Anda di halaman 1dari 3

Nama : Teqwi Ghana P

NPM : 5118500139

UU Arbitrase mengatur tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase. Ada syarat-syarat
khusus yang harus dipenuhi sebelum membawa sengketa ke arbitrase yang diantaranya terdiri dari:

1) Para Pihak Terikat dengan Perjanjian Arbitrase

Agar dapat diselesaikan melalui arbitrase, para pihak yang bersengketa harus memiliki persetujuan
terlebih dahulu untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase. Menurut Pasal 4 Ayat (2) UU Arbitrase,
persetujuan ini dituangkan dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak, sehingga bisa
saja sebelum terjadi sengketa para pihak di dalam perjanjiannya memasukkan klausul mengenai
arbitrase atau setelah terjadi sengketa para pihak membuat perjanjian bahwa sengketa akan
diselesaikan melalui arbitrase. Khusus untuk perjanjian arbitrase yang dibuat setelah sengketa terjadi,
undang-undang menentukan bahwa perjanjian paling sedikit harus memuat:

a) masalah yang dipersengketakan;

b) nama lengkap dan tempat tnggal para pihak;

c) nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase;

d)tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan;

e) nama lengkap sekretaris;

f) jangka waktu penyelesaian sengketa;

g) pemyataan kesediaan dari arbiter; dan

pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan
untuk penyelesalan sengketa melalui arbitrase.

Jika perjanjian arbitrase yang dibuat setelah timbulnya sengketa tidak memuat hal-hal tersebut di atas,
maka menurut Pasal 9 Ayat (3) UU Arbitrase perjanjian tersebut batal demi hukum. Kemudian
ditentukan juga bahwa perjanjian tersebut harus ditandangani oleh para pihak. Jika para pihak tidak
dapat menandatanganinya, maka perjanjian dibuat dalam bentuk akta notaris.

Selain itu, Pasal 4 Ayat (3) UU Arbitrase juga memperbolehkan bahwa kesepakatan penyelesaian
sengketa melalui arbitrase dilakukan dalam bentuk pertukaran surat atau dalam bentuk sarana
komunikasi lainnya, namun jika kesepakatan dilakukan melalui sarana ini, maka para pihak wajib
menyertakan suatu catatan penerimaan oleh para pihak. Dengan adanya perjanjian atau persetujuan
para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase ini, maka pengadilan negeri tidak lagi
memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa yang bersangkutan.
2) Sengketa Termasuk dalam Lingkup Bidang Perdagangan

Ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Arbitrase menyatakan bahwa sengketa yang dapat diselesaikan melalui
arbitrase hanya sengketa dibidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Akan tetapi, pasal ini tidak
memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai apa saja yang termasuk kedalam sengketa di bidang
perdagangan. Oleh karenanya, untuk mengetahui apa saja yang termasuk ke dalam lingkup bidang
perdagangan perlu merujuk pada penjelasan Pasal 66 huruf b UU Arbitrase yang menyatakan bahwa
ruang lingkup hukum perdagangan meliputi kegiatan-kegiatan di bidang:

1) Perniagaan;

2) Perbankan;

3) Keuangan;

4) Penanaman modal;

5) Industri;

6) Hak kekayaan intelektual.

Selain itu, Pasal 5 Ayat (4) UU Arbitrase juga menentukan bahwa selain harus termasuk dalam lingkup
bidang perdagangan, sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase juga harus merupakan
sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat dilakukan perdamaian.

3) Adanya Pemberitahuan bahwa Syarat Abitrase Berlaku

Menurut ketentuan Pasal 8 Ayat (1) UU Arbitrase disebutkan bahwa apabila timbul sengketa, pemohon
harus memberitahukan dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku
ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon
berlaku. Adapun isi surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase tersebut paling sedikit memuat:

1) nama dan alamat para pihak;

2) penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku;

3) perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;

4) dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;

5) cara penyelesaian yang dikehendaki; dan

perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak pernah diadakan
perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki
dalam jumlah ganjil.
Dengan demikian, selain diharuskan adanya perjanjian arbitrase, pihak yang bersengketa (khususnya
pemohon) juga harus melakukan pemberitahuan terlebih dahulu kepada termohon bahwa klausul
arbitrase yang disepakati dalam perjanjian berlaku.

Anda mungkin juga menyukai