Anda di halaman 1dari 50

KANTOR HUKUM

ADVOKAT AGUSMAN IDRIS, S.H., M.H & REKAN


PENGACARA/PENASEHAT DAN KONSULTAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA
DASAR:
KEPUTUSAN DPP KONGRES ADVOKAT INDONESIA NOMOR:880/KEP-ADV/DPP-KAI/III/2009 TANGGAL 23 MARET 2009 JO SK. MA. RI.
NOMOR:73/KMH/HK.01/IX/2015, TANGGAL 25 SEPTEMBER 2015.BAPS – KETUA PENGADILAN TINGGI- RIAU TANGGAL 20 NOPEMBER 2015.q
Alamat JL. KURNIA III RUMBAI PESISIR KOTA PEKANBARU RIAU HP 082170423036
Kantor II:Jl. Pekanbaru-Bangkinang Simpang SMPN 1 Kampar No. 1 Air Tiris RIAU
e-mail : agusman idris@yahoo.co.id/agusmanidris32.com.

Pekanbaru,10 Juli 2017

Nomor : 002/KH-Adv AMI/VI/2017


Perihal : Permohonan Praperadilan
Lamp. : 1 (satu) lembar Surat Kuasa Khusus

KepadaYth.
Ketua Pengadilan Negeri Siak
Pada Pengadilan Negeri Siak
Di -
SIAK

Dengan segala hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini kami :

AGUSMAN IDRIS, S.H., M.H. Beralamat di Kantor “ADVOKAT AGUSMAN


IDRIS,SH,.M.H. & REKAN -REKAN”, Berdasarkan surat kuasa tertanggal
delapan bulan Juni tahun dua ribu tujuh belas(08-07-2017).
Nama, YULISON ANDRI PUTRA BIN (ALM)AMRI, Tempat/tanggal Lahir,
Bangkinang 14 Juli 1988, Jenis Kelamin Laki-laki, Agama Islam, Pekerjaan
Belum Bekerja, Alamat Jalan Pertiwi RT/RW.001/005 Desa Pinang Sebatang
Kecamatan Tualang Kabupaten Siak Provinsi Riau. Yang selanjutnya dalam hal ini
disebut sebagai PEMOHON

Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap :

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah


Riau, Cq Kepala Kepolisian Resor Siak, Jalan Lintas Perawang-Siak KM 70
Dayun. Yang selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai TERMOHON

Adapun alasan-alasan PEMOHON dalam mengajukan PERMOHONAN


PRAPERADILAN ini adalah sebagai berikut:

I. FAKTA-FAKTA HUKUM
1. Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan Ketentuan
Pasal 77 dan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagai berikut :

Pasal 77 KUHAP :
Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

a. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau


penghentian penuntutan;
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Pasal 79 KUHAP :
Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau
penahanan diajukan oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua
Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya.

2. Bahwa pada hari Selasa tanggal 21 Maret 2017 sekitar Jam 01.30 Wib, bertempat
di Jalan Pertiwi, telah dilakukan penangkapan terhadap PEMOHON oleh
TERMOHON, yaitu : YULISON ANDRI PUTRA.

3. Bahwa penangkapan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, berdasarkan


surat Penangkapan Nomer : Sp.Kap/23/III/2017/R.Narkoba, tertanggal 21
Maret 2017 ;

4. Bahwa setelah TERMOHON berjumpa di jalan Pertiwi dekat bagunan Kedai,


TERMOHON bebera Temannya dan beberapa orang yang saya kenal
menghampiri PEMOHON, tanpa menujukan Surat Perintah Penangkapan
dan Penggeledahan, TERMOHON Lansung membawa PEMOHON kesuatu
tempat dan lalu memeriksa dan mengeledah badan PEMOHON.) ;

5. Bahwa beberapa jam kemudian TERMOHON membawa PEMOHON tempat


tinggal PEMOHON, tanpa basa basi TERMOHON masuk kerumah PEMOHON
pada saat melakukan penggeledahan, TERMOHON tidak membawa dan
menunjukan Surat Perintah Penggeledahan, sekalipun PEMOHON meminta
TERMOHON untuk menunjukannya dan tidak di hadiri oleh RT/RW padahal
Rumah Ketua RT bersebelahan dengan Rumah PEMOHON;

6. Bahwa TERMOHON juga melakukan penyitaan terhadap barang-barang milik


PEMOHON ;
7. Bahwa penyitaan yang dilakukan TERMOHON terhadap barang-barang milik
PEMOHON, hanya beberapa barang milik PEMOHON saja yang dimasukan
dalam Berita Acara Penyitaan, sedangkan ada barang-barang lain milik
PEMOHON yang disita namun tidak dimasukan Berita Acara Penyitaan ;

8. Bahwa barang-barang milik PEMOHON yang dsita oleh TERMOHON, namun


tidak dimasukan dalam Berita Acara Penyitaan, meliputi :
- DOMPET beserta isinya
- HP

9. Bahwa selama di dalam tahanan, PEMOHON diperiksa atau dimintai Keterangan


sebagai Tersangka oleh TERMOHON, akan tetapi PEMOHON tidak diberitahu
haknya untuk didampingi oleh Penasehat Hukum ;

10. Bahwa pemeriksaan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON sebagaimana


tersebut di atas, dilakukan peaniayaan yang keras, dan memaksa meng akui barang
yang terdapat satu paket didalamnya di duga Narkoba, karena tidak tahan atas
aniaya yang dilakukan pihak TERMOHON terpaksa PEMOHON Akui Benda satu
paket tersebut milik PEMOHON;

11. Bahwa selama PEMOHON dalam tahanan kantor TERMOHON, selalu di tekan
untuk minta uang sebesar Rp 20 juta, kalau tidak mau dan bisa akan di beri pasal
tertentu untuk diberatkan, jika bersedia akan diberi pasal untuk di rehap, namun
karena PEMOHON tidak merasa memiliki benda yang dituduhkan TERMOHON,
dan PEMOHON tidak mempunyai uang Sebesar itu PEMOHON hanya bisa
berdoa KEPADA ALLAH SWT, semoga kasus yang menimpa TERMOHON
ALLAH PASTI MELIHAT DAN TAHU dengan harapan pasti ALLAH
BEBASKAN TERMOHON insya ALLAH.

12. Bahwa PEMOHON didalam tahanan TERMOHON, Banyak teman-teman yang


dilakukan pemerasan seperti ini, ada yang sanggup membayar sekarang sudah
lepas dari tahanan dengan cara membayar dan mencari pengganti tahanan tersebut,
Sedangkan PEMOHON Tidak punya uang untuk itu, terpaksa menerima nasib
yang begini.

II. ANALISA YURIDIS

Bahwa tindakan Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON


ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas pada saat itu,
dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan / atau serta
tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada
Keluarga PEMOHON dalam waktu yang di tentukan undang-undang, karena
itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar Ketentuan :
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Pasal 18 ayat (1) KUHAP :


Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada
tersangka Surat Perintah Penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan
menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang
dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.

Pasal 18 ayat (3) KUHAP :


Tembusan Surat Perintah Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.

2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun


2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana
Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap No. 12
Tahun 2009).

Pasal 70 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009 :


Setiap tindakan penangkapan wajib dilengkapi Surat Perintah Tugas dan Surat
Perintah Penangkapan yang sah dan dikeluarkan oleh atasan penyidik yang
berwenang.

Pasal 72 Perkap No. 12 Tahun 2009 :


Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan
sebagai berikut :
a. Tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan
yang patut dan wajar;
b. Tersangka diperkirakan akan melarikan diri;
c. Tersangka diperkirakan akan mengulangi perbuatannya;
d. Tersangka diperkirakan akan menghilangkan barang bukti;
e. Tersangka diperkirakan mempersulit penyidikan.

Pasal 75 huruf a Perkap No. 12 Tahun 2009 :


Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib : a.
Memahami peraturan perundang-undangan, terutama mengenai kewenangan dan
tata cara untuk melakukan penangkapan serta batasan-batasan kewenangan
tersebut.

Pasal 75 huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009 :


Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib : c.
Menerapkan prosedur-prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan,
pelaksanaan dan tindakan sesudah penangkapan.

Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah


disertai dengan tindakan TERMOHON yang memperjual belikan pasal untuk
di perdagangkan, dan membedakan terhadap tahanan yang membayar uang
dengan yang tidak membayar uang kepada TERMOHON, karena itu tindakan
TERMOHON tersebut telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang


Hukum Acara Pidana (KUHAP)Konsiderans KUHAP huruf a :
a. Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang
menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.

Konsiderans KUHAP huruf c :


c. Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang Hukum Acara
Pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk
meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan
fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian
hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar
1945

2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 :
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Pasal 28 G :
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari
negara lain.

Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 :


Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apa pun.

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia


Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia :
Setiap orang berhak atas pegakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum
yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan
hukum.

Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :


Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia :
Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan
memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat
kemanusiaannya di depan hukum

Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia :
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan
sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan
kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala
jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun


2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di
Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap No. 12 Tahun
2009)

Pasal 75 huruf d Perkap No. 12 Tahun 2009 :


Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib bersikap
profesional dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak manusiawi,
menyangkut waktu yang tepat dalam melakukan penangkapan, cara-cara
penangkapan terkait dengan kategori-kategori yang ditangkap seperti anak-anak,
orang dewasa dan orang tua atau golongan laki-laki dan perempuan serta kaum
rentan.

Pasal 76 ayat (1) huruf b Perkap No. 12 Tahun 2009 :


Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut : b. Senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang
ditangkap…

Pasal 76 ayat (1) huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009 :


Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut : c. Tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi
tersangka.

Pasal 76 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009 :


Tersangka yang telah tertangkap, tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu
bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan.
Bahwa tindakan Penggeledahan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON
ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan dan tidak memberikan Surat
Perintah Penggeledahan, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah
melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Pasal 32 KUHAP :
Untuk Kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah
atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan mnurut tata cara yang
ditentukan dalam undang-undang ini.

Pasal 33 KUHAP :
(1). Dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat penyidik dalam melakukan
penyidikan dapat mengadakan penggeledahan yang diperlukan.

(2). Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian
negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah.

(3). Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal
tersangka atau penghuni menyetujuinya.

(4). Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua
lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak
atau tidak hadir.
(5).Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus
dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau
penghuni rumah yang bersangkutan.

Pasal 36 KUHAP :
Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah
hukumnya, dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka
penggeledahan tersebut harus diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri dan
didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu
dilakukan.

Bahwa tindakan penyitaan yang dilakukan TERMOHON terhadap barang-barang


milik PEMOHON, hanya beberapa barang milik PEMOHON saja yang
dimasukan dalam Berita Acara Penyitaan, sedangkan ada barang-barang
lain milik PEMOHON yang disita namun tidak dimasukan Berita Acara
Penyitaan, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar dan
bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Pasal 34 ayat (2) KUHAP :


Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat (1)
penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain
yang tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang
bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang
bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana
tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri
setempat guna memperoleh persetujuannya.

Pasal 75 ayat (1) huruf f KUHAP :


Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang Penyitaan Benda;

Pasal 75 ayat (3) huruf f KUHAP :


Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat tersebut pada ayat (2)
ditandatangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut pada
ayat (1).

Bahwa karena TERMOHON tidak melaksanakan prosedur-prosedur sesuai dengan


Ketentuan Perundang-Undangan, maka tindakan TERMOHON menunjukkan
ketidakpatuhan akan hukum, padahal TERMOHON sebagai aparat Kepolisian
Negara Republik Indonesia in casu dalam kualitas sebagai PENYIDIK seharusnya
memberikan contoh kepada warga masyarakat, dalam hal ini PEMOHON dalam
hal pelaksanaan hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) KUHAP
sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Pasal 7 ayat (3) KUHAP :


Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),
Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara


Republik Indonesia Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara


Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak
Asasi Manusia.

Bahwa dalam perkembangannya PRAPERADILAN telah menjadi fungsi kontrol


Pengadilan terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalam
hal ini yang berkaitan dengan penangkapan, sehingga oleh karenanya tindakan
tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa Penangkapan
oleh TERMOHON kepada PEMOHON adalah TIDAK SAH SECARA
HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN KUHAP. Dengan
demikian, jika seandainya menolak GUGATAN PRAPERADILAN a-quo,
penolakan itu sama saja dengan MELETIGIMASI PENANGKAPAN YANG
TIDAK SAH YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON DAN
MELETIGIMASI PENYIKSAAN DAN PELANGGARAN HAK ASASI SERTA
MELAKUKAN PENJUAL PASAL-PASAL UU RI YANG DILAKUKAN
TERMOHON KEPADA PEMOHON;

III. PERMNTAAN GANTI KERUGIAN DAN/ATAU REHABILITASI

1. Bahwa tindakan PENANGKAPAN, PENAHANAN, PENGGELEDAHAN


DAN PENYITAAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh
TERMOHON terhadap PEMOHON telah mengakibatkan kerugian bagi
PEMOHON;

2. Bahwa mengingat PEMOHON adalah PENGUSAHA, dimana sumber


penghasilan untuk kehidupan sehari-hari bergantung pada penghasilan atau
usaha PEMOHON, maka SANGAT WAJAR dan BERALASAN untuk
diberikan kompensasi dan/atau ganti rugi bagi PEMOHON;
3. Bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana mengatur, sebagai berikut :

Pasal 9 ayat (1) :


Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf
(b) dan Pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,-
(lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).

Pasal 9 ayat (2) :

Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal


95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak
dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-
tingginya Rp. 3.000.000,-(tiga juta rupiah).

Merujuk pada pasal tersebut di atas dimana fakta membuktikan bahwa akibat
penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian
yang seharusnya dibayarkan kepada PEMOHON adalah sebesar Rp. .10.000.000,-
(Sepuluh Juta rupiah);

4. Bahwa disamping kerugian Materiil, PEMOHON juga menderita kerugian


Immateriil, berupa :

a. Bahwa akibat penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan yang


tidak sah oleh TERMOHON, menyebabkan tercemarnya nama baik
PEMOHON, hilangnya kebebasan, menimbulkan dampak psikologis terhadap
PEMOHON dan keluarga PEMOHON, dan telah menimbulkan kerugian
immateril yang tidak dapat dinilai dengan uang, sehingga di batasi dengan
jumlah sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah);

b. Bahwa kerugian Immateriil tersebut di atas selain dapat dinilai dalam bentuk
uang, juga adalah wajar dan sebanding dalam penggantian kerugian Immateriil
ini dikompensasikan dalam bentuk TERMOHON meminta Maaf secara
terbuka pada PEMOHON lewat Media Massa di Kabupaten Siak. selama 2
(dua) hari berturut-turut.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon Ketua Pengadilan Negeri Siak agar
segera mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai
dengan hak-hak PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan
Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP, dan mohon kepada Yth. Ketua Pengadilan Negeri
Siak Cq. Hakim Yang Memeriksa Permohonan ini berkenan memeriksa dan
memutuskan sebagai berikut :
1. Menerima dan mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya ;

2. Menyatakan tindakan penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, dan atas


barang Pemerasan dan penjualan Pasal-pasal UU RI diri PEMOHON adalah
Tidak Sah Secara Hukum karena melanggar ketentuan perundang-undangan ;

2. Memerintahkan kepada TERMOHON agar segera


mengeluarkan/membebaskan PEMOHON atas nama YULISON ANDRI
PUTRA;

4. Menghukum TERMOHON untuk membayar ganti Kerugian Materiil sebesar


Rp. 10.000.000, (Sepuluh juta rupiah) dan Kerugian Immateriil sebesar
Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), sehingga total kerugian seluruhnya
sebesar Rp.20.000.000,-(dua puluh juta rupiah) secara tunai dan sekaligus
kepada PEMOHON ;

5. Menghukum TERMOHON untuk meminta Maaf secara terbuka kepada


PEMOHON lewat Media Massa di Kabupaten Siak selama 2 (dua) hari
berturut-turut ;
6. Memulihkan hak-hak PEMOHON, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat
serta martabatnya.

ATAU,

Jika hakim Pengadilan Negeri Siak berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-
adilnya (ex aequo et bono).berdasarkan Ketuhanan yang maha esa.

Hormat kami,
Kuasa Hukum PEMOHON

AGUSMAN IDRIS,S.H,M.H.
SURAT KUASA KHUSUS
NOMOR :001/SKH-PR/VI/2017

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama, YULISON ANDRI PUTRA BIN (ALM)AMRI, Tempat/tanggal Lahir,


Bangkinang 14 Juli 1988, Jenis Kelamin Laki-laki, Agama Islam, Pekerjaan
Belum Bekerja, Alamat Jalan Pertiwi RT/RW.001/005 Desa Pinang Sebatang
Kecamatan Tualang Kabupaten Siak Provinsi Riau. Yang selanjutnya dalam hal ini
disebut sebagai PEMBERI KUASA

Dengan Ini, Memilih Tempat Domisili atau kediaman hukum di kantor


Kuasanya Yang akan Disebut dibawah Ini. Menerangkan dengan ini memberikan
kuasa khusus kepada Advokat dibawah ini : Kantor AGUSMAN IDRIS,SH,MH
Jln. Kurnia III/amal No.10 Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Provinsi Riau,
Selanjutnya disebut PENERIMA KUASA

------------------------------------------------KHUSUS---------------------------------------
-
Bertindak untuk atas nama PEMBERI KUASA sebagai PEMOHON untuk
mengajukan pemohon praperadilan ke pengadilan Negeri Siak guna pemeriksaan
praperadilan terhadap :

Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia ;Cq. KEPALA KEPOLISIAN


REPUBLIK INDONESIA .Cq .KEPALA KEPOLISIAN DAERAH RIAU Cq
KEPALA KEPOLISIAN RESOR SIAK beralamat di Jln.Lintas Perawang-Siak
Km 70 Dayun Kabupaten Siak, selaku TERMOHON.

Selanjutnya untuk hal tersebut di atas ,PENERIMA KUASA dikuasakan untuk


menghadap dan menghadiri semua persidangan perkara praperadilan tersebut
diatas melalui pengadilan negeri Siak. menghadap pejabat-pejabat dan intansi
.jawatan-jawatan, hakim-hakim menerima.mengajukan permohonan praperadilan,
replik, kesimpulan, mengajukan atau menolak saksi-saksi, meminta dan
memberikan segala keterangan yang diperlukan meminta penetapan, putusan
melakukan peneguran-peneguran yang dianggap baik perlu untuk membela
kepentingan PEMBERI KUASA sesuai dengan peraturan Perundang-undangan
yang berlaku guna tercapai nya maksud dan tujuan pemberi kuasa ini .

Surat kuasa khusus ini diberikan dengan upah (honorarium) dan hak subtitusi baik
sepenuh nya maupun sebagian kepada orang lain

SIAK 08 Juni 2017

Penerima Kuasa Pemberi Kuasa

AGUSMAN IDRIS,SH,MH YULISON ANDRI PUTRA

CONTOH GUGATAN PRAPERADILAN


04/04/2017 No Comments
PERMOHONAN PRAPERADILAN

ATAS NAMA PEMOHON :

……………………………………………………………………

Terhadap

Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana oleh Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Reserse Kriminal Umum.

MELAWAN

DITREKRIMUM POLDA METRO JAYA

Sebagai TERMOHON

Oleh :

Advokat / Penasehat Hukum dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum

SAIFUL ANAM & PARTNERS

DI PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN

Kepada Yth.

KETUA PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN

Jl. Ampera Raya, No. 133,

Jakarta Selatan 12550.

Hal : Permohonan Praperadilan atas Nama ……………………..


Dengan Hormat,

Perkenankanlah kami :

DR. (can) SAIFUL ANAM, SH., MH., HASYIM NAHUMARURY, SH., M. DANIES
KURNIARTHA, SH., SUTARJO, SH. kesemuanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum
pada “SAIFUL ANAM & PARTNERS” Advocate & Legal Consultant yang beralamat di Jl.
HR. Rasuna Said, Kawasan Epicentrum Utama, Mall Epicentrum Walk, Office Suites A529,
Kuningan – Jakarta Selatan 12940, Telp. (021) 5682703, HP. 0816521799, Email :
saifulanam_law@yahoo.com.

Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal …………… 2016, baik
secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama
…………………………………………………………………………………, selanjutnya
disebut sebagai PEMOHON ——————————————————————————
—-

——————————–M E L A W A N——————————–

DITREKRIMUM POLDA METRO JAYA yang beralamat di Jl. Jenderal Sudirman 55


Jakarta 12190 selanjutnya disebut sebagai TERMOHON ———————————————
———————————————–

untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai tersangka dalam


dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Reserse
Kriminal Umum.

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

a. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan,


penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-
undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut
Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi
Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan
berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh
karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan
sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal
ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai
tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu,
praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak
tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP).
Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan
penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar
lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi
tersangka.
b. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1
angka 10 menyatakan :

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:


1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya
atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

c. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77
KUHAP diantaranya adalah:

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini tentang:


1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan;
2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

d. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka


10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak
hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang
bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu
perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan
tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan,
sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak
hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian,
bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi
di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di
Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan
hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut
Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan
nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan
hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan
hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya
memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai
(values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.

e. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan
melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan
mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :


1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal
18 Mei 2011
2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel
tanggal 27 november 2012
4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel
tanggal 15 Februari 2015
5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel
tanggal 26 Mei 2015
6. Dan lain sebagainya

f. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015
memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili
keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No.
21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :

Mengadili,

Menyatakan :

1. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :


o [dst]
o [dst]
o Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara
pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak
dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
o Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara
pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka,
Penggeledahan dan Penyitaan;

g. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-
XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang
Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah
tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

1. PEMOHON TIDAK PERNAH DIPERIKSA SEBAGAI CALON TERSANGKA

1. Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK


mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek
praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional
bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti
yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang
dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP
dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka,
penggeledahan, dan penyitaan.
2. Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat
bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang
cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat
bukti, yakni minimal dua alat bukti.
3. “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam
Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-
kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon
tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan
dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”
4. Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon
tersangka untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum
seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang.
Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam
menentukan bukti permulaan yang cukup itu.
5. Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam
kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka. Berdasar pada Surat Panggilan untuk
pertama kali dan satu-satunya oleh Termohon, yakni melalui surat panggilan sebagai
Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor
SPGL/1727/IX/2015/Ditreskrimum tertanggal 17 September 2015 tidak pernah
membuktikan Pemohon diperiksa sebagai calon tersangka, akan tetapi Pemohon
langsung dipanggil sebagai Tersangka oleh Termohon, sehingga tidak dengan seimbang
Pemohon dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepada Pemohon.
Pemohon hanya diperiksa untuk pertama kali oleh Termohon pada pada saat setelah
ditetapkan sebagai Tersangka yakni pada tanggal 21 September 2015.
6. Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-
XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang
cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan
sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon
tersangkanya. Tidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon. Dikarenakan
Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan
Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum),
maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal
ini Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
7. Dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon
tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang
penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara A Quo.

2. TIDAK PERNAH ADA PENYELIDIKAN ATAS DIRI PEMOHON

1. Bahwa sebagaimana diakui baik oleh Pemohon maupun Termohon, bahwa penetapan
tersangka atas diri Pemohon baru diketahui oleh Pemohon berdasarkan surat panggilan
sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor
SPGL/1727/IX/2015/Ditreskrimum tertanggal 17 September 2015. Bahwa apabila
mengacu kepada surat panggilan tersebut, tidak pernah ada surat perintah penyelidikan
kepada Pemohon. Padahal sesuai Pasal 1 angka 1 dan 4 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, Polisi memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan.
2. Bahwa hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap,
S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian
dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan
“penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri
sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak
terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku
petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau
metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu
penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan
surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut
umum.
3. Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan tindakan
penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan
tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan
tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian
“tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan
bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.
4. Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan
seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada
aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan
harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan
seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan
bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain
tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon.
5. Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan
dan penyidikan merupakan 2 hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat
dipisahkan keduanya. Berkenaan dengan Pemohon dengan tidak pernah
diterbitkannya surat perintah penyelidikan atas diri pemohon, maka dapat
dikatakan penetapan tersangka dengan atau tanpat surat perintah penyelidikan
dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.

3. PEMOHON DITETAPKAN SEBAGAI TERSANGKA, AKAN TETAPI TERUS-


MENERUS DILAKUKAN PENYIDIKAN

1. Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 27 Agustus 2015, pada
tanggal 21 September 2015 Pemohon masih dipanggil untuk dimintai keterangan untuk
yang pertama kalinya melalui surat panggilan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada
Pemohon dengan Nomor SPGL/1727/IX/2015/Ditreskrimum tertanggal 17 September
2015. Kemudian telah terdapat 2 (dua) kali pengembalian berkas perkara dari Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta (P-19) berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No.
B5276/0.1.1/Epp.1/08/2016 tertanggal 4 Agustus 2016 dan Surat (P-19) Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015 tertanggal 26 Nopember 2015, akan
tetapi Pemohon masih dipanggil pada tanggal 13 september 2016 untuk pemeriksaan
dalam rangka penyidikan tindak pidana berdasarkan surat Panggilan Nomor
SPGL/16559/IX/2016/Ditreskrimum tertanggal 8 september 2016 untuk pemeriksaan
penyidikan dari Polda Metro Jaya.
2. Bahwa hal tersebut merupakan salah satu bentuk kesewenang-wenangan Penyidik,
dimana berkas perkara telah dinyakan lengkap (P-21), akan tetapi masih dilakukan
pemanggilan untuk dimintai keterangan, dengan demikian sangat bertentangan dengan
makna sesungguhnya dari pengertian “PENYIDIKAN” itu sendiri. Hal mana dalam
proses penyelidikan belum ada tersangka, kalaupun ada orang yang diduga pelaku tindak
pidana. Sedangkan penetapan tersangka merupakan proses yang terjadi kemudian,
letaknya di akhir proses penyidikan. Menemukan tersangka menjadi bagian akhir dari
proses penyidikan. Bukan penyidikan baru ditemukan tersangka. Hal itu sesuai dengan
Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan dalam KUHAP.
3. Bahwa hal tindakan Termohon telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam
Pasal 8 ayat (3) huruf b yang pada intinya menyatakan dalam hal penyidikan sudah
dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti
kepada penuntut umum. Sehinga dengan demikian apabila telah dinyatakan (P-21).
Penyidik tidak dapat lagi melakukan pemeriksaan guna kepentingan penyidikan.
4. Bahwa berdasar pada uraian diatas, dimana penyidik telah menyatakan (P-21)
akan tetapi masih dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan guna kepentingan
penyidikan, maka surat panggilan tersebut merupakan panggilan yang tidak sah
dikarenakan Penyidik tidak memiliki kompetensi guna melakukan Penyidikan,
karena beban tugas dan tanggung jawab telah berpindah kepada Jaksa Penuntut
Umum. Untuk itu tindakan Penyidik yang demikian merupakan tindakan yang
unprosedural, sehingga dengan demikian penetapan tersangka terhadap Pemohon
dapat dikategorikan cacat hukum.

4. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON


SEBAGAI TERSANGKA

1. Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan Penipuan dan


Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Reserse Kriminal
Umum kepada Pemohon hanya berdasar pada 15 Keterangan Saksi, 1 keterangan ahli
hukum, dan 1 dokumen yang telah disita, hal ini berdasar pada surat panggilan sebagai
Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor
SPGL/1727/IX/2015/Ditreskrimum tertanggal 17 September 2015.
2. Bahwa sebagaimana diketahui melalui pengembalian berkas perkara oleh Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta, terdapat 2 (dua) kali pengembalian berkas perkara dari Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta (P-19) berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No.
B5276/0.1.1/Epp.1/08/2016 tertanggal 4 Agustus 2016 dan Surat (P-19) Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015 tertanggal 26 Nopember 2015,
dimana menurut masih terdapat kekurangan salah satunya alat bukti yang harus
dilengkapi baik secara formil maupun materiil.
3. Bahwa melalui surat kejaksaan tinggi tanggal 26 November 2015 telah diyatakan bahwa
dalam waktu 14 (empat belas) hari saudara melengkapi kelengkapan formil dan materil
berkas perkara. kemudian melalui surat kejaksaan tinggi tanggal 4 agustus 2016
menyatakan masih terdapat kekurangan untuk dilengkapi. Terhadap 2 (dua) surat
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tersebut, Termohon tidak dan atau belum pernah
melengkapi yang sedianya wajib dilengkapi oleh Termohon, akan tetapi Termohon tetap
menyatakan diri telah lengkap dengan menyatakan (P-21) melalui surat Panggilan Nomor
SPGL/16559/IX/2016/Ditreskrimum tertanggal 8 september 2016.
4. Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-
XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti
Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh
Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti”
sesuai dengan pasal 184 KUHAP.
5. Bahwa berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap
terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan
Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh
Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Reserse Kriminal Umum kepada Pemohon,
mengingat dalam pemeriksaan oleh Termohon, termohon selalu mendasarkan pada alat
bukti yang sebelumnya telah dinyatakan belum lengkap oleh Kejaksaan Tinggi DKI
Jakarta.
6. Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Pemohon yang tidak memenuhi
minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak
sah dan tidak berdasar atas hukum.

5. PERBUATAN PEMOHON MURNI MERUPAKAN HUBUNGAN HUKUM


KEPERDATAAN

1. Bahwa pembelian saham antara Pelapor dengan Pemohon dituangkan dalam bentuk
Perjanjian Master Agrement tanggal 25 Mei 2013, dan atas kesepakatan tersebut telah
dibuat akta kesepakatan dihadapan Notaris Saharto Suhardjo, SH, yaitu Akta Gadai
Saham No. 7 tertanggal 29 Agustus 2013, kemudian dilanjutkan dengan Akta Notaris
No. 3 tanggal 5 September 2013. Terhadap akta perjanjian tersebut telah memunculkan
perikatan antar kedua belah pihak yang bersifat pos factum, yaitu fakta terjadi setelah
peristiwa yang dilaporkan oleh pelapor. Untuk itu hubungan hukum antara kedua belah
pihak merupakan hubungan hukum yang bersifat keperdataan.
2. Bahwa terdapat perbedaan antara Wanprestasi dan Penipuan. Wanprestasi dapat berupa:
(i) tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan; (ii) melaksanakan yang diperjanjikan tapi
tidak sebagaimana mestinya; (iii) melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat;
atau (iv) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Pihak yang
merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian,
pembatalan perjanjian atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan
wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan,
kerugian yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga.
Wanprestasi ini merupakan bidang hukum perdata. Sedangkan penipuan masuk ke dalam
bidang hukum pidana (delik pidana) (ps. 378 KUHP). Seseorang dikatakan melakukan
penipuan apabila ia dengan melawan hak bermaksud hendak menguntungkan diri sendiri
atau orang lain. “Melawan hak” di sini bisa dicontohkan memakai nama palsu,
perkataan-perkataan bohong, dll.
3. Bahwa berdasar pada kenyataan yang terjadi pada Pemohon, antara pemohon dengan
pelapor diikat melalui perjanjian yang sama-sama beritikat baik untuk memenuhi
perjanjian, tidak ada maksud melakukan penipuan untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain, sehinga dengan demikian tidak tepat apabila Pemohon disangka melakukan
dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal
372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena hubungan hukumnya merupakan
hubungan hukum keperdataan.
4. Bahwa hal itu juga diperkuat oleh surat kejaksaan tinggi tanggal 26 November 2015
(Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015) telah
menyatakan bahwa hubungan hukum yang dilaporkan oleh pelapor bukanlah
termasuk tindak pidana penipuan melainkan keperdataan dalam hubungannya
dengan masalah Wanprestasi. Hal ini sejalan dengan perkara perdata yang masih
berjalan di Pengadilan yang dimohonkan oleh Pelapor.
5. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka tidak dapat dikatakan Pemohon dapat
kenakan Pasal-Pasal dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
seperti halnya dilakukan Termohon kepada Pemohon.

6. PENGEMBALIAN BERKAS DARI KEJAKSAAN KE KEPOLISIAN DALUARSA


(TIDAK SAH)

1. Bahwa berdasar pada Pasal 138 ayat (2) KUHAP dinyatakan bahwa Penyidik wajib
melengkapi berkas perkara dalam waktu 14 (empat belas) hari.
2. Bahwa berdasar surat Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kepada Kepala Kepolisian Daerah
Metro Jaya pengembalian berkas perkara oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, melalui
Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015 tertanggal
26 Nopember 2015, bahwa Berkas perkara H. Naldy Haroen dikembalikan dikarenakan
secara Formil dan Materiil tidak lengkap, serta diperintahkan dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari untuk dilengkapi. Serta isi dari surat tersebut pada intinya menyatakan
BAHWA HUBUNGAN HUKUM YANG DILAPORKAN OLEH PELAPOR
BUKANLAH TERMASUK TINDAK PIDANA PENIPUAN MELAINKAN
KEPERDATAAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN MASALAH
WANPRESTASI.
3. Bahwa dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana diperintahkan oleh
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan berdasar pada Pasal 138 ayat (2) KUHAP, Termohon
tidak dapat melengkapi kekurangan berkas perkara dengan sebagaimana mestinya.
4. Bahwa selain itu berdasar pada Surat dari BARESKRIM MABES POLRI Nomor
B/4284/WAS/VI/2016/Bareskrim tertanggal 30 Juni 2016 (copy terlampir) telah
memerintahkan kepada Termohon untuk “MENGHENTIKAN PENYIDIKAN
DENGAN ALASAN BUKAN MERUPAKAN TINDAK PIDANA”
5. Bahwa berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No.
B5276/0.1.1/Epp.1/08/2016 tertanggal 4 Agustus 2016 (8 bulan setelah diperintahkan
untuk melengkapi berkas perkara) bahwa Perbaikan Berkas perkara H. Naldy Haroen
diterima pada tanggal 23 Juni 2016 dan masih terdapat kekurangan baik dari segi Formil
dan Materiil, dengan demikian membuktikan Penyerahan Kekurangan Berkas Perkara H.
Naldy Haroen cacat prosedur, dimana melebihi jangka waktu yang ditentukan yakni
maksimal 14 (empat belas) hari. Apabila merujuk kepada surat Kejaksaan Tinggi tanggal
26 November 2015 dan surat kejaksaan tinggi tanggal 4 agustus 2016, terdapat tenggang
waktu 8 (delapan) bulan guna melengkapi berkas perkara dari Kepolisian kepada
Kejaksaan
6. Bahwa kuat dugaan telah terjadi PENYALAHGUNAAN kewenangan dikarenakan kuat
dugaan Penyidik dalam melengkapi kekurangan berkas Perkara kepada Kejaksaan Tinggi
DKI Jakarta berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta
B5276/0.1.1/Epp.1/08/2016 tertanggal 4 Agustus 2016 (copy terlampir) CACAT
HUKUM, dikarenakan telah melebihi jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 138 ayat (2) KUHAP (kurang lebih 8 bulan dalam melengkapi
kekurangan berkas Perkara), dan berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI
Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015 tertanggal 26 Nopember 2015 (copy terlampir),
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menentukan sikap bahwa “HUBUNGAN HUKUM
YANG DILAPORKAN OLEH PELAPOR BUKANLAH TERMASUK TINDAK
PIDANA PENIPUAN MELAINKAN KEPERDATAAN DALAM
HUBUNGANNYA DENGAN MASALAH WANPRESTASI”, serta diperkuat melalui
Surat dari BARESKRIM MABES POLRI Nomor B/4284/WAS/VI/2016/Bareskrim
tertanggal 30 Juni 2016 (copy terlampir) telah memerintahkan bahwa
“MENGHENTIKAN PENYIDIKAN DENGAN ALASAN BUKAN MERUPAKAN
TINDAK PIDANA”.
7. Berdasar pada analisa diatas, maka jelas penyerahan berkas perkara dari
Termohon kepada Jaksa Penuntut Umum adalah cacat hukum, mengingat telah
melewati jangka waktu yang telah ditentukan oleh KUHAP, untuk itu penetapan
tersangka terhadap Pemohon tidak sah.

7. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN


KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN
HUKUM

1. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi
manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak
bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun
telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi
“Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan
HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita
termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan
hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui
perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
2. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih
diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan
jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku
setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Apabila
dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum
semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan.
Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena
keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari

keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan
yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum
merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik.
Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan
yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki
aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu
peraturan yang harus ditaati.
3. Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik
ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun
oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara
retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum
Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’

4. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang
melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang
meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-
wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah
ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana
asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara
tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi
wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan
sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan
ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada
tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan
dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).

5. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan


kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan
dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan
wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni
meliputi :

– ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

– dibuat sesuai prosedur; dan

– substansi yang sesuai dengan objek Keputusan

Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan


tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-
perundang undangan yang berlaku.

6. Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana
diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut
ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai
berikut :

 “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52


ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
 Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52
ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan

7. Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan
dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan
Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar,
maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara
A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka
terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan
menurut hukum.

III. PETITUM

Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan
memutus perkara ini sebagai berikut :

1. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;


2. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan
Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Reserse
Kriminal Umum adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya
penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut
oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh
Termohon;
4. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah
penyidikan kepada Pemohon;
5. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang
berlaku.

PEMOHON sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan


Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara
aquo dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa
Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Jakarta, 28 September 2016

Hormat kami,

Advokat / Penasehat Hukum dan Konsultan Hukum pada kantor hukum

SAIFUL ANAM & PARTNERS

DR. (can) SAIFUL ANAM, SH., MH.

PERMOHONAN PRAPERADILAN
Hal. : Permohonan Praperadilan
Lamp. : 1 (satu) Lembar Surat Kuasa Khusus

Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara
Di -
JAKARTA UTARA

Dengan segala hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini kami :

FIDELIS ANGWARMASSE, SH.


ADOLOF GERRIT SURYAMAN, SH.
TEUKU M. ZAKY BARRUN, SH.
M. R. HIDAYAT TUHELELU, SH.
Kesemuanya adalah Advokat / Pengacara – Konsultan Hukum pada :
Law Office “ FIDEL ANGWARMASSE & PARTNERS”,
Beralamat di Elysium Garden, Jl. Boulevard Alam Hijau No. 3, Lippo Cikarang – 17550
Telp. 021 933 89928., Hp. 082199744546 // 081213684821

Berdasarkan surat kuasa tertanggal 18 Maret 2015, yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas
nama klien yang bernama :

1. Nama : LISA PURWANTI


Umur : 36 Tahun (Lamongan, 26 November 1979)
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bulevar Hijau Blok C 3 / 16, Rt. 003, Rw. 030, Pejuang, Medan Satria, Kota
Bekasi
Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga

2. Nama : AGUS SAPUTRO


Umur : 31 Tahun (Tuban, 1 Agustus 1984)
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Krajan, Rt. 001, Rw. 001, Kel. Bektiharjo, Kec. Semanding
Pekerjaan : Wiraswasta

3. Nama : MISTARI
Umur : 28 Tahun (Sebakung Jaya, 28 November 1987)
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jl. Lobak, Rt. 006, Rw. 002, Kel. Sebakung Jaya, Kec. Babulu
Pekerjaan : Wiraswasta

Yang selanjutnya dalam hal ini disebut sebagao PARA PEMOHON

Dengan ini mengajukan Gugatan Praperadilan terhadap :


Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya
Cq. Direktur Kepolisian Perairan Daerah Metro Jaya, beralamat di Pulau Pondok Dayung
Tanjung Priuk Jakarta Utara.

Yang selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai TERMOHON

Adapun alasan-alasan PARA PEMOHON dalam mengajukan PERMOHONAN


PRAPERADILAN ini adalah sebagai berikut :

I. FAKTA HUKUM

1. Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan Ketentuan Pasal


77 dan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagai berikut :

Pasal 77 KUHAP :
“Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini tentang :

a. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian


penuntutan;
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada
tingkat penyidikan atau penuntutan…”

Pasal 79 KUHAP :
“Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan
diajukan oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan
menyebutkan alasannya”

2. Bahwa pada hari Rabu tanggal 26 November 2014 sekira Pukul 12.30 WIB, bertempat di
Dermaga 12 Marina Taman Impian Jaya Ancol, datang Sdr. Eky dan 2 (Dua) orang berpakaian
preman (Yang terakhir diketahui adalah anggota Polair Pondok Dayung) menemui Pemohon
Mistari. Terjadilah percakapan antara Pemohon Mistari dengan 2 (Dua) orang tersebut :
Pemohon Mistari :“Ada yang bisa kami bantu” ?
Polair : “Ini kita mau ke pulau. Kalau sewa kapal, berapa?”
Pemohon Mistari : “Kalau ke pulau terdekat, harganya Rp. 2.000.000,- (Dua Juta Rupiah).
Polair : “Kalau yang tengah, berapa”?,
Pemohon Mistari : “Kalau yang tengah, beda lagi harganya”.
Polair : “Kalau ke Tidung ?,
Pemohon Mistari : “Kalau ke Tidung harganya Rp. 3.700.000,- (Tiga Juta Tujuh Ratus Ribu
Rupiah)”.
Polair : “Mahal amat, ga bisa kurang tuh?”.
Pemohon Mistari : ”Ga bisa, itu sudah harga price list kantor”
Polair : “Saya dapat berapa?”
Pemohon Mistari : “Ga ada pak. Kalo mau, bapak lebihkan sendiri”
Polair : “Oh, gitu? Ya sudah. Nanti kalau bos saya tanya, kamu bilang harganya 2,5 juta untuk
Pulau Ayer”
Pemohon Mistari : “Ya sudah, ok”
Polair : “Ya sudah, saya ke boss saya dulu”

3. Bahwa setelah tawar menawar, 2 orang tersebut kemudian pergi menuju mobil. 10 menit
kemudian, salah satunya orang yang bertanya tadi mendatangi Pemohon Mistari, sedangkan
salah seorang lagi naik ke mobil, kemudian pergi.
Polair : “Nanti dulu ya, bos saya masih mencari kapal lain”
Sambil menunggu, orang tersebut bertanya kepada Pemohon Mistari :
Polair : “Kamu sudah bisa bawa kapal”?
Pemohon Mistari : “Ga bisa pak”
Polair : “Kapalnya ada berapa”
Pemohon Mistari :.”Kapalnya 3 ini, tinggal milih mau sewa yang mana”
Polair : “Ini punya siapa”?
Pemohon Mistari : “David. Kalau istrinya Lisa”
Polair : “Tinggal dimana”?
Pemohon Mistari : ”Tinggalnya sih di Surabaya, kalau yang lakinya di Kalimantan”
Polair : “Ga tinggal disini”?
Pemohon Mistari : “Ya ada. Disini juga rumahnya ada di Bekasi”
Polair : “Ini pakai BBM apa?”
Pemohon Mistari :.”Pakainya Pertamax”
Polair : “oooooo...“
Kemudian orang tersebut menelpon seseorang : Ya sudah, disini saja, ga usah cari yang lain.
Orang disini kita dapat kelebihan gope. Ya sudah, disini saja”.

4. Bahwa pada saat orang tersebut menelpon, Kapal Polair sandar di Dermaga 12, bersebelahan
dengan KM. Metro. Setelah kapal Polair sandar, orang tersebut langsung mengatakan :
Polair : “Kita dari Polair Pondok Dayung. Coba saya mau lihat BBMnya”.
Pemohon Mistari kemudian membuka bak tempat duduk. Setelah membuka bak, orang yang
mengaku dari Polair tersebut langsung memeriksa dan berkata :
Polair : ”Katanya Pertamax, kok warnanya kuning?”. Kamu ini mau bohongi saya?. Coba cek
BBMnya, ada berapa?”.
Pada saat mengatakan begitu, datang lagi 3 orang. 2 orang menggunakan pakaian biasa,
sedangkan 1 orang menggunakan seragam Polair. Pemohon Mistari kemudian mengambil
sounding (Pengukur) untuk melakukan pengecekan dan pengukuran BBM..
Polair : ”Itu dari mana kamu ngecek BBMnya?”
Pemohon Mistari : “Lewat lubang ini (Sambil menunjukkan tempat pengecekan BBM)”
Polair : “Ya sudah, coba dicek”
Pemohon Mistari melakukan pengecekan.
Polair : ”Ada berapa itu”
Pemohon Mistari : “Kurang lebih 380 Liter”
Polair : “Ini segaris berapa?”
Pemohon Mistari : “Satu garisnya, 100 Liter”

5. Bahwa Polair kemudian memerintahkan temannya untuk mengambil botol Aqua ukuran 600
ML, untuk diberikan kepada Pemohon Mistari agar digunakan untuk mengisi Sample BBM.
Polair : ”Mana kapal yang lain, mau kami cek”
Pemohon Mistari kemudian menunjuk Kapal Lexus dan Lyuss. Bahwa masing-masing kapal,
diambil samplenya dan dimasukan dalam Botol Aqua ukuran 600 ML, yaitu sebanyak 3 Botol.
Polair : ”Kamu sama siapa saja yang kerja disini”
Pemohon Mistari : “Ada 3 orang. 2 orang karyawan, sedangkan 1 orang lagi hanya membantu
saja”
Polair : “Trus, yang satu mana?”
Pemohon Mistari : “Lagi di luar. Disuruh sama bos”
Polair : “Nomor telephonenya ada?”
Pemohon Mistari : “Ada”
Polair : “Coba kamu telephone, suruh cepat kesini”
Pemohon Mistari kemudian menelephone Pemohon Agus.
Pemohon Mistari : “Lagi dimana, ada yang mau sewa kapal”
Sdr. Pemohon Agus : “Ya sudah, nanti saya kesana, masih beli pesanannya bos”
Salah satu anggota Polair bertanya kepada Pemohon Mistari :
Polair : “Ada dimana dia?”
Pemohon Mistari : “Lagi di Mangga Dua, lagi belanja, tapi sudah saya suruh kesini”
Beberapa saat kemudian, anggota Polair tadi bertanya lagi kepada Pemohon Mistari :
Polair : “Mana, kok ga datang-datang. Sudah sampai mana ?. coba telpon lagi”.
Pemohon Mistari : “Pulsa saya habis pak”
Polair : “Ini pake handphone ini saja. Berapa nomornya?”
Pemohon Mistari kemudian memberikan nomor telephone Pemohon Agus. Setelah anggota
Polair tersebut memberikan handphonenya kepada Pemohon Mistari dan Pemohon Mistari
menelephone Sdr. Pemohon Agus.
Pemohon Mistari : “Sudah sampai mana?”
Salah satu Anggota Polair mengatakan kepada Pemohon Mistari : “Suruh cepatan, ada yang
mau sewa”.
Pemohon Mistaripun mengatakan kepada Sdr. Pemohon Agus, sesuai yang diperintahkan Polair.
Sdr. Pemohon Agus : “Ada yang mau sewa, apa polisi?”
Pemohon Mistari : “Ada yang mau sewa”
Sdr. Pemohon Agus : “Yang benaaarrrr ..... Polisi kali“
Pemohon Mistari : “Ya sudah, cepat kesini”
Polair : “Sudah dimana?”
Pemohon Mistari : “Sudah di jalan, mau kesini pak. Ya sudah pak, saya mau kesitu dulu”
Pemohon Mistari kemudian naik ke dermaga, tidak jauh dari Kapal, yang mana saat itu ada
beberapa orang sedang duduk bermain catur.

6. Bahwa beberapa saat kemudian, Pemohon Agus datang. Pemohon Agus langsung menemui
Polair. Dan oleh Polair, Pemohon Agus diminta untuk mengecek kembali KM. Lexus. Pemohon
Agus kemudian memanggil Pemohon Mistari untuk menemaninya melakukan pengecekan. Saat
melakukan pengecekan, salah satu Anggota Polair yang berpakaian preman, berkata kepada Sdr.
Pemohon Agus.
Polair : “Pemohon Agus, bisa antar saya ga, ke Pulau Pondok Dayung?”
Pemohon Agus : “Ga bisa pak, ga ada kaptennya”
Polair : “Ya sudah, suruh siapa saja yang bisa, suruh bawa”.
Pemohon Agus kemudian memanggil Sdr. Nemin, yang berada tidak jauh dari situ, untuk
meminta bantuan mengantarkan Polair ke Pondok Dayung, namun Sdr. Nemin tidak bisa
mengantarkan dengan alasan, tidak ada yang menjaga kapalnya. Sdr. Nemin pun berkata
“Kenapa ga Ari (Pemohon Mistari) saja yang bawa, kan dia bisa”.
Polair : “Bilangnya Ari ga bisa?”
Pemohon Mistari : “Ya, masalahnya, saya belum punya SKK (Surat Kecakapan Kapal)”
Polair : “Ya sudah, tidak apa-apa. Tapi, bisa jalankan kapal?”
Pemohon Mistari : “Ya, bisa-bisa saja pak”
Polair : “Ya sudah, ayoo. Kamu iniiii...”
7. Bahwa Pemohon Mistari kemudian menghidupkan mesin KM. Lyuss dan mengantarkan KM.
Lyuss ke Polair Pondok Dayung. Yang berada di atas kapal saat diantarkan ke Polair Pondok
Dayung, yaitu Pemohon Mistari, Pemohon Agus, dan 2 (Dua) orang Anggota Polair.

8. Bahwa setelah sampai di Polair Pondok Dayung, Pemohon Agus dan Pemohon Mistari
disuruh naik ke atas untuk dilakukan pemeriksaan (BAP). Selesai pemeriksaan sekitar Pukul
20.00 WIB. Karena telah selesai pemeriksaan, Pemohon Agus bertanya kepada Bapak Syamsul
(Penyidik Polair yang memeriksa dirinya) : “Kita sudah boleh pulang pak?”. Jawab pak Syamsul
: “Tunggu dulu, saya telephone atasan saya dulu” (Atasan yang dimaksud adalah Bapak
Kuncung selaku Kasubdit Gakkum Polair Pondok Dayung). Setelah beberapa saat menelephone
Pak Kuncung, Pak Syamsul berkata kepada Pemohon Mistari “Belum diperbolehkan pulang”.

9. Bahwa pada hari Kamis tanggal 27 November 2014 sekira Pukul 07.00 WIB, Pemohon Lisa
pergi ke Polair Pondok Dayung. Setibanya di Pondok Dayung, Pemohon Lisa duduk di ruangan
tunggu, tepat di depan ruangan Bapak Sugianto (Kasudbit Lidik). Saat itu, salah satu Termohon
lewat (Bapak Dasiman), kemudian disapa oleh Pemohon Lisa “Pak, itu KM. Lyuss gimana?.
Dijawab oleh Bapak Dasiman “Ibu pemiliknya?”, jawab Pemohon Lisa “Itu milik anak saya,
saya hanya mengurusi saja”. Pemhonon Lisa kemudian dipersilahkan masuk ke ruangan oleh
Bapak Dasiman, dimana dalam ruangan tersebut telah ada Bapak Nardy, Bapak Silaen dan
Bapak Wayan.

10. Bahwa Pemohon Lisa kemudian bertanya kepada Bapak Dasiman “Sudah boleh pulang atau
belum, pak”. Dijawab oleh Bapak Dasiman “Kalau bisa, salah satunya tinggal, jangan pulang
semua, untuk jaga kapal”.

11. Bahwa beberapa hari kemudian sekitar Pukul 11.00 WIB, dilakukan pengambilan BBM dari
KM. Lyuss oleh 2 (dua) orang, disaksikan oleh Pemohon Mistari dan beberapa anggota Polair.
BBM yang diambil dari KM. Lyuss sebanyak 500 Liter.

12. Bahwa setelah pengambilan BBM dari KM. Lyuss, sekitar Pukul 13.00 WIB, dengan
menggunakan KM. Lyuss, Pemohon Mistari ditemani oleh 2 (dua) anggota Polair berangkat ke
Dermaga Marina Ancol untuk pengambilan BBM dari KM. Marina Jaya dan KM. Lexus.
Setibanya di Dermaga 12 Marina Ancol, Pemohon Agus sudah berada di KM. Lexus. Kemudian
dilakukan pengambilan BBM dari KM. Marina Jaya oleh Pemohon Agus, Pemohon Mistari dan
3 (tiga) orang anggota Polair, sebanyak 340 Liter. Pengambilan BBM dari KM. Marina,
dilakukan dengan cara, BBM dipompa, dipindahkan dari KM. Marina jaya ke KM. Lyuss.

13. Bahwa setelah pengambilan BBM tersebut, Bapak Nardy menemui Pemohon Agus untuk
meminta tanda tangan terkait penyitaan BBM. Pemohon Agus hanya disodorkan kertas
kemudian disuruh tanda tangan, kemudian dibawa lagi oleh Bapak Nardy.

14. Bahwa beberapa hari setelah pengambilan BBM di KM. Lyuss dan KM. Marina Jaya,
tepatnya Tanggal 3 Desember 2014, Bapak Edy dan Bapak Toyib datang di Kantor Marina
Tourism, membawa Berita Acara Pembungkusan dan Penyitaan, untuk ditandatangani oleh
Pemohon Mistari dan Pemohon Agus. Bahwa dalam surat tersebut, menyebutkan Pemohon Agus
sebagai tersangka.

15. Bahwa melihat statusnya sebagai tersangka, Pemohon Agus dan Pemohon Mistari kemudian
membawa Berita Acara tersebut ke Apartemen Ancol Mansion untuk ditunjukan kepada
Pemohon Lisa. “Bu, ini maksudnya gimana, di surat ini kok saya ditulis sebagai tersangka, saya
ga mau”, kata Pemohon Agus. Pemohon Lisa kemudian membaca surat tersebut dan
menjelaskan serta berusaha menenangkan Pemohon Agus “Tidak apa-apa, karena yang
bertanggungjawab adalah saya”.

16. Bahwa surat tersebut kemudian dicoret-coret oleh Pemohon Agus dan dibawa kembali ke
Bapak Edy dan Bapak Toyib. Setelah bertemu Bapak Edy dan Bapak Toyib, Pemohon Agus
berkata “Kalau ada kata-kata tersangka, bukan saksi, saya tidak mau”. Jawab Bapak Edy “Itu,
Gak apa-apa, itu hanya prosedur saja”.

17. Bahwa surat yang telah dicoret Pemohon Agus tersebut, kemudian dibawa lagi oleh Bapak
Edy dan Bapak Toyib ke Polair Pondok Dayung. Sekitar 2 jam kemudian Bapak Edy dan Bapak
Toyib kembali lagi ke Kantor Marina Tourism dengan membawa surat baru yang telah direvisi,
yang mana dalam surat tersebut menyebutkan Pemohon Agus sebagai saksi yang menguasai.
Membaca statusnya sebagai saksi yang menguasai, Pemohon Agus tetap tidak mau
menandatangani surat tersebut dengan alasan karena ada kata-kata menguasai, namun jika hanya
menyebutkannya sebagai saksi, Pemohon Agus mau menandatanganinya;

18. Bahwa beberapa saat kemudian, Bapak Wayan menelpon ke Handphone Pemohon Agus dan
mengatakan “Itu sudah saya revisi. Pokoknya kamu tidak akan dipenjara”. Mendengar
penyataan Bapak Wayan, Pemohon Agus kemudian mengatakan “Ya sudah pak, kalau begitu,
saya tandatangan”.

II. PEMBAHASAN HUKUM

1. Bahwa pada hari Rabu tanggal 26 November 2014 setelah Termohon melakukan
penggeledahan dan penyitaan, Termohon langsung melakukan pemeriksaan (BAP) terhadap
Pemohon Mistari dan Pemohon Agus. Selesai pemeriksaan sekitar Pukul 20.00 WIB, Termohon
langsung melakukan pengkapan terhadap Pemohon Mistari dan Pemohon Agus tanpa
Surat Perintah Penangkapan. Oleh karena itu, tindakan Termohon tersebut telah melanggar
ketentuan sebagai berikut :

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Pasal 18 :
“Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia
dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah
penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan
serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa”.

2. Bahwa sebelum Termohon melakukan penggeledahan, Termohon tidak pernah


memberitahukan maksud dan tujuan yang sebenarnya, malah sebaliknya Termohon
membohongi Pemohon Mistari, dengan mengatakan bahwa ingin menyewa kapal. Oleh
karena itu, tindakan Termohon tersebut telah melanggar ketentuan sebagai berikut :

a. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang


Implementasi Prinsip Dan Standar Ham Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

Pasal 33 Ayat (1) Huruf c :


“Dalam melakukan tindakan penggeledahan tempat / rumah, petugas wajib : (c).
Memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan”;

Pasal 33 Ayat (2) Huruf c :


“Dalam melakukan penggeledahan tempat / rumah, petugas dilarang : (c). Tanpa
memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan, tanpa alasan yang
sah”;

b. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang


Managemen Penyidikan Tindak Pidana :

Pasal 59 Ayat (2) Huruf c :


“Penggeledahan terhadap rumah / tempat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat
(1), penyidik / penyidik pembantu wajib : (c). Memberitahukan penghuni tentang kepentingan
penggeledahan”;

3. Bahwa disamping tidak pernah memberitahukan maksud dan tujuan Penggeledahan,


Termohon juga tidak pernah menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah
Penggeledahan. Tindakan Termohon tersebut telah melanggar ketentuan sebagai berikut :

a. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang


Implementasi Prinsip Dan Standar Ham Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

Pasal 33 Ayat (1) Huruf d :


“Dalam melakukan tindakan penggeledahan tempat / rumah, petugas wajib : (d). Menunjukkan
surat perintah tugas dan/atau kartu identitas petugas”;

b. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang


Managemen Penyidikan Tindak Pidana :

Pasal 59 Ayat (2) Huruf d :


“Penggeledahan terhadap rumah/tempat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat
(1), penyidik/penyidik pembantu wajib : (d). Menunjukkan surat perintah tugas dan surat
perintah penggeledahan”;

4. Bahwa penggeledahan yang dilakukan oleh Termohon, ternyata tanpa disaksikan oleh
Ketua RT/RW atau tokoh masyarakat setempat atau orang yang bertanggung
jawab/menguasai tempat tersebut. Tindakan Termohon tersebut telah melanggar ketentuan
sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Pasal 33 Ayat (3) :


“Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau
penghuni menyetujuinya”.

Pasal 33 Ayat (4) :


“Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan
dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir”.
b. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang
Implementasi Prinsip Dan Standar Ham Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

Pasal 33 Ayat (1) Huruf b :


“Dalam melakukan tindakan penggeledahan tempat / rumah, petugas wajib : (b).
Memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan”;

Pasal 33 Ayat (2) Huruf b :


“Dalam melakukan penggeledahan tempat/rumah, petugas dilarang : (b). Tidak
memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan”;

c. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang


Managemen Penyidikan Tindak Pidana :

Pasal 57 :

(1) Penggeledahan rumah / alat angkutan serta tempat-tempat tertutup lainnya hanya dapat
dilakukan setelah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(2) Surat permintaan izin penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani
oleh penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik.
(3) Penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disaksikan oleh Ketua RT/RW
atau tokoh masyarakat setempat atau orang yang bertanggung jawab / menguasai tempat
tersebut.

Pasal 58 :

(1) Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, penyidik/penyidik pembantu dapat melakukan
penggeledahan dengan menggunakan surat perintah penggeledahan yang ditandatangani oleh
penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik tanpa dilengkapi surat izin Ketua Pengadilan
Negeri setempat terlebih dahulu.
(2) Setelah dilaksanakan penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
penyidik/penyidik pembantu wajib segera membuat berita acara penggeledahan dan
memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat tentang pelaksanaan
penggeledahan untuk memperoleh persetujuan penggeledahan.
(3) Penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disaksikan oleh Ketua RT/RW
atau tokoh masyarakat setempat atau orang yang bertanggung jawab/menguasai tempat
tersebut.

5. Bahwa hingga Permohonan Praperadilan ini kami ajukan, Pemohon belum pernah
menerima Turunan Berita Acara Penggeledahan dari Termohon. Tindakan Termohon
tersebut telah melanggar ketentuan sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Pasal 33 Ayat (5) :


“Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu
berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang
bersangkutan”.
b. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang
Implementasi Prinsip Dan Standar Ham Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

Pasal 33 Ayat (1) Huruf j :


“Dalam melakukan tindakan penggeledahan tempat/rumah, petugas wajib : (j). Membuat berita
acara penggeledahan yang ditandatangani oleh petugas, pihak yang digeledah dan para saksi”.

Pasal 33 Ayat (2) Huruf l :


“Dalam melakukan penggeledahan tempat/rumah, petugas dilarang : (l). Tidak membuat berita
acara penggeledahan setelah melakukan penggeledahan”.

c. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang


Managemen Penyidikan Tindak Pidana :

Pasal 56 Ayat (1) :


“Setelah penggeledahan dilakukan, penyidik/penyidik pembantu wajib membuat berita acara
penggeledahan yang ditandatangani oleh tersangka atau keluarganya atau orang yang
menguasai tempat yang digeledah atau orang yang diberi kuasa”.

Pasal 59 Ayat (2) Huruf i :


“Penggeledahan terhadap rumah/tempat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat
(1), penyidik / penyidik pembantu wajib : (i). Dalam waktu paling lama 2 (dua) hari setelah
memasuki dan / atau menggeledah, harus dibuat berita acara dan turunannya disampaikan
kepada pemilik atau penghuni rumah / tempat lainnya yang bersangkutan”.

6. Bahwa Penggeledahan dan Penyitaan terhadap barang-barang milik Pemohon yang dilakukan
oleh Termohon adalah sangat tidak prosedural, bertentangan dengan hukum, melanggar dan
memperkosa hak asasi Pemohon dan juga (maaf) dapat diibaratkan seorang PENCURI yang
memasuki sebuah kapal dan tidak ingin tindakan dan perbuatannya diketahui oleh pemilik kapal;

7. Bahwa Termohon saat melakukan tindakan Penggeledahan dan Penyitaan tanpa menunjukkan
surat tugas, surat perintah Penggeledahan dan Penyitaan. Tindakan Termohon tersebut nyata-
nyata dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum, yang merupakan
bentuk pelanggaran terhadap ketentuan sebagai berikut :

Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang


Implementasi Prinsip Dan Standar HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia

Pasal 11 ayat (1) huruf i :


“Setiap petugas / anggota Polri dilarang melakukan : (i) melakukan penggeledahan dan/atau
penyitaan yang tidak berdasarkan hokum”;

8. Bahwa saat dilakukan Penggeledahan oleh Termohon pada hari Rabu tanggal 26 November
2014, Termohon telah melakukan penyitaan terhadap BBM dari KM. Lyuss, KM. Marina Jaya
dan KM. Lexus untuk dijadikan sample, dengan cara BBM diambil dan dimasukan ke dalam
botol Aqua ukuran 600 ML masing-masing kapal sebanyak 1 botol. Tindakan penyitaan yang
dilakukan oleh Termohon terhadap BBM KM. Lyuss, KM. Marina Jaya dan KM Lexus, tanpa
dilengkapi dengan surat perintah tugas dan surat perintah penyitaan, bahkan tidak menyerahkan
tanda terima barang yang disita kepada Pemohon.

9. Bahwa disamping tindakan penyitaan sebagaimana disebutkan pada angka (7) tersebut di atas,
beberapa hari kemudian, Termohon melakukan penyitaan BBM dari KM. Lyuss sebanyak 500
Liter dan KM. Marina Jaya sebanyak 340 Liter. Tindakan penyitaan yang dilakukan oleh
Termohon terhadap BBM KM. Lyuss dan KM. Marina Jaya, tidak juga dilengkapi dengan surat
perintah tugas dan surat perintah penyitaan. Disamping itu, Termohon saat melakukan penyitaan,
tidak menyerahkan tanda terima barang yang disita kepada Pemohon.

10. Bahwa Tindakan Penyitaan yang dilakukan Termohon sebagaimana disebutkan pada angka
(7) dan angka (8) tersebut di atas, nyata-nyata merupakan tindakan yang bertentangan dengan
hukum kareta telah melanggar ketentuan sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Pasal 38 ayat (1) :


“Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat ijin ketua pengadilan negeri
setempat”.

Pasal 38 ayat (2) :


“Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak
dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat ijin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan
ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib
segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat untuk memperoleh
persetujuannya“.

Pasal 42 Ayat (1) :


“Penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita,
menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang
menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan”.

b. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang


Implementasi Prinsip Dan Standar HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

Pasal 34 Ayat (1) Huruf g :


“Dalam melakukan tindakan penyitaan barang bukti, petugas wajib : (g). Membuat berita acara
penyitaan dan menyerahkan tanda terima barang yang disita kepada yang menyerahkan barang
yang disita”.

Pasal 34 Ayat (2) Huruf e dan f :


“Dalam melakukan penyitaan barang bukti, petugas dilarang : (e). Tidak menyerahkan tanda
terima barang yang disita kepada yang berhak., (f). Tidak membuat berita acara penyitaan
setelah selesai melaksanakan penyitaan”;

c. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang


Managemen Penyidikan Tindak Pidana :

Pasal 60 Ayat (2):


“Penyidik/penyidik pembantu yang melakukan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib dilengkapi dengan surat perintah tugas dan surat perintah penyitaan yang ditandatangani
oleh penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik dan membuat berita acara penyitaan”.

11. Bahwa tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh Termohon, ternyata telah
melanggar dan bertentangan dengan jiwa dan semangat KUHAP yang melindungi dan
menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia sebagaimana terlihat jelas dalam Konsiderans KUHAP
huruf a dan huruf c sebagai berikut :

Konsiderans KUHAP huruf a :

a. Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala
warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Konsiderans KUHAP huruf c :

c. Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah
agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap
para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah
tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban
serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945.

12. PENANGKAPAN, PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN TIDAK SAH SECARA


HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN

1. Bahwa karena Termohon tidak melaksanakan prosedur-prosedur sesuai dengan ketentuan


Perundang-Undangan, maka tindakan Termohon menunjukkan ketidakpatuhan akan hukum,
padahal Termohon sebagai aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia in casu dalam kualitas
sebagai Penyidik seharusnya memberikan contoh kepada warga masyarakat, dalam hal ini
Pemohon dalam hal pelaksanaan hukum. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :\

a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pasal 19 ayat (1) :


“Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan,
kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia”.

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Pasal 7 ayat (3) :


“Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik
wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku”.

c. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang


Implementasi Prinsip Dan Standar HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia
Pasal 8 ayat (1) :
“Sesuai dengan prinsip menghargai dan menghormati HAM, setiap anggota Polri dalam
melaksanakan tugas atau dalam kehidupan sehari-hari wajib untuk menerapkan perlindungan
dan penghargaan HAM, sekurang-kurangnya:
a. Menghormati martabat dan HAM setiap orang;
b. Bertindak secara adil dan tidak diskriminatif;
c. Berperilaku sopan;
d. Menghormati norma agama, etika, dan susila; dan
e. Menghargai budaya lokal sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dan HAM”.

d. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pasal 10 :
“Setiap Anggota Polri wajib :

a. Menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak asasi manusia;
b. Menjunjung tinggi prinsip kesetaraan bagi setiap warga negara di hadapan hukum;
c. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah, nyaman, transparan,
dan akuntabel berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana yang diwajibkan dalam tugas
kepolisian, baik sedang bertugas maupun di luar tugas.
e. Memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
f. Menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan menjaga kehormatan dalam
berhubungan dengan masyarakat”.

2. Bahwa Termohon dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan, telah tidak menunjukan
kepatuhan terhadap hukum dengan tidak memberitahukan secara jelas maksud dan tujuan yang
sebenarnya, malah sebaliknya membohongi Pemohon, padahal ketentuan Peraturan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar
HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, mengatur sebagai
berikut :

Pasal 33 ayat (2) :

“Dalam melakukan penggeledahan tempat/rumah, petugas dilarang :


a. tanpa dilengkapi administrasi penyidikan;
b. tidak memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan dan sasaran
penggeledahan;
c. tanpa memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan, tanpa
alasan yang sah;
d. melakukan penggeledahan dengan cara yang sewenang-wenang, sehingga merusakkan
barang atau merugikan pihak yang digeledah;
e. melakukan tindakan penggeledahan yang menyimpang dari kepentingan tugas yang di luar
batas kewenangannya;
f. melakukan penggeledahan dengan cara berlebihan sehingga menimbulkan kerugian atau
gangguan terhadap hak-hak pihak yang digeledah;
g. melakukan pengambilan benda tanpa disaksikan oleh pihak yang digeledah atau saksi dari
ketua lingkungan;
h. melakukan pengambilan benda yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana yang terjadi;
i. bertindak arogan atau tidak menghargai harkat dan martabat orang yang digeledah;
j. melakukan tindakan menjebak korban/tersangka untuk mendapatkan barang yang direkayasa
menjadi barang bukti; dan
k. tidak membuat berita acara penggeledahan setelah melakukan penggeledahan”.

3. Bahwa dalam perkembangannya PRAPERADILAN telah menjadi fungsi kontrol Pengadilan


terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalam hal ini yang berkaitan
dengan penangkapan, Penggeledahan dan Penyitaan sehingga oleh karenanya tindakan tersebut
patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa Penangkapan, Penggeledahan dan
Penyitaan oleh Termohon kepada Para Pemohon adalah TIDAK SAH SECARA HUKUM
KARENA MELANGGAR KETENTUAN PERUNDANG_UNDANGAN. Dengan demikian,
jika seandainya menolak GUGATAN PRAPERADILAN a-quo, penolakan itu sama saja dengan
MELETIGIMASI PENANGKAPAN, PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN YANG
TIDAK SAH YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PARA PEMOHON DAN
MELETIGIMASI PELANGGARAN HAK ASASI YANG DILAKUKAN TERMOHON
KEPADA PARA PEMOHON;

Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana Para Pemohon kemukakan di atas, maka mohon Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Utara Cq. Hakim Yang Memeriksa dan Mengadili Permohonan
Praperadilan ini untuk menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

1. Menerima dan mengabulkan Gugatan PARA PEMOHON untuk seluruhnya;


2. Menyatakan tindakan Penangkapan, Penggeledahan dan Penyitaan atas Barang-Barang milik
PEMOHON Tidak Sah Secara Hukum karena melanggar ketentuan Perundang-Undangan;
3. Memerintahkan kepada TERMOHON agar barang-barang PARA PEMOHON yang telah
disita, segera dikembalikan kepada PARA PEMOHON tersebut segera setelah putusan
Praperadilan ini diucapkan;
4. Menghukum TERMOHON untuk Meminta Maaf secara terbuka kepada PEMOHON lewat
Media Massa selama 2 (dua) hari berturut-turut;
5. Memulihkan hak-hak PARA PEMOHON, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta
martabatnya.

ATAU,

Jika Pengadilan Negeri Jakarta Utara berpendapat lain mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex
aequo et bono).

Jakarta, 23 April 2015


Hormat kami,
Kuasa Hukum PARA PEMOHON
FIDELIS ANGWARMASSE, SH.

ADOLOF GERRIT SURYAMAN, SH.

TEUKU M. ZAKY BARRUN, SH.

M. R. HIDAYAT TUHELELU, SH.


Diposting oleh Advokat Fidel Angwarmasse, SH. 5806E1B0 di 18.48
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Copyright © SAPLAW.TOP - 2017

contoh: Permohonan Praperadilan

Hal : Permohonan Praperadilan


Lamp. : 1 (satu) lembar Surat Kuasa Khusus

Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Negeri …………………..
Pada Pengadilan Negeri …………………
Di -
………………………………

Dengan segala hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini kami :

TEUKU BARRUN, SH
Kesemuanya beralamat di Kantor Hukum “………………. & ASSOCIATES”,
………………...

Berdasarkan surat kuasa tertanggal ............................. yang dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama klien yang bernama :

Nama : …………………..Umur : …………………..Jenis Kelamin :


…………………..Alamat : …………………….Pekerjaan : …………………..
Yang selanjutnya dalam hal ini disebut sebagao PEMOHON

Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap :

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah ……………,
……………………………………….

Yang selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai TERMOHON

Adapun alasan-alasan PEMOHON dalam mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN ini


adalah sebagai berikut:

I. FAKTA-FAKTA HUKUM

1. Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan Ketentuan Pasal 77 dan


Pasal 79 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), sebagai berikut :

Pasal 77 KUHAP :

Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini tentang :

a. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;


b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada
tingkat penyidikan atau penuntutan.

Pasal 79 KUHAP :

Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan
oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan
alasannya.

2. Bahwa pada hari … tanggal ….. sekitar Jam ............, bertempat di …., telah dilakukan
penangkapan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, yaitu :
- ………….
3. Bahwa penangkapan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, berdasarkan surat
Penangkapan Nomer : ………………., tertanggal ......................... ;
4. Bahwa setelah TERMOHON masuk ke …….. milik PEMOHON, tanpa menujukan Surat
Perintah Penggeledahan, TERMOHON (……..) langsung menodongkan Pistol ke Kepala
PEMOHON ;
5. Bahwa awalnya PEMOHON dipanggil sebagai Saksi sebanyak 2 (dua) kali oleh TERMOHON
yaitu :
- Surat Panggilan I No. : SP.Pgl…….., tanggal …….
- Surat Panggilan II No. : SP.Pgl……., tanggal …..
Namun terhadap Surat Panggilan I dan Surat Panggilan II tersebut, PEMOHON tidak hadir
karena berhalangan ;
6. Bahwa kedua Panggilan terhadap PEMOHON sebagaimana Point 5 tersebut berdasarkan
Laporan Polisi Nomer : ….. tanggal …… tentang dugaan Tindak Pidana ….. pada …….. ;
7. Bahwa pada saat melakukan penggeledahan, TERMOHON tidak membawa dan
menunjukan Surat Perintah Penggeledahan, sekalipun PEMOHON meminta
TERMOHON untuk menunjukannya ;
8. Bahwa TERMOHON juga melakukan penyitaan terhadap barang-barang milik PEMOHON ;
9. Bahwa penyitaan yang dilakukan TERMOHON terhadap barang-barang milik PEMOHON,
hanya beberapa barang milik PEMOHON saja yang dimasukan dalam Berita Acara
Penyitaan, sedangkan ada barang-barang lain milik PEMOHON yang disita namun tidak
dimasukan Berita Acara Penyitaan ;
10. Bahwa barang-barang milik PEMOHON yang dsita oleh TERMOHON, namun tidak dimasukan
dalam Berita Acara Penyitaan, meliputi :
- ……
- ……
11. Bahwa ……… milik PEMOHON yang disita TERMOHON, berisi dokumen penting serta bukti
bukti serta …… Cek Bank Mandiri yang diselipkan di dalam sisi tas …. dan uang ……, yang
terdiri dari :
1. …… Cek ….. sebanyak sebanyak … (…..) lembar dengan pecahan nilai Rp……,- totalnya
menjadi Rp…….,- (…………..) ;
2. ....dst,
12. Bahwa pada saat melakukan penyitaan, PEMOHON menyampaikan kepada TERMOHON
(…………) : “……………………….”. ;
13. Bahwa TERMOHON kemudian merebut tas …… dari tangan PEMOHON dan TERMOHON
mengatakan “………. ??? bahkan PEMOHON sempat mau dipukuli oleh TERMOHON (…….)
karna mempertahakan tas …… tersebut ;
14. Bahwa PEMOHON tetap bersikukuh agar barang-barang milik PEMOHON tidak disita oleh
TERMOHON namun apabila TERMOHON tetap ingin melakukan penyitaan, maka harus
dilakukan perincian, barang-barang apa saja yang akan dibawa dan disita oleh TERMOHON ;
15. Bahwa melihat tindakan PEMOHON, TERMOHON (………) mengatakan :“…………”. ;
16. Bahwa setelah PEMOHON bersitegang dengan PEMOHON, akhirnya PEMOHON mau
melakukan pengecekan bersama-sama. Namun, belum selesai pengecekan dan pencatatan
penyitaan dokumen, TERMOHON (………….) mengatakan : “…………”. ;
17. Bahwa TERMOHON kemudian mengatakan : “…………………..”. ;
18. Bahwa mendengar jawaban PEMOHON tersebut, dengan suara lantang dan keras,
TERMOHON langsung mengatakan : “………’ ;
19. Bahwa kemudian PEMOHON menjawab : “……..’ ;
20. Bahwa setelah merebut tas …… tersebut dari tangan PEMOHON, TERMOHON berjanji akan
menaruh tas ….. tersebut di dalam ruangan penyidik POLDA ……., akan tetapi setelah
PEMOHON menanyakan tas ….. tersebut, ternyata TAS ….. POLDA …… dan KEMUDIAN
DI BAWA PULANG, tanpa pemberitahuan dan tanpa pengetahuan PEMOHON ;
21. Bahwa akhirnya PEMOHON mengetahui, Tas …… milik PEMOHON dibawa oleh
TERMOHON ke ….. tempat TERMOHON menginap, tepatnya di jalan …. tempatnya
Sdr. …….. dan setelah diperiksa, ternyata segel sudah terbuka dan tidak seperti semula,
pada saat dilakukan penyegelan oleh TERMOHON ;
22. Bahwa barang-barang milik PEMOHON sebagaimana Point 10 serta isi tas … sebagaimana
point 11, hingga kini PEMOHON tidak mengetahui dimana keberadaannya ;
23. Bahwa keesokan harinya, tepatnya hari …., …… sekitar Pukul …. WIB, PEMOHON meminta
kepada TERMOHON, agar PEMOHON bisa menghubungi keluarganya, namun tiba-tiba
TERMOHON memegang leher PEMOHON (dengan posisi hendak memukul
PEMOHON), TERMOHON marah-marah sambil menyeret PEMOHON ;
24. Bahwa PEMOHON tidak diperbolehkan untuk menghubungi keluarga atau siapapun,
termasuk menghubungi Penasehat Hukum ;
25. Bahwa sekitar Pukul ...................., TERMOHON mengantarkan PEMOHON ke POLDA …...
Setibanya di POLDA …., langsung dilakukan tes Kesehatan terhadap PEMOHON kemudian
TERMOHON langsung memasukan PEMOHON ke dalam tahanan ;
26. Bahwa PEMOHON bertanya kepada TERMOHON (…….) : “….’ atas pertanyaan PEMOHON,
TERMOHON menjawab : “……….“ ;
27. Bahwa PEMOHON bertanya lagi kepada TERMOHON (dimana di dalam ruangan tersebut,
terdapat sekitar 9-10 orang Penyidik POLDA …..) : “…..’;
28. Bahwa atas pertanyaan PEMOHON, TERMOHON (……..) menjawab : “……..”. ;
29. Bahwa penyiksaan secara psikis dan fisik terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, antara lain
TERMOHON menyerahkan 2 (dua) lembar surat, yaitu :
a. Berita Acara Penangkapan Tertanggal …..
b. Berita Acara Penahanan tertanggal ……..
TERMOHON mengancam akan membunuh PEMOHON, apabila PEMOHON tidak
menandatangani kedua surat tersebut, yang nyata-nyata tidak sesuai antara fakta penangkapan
dan penahanan dengan tanggal di surat penangkapan dan penahanan tersebut ;
30. Bahwa merasa dipaksa oleh TERMOHON, akhirnya PEMOHON menandatangani kedua surat
tersebut dan setelah PEMOHON selesai menandatangani surat-surat tersebut, TERMOHON
langsung memasukan PEMOHON ke dalam tahanan ;
31. Bahwa pada tanggal ……., PEMOHON diperiksa sebagai Tersangka oleh TERMOHON.
Setelah selesai pemeriksaan, PEMOHON diperintahkan oleh TERMOHON untuk
menandatangani BAP namun bukan BAP tertanggal ….., melainkan BAP tertanggal …..;
32. Bahwa selama di POLDA ….., PEMOHON diperiksa oleh TERMOHON selama beberapa kali,
yaitu :
- Berita Acara Pemeriksaan No. ……
- Berita Acara Pemeriksaan Tersangka, tertanggal …..
- Berita Acara Pemeriksaan................................ ….
- Berita Acara Pemeriksaan…..
- Berita Acara Pemeriksaan…………. (Berita Acara Konfrontasi)
33. Bahwa selama di dalam tahanan, PEMOHON diperiksa atau dimintai Keterangan sebagai
Tersangka oleh TERMOHON, akan tetapi PEMOHON tidak diberitahu haknya untuk
didampingi oleh Penasehat Hukum ;
34. Bahwa pemeriksaan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON sebagaimana tersebut di atas,
bukan berdasarkan Laporan Polisi Nomer : …… tanggal …… sebagaimana tersebut dalam
Panggilan I dan Panggilan II PEMOHON sebagai Saksi, melainkan pemeriksaan berdasarkan
Laporan Polisi Nomor : ……, tanggal …. tentang Pemberantasan Tindak Pidana …… pada ……
;

II. ANALISA YURIDIS

Bahwa tindakan Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah


dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas pada saat itu, dan tidak memberikan Surat
Perintah Penangkapan dan / atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut
tidak diberikan kepada Keluarga PEMOHON, karena itu tindakan TERMOHON tersebut
telah melanggar Ketentuan :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang Hukum Acara


Pidana (KUHAP)

Pasal 18 ayat (1) KUHAP :


Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka Surat Perintah
Penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan
serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.

Pasal 18 ayat (3) KUHAP :

Tembusan Surat Perintah Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan
kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.

2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang
Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Perkap No. 12 Tahun 2009)

Pasal 70 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009 :

Setiap tindakan penangkapan wajib dilengkapi Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah
Penangkapan yang sah dan dikeluarkan oleh atasan penyidik yang berwenang.

Pasal 72 Perkap No. 12 Tahun 2009 :

Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut :


a. Tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan
wajar;
b. Tersangka diperkirakan akan melarikan diri;
c. Tersangka diperkirakan akan mengulangi perbuatannya;
d. Tersangka diperkirakan akan menghilangkan barang bukti;
e. Tersangka diperkirakan mempersulit penyidikan.

Pasal 75 huruf a Perkap No. 12 Tahun 2009 :

Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib : a. Memahami peraturan
perundang-undangan, terutama mengenai kewenangan dan tata cara untuk melakukan
penangkapan serta batasan-batasan kewenangan tersebut.

Pasal 75 huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009 :

Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib : c. Menerapkan prosedur-
prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan, pelaksanaan dan tindakan sesudah
penangkapan.

Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah disertai dengan
tindakan TERMOHON yang menodongkan Pistol ke Kepala PEMOHON, karena itu
tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang Hukum Acara


Pidana (KUHAP)
Konsiderans KUHAP huruf a :

a. Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala
warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Konsiderans KUHAP huruf c :

c. Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang Hukum Acara Pidana adalah
agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap
para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah
tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban
serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945

2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 :

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Pasal 28 G :

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 :

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :

Setiap orang berhak atas pegakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta
mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :


Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :

Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan
serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum

Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :

Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak
pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu
sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang
Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Perkap No. 12 Tahun 2009)

Pasal 75 huruf d Perkap No. 12 Tahun 2009 :

Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib bersikap profesional
dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak manusiawi, menyangkut waktu yang
tepat dalam melakukan penangkapan, cara-cara penangkapan terkait dengan kategori-kategori
yang ditangkap seperti anak-anak, orang dewasa dan orang tua atau golongan laki-laki dan
perempuan serta kaum rentan.

Pasal 76 ayat (1) huruf b Perkap No. 12 Tahun 2009 :

Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai


berikut : b. Senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap…

Pasal 76 ayat (1) huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009 :

Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai


berikut : c. Tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka.

Pasal 76 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009 :

Tersangka yang telah tertangkap, tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah sampai
terbukti bersalah di pengadilan.

Bahwa tindakan Penggeledahan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah


dilakukan tanpa memperlihatkan dan tidak memberikan Surat Perintah Penggeledahan,
karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 32 KUHAP :

Untuk Kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau


penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan mnurut tata cara yang ditentukan dalam
undang-undang ini.

Pasal 33 KUHAP :

(1). Dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan
dapat mengadakan penggeledahan yang diperlukan.
(2). Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara
Republik Indonesia dapat memasuki rumah.
(3). Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau
penghuni menyetujuinya.
(4). Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan
dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir.
(5). Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita
acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.

Pasal 36 KUHAP :

Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan
tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka penggeledahan tersebut harus
diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di
mana penggeledahan itu dilakukan.

Bahwa tindakan penyitaan yang dilakukan TERMOHON terhadap barang-barang milik


PEMOHON, hanya beberapa barang milik PEMOHON saja yang dimasukan dalam Berita
Acara Penyitaan, sedangkan ada barang-barang lain milik PEMOHON yang disita namun
tidak dimasukan Berita Acara Penyitaan, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah
melanggar dan bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Pasal 34 ayat (2) KUHAP :

Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat (1) penyidik tidak
diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak merupakan benda
yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan
dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan
tindak pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri
setempat guna memperoleh persetujuannya.

Pasal 75 ayat (1) huruf f KUHAP :

Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang Penyitaan Benda;

Pasal 75 ayat (3) huruf f KUHAP :


Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat tersebut pada ayat (2) ditandatangani
pula oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut pada ayat (1).

Bahwa karena TERMOHON tidak melaksanakan prosedur-prosedur sesuai dengan Ketentuan


Perundang-Undangan, maka tindakan TERMOHON menunjukkan ketidakpatuhan akan hukum,
padahal TERMOHON sebagai aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia in casu dalam
kualitas sebagai PENYIDIK seharusnya memberikan contoh kepada warga masyarakat, dalam
hal ini PEMOHON dalam hal pelaksanaan hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) KUHAP sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang Hukum Acara


Pidana (KUHAP)

Pasal 7 ayat (3) KUHAP :

Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib
menjunjung tinggi hukum yang berlaku.

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan,
kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

Bahwa dalam perkembangannya PRAPERADILAN telah menjadi fungsi kontrol Pengadilan


terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalam hal ini yang berkaitan
dengan penangkapan, sehingga oleh karenanya tindakan tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan
dengan menyatakan bahwa Penangkapan oleh TERMOHON kepada PEMOHON adalah
TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN KUHAP.
Dengan demikian, jika seandainya menolak GUGATAN PRAPERADILAN a-quo, penolakan
itu sama saja dengan MELETIGIMASI PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH YANG
DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON DAN MELETIGIMASI PENYIKSAAN
DAN PELANGGARAN HAK ASASI YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA
PEMOHON;

III. PERMNTAAN GANTI KERUGIAN DAN/ATAU REHABILITASI

1. Bahwa tindakan PENANGKAPAN, PENAHANAN, PENGGELEDAHAN DAN


PENYITAAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh TERMOHON terhadap
PEMOHON telah mengakibatkan kerugian bagi PEMOHON;

2. Bahwa mengingat PEMOHON adalah PENGUSAHA, dimana sumber penghasilan untuk


kehidupan sehari-hari bergantung pada penghasilan atau usaha PEMOHON, maka SANGAT
WAJAR dan BERALASAN untuk diberikan kompensasi dan/atau ganti rugi bagi PEMOHON;
3. Bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur,
sebagai berikut :

Pasal 9 ayat (1) :

Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf (b) dan Pasal 95
KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).

Pasal 9 ayat (2) :

Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP
mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan
atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,-(tiga juta
rupiah).

Merujuk pada pasal tersebut di atas dimana fakta membuktikan bahwa akibat penangkapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian yang seharusnya
dibayarkan kepada PEMOHON adalah sebesar Rp. .........................,-
(..................................................... rupiah);

4. Bahwa disamping kerugian Materiil, PEMOHON juga menderita kerugian Immateriil, berupa :

a. Bahwa akibat penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah oleh
TERMOHON, menyebabkan tercemarnya nama baik PEMOHON, hilangnya kebebasan,
menimbulkan dampak psikologis terhadap PEMOHON dan keluarga PEMOHON, dan telah
menimbulkan kerugian immateril yang tidak dapat dinilai dengan uang, sehingga di batasi
dengan jumlah sebesar Rp. .....................................,- (.......................................);

b. Bahwa kerugian Immateriil tersebut di atas selain dapat dinilai dalam bentuk uang, juga adalah
wajar dan sebanding dalam penggantian kerugian Immateriil ini dikompensasikan dalam bentuk
TERMOHON meminta Maaf secara terbuka pada PEMOHON lewat Media Massa di ............
selama 2 (dua) hari berturut-turut.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon Ketua Pengadilan Negeri ………. agar segera
mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan hak-hak
PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP,
dan mohon kepada Yth. Ketua Pengadilan Negeri …………. Cq. Hakim Yang Memeriksa
Permohonan ini berkenan memeriksa dan memutuskan sebagai berikut :

1. Menerima dan mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya ;

2. Menyatakan tindakan penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, dan Penyitaan atas barang dan
diri PEMOHON adalah Tidak Sah Secara Hukum karena melanggar ketentuan perundang-
undangan ;

3. Memerintahkan kepada TERMOHON agar segera mengeluarkan/membebaskan PEMOHON


atas nama ……………………………… ;
4. Menghukum TERMOHON untuk membayar ganti Kerugian Materiil sebesar Rp.
.........................., (....................... rupiah) dan Kerugian Immateriil sebesar Rp.........................,-
(........................... rupiah), sehingga total kerugian seluruhnya sebesar Rp........................,-
(........................... rupiah) secara tunai dan sekaligus kepada PEMOHON ;

5. Menghukum TERMOHON untuk meminta Maaf secara terbuka kepada PEMOHON lewat
Media Massa di ............................... selama 2 (dua) hari berturut-turut ;
6. Memulihkan hak-hak PEMOHON, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta
martabatnya.

ATAU,

Jika Pengadilan Negeri ……………….. berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya
(ex aequo et bono).

Jakarta, ………………….
Hormat kami,
Kuasa Hukum PEMOHON

hursday, 24 November 2016


CONTOH SURAT KUASA PRAPERADILAN (Haro Banjar Nahor)

Ini hanya lah sebagai contoh

SURAT KUASA KHUSUS

Yang bertanda tangan dibawah ini:

1. Nama :Tn.H Boyamin (contoh Nama)

Pekerjaan :Swasta
Jabatan :Koordinator dan Pendiri Masyarakat Anti Korupsi(MAKI)
Alamat :Jl.alun-alun Utara Nomor 1 Surakarta (Bangsal Patalon)

2. Nama :Tn.Supriyadi (Contoh Nama)

Pekerjaan :Swasta
Jabatan :Pendiri Masyarakat Anti Korupsi(MAKI)
Alamat :Jl.Alun-alun Utara Nomor 1 Suarakarta (Bangsal Patalon)

Selanjut nya disebut Sebagai PEMBERI KUASA


Dengan Ini ,Memilih Tempat Domisili atau kediaman hukum di kantor Kuasanya Yang akan
Disebut dibawah Ini. Menerangkan dengan ini memberikan kuasa khusus kepada Advokat
dibawah ini :

HARTO BANJAR NAHOR,S.H,M.H


Advokar/ Konsultan Hukum, berkantor pada kantor HARTO BANAJAR NAHOR &
ASSOCIATES Jl. Sudirman Tengah No.54 A, Tegal Selanjutnya disebut PENERIMA KUASA

------------------------------------------------KHUSUS--------------------------------------------------
Bertindak untuk atas nama PEMBERI KUASA sebagai PEMOHON untuk mengajukan
pemohon praperadilan ke pengadilan Negeri Tegal guna pemeriksaan praperadilan terhadap :
1. Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia ;Cq. KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK
INDONESIA .Cq .KEPALA BARESKRIM MABES POLRI beralamat di Jl.Trunojoyo No.3
Jakarta Selatan selaku TERMOHON I.
2. Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia ;Cq .KEPALA KEPOLISIAN DAERAH
JAWA TENGAH ,beralamat di Jl.Pahlawan No 1 Semarang TERMOHON II atas Tidak sahnya
penghentian penyidikan melalui Pengadilan Negeri Tegal .

Selanjutnya untuk hal tersebut di atas ,PENERIMA KUASA dikuasakan untuk menghadap
dan menghadiri semua persidangan perkara praperadilan tersebut diatas melalui pengadilan
negeri tegal .menghadap pejabat-pejabat dan intansi .jawatan-jawatan ,hakim-hakim
menerima.mengajukan permohonan praperadilan ,replik,kesimpulan,mengajukan atau menolak
saksi-saksi ,meminta dan memberikan segala keterangan yang diperlukan meminta
penetapan,putusan melakukan peneguran-peneguran yang dianggap baik perlu untuk membela
kepentingan PEMBERI KUASA sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku
guna tercapai nya maksud dan tujuan pemberi kuasa ini .

Surat kuasa khusus ini diberikan dengan upah (honorarium) dan hak subtitusi baik sepenuh nya
maupun sebagian kepada orang lain

Tegal 09 Desember 2016

Penerima Kuasa Pemberi Kuasa

Harto Banjar Nahor Tn.H Boyamin

Tn.Supriyadi
Diposkan oleh HUKUM di 07:05

Anda mungkin juga menyukai