bersifat khusus.
Sedangkan secara yuridis baik KUHPerdata dan UU Pokok Agraria tidak ada mengatur secara
khusus apabila terjadi kekhilafan, penipuan dalam jual beli hak atas tanah sanksi yang diberikan oleh
hukum adalah membatalkan akta jual beli tersebut dengan tuntutan ganti rugi, sebab penipuan dalam
akta jual beli hak atas tanah bukan merupakan tindakan criminal/ pidana yang mestinya diacam
dengan sanksi pidana.

Apapun bentuk perselisihan dalam Akta Jual Beli apalagi ada surat kesepakatan para pihak (saksi
Rohana, saksi korban Lisnawati, terdakwa I. Zamzami Pgl. Zam) antara  pihak pembeli dan penjual
tanah haruslah diselesaikan dalam hukum perdata, karena akta jual beli tersebut telah menjadi UU
bagi para pihak yang membuatnya. Dalam KUHPerdata tanah dianggap bersengketa jika dilakukan
Gugatan di pengadilan kemudian oleh hakim yang memeriksa perkara menetapkan bahwa tanah ini
disita jaminkan (CB) dan oleh majelis hakim memerintahkan kepada BPN setempat untuk menuliskan
dalam buku tanah, bahwa tanah ini bersengketa dan tidak dapat dilakukan pemindahan hak sampai
adanya keputusan yang inkrah. Oleh karena itu dakwaan Penuntut Umum a quo haruslah tidak
diterima/batal demi hukum.

B. SURAT DAKWAAN TERHADAP TERDAKWA 3 TERDAPAT PERTENTANGAN SATU DENGAN


LAINNYA.

1.  Bahwa mencermati dakwaan dan susunan dakwaan Penuntut Umum, maka Dakwaan Penuntut
Umum terhadap Terdakwa III pada pokoknya adalah sebagai berikut;;
·         Didakwa melanggar Pasal 372 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
·         Didakwa melanggar Pasal 372 jo Pasal  56 ke-2 KUHP
·         Didakwa melanggar Pasal 378 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
·         Didakwa melanggar pasal 378 jo Pasal 56 ke-2 KUHP

2.  Bahwa memperhatikan dakwaan dan susunan dakwaan Penuntut umum tersebut, maka
NYATALAH dakwaan penuntut umum adalah dakwaan yang memuat pertentangan satu dengan
lainnya, merugikan kepentingan pembelaan diri Terdakwa 3 dan pertentangan iisi perumusan
perbuatan satu dengan lainnya tersebyt menimbulkan keraguan dalam diri terdakwa 3 tentang
perbuatan yang didakwakan kepadanya.

3.  Bahwa  hal yang kami kemukakan pada angka 1 dan 2 di atas adalah dimana Penuntut Umum
telah menerapkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terhadap terdakwa 3 dan juga sekaligus menerapkan
ketentuan Pasal 56 ke-2 terhadap diri Terdakwa 3. Dengan perumusan dakwaan Penuntut Umum
terhadap Terdakwa 3 tersebut,  Perumusan dakwaan yang demikian jelas FAKTA YANG TIDAK
TERBANTAH DARI DAKWAAN PENUNTUT UMUM TERHADAP TERDAKWA 3 sebagai DAKWAAN 
YANG MEMUAT PERTENTANGAN SATU DENGAN YANG LAINNYA.

Terdakwa 3 didakwa “TURUT MELAKUKAN dan TURUT MEMBANTU” melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud pasal 372 dan 378 KUHP.  Jadi terhadap perbuatan tindak pidana yang
sama  baik dalam hubungannya dengan pasal 372 KUHP maupun terhadap Pasal 378 KUHP,
Terdakwa 3 didakwa turut melakukan (medeplegen) atau turut serta melakukan sebagaimana
ketentuan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau
karangan untuk melakukan kejahatan sebagaimana ketentuan Pasal 56 ke-2  KUHP.

Bahwa Terdapatnya perumusan dakwaan yang saling bertentangan tersebut MAKIN KUAT, dimana
pada dakwaan ke-Satu terdakwa 3 didakwa melanggar Pasal 372 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,
TEAPI kemudian dalam dakwaan ke-Empat  terdakwa 3 didakwa melanggar Pasal 372 jo melaknggar
pasal 56 ke -2 KUHP. Demikian pula pada dakwaan ke-Dua terdakwa 3 didakwaa melanggar pasal
378 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, TETAPI pada dakwaan Ke- TIGA Terdakwa didakwa
melanggar pasal 378 jo Pasal 56 ke-2 KUHP. BAHKAN Uraian-uraian perbuatan dari dakwaan
Kesatu. Kedua, Ke-Tiga dan Keempat adalah uraian yang sama persis.

Sesuai dengan  Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 296 K/PID/1987 tanggal 15 Maret 1991 dimana
seorang terdakwa melakukan penyertaan (deelneming) dalam hal melakukan (plegen), turut serta
melakukan (medeplegen), menyuruh melakukan (doemplegen) dan dengan sengaja membujuk
(uitlokking) sesuai ketentuan pasal 56 KUHP dicampur-adukkan menjadi satu sehingga isinya
bertentangan satu dengan lainnya yang mengakibatkan terdakwa menjadi ragu terhadap tindak
pidana mana yang didakwakan kepadanya oleh Putusan Mahkamah Agung dinyatakan surat
dakwaan batal demi hukum

Dalam kaitan uraian perumusan dakwaan Penuntut Umum di atas dan Putusan Mahkamah Agung 
tersebut, maka jelas pula bahwa surat dakwaan Penuntut Umum tidak cermat, jelas dan lengkap
sebagaimana syarat materil ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHAP, maka sebagaimana
ketentuan pasal 143 ayat 3) KUHAP, surat dakwaan itu diancam batal demi hukum (nul and void)
yang berarti bahwa dari semula tidak ada surat dakwaan atau tidak ada suatu tindak pidana yang
dilukiskan dalam surat dakwaan itu. Oleh sebab itu, kiranya demi kepastian hukum dan rasa keadilan
hukum bagi Terdakwa 3, maka kami mohon kiranya kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara a quo untuk membatalkan demi hukum dakwaan Penuntut Umum terhadap
terdakwa 3 dan membebaskan Terdakwa 3 dari segala dakwaan Penuntut Umum.
C. PERUMUSAN SURAT DAKWAAN  TERHADAP TERDAKWA ROMI Pgl. ROMI Bin ARIFIN
TIDAK SINGKRON DENGAN HASIL PEMERIKSAAN PENYIDIKAN

Terdakwa 3 didakwa oleh Penuntut Umum secara alternative yakni melanggar Pasal 372, dan Pasal
378 Jo pasal 55 dan 56 KUHP. Dakwaan tersebut adalah merupakan dakwaan yang tidak benar atau
palsu karena dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak mengakomodir terdapatnya fakta-fakta
yuridis yang telah disampaikan oleh terdakwa 3 saat penyelidikan, penyidikan di kepolisian, maupun
pada saat proses penuntutan pada Kejaksaan Negeri Denai, fakta-fakta ini yaitu:

a.   Tidak dijadikannya surat pernyataan dari saudara saksi Lisnawati tertanggal 09 Juni 2011  yang
pada intinya bahwa saksi Rohana.secara hukum telah menyatakan :
§  Menyerahkan sepenuhnya kepada siapun atau pihak manapun untuk menjual sebidang tanah
perumahan seluas 944 M2 dengan SHM nomor : XX/tahun 1986  yang berlokasi di kelurahan Koto
Baru Kecamatan Denai Utara Kot0 Denai.

b. Bahwa disinyalir ada konspirasi yang sangat kuat/kental antara saksi korban Lisnawati, dengan
saksi Rohana dalam usaha untuk menjerumuskan/menjebak Terdakwa 3 dalam permasalahan
hukum sekarang ini, konspirasi hal ini semakin nyata karena tidak dijadikannya saksi Rohana sebagai
terdakwa dalam perkara a quo,

Hal ini sengaja di lakukan oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan dakwaannya,
sehingga terbukti bahwa klaim sdr. Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan dalam surat Dakwaanya
yang menyatakan “…., tidak membacakan atau tidak menjelaskan isi akta tersebut sebelum saksi
Lisnawati membubuhkan tanda tangannya pada akta jual beli nomor : XXX/2011.” adalah dalil yang
kosong/palsu dan tidak benar sama sekali. Karena secara hukum semua perkejaan tersbeut telah
dikerjakan oleh terdakwa 3 dan sebelumnya telah ada kesepakatan atara para pihak tersebut untuk
melakukan transaksi jual beli atas sertifkat a quo dan saksi Lisnawati sendiri mengetahui sejak awal
bahwa yang ditanda tangani dan dibubuhkan tanda tangannya adalah akta jual beli, bukan
pengurusan IMB, apalagi JPU dalam menrumuskan surat dakwaanya hanya melulu merujuk kepada
keterangan saksi yang bersumber dari pengakuan saksi korban Lisnawati dengan
mengenyampingkan fakta hukum lainnya.

M. Yahya Harahap, SH dalam bukunya “Pembahasan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana"
pada hal. 415 dengan tegas memyebutkan “Rumusan Surat dakwaan tidak boleh Menyimpang dari
hasil penyidikan”. 

Artinya, uraian surat dakwaan penuntut umum tersebut tidaklah berdasarkan fakta yang sebenarnya,
kenapa hal ini dilakukan ? apakah fakta tersebut sengaja disembunyikan dan tidak disampaikan
dalam surat dakwaan, demi tercapainya tujuan atau mission penuntut umum dengan cara
mengaburkan surat dakwaan tersebut. Hal demikian jelaslah akan menyulitkan posisi Terdakwa 3
dalam pembelaan. Oleh karena itu dakwaan Jaksa penuntut umum adalah kabur (obscuur libele).

Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas dengan segala hormat dan demi tegaknya hukum dan
keadilan bagi kita semua pihak, kami mohon kepada Majelis hakim yang mulia, kiranya perkara
Terdakwa 3 ini dihentikan pemeriksaannya, apabila persidangan ini terus/tetap. Maka mengembalikan
posisi Terdakwa 3 dalam keadaan semula sangat sulit dan namanya telah terlanjur tercemar,
APALAGI TERDAKWA ADALAH SEORANG STAF NOTARIS YANG HANYA MELAKSANAKAN
PERINTAH DAN TUGAS KENOTARISAN SESUAI DENGAN KETENTUAN YANG BERLAKU DAN
TUNDUK KEPADA KODE ETIK KENOTARIATAN YANG MEMPUNYAI MEKANISME
PERTANGGUNGAJWABAN DAN PENGAWASAN TERSENDIRI SECARA UNDANG-UNDANG
KENOTARISAN;

Bahwa Terdakwa 3 adalah seorang yang menjalankan tugas kenotarisan untuk menyampaikan dan
membacakan akta jual Beli yang dibuat Notaris Emma Nama S.H. atas kuasa lisan dari Notaris
Setianti, S.H. dan Notaris Setianti S.H. mendapat kuasa lisan dari Notaris Emma Nama S.H. untuk
membacakan akta jual beli sebagaimana dimaksud dalam perkara a quo. Bahwa apabila terjadi
kesalahan teknis pembacaan dari akata jual beli dimaksud  yang dibacakan atau disampaikan
Terdakwa 3 yang mendapat perintah dan kuasa lisan dari Notaris Setia SH yang juga mendapat
kuasa lisan dari Notaris Emma Nama, SH, maka kesalahan teknis tersebut sudah diatur sanksinya
dalam UU  No.: 204 tentang Notaris.  Dalam hubungan ini, Penuntut Umum telah luput
memperhatikan keberadaan UU Notaris sebagai UU khusus dan kerananya Dakwaan Penuntut
Umum sudah seharusnya dibatalkan terhadap Terdakwa III.

Bahwa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya, NYATA-NYATA “menyembunyikan” keberadaan


terdakwa 3 sebagai seorang yang sedang menjalankan tugas kenotarisan atas kuasa lisan dari
Notaris Setia S.H., dan permintaan pembacaan Akta Jual Beli tersebut itu pun atas permintaan
terdakwa II dan faktanya sesuai dengan uraian Penuntut Umum sendiri, Saksi Lisnawati (saksi
Korban) membubuhkan tanda tangannya, demikian pula saksi  Rohana juga membubuhkan dan
mengakui tanda tangannya pada Akta Jual Beli sebagaimana dimaksud dalam perkara a quo. 
Apabila kemudian Saksi Korban Lisnawati berdalih, ia tidak tahu surat apa yang ditanda tanganinya
dan membuat alibi sebagai surat mengurus IMB  tentu sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Terdakwa II  sebagai orang yang meminta pembacaan akta dirumah  saksi Lisnawati dan saksi
Rohana dan sesuai dengan uraian Penuntut Umum sendiri penanda tangan akta tersebut terlaksana
dan kedua saksi bukanlah orang buta huruf. Oleh karena pekerjaan kenotarisan yang dijalan
Terdakwa III atas kuasa lisan dari Notaris Setia SH  sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan
pekerjaan yang dijalan terdakwa 3 tunduk pada UU No. dan bukan pada ketentuan KUHP dan selaras
dengan prinsip hukum lex spscialis systematic derogate lex generalis. Dalam hal ini pekerjaan yang
dijalankan Terdakwa 3  sebagai kuasa lisan dari Notaris Setia S.H. belum diuji dengan ketentuan UU
Kenotarisan, dan oleh sebab itu dakwaan Penuntut Umum terdakwa 3 adalah dakwaan yang tidak
cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dan karenanya sudah seharusnya dibatalkan demi hukum. 

D. KESIMPULAN

Bahwa kami sangat mengharapkan agar Majelis Hakim benar-benar mempertimbangkan alasan dan
argument hukum yang dikemukan dalam tanggapan dan keberatan ini berdasarkan asas yang sesuai
dengan hukum acara  (due process) dan sesuai dengan hukum (due to the law) sehingga dapat
membenarkan dan mengabulkan kesimpulan yang kami kemukankan di bawah ini :

1. Perbuatan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum berada diluar jangkauan atau berada di luar
jurisdiksi KUHPidana, akan tetapi jurisdiksi KUHPerdata ;
2. Bahwa dakwaan Penuntut Umum terhadap Terdakwa 3  Mengenyampingkan UU  Tentang
Kenotariatan/PPAT sebagai undang-undang yang khusus.
3. Sehubungan dengan itu, tindak pidana yang disangkakan dan didakwakan Jaksa Penuntut Umum
kepada Terdakwa 3 ROMI Pgl. Romi Bin ARIFIN tidak dapat diproses dalam semua tingkat
pemeriksaan mulai penyidikan, Penuntutan, dan peradilan ;
4. Akibat hukum yang melekat dalam kasus ini, hak Jaksa Penuntut Umum menuntut Terdakwa 3
ROMI Pgl. ROMI Bin ARIFIN dalam perkara ini GUGUR demi hukum ;
5. Meminta kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan yang menyatakan gugur hak Jaksa
Penuntut Umum melakukan penuntutan dalam perkara ini atau demi hukum peritiwa pidana yang
didakwakan tidak dapat dituntut.

Sesuai dengan alasan-alasan yang dikemukan dan telah disimpulkan di atas, kami Penasehat Hukum
Terdakwa memohon kehadapan Majelis hakim yang Mulia dalam memeriksa dan mengadili perkara
ini dapat menjatuhkan putusan sela dengan amarnya sebagai berikut :

1. Menyatakan Eksepsi/Keberatan Terdakwa 3 diterima;


2. Menyatakan Pengadilan Negeri Denai tidak berwenang mengadili perkara a quo;
3. Menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum  setidak-tidaknya terhadap Terdakwa 3 batal demi
hukum;
4. Atau setidak-tidaknya menyatakan dakwaan Penuntut Umum tidak diterima;
5. Membebaskan Terdakwa 3 dari segala Dakwaan;
6. Memulihkan nama baik Terdakwa 3 pada keadaan semula;
7. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara;

Atau, kami selaku Tim Penasehat Hukum mohon kepada Majelis Hakim yang terhormat untuk dapat
memeriksa, mempertimbangkan dan mengadili perkara ini menurut fakta hukum dan keyakinan
Majelis Hakim, sehingga akan diperoleh suatu kebenaran materiil dan keadilan yang seadil-adilnya
bagi Terdakwa 3.
Kota Denai, 16 Mei 2012

Hormat Kami,
B Y T & REKAN
Advocates & Legal Consultants

Ttd.

BYT, S.H., M.H.                    DCN, S.H.

Anda mungkin juga menyukai