Anda di halaman 1dari 18

“POTENSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (TPPU) MELALUI

TRANSAKSI BITCOIN”

PROPOSAL

Diajukan sebagai tugas Metode Penelitian dan Penulisan Hukum

Oleh

Rofiq Al Ghifari

NPM 5118500183

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

2020

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Perkembangan pencucian uang saat ini, sudah merambah berbagai aspek

dan berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Sebagai suatu kejahatan

kerah putih (white collar crime), pencucian uang dilakukan dengan memanfaatkan

kecanggihan teknologi mulai dari manual hingga super canggih (extra

sophisticated) yang melibatkan dunia maya (Cyberspace). Sehingga pencucian

uang merupakan kejahatan yang juga dapat diklasifikasi sebagai cyber crime.1 Hal

ini semakin menambah kompleksitas pencucian uang.

Pencucian uang menjadi makin marak karena munculnya mata uang baru

di dunia maya yang disebut electric money (e-money) atau digital money dan

cryptocurrency atau mata uang kripto. E-money dimaksudkan untuk digunakan

sebagai pengganti uang logam dan uang kertas untuk tujuan melakukan

pembayaran secara elektronik. Sedangkan cryptocurrency atau mata uang kripto

merupakan serangkaian kode kriptografi yang dibentuk sedemikian rupa agar

dapat disimpan dalam perangkat komputer dan dapat dipindahtangankan seperti

surat elektronik dan dimungkinkan untuk digunakan sebagai alat pembayaran.

Pada dasarnya mata uang kripto sama dengan data komputer lainnya seperti musik

dan film sehingga dapat dihancurkan dan disembunyikan selain itu alogaritma

kriptografi melindungi program ini dari pemalsuan

1
Raihan Dirham, Tindak Pidana Pencucian Uang (Money laundering) dalam Transaksi
Perbankan, (Makasar, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2015), hlm. 4
3

Bitcoin mulai mendapat perhatian ketika Bitcoin digunakan sebagai alat

pembayaran di Silkroad, yaitu sebuah pasar perdagangan obat-obatan ilegal,

kemudian Bitcoin mendapat dukungan dari beberapa orang penting dalam dunia

teknologi informasi dan juga Bitcoin diterima sebagai alat pembayaran di

beberapa situs seperti wordpress.com dan perusahaan permainan daring Zynga

inc. lalu peritel daring asal Amerika Serikat Overstock.com juga menerima

Bitcoin.2 Selian itu, Bitcoin juga bagaikan 'tambang emas' virtual, di mana

penggunanya bisa meningkatkan nilai Bitcoin dengan menggunakan rumus

algoritma rumit. Bahkan, inilah yang kemudian menjadikan Bitcoin sarana

'pencucian uang' dan transaksi gelap narkoba atau kelompok teroris, sebagaimana

telah ditemukan salah satu akun keuangan ISIS pada Bitcoin yang memiliki Rp

41,1 miliar.3

Sejauh ini di dunia terdapat lebih dari 20.000 merchant yang menerima

Bitcoin, transaksi Bitcoin di duniapun terus meningkat. Meningkatnya

penggunaan Bitcoin menjadi perhatian regulator di beberapa negara, Republik

Rakyat Tiongkok yang merupakan negara dengan pengguna Bitcoin terbesar

didunia secara resmi melarang bank dan Lembaga Keuangannya untuk menerima

Bitcoin namun tetap mengizinkan penggunaan Bitcoin bagi perorangan, di

Amerika Serikat Bitcoin dipertimbangkan sebagai komoditas dan sedang dicoba

untuk dibentuk pengaturannya, di negara bagian Texas Hakim federal telah

menyatakan Bitcoin sebagai kontrak investasi sekuritas dan harus diatur

2
G. Varriale, Bitcoin: How to regulate a Virtual Currency, (International Financial Law
Review, 2013), hlm.2.
3
Marry Marcela, Misteri Pencipta Bitcoin Mulai Terkuak di unduh dari
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20151210143131-185-97332/misteri-pencipta-Bitcoin-
mulai-terkuak/, di unduh tanggal 27 Nov 2020
4

sebagaimana mata uang resmi lainnya, di Singapura, Malaysia, Australia,

Finlandia dan Swedia Bitcoin diakui sebagai Aset dan menjadi objek pajak.

Bitcoin adalah mata uang digital yang berada di dalam sistem jaringan

pembayaran open source P2P (peer-to-peer)4. Sistem ini merupakan aplikasi

arsitektur sistem yang terdistribusi antar beberapa komputer ataupun station yang

membagi-bagi pekerjaan ke setiap titik. Sehingga setiap titik dapat memiliki dua

fungsi, yakni penyedia dan pengguna layanan5. Oleh karena itu, Bitcoin dapat

disebut decentralized Virtual Currency lantaran setiap titik memiliki hak yang

serupa baik sebagai penyedia maupun pengguna layanan.

Dalam beberapa tahun belakangan melakukan beberapa riset terkait

dengan tren praktik pencucian uang yang kerap terjadi di Indonesia yang dimuat

dalam Laporan Tahunan lembaga tersebut. Adanya indikasi sumber-sumber dana

yang terkait erat dengan praktik pencucian uang menurut PPATK, antara lain: 6

Dana Pemilu/Pemilu, Sektor Perbankan dalam Pencucian Uang dan Pendanaan

Terorisme, Kecenderungan Transaksi Tunai Yang Berindikasi Tindak Pidana,

Penggunaan New Payment Method Untuk Pencucian Uang, Risk of Terrorist

Abuse in The Non Profit Organization (NPO) Sector, Penggunaan Virtual

Currency sebagai Alat Pembayaran Alternatif di Indonesia.

Bitcoin menawarkan kemudahan yang tidak dimiliki oleh mata uang

konvensional, mulai dari keleluasaan penggunaan Bitcoin bagi user dengan


4
Thiaran Dhana Danella, Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran yang Legal dalam Transaksi
Online, (Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2015), hlm. 8.
5
Damiann Muhammad Mangan, Bitcoin: Cara Kerja dan Perbandingannya dengan
Mata Uang Konvensional, Makalah IF3058 Kriptografi – Sem. II Tahun 2012/2013, (Bandung,
Institut Teknologi Bandung, 2014), hlm. 3.
6
Supriyadi Widodo Eddyono Yonatan Iskandar Chandra, Mengurai Implementasi dan
Tantangan Anti-Pencucian Uang di Indonesia, di unduh dari http://icjr.or.id/data/wp-
content/uploads/2015/10/Pencucian-Uang-Final.pdf tanggal 27 nov 2020
5

adanya penggunaan identitas secara anonim, metode pembayaran global yang

efisien, ketiadaan otoritas berwenang yang mengawasi transaksi, sampai tidak

adanya batasan dalam transaksi.7

Anonimitas Bitcoin merupakan salah satu karakteristik yang beresiko

menyuburkan praktek pencucian uang. Karakteristik ini memberikan keleluasaan

terhadap pengguna dalam bertransaksi, sehingga runut balik terhadap siapa yang

melakukan transaksi cukup sulit karena pengguna dapat membuat dan mengganti

wallet (dompet elektronik) tanpa usaha yang besar8.

Anonimitas dalam penggunaan Bitcoin dapat berupa ketiadaan identitas

user ataupun penggunaan nama anonim. Selain itu, secara default Bitcoin juga

mengganti alamat pengguna dengan nilai hash baru yang berbeda dari alamat

sebelumnya. Hal ini semakin menambah anonimitas Bitcoin, dimana seorang

secara default disarankan menggunakan banyak akun. Cara seperti ini tentu tidak

dapat digunakan pada dunia nyata karena akun bank biasanya terhubung dengan

nama pemilik akun tersebut, seperti yang biasa ditemui (terutama di Indonesia)

ketika seseorang ingin melakukan transfer dari satu akun ke akun lain. 9 Ketiadaan

otoritas berwenang dalam transaksi Bitcoin memicu peningkatan praktek

pencucian uang. Fungsi penerbitan Bitcoin, proses transaksi dan verifikasi,

mengelola sirkulasi dan distribusi, serta menjamin keaslian, dilakukan secara

kolektif oleh jaringan, tanpa pengawas pusat atau lembaga untuk mengawasi

7
Damiann Muhammad Mangan, Op. Cit., hlm. 7
8
Damiann Muhammad Mangan, Loc. Cit.
9
Reinhard Denis Najogie, Analisis Keamanan Bitcoin’ (Bandung, Makalah IF3058
Kriptografi – Sem. II Tahun 2012/2013, Program Studi InformatikaInstitutTeknologi, 2014), hlm.
4.
6

operasi. Hal ini dikarenakan penggunaan sistem peer to peer dalam Bitcoin yang

bersifat desentralisasi.

Penggunaan Bitcoin menghadirkan dilema bagi Indonesia. Di satu sisi,

kemudahan, efisiensi, dan efektivitas penggunaan Bitcoin mampu meningkatkan

intensitas transaksi perdagangan secara khusus, serta berperan dalam kemajuan

ekonomi suatu negara secara umum. Sebagai suatu mata uang alternatif, Bitcoin

menawarkan keunggulan yang tidak dimiliki oleh mata uang konvensional.

Kemudahan, efektivitas, dan efisiensi menjadi salah satu keunggulan mata uang

digital ini. Keunggulan-keunggulan tersebut harus dibarengi dengan keberadaan

norma yang mengatur penggunaan Bitcoin. Sebab pada dasarnya, norma-norma

tersebut merupakan suatu langkah preventif dan represif demi mengawasi alur

penggunaan Bitcoin. Namun, di sisi lain, kemampuan pengguna Bitcoin

melakukan transaksi secara anonim dapat menciptakan potensi transaksi ilegal

seperti pencucian uang. Hal ini diperburuk dengan kemudahan di mana Bitcoin

sekarang dapat ditukar dengan mata uang nasional 10. Di samping itu, volume

penggunaan Bitcoin yang semakin membesar justru memberikan ancaman

tersendiri bagi mata uang konvensional sebagai alat transaksi tunggal..

virtual money untuk saat ini menjadi zona dimana aparat penegak hukum

di Indonesia dan lembaga auditor keuangan pun sulit untuk melacak dan

membuktikan aksi-aksi tersebut. Dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan

Bank Indonesia tidak memiliki aturan mengenai Bitcoin. PPATK tengah

10
Khamani Heru Santoso, Bitcoin Peluang atau Ancaman. Diunduh dari
www.bppk.kemenkeu.go.id. Tanggal 28 nov 2020
7

melakukan penguatan dan koordinasi dengan berbagai Kementerian dan Lembaga

terkait, demi meminimalisir tindak pencucian uang tersebut.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian

ini sebagai berikut:

1. Bagaimana legalitas penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran

elektronik?

2. Bagaimanakah potensi penggunaan Bitcoin pada tindakan pencucian

uang di Indonesia?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis legalitas penggunaan Bitcoin

sebagai alat pembayaran elektronik

2. Untuk mengetahui potensi penggunaan Bitcoin pada tindakan

pencucian uang di Indonesia.

I.4. Tinjauan Pustaka

1. Uang Elektronik

Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No. 11/12/PBI/2009 Uang

Elektronik (electronic money) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-

unsur sebagai berikut:


8

1. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh

pemegang kepada penerbit;

2. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server

atau chip;

3. Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan

merupakan penerbit uang elektonik tersebut

4. Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh

penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-

undang yang mengatur mengenai perbankan.

2. Pencucian Uang

Pencucian uang pada dasarnya merupakan suatu cara untuk

menyembunyikan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh dari hasil Tindak

Pidana, sehingga nampak harta kekayaan tersebut berasal dari hasil kegiatan yang

sah. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang UU Tindak Pidana

Pencucian Uang (UUTPP), Pasal 1 angka 1 menyebutkan Pencucian Uang adalah

Perbuatan, Menempatkan, Mentransfer, Membayarkan, Membelanjakan,

Menghibahkan, Menyumbangkan, Menitipkan, Membawa Keluar negeri,

Menukarkan atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau

patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk

menyembunyikan, atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-

olah menjadi harta kekayaanya. Undang-Undang TPPU telah membatasi bahwa

hanya harta kekayaan yang diperoleh dari 24 Jenis tindak pidana dan tindak
9

pidana lainnya yang diancam dengan hukuman 4 tahun penjara atau lebih yang

disebutkan dalam Pasal 2 dan dapat dijerat dengan sanksi pidana pencucian uang

sesuai yang diatur dalam pasal 3 dan pasal 6.

Dunia Intenasional bersepakat melarang kejahatan yang berhubungan

dengan narkotika dan pencucian uang dan melalui Konvensi (The United Nation

Convention Against Illicit Trafic in Narcotics, Drugs and Psycotropic Substances

of 1988), dinyatakan bahwa para anggotanya diwajibkan menyatakan Pidana

terhadap Pelaku Tindakan tertentu yang berhubungan dengan Narkotika dan

pencucian uang (Money laundering). Bahkan Indonesia telah melakukan

kriminalisasi terhadap Pencucian Uang sejak memasuki awal tahun 2002 yang

telah diundangkan dengan undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak

pidana Pencucian Uang (UUTPPU), yang di tahun berikutnya yaitu tahun 2003

diamandemen melalui Undang-Undang no. 25 Tahun 2003, dan diperbaharui oleh

Undang-Undang no 8 Tahun 2010.

Saat ini tindak kejahatan seperti bukan hal yang tabu lagi bagi para pelaku

kejahatan, terutama kejahatan berjenis kerah putih (White Collar Crime). Salah

satu kejahatan kerah putih yang paling banyak terjadi adalah kejahatan dibidang

Ekonomi itu sendiri, yang lebih dikenal dengan sebutan kecurangan (Fraud).

Kecurangan dalam istilah umum, mencakup berbagai ragam aalat kecerdikan

(akal bulus). Seorang manusia yang dapat direncanakan, dilakukan oleh seorang

individual, untuk memperoleh manfaat terhadap pihak lain dengan penyajian

yang palsu. Sebenarnya tidak ada aturan yang tetap dan tanpa kecuali dapat

ditetapkan sebagai dalil umum dalam mendefinisikan kecurangan, karena


10

kecurangann mencakup kekagetan, akal (Muslihat), kelicikan dan cara-cara yang

tidak wajar untuk menipu orang lain. Dari kecurangan (Fraud) yangtelah

dilakukan pelaku berupaya untuk memperlihatkan seolah-olah hasil tersebut

legal.

3. Pengaturan Hukum Yang Terkait Dengan Bitcoin

Bitcoin di Indonesia hanya diberi himbauan oleh BI (Bank Indonesia),

pengguna Bitcoin di Indonesia hanya diminta untuk berhati-hati dan bila terjadi

sesuatu ditanggung masing-masing pengguna nya dan mata uang yang di akui di

Indonesia hanyalah Rupiah. Pasal 1 angka 1 Undang-undang No 7 tahun 2011

tentang mata uang menyebutkan bahwa: “Mata Uang adalah uang yang

dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut

Rupiah.” Dan yang mempunyai kewenangan mencetak dan membuat mata uang

adalah bank pusat yaitu Bank Indonesia sesuai dengan bunyi Pasal 20 Undang-

Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia

Dalam hal ini terlihat BI masih belum bisa menentukan untuk melegalkan

atau melarang penggunaan Bitcoin. Pemerintah Indonesia seharusnya mulai sadar

bahwa masyarakat nya mulai menggunakan Bitcoin, pengguna di Indonesia perlu

mendapatkan payung hukum untuk melindungi diri. Bila Bitcoin dilegalkan

banyak hal yang harus dibenahi oleh Pemerintah Indonesia terutama dalam hal

teknologi.

Berdasarkan pasal Pasal 69 Undang-undang No.3 tahun 2011 tentang

Transfer Dana dapat dikatakan bahwa Bitcoin dapat dilegalkan yaitu tempat
11

exchanger Bitcoin Indonesia yaitu Bitcoin.co.id harus memperoleh izin melalui

persetujuan dari Bank Indonesia. Namun diatur dalam Pasal 79 ayat (1) Undang-

undang No.3 tahun 2011 tentang Transfer Dana, Bitcoin.co.id sebagai tempat

exchanger Bitcoin tidak dikenakan pasal ini karena Himbauan dari BI (Bank

Indonesia) No: 16/ 6 /Dkom dianggap sebagai lampu hijau oleh Oscar Darmawan

CEO Bitcoin Indonesia11. UU ITE telah disahkan sejak tahun 2008 fungsi nya

adalah sebagai undang-undang yang melindungi para pengguna internet, dan UU

ITE juga telah menentukan perbuatan-perbuatan yang mana termasuk dalam

tindak pidana di dalam bidang teknologi ataupun yang berkaitan dengan

teknologi. Karena Bitcoin belum dibuat dan diatur regulasi nya beberapa pasal

yang dapat dikaitkan dengan Cybercrime melalui Bitcoin yang tindak pidana

yang telah diatur oleh UU ITE:

1. Hacking dapat dikenakan Pasal 30 jo 46 UU ITE

Pasal 30; Pasal 46

2. Cracking; dapat dikenakan pasal 32 jo 58 UU ITE

Pasal 32; Pasal 48

3. Spoofing; dapat dikenakan pasal 35 jo 51 UU ITE

Pasal 35; Pasal 51

4. Sniffing; dapat dikenakan Pasal 31 jo 47 UU ITE

Pasal 31 ; Pasal 47

5. Perjudian Online dapat dikenakan Pasal 27 ayat (2) jo pasal 45 ayat

(1) Pasal 27 ayat (2)

11
Oscar Darnawan, Bitcoin Mata Uang Digital Dunia, (Jakarta, Jasakom, 2014), hlm. .
26.
12

6. Prostitusi Online dapat dikenakan pasal 27 ayat (1) jo pasal 45 ayat (1)

Pasal 27 (1) ; Pasal 45

Pasal-Pasal tersebut dapat dikenakan walaupun Bitcoin belum dilegalkan

dan belum diregulasikan. Sama hal nya pada sebelum UU ITE dibuat Cybercrime

menggunakan KUHP agar pengguna Internet dulu nya tetap merasa terlindungi.

UU ITE merupakan lex specialis dari KUHP tindak pindana yang dilakukan pada

dasarnya sama namun kemasan nya yang berbeda karena kejahatan yang diatur

dalam UU ITE berbasis teknologi. Diperlukan nya SDM yang mumpuni dalam

menagani kasus Cybercrime

I.4. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Untuk meneliti permasalahan hukum yang akan Penulis kaji, metode yang

akan digunakan penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Penelitian yuridis

normatif adalah penelitian yang difokuskan untuk mengkaji kaidah-kaidah atau

norma-norma dalam hukum positif. Penelitian hukum yang bersifat normatif

dimana data akan diperoleh dari membaca dan menganalisa bahan-bahan yang

tertulis. Penelitian merupakan jenis penelitian pustaka (library research).

2. Pendekatan

Penelitian ini melakukan pendekatan kualitatif yang melihat dan

menganalisis norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan yang

berkembang dalam lingkup teknologi informasi. Penelitian ini merupakan


13

penelitian yang dilakukan secara mono-disipliner yaitu analisis terhadap temuan

yang hanya didasarkan pada satu disiplin ilmu, yaitu ilmu hukum. Terdapat

beberapa cara yang akan digunakan Penulis dalam melakukan Penelitian hukum

ini, yaitu: Statute Approch (pendekatan Perundang-Undangan) yang sumber

hukum primer yang akan penulis kaji. Sumber hukum primer adalah semua

produk atau dokumen hukum yang dibuat oleh pejabat Negara yang menurut

sistem setempat berwenang untuk membuat hukum. Pendekatan perundang-

undangan difokuskan pada sinkronisasi peraturan perundang-undangan baik

vertical maupun horizontal antara peraturan yang satu dengan peraturan yang

lainnya.

3. Sumber Data

Penelitian ini bersifat studi kepustakaan dimana penelitian akan dilakukan

dengan mengkaji informasi-informasi hukum tertulis terkait yang berasal dari

berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian

normatif. Adapun data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan Hukum primer, adalah data yang mempunyai kekuatan mengikat

secara umum maupun bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Disini data

primer yang digunakan antara lain : Peraturan perundang-undangan di

Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik, Undang-Undang No. 7. Tahun 2011 tentang Mata

Uang, Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Undang-undang Nomor 23


14

Tahun 2009 tentang Bank Indonesia dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2011 tentang Transfer Dana, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,

dan Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

Nomor 2/1/Kep.PPATK/2003 tentang Pedoman Umum Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi Penyedia Jasa

Keuangan.

b. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang

akan digunakan dalam penelitian ini berupa buku, jurnal ilmiah, artikel-

artikel, skripsi, tesis, Laporan-laporan hasil penelitian dan makalah terkait

maupun hasil pendapat orang lain yang berhubungan dengan objek

penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier. Bahan hukum tersier yang digunakan antara lain

adalah kamus hukum Black‟s Law Dictionary, kamus teknologi daring

techopedia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan tulisan-tulisan lainnya

sebagai pelengkap.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang lengkap dan komprehensif dalam

penyusunan penelitian ini, maka data yang diperoleh dari data sekunder teknik

pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan studi dokumen atau studi

kepustakaan yang merupakan sumber bahan hukum primer dan bahan sumber
15

hukum sekunder dan bahan sumber hukum tersier yang ditemukan di

perpustakaan, laboratorium hukum, dan internet. Selanjutnya dilakukan

menginvertasir dokumen-dokumen atau bahan-bahan hukum kemudian dianalisa

dan dilakukan pembahasan sehingga akan tersusun secara sistematis data yang

berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

diskriptif-analisis, yakni prosedur atau cara memecahkan masalah penelitian

dengan memaparkan keadaan obyek yang diselidiki sebagaimana adanya

berdasarkan fakta yang aktual pada saat sekarang. Data yang telah diperoleh

dalam penelitian ini diolah dengan cara pengorganisasian dan mengurutkan data

pada suatu pola, kategori dan satuan. Data-data yang diperoleh melalui studi

pustaka dikumpulkan, diurutkan dan diorganisasikan dalam satu pola, kategori

dan satuan uraian dasar. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis

dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu hanya akan menggambarkan saja

dari hasil penelitian yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Sedangkan

data yang sudah dianalisis akan disajikan secara kualitatif.

I.6. Sistimatika Laporan

Rencana laporan penelitian ini akan disusun dalam empat bab yang masing-

masing saling berkaitan. Keempat bab tersebut sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan. Bab ini memuat; latar belakang masalah, rumusan


16

permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan

sistimatika laporan penelitian

Bab II Landasan Konseptual. Bab ini akan memuat kerangka yang

menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan

kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diinginkan dan diteliti

Bab III Hasil Penelitian dan pembahasan. Bab ini memuat pemaparan dan

analisis data-data yang terdiri dari legalitas penggunaan Bitcoin sebagai alat

pembayaran elektronik dan potensi penggunaan Bitcoin pada tindakan pencucian

uang di Indonesia

Bab IV Penutup. Bab ini memuat simpulan yang merupakan jawaban dari

permasalahan dan asumsi-asumsi yang telah dikemukakan sebelumnya, dan saran


17

DAFTAR PUSTAKA

Raihan Dirham, Tindak Pidana Pencucian Uang (Money laundering) dalam

Transaksi Perbankan, (Makasar, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin, 2015)

G. Varriale, Bitcoin: How to regulate a Virtual Currency, (International Financial

Law Review, 2013)

Marry Marcela, Misteri Pencipta Bitcoin Mulai Terkuak di unduh dari

http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20151210143131-185-

97332/misteri-pencipta-Bitcoin-mulai-terkuak/, di unduh tanggal 27 Nov

2020

Thiaran Dhana Danella, Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran yang Legal dalam

Transaksi Online, (Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2015)

Damiann Muhammad Mangan, Bitcoin: Cara Kerja dan Perbandingannya

dengan Mata Uang Konvensional, Makalah IF3058 Kriptografi – Sem. II

Tahun 2012/2013, (Bandung, Institut Teknologi Bandung, 2014), hlm. 3

Supriyadi Widodo Eddyono Yonatan Iskandar Chandra, Mengurai Implementasi

dan Tantangan Anti-Pencucian Uang di Indonesia, di unduh dari

http://icjr.or.id/data/wp-content/uploads/2015/10/Pencucian-Uang-Final.pdf

tanggal 27 nov 2020

Reinhard Denis Najogie, Analisis Keamanan Bitcoin’ (Bandung, Makalah IF3058

Kriptografi – Sem. II Tahun 2012/2013, Program Studi

InformatikaInstitutTeknologi, 2014)
18

Khamani Heru Santoso, Bitcoin Peluang atau Ancaman. Diunduh dari

www.bppk.kemenkeu.go.id. Tanggal 28 nov 2020

Oscar Darnawan, Bitcoin Mata Uang Digital Dunia, (Jakarta, Jasakom, 2014)

Anda mungkin juga menyukai