PERMOHONAN PRAPERADILAN
ATAS NAMA PEMOHON :
RUDY S. JAYAMULIA
Terhadap
Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Penipuan dan atau
Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan atau Pasal 372 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana dan atau pasal 3, 4 dan 5 UU RI NO.8 Tahun 2010
tentang TPPU, oleh Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Reserse Kriminal Umum.
MELAWAN
Sebagai TERMOHON
Oleh :
Kepada Yth.
Dengan Hormat,
Perkenankanlah kami :
BILLY RANGGA SH,. MH,. , M. ZULKARNAIN SH,. adalah Advokat dan Konsultan Hukum
pada “TIM ADVOKASI LUBI” Advocate & Legal Consultant yang beralamat di One Pacific
Place Lt 11 SCBD Jl.Jendral Sudirman Kav 52-53 Jakarta
Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 2 November 2019, baik
secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama RUDI S. JAYAMULIA,
selanjutnya disebut sebagai PEMOHON ——————————----------------------—————
——————————–M E L A W A N——————————–
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya
atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke
pengadilan.”
c. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal
77 KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
Mengadili,
Menyatakan :
c. Bahwa Perka Polri dan Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat
bukti dan pemeriksaan/pemanggilan calon tersangka untuk transparansi
dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan
sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini
menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama
dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.
d. Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon tidak pernah di Panggil oleh
Termohon, akan tetapi Pemohon langsung di tangkap dan di tahan di
kediamannya sebagai Tersangka oleh Termohon, sehingga tidak dengan
seimbang Pemohon tidak dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang
dituduhkan kepada Pemohon. Pemohon hanya diperiksa untuk pertama kali
oleh Termohon pada pada saat setelah di tangkap dan di tahan oleh
termohon tertanggal 30 Oktober 2019
e. Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor
21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan
‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1)
KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal
184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya dan Perka Polri No 14
Tahun 2012 pasal 36 ayat (1), Tidak pernah dilakukan oleh Termohon
kepada Pemohon.
f. Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res
Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat
Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap
proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal ini Direktorat Reserse Kriminal
Umum Polda Metro Jaya.
g. Dengan demikian jelas tindakan Termohon dalam melakukan
penangkapan terhadap tersangka tanpa melalui Pemanggilan terlebih
dahulu merupakan tindakan yang tidak sah serta cacat hukum dan
harus dibatalkan atas penahanan dan penetapan tersangka dalah hal ini
sebagai pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A
QuO
III. PETITUM
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo
berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :
Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memeriksa
Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et
bono).