KepadaYth.
Ketua Pengadilan Negeri Siak
Pada Pengadilan Negeri Siak
Di -
SIAK
I. FAKTA-FAKTA HUKUM
1. Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan Ketentuan
Pasal 77 dan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagai berikut :
Pasal 77 KUHAP :
Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :
Pasal 79 KUHAP :
Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau
penahanan diajukan oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua
Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya.
2. Bahwa pada hari Selasa tanggal 21 Maret 2017 sekitar Jam 01.30 Wib, bertempat
di Jalan Pertiwi, telah dilakukan penangkapan terhadap PEMOHON oleh
TERMOHON, yaitu : YULISON ANDRI PUTRA.
11. Bahwa selama PEMOHON dalam tahanan kantor TERMOHON, selalu di tekan
untuk minta uang sebesar Rp 20 juta, kalau tidak mau dan bisa akan di beri pasal
tertentu untuk diberatkan, jika bersedia akan diberi pasal untuk di rehap, namun
karena PEMOHON tidak merasa memiliki benda yang dituduhkan TERMOHON,
dan PEMOHON tidak mempunyai uang Sebesar itu PEMOHON hanya bisa
berdoa KEPADA ALLAH SWT, semoga kasus yang menimpa TERMOHON
ALLAH PASTI MELIHAT DAN TAHU dengan harapan pasti ALLAH
BEBASKAN TERMOHON insya ALLAH.
Pasal 28 G :
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari
negara lain.
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia :
Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan
memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat
kemanusiaannya di depan hukum
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia :
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan
sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan
kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala
jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 32 KUHAP :
Untuk Kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah
atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan mnurut tata cara yang
ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 33 KUHAP :
(1). Dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat penyidik dalam melakukan
penyidikan dapat mengadakan penggeledahan yang diperlukan.
(2). Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian
negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah.
(3). Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal
tersangka atau penghuni menyetujuinya.
(4). Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua
lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak
atau tidak hadir.
(5).Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus
dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau
penghuni rumah yang bersangkutan.
Pasal 36 KUHAP :
Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah
hukumnya, dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka
penggeledahan tersebut harus diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri dan
didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu
dilakukan.
Merujuk pada pasal tersebut di atas dimana fakta membuktikan bahwa akibat
penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian
yang seharusnya dibayarkan kepada PEMOHON adalah sebesar Rp. .10.000.000,-
(Sepuluh Juta rupiah);
b. Bahwa kerugian Immateriil tersebut di atas selain dapat dinilai dalam bentuk
uang, juga adalah wajar dan sebanding dalam penggantian kerugian Immateriil
ini dikompensasikan dalam bentuk TERMOHON meminta Maaf secara
terbuka pada PEMOHON lewat Media Massa di Kabupaten Siak. selama 2
(dua) hari berturut-turut.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon Ketua Pengadilan Negeri Siak agar
segera mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai
dengan hak-hak PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan
Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP, dan mohon kepada Yth. Ketua Pengadilan Negeri
Siak Cq. Hakim Yang Memeriksa Permohonan ini berkenan memeriksa dan
memutuskan sebagai berikut :
1. Menerima dan mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya ;
ATAU,
Jika hakim Pengadilan Negeri Siak berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-
adilnya (ex aequo et bono).berdasarkan Ketuhanan yang maha esa.
Hormat kami,
Kuasa Hukum PEMOHON
AGUSMAN IDRIS,S.H,M.H.
SURAT KUASA KHUSUS
NOMOR :001/SKH-PR/VI/2017
------------------------------------------------KHUSUS---------------------------------------
-
Bertindak untuk atas nama PEMBERI KUASA sebagai PEMOHON untuk
mengajukan pemohon praperadilan ke pengadilan Negeri Siak guna pemeriksaan
praperadilan terhadap :
Surat kuasa khusus ini diberikan dengan upah (honorarium) dan hak subtitusi baik
sepenuh nya maupun sebagian kepada orang lain
……………………………………………………………………
Terhadap
Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana oleh Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Reserse Kriminal Umum.
MELAWAN
Sebagai TERMOHON
Oleh :
Kepada Yth.
Perkenankanlah kami :
DR. (can) SAIFUL ANAM, SH., MH., HASYIM NAHUMARURY, SH., M. DANIES
KURNIARTHA, SH., SUTARJO, SH. kesemuanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum
pada “SAIFUL ANAM & PARTNERS” Advocate & Legal Consultant yang beralamat di Jl.
HR. Rasuna Said, Kawasan Epicentrum Utama, Mall Epicentrum Walk, Office Suites A529,
Kuningan – Jakarta Selatan 12940, Telp. (021) 5682703, HP. 0816521799, Email :
saifulanam_law@yahoo.com.
Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal …………… 2016, baik
secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama
…………………………………………………………………………………, selanjutnya
disebut sebagai PEMOHON ——————————————————————————
—-
——————————–M E L A W A N——————————–
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya
atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
c. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77
KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini tentang:
1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan;
2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
e. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan
melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan
mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal
18 Mei 2011
2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel
tanggal 27 november 2012
4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel
tanggal 15 Februari 2015
5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel
tanggal 26 Mei 2015
6. Dan lain sebagainya
f. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015
memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili
keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No.
21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
Mengadili,
Menyatakan :
g. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-
XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang
Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah
tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
1. Bahwa sebagaimana diakui baik oleh Pemohon maupun Termohon, bahwa penetapan
tersangka atas diri Pemohon baru diketahui oleh Pemohon berdasarkan surat panggilan
sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor
SPGL/1727/IX/2015/Ditreskrimum tertanggal 17 September 2015. Bahwa apabila
mengacu kepada surat panggilan tersebut, tidak pernah ada surat perintah penyelidikan
kepada Pemohon. Padahal sesuai Pasal 1 angka 1 dan 4 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, Polisi memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan.
2. Bahwa hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap,
S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian
dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan
“penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri
sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak
terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku
petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau
metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu
penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan
surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut
umum.
3. Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan tindakan
penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan
tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan
tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian
“tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan
bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.
4. Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan
seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada
aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan
harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan
seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan
bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain
tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon.
5. Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan
dan penyidikan merupakan 2 hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat
dipisahkan keduanya. Berkenaan dengan Pemohon dengan tidak pernah
diterbitkannya surat perintah penyelidikan atas diri pemohon, maka dapat
dikatakan penetapan tersangka dengan atau tanpat surat perintah penyelidikan
dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.
1. Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 27 Agustus 2015, pada
tanggal 21 September 2015 Pemohon masih dipanggil untuk dimintai keterangan untuk
yang pertama kalinya melalui surat panggilan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada
Pemohon dengan Nomor SPGL/1727/IX/2015/Ditreskrimum tertanggal 17 September
2015. Kemudian telah terdapat 2 (dua) kali pengembalian berkas perkara dari Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta (P-19) berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No.
B5276/0.1.1/Epp.1/08/2016 tertanggal 4 Agustus 2016 dan Surat (P-19) Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015 tertanggal 26 Nopember 2015, akan
tetapi Pemohon masih dipanggil pada tanggal 13 september 2016 untuk pemeriksaan
dalam rangka penyidikan tindak pidana berdasarkan surat Panggilan Nomor
SPGL/16559/IX/2016/Ditreskrimum tertanggal 8 september 2016 untuk pemeriksaan
penyidikan dari Polda Metro Jaya.
2. Bahwa hal tersebut merupakan salah satu bentuk kesewenang-wenangan Penyidik,
dimana berkas perkara telah dinyakan lengkap (P-21), akan tetapi masih dilakukan
pemanggilan untuk dimintai keterangan, dengan demikian sangat bertentangan dengan
makna sesungguhnya dari pengertian “PENYIDIKAN” itu sendiri. Hal mana dalam
proses penyelidikan belum ada tersangka, kalaupun ada orang yang diduga pelaku tindak
pidana. Sedangkan penetapan tersangka merupakan proses yang terjadi kemudian,
letaknya di akhir proses penyidikan. Menemukan tersangka menjadi bagian akhir dari
proses penyidikan. Bukan penyidikan baru ditemukan tersangka. Hal itu sesuai dengan
Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan dalam KUHAP.
3. Bahwa hal tindakan Termohon telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam
Pasal 8 ayat (3) huruf b yang pada intinya menyatakan dalam hal penyidikan sudah
dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti
kepada penuntut umum. Sehinga dengan demikian apabila telah dinyatakan (P-21).
Penyidik tidak dapat lagi melakukan pemeriksaan guna kepentingan penyidikan.
4. Bahwa berdasar pada uraian diatas, dimana penyidik telah menyatakan (P-21)
akan tetapi masih dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan guna kepentingan
penyidikan, maka surat panggilan tersebut merupakan panggilan yang tidak sah
dikarenakan Penyidik tidak memiliki kompetensi guna melakukan Penyidikan,
karena beban tugas dan tanggung jawab telah berpindah kepada Jaksa Penuntut
Umum. Untuk itu tindakan Penyidik yang demikian merupakan tindakan yang
unprosedural, sehingga dengan demikian penetapan tersangka terhadap Pemohon
dapat dikategorikan cacat hukum.
1. Bahwa pembelian saham antara Pelapor dengan Pemohon dituangkan dalam bentuk
Perjanjian Master Agrement tanggal 25 Mei 2013, dan atas kesepakatan tersebut telah
dibuat akta kesepakatan dihadapan Notaris Saharto Suhardjo, SH, yaitu Akta Gadai
Saham No. 7 tertanggal 29 Agustus 2013, kemudian dilanjutkan dengan Akta Notaris
No. 3 tanggal 5 September 2013. Terhadap akta perjanjian tersebut telah memunculkan
perikatan antar kedua belah pihak yang bersifat pos factum, yaitu fakta terjadi setelah
peristiwa yang dilaporkan oleh pelapor. Untuk itu hubungan hukum antara kedua belah
pihak merupakan hubungan hukum yang bersifat keperdataan.
2. Bahwa terdapat perbedaan antara Wanprestasi dan Penipuan. Wanprestasi dapat berupa:
(i) tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan; (ii) melaksanakan yang diperjanjikan tapi
tidak sebagaimana mestinya; (iii) melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat;
atau (iv) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Pihak yang
merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian,
pembatalan perjanjian atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan
wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan,
kerugian yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga.
Wanprestasi ini merupakan bidang hukum perdata. Sedangkan penipuan masuk ke dalam
bidang hukum pidana (delik pidana) (ps. 378 KUHP). Seseorang dikatakan melakukan
penipuan apabila ia dengan melawan hak bermaksud hendak menguntungkan diri sendiri
atau orang lain. “Melawan hak” di sini bisa dicontohkan memakai nama palsu,
perkataan-perkataan bohong, dll.
3. Bahwa berdasar pada kenyataan yang terjadi pada Pemohon, antara pemohon dengan
pelapor diikat melalui perjanjian yang sama-sama beritikat baik untuk memenuhi
perjanjian, tidak ada maksud melakukan penipuan untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain, sehinga dengan demikian tidak tepat apabila Pemohon disangka melakukan
dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal
372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena hubungan hukumnya merupakan
hubungan hukum keperdataan.
4. Bahwa hal itu juga diperkuat oleh surat kejaksaan tinggi tanggal 26 November 2015
(Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015) telah
menyatakan bahwa hubungan hukum yang dilaporkan oleh pelapor bukanlah
termasuk tindak pidana penipuan melainkan keperdataan dalam hubungannya
dengan masalah Wanprestasi. Hal ini sejalan dengan perkara perdata yang masih
berjalan di Pengadilan yang dimohonkan oleh Pelapor.
5. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka tidak dapat dikatakan Pemohon dapat
kenakan Pasal-Pasal dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
seperti halnya dilakukan Termohon kepada Pemohon.
1. Bahwa berdasar pada Pasal 138 ayat (2) KUHAP dinyatakan bahwa Penyidik wajib
melengkapi berkas perkara dalam waktu 14 (empat belas) hari.
2. Bahwa berdasar surat Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kepada Kepala Kepolisian Daerah
Metro Jaya pengembalian berkas perkara oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, melalui
Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015 tertanggal
26 Nopember 2015, bahwa Berkas perkara H. Naldy Haroen dikembalikan dikarenakan
secara Formil dan Materiil tidak lengkap, serta diperintahkan dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari untuk dilengkapi. Serta isi dari surat tersebut pada intinya menyatakan
BAHWA HUBUNGAN HUKUM YANG DILAPORKAN OLEH PELAPOR
BUKANLAH TERMASUK TINDAK PIDANA PENIPUAN MELAINKAN
KEPERDATAAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN MASALAH
WANPRESTASI.
3. Bahwa dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana diperintahkan oleh
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan berdasar pada Pasal 138 ayat (2) KUHAP, Termohon
tidak dapat melengkapi kekurangan berkas perkara dengan sebagaimana mestinya.
4. Bahwa selain itu berdasar pada Surat dari BARESKRIM MABES POLRI Nomor
B/4284/WAS/VI/2016/Bareskrim tertanggal 30 Juni 2016 (copy terlampir) telah
memerintahkan kepada Termohon untuk “MENGHENTIKAN PENYIDIKAN
DENGAN ALASAN BUKAN MERUPAKAN TINDAK PIDANA”
5. Bahwa berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No.
B5276/0.1.1/Epp.1/08/2016 tertanggal 4 Agustus 2016 (8 bulan setelah diperintahkan
untuk melengkapi berkas perkara) bahwa Perbaikan Berkas perkara H. Naldy Haroen
diterima pada tanggal 23 Juni 2016 dan masih terdapat kekurangan baik dari segi Formil
dan Materiil, dengan demikian membuktikan Penyerahan Kekurangan Berkas Perkara H.
Naldy Haroen cacat prosedur, dimana melebihi jangka waktu yang ditentukan yakni
maksimal 14 (empat belas) hari. Apabila merujuk kepada surat Kejaksaan Tinggi tanggal
26 November 2015 dan surat kejaksaan tinggi tanggal 4 agustus 2016, terdapat tenggang
waktu 8 (delapan) bulan guna melengkapi berkas perkara dari Kepolisian kepada
Kejaksaan
6. Bahwa kuat dugaan telah terjadi PENYALAHGUNAAN kewenangan dikarenakan kuat
dugaan Penyidik dalam melengkapi kekurangan berkas Perkara kepada Kejaksaan Tinggi
DKI Jakarta berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta
B5276/0.1.1/Epp.1/08/2016 tertanggal 4 Agustus 2016 (copy terlampir) CACAT
HUKUM, dikarenakan telah melebihi jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 138 ayat (2) KUHAP (kurang lebih 8 bulan dalam melengkapi
kekurangan berkas Perkara), dan berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI
Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015 tertanggal 26 Nopember 2015 (copy terlampir),
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menentukan sikap bahwa “HUBUNGAN HUKUM
YANG DILAPORKAN OLEH PELAPOR BUKANLAH TERMASUK TINDAK
PIDANA PENIPUAN MELAINKAN KEPERDATAAN DALAM
HUBUNGANNYA DENGAN MASALAH WANPRESTASI”, serta diperkuat melalui
Surat dari BARESKRIM MABES POLRI Nomor B/4284/WAS/VI/2016/Bareskrim
tertanggal 30 Juni 2016 (copy terlampir) telah memerintahkan bahwa
“MENGHENTIKAN PENYIDIKAN DENGAN ALASAN BUKAN MERUPAKAN
TINDAK PIDANA”.
7. Berdasar pada analisa diatas, maka jelas penyerahan berkas perkara dari
Termohon kepada Jaksa Penuntut Umum adalah cacat hukum, mengingat telah
melewati jangka waktu yang telah ditentukan oleh KUHAP, untuk itu penetapan
tersangka terhadap Pemohon tidak sah.
1. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi
manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak
bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun
telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi
“Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan
HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita
termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan
hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui
perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
2. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih
diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan
jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku
setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Apabila
dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum
semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan.
Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena
keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari
keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan
yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum
merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik.
Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan
yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki
aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu
peraturan yang harus ditaati.
3. Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik
ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun
oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara
retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum
Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’
4. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang
melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang
meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-
wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah
ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana
asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara
tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi
wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan
sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan
ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada
tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan
dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).
6. Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana
diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut
ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai
berikut :
7. Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan
dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan
Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar,
maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara
A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka
terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan
menurut hukum.
III. PETITUM
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan
memutus perkara ini sebagai berikut :
Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa
Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Hormat kami,
PERMOHONAN PRAPERADILAN
Hal. : Permohonan Praperadilan
Lamp. : 1 (satu) Lembar Surat Kuasa Khusus
Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara
Di -
JAKARTA UTARA
Berdasarkan surat kuasa tertanggal 18 Maret 2015, yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas
nama klien yang bernama :
3. Nama : MISTARI
Umur : 28 Tahun (Sebakung Jaya, 28 November 1987)
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jl. Lobak, Rt. 006, Rw. 002, Kel. Sebakung Jaya, Kec. Babulu
Pekerjaan : Wiraswasta
I. FAKTA HUKUM
Pasal 77 KUHAP :
“Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini tentang :
Pasal 79 KUHAP :
“Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan
diajukan oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan
menyebutkan alasannya”
2. Bahwa pada hari Rabu tanggal 26 November 2014 sekira Pukul 12.30 WIB, bertempat di
Dermaga 12 Marina Taman Impian Jaya Ancol, datang Sdr. Eky dan 2 (Dua) orang berpakaian
preman (Yang terakhir diketahui adalah anggota Polair Pondok Dayung) menemui Pemohon
Mistari. Terjadilah percakapan antara Pemohon Mistari dengan 2 (Dua) orang tersebut :
Pemohon Mistari :“Ada yang bisa kami bantu” ?
Polair : “Ini kita mau ke pulau. Kalau sewa kapal, berapa?”
Pemohon Mistari : “Kalau ke pulau terdekat, harganya Rp. 2.000.000,- (Dua Juta Rupiah).
Polair : “Kalau yang tengah, berapa”?,
Pemohon Mistari : “Kalau yang tengah, beda lagi harganya”.
Polair : “Kalau ke Tidung ?,
Pemohon Mistari : “Kalau ke Tidung harganya Rp. 3.700.000,- (Tiga Juta Tujuh Ratus Ribu
Rupiah)”.
Polair : “Mahal amat, ga bisa kurang tuh?”.
Pemohon Mistari : ”Ga bisa, itu sudah harga price list kantor”
Polair : “Saya dapat berapa?”
Pemohon Mistari : “Ga ada pak. Kalo mau, bapak lebihkan sendiri”
Polair : “Oh, gitu? Ya sudah. Nanti kalau bos saya tanya, kamu bilang harganya 2,5 juta untuk
Pulau Ayer”
Pemohon Mistari : “Ya sudah, ok”
Polair : “Ya sudah, saya ke boss saya dulu”
3. Bahwa setelah tawar menawar, 2 orang tersebut kemudian pergi menuju mobil. 10 menit
kemudian, salah satunya orang yang bertanya tadi mendatangi Pemohon Mistari, sedangkan
salah seorang lagi naik ke mobil, kemudian pergi.
Polair : “Nanti dulu ya, bos saya masih mencari kapal lain”
Sambil menunggu, orang tersebut bertanya kepada Pemohon Mistari :
Polair : “Kamu sudah bisa bawa kapal”?
Pemohon Mistari : “Ga bisa pak”
Polair : “Kapalnya ada berapa”
Pemohon Mistari :.”Kapalnya 3 ini, tinggal milih mau sewa yang mana”
Polair : “Ini punya siapa”?
Pemohon Mistari : “David. Kalau istrinya Lisa”
Polair : “Tinggal dimana”?
Pemohon Mistari : ”Tinggalnya sih di Surabaya, kalau yang lakinya di Kalimantan”
Polair : “Ga tinggal disini”?
Pemohon Mistari : “Ya ada. Disini juga rumahnya ada di Bekasi”
Polair : “Ini pakai BBM apa?”
Pemohon Mistari :.”Pakainya Pertamax”
Polair : “oooooo...“
Kemudian orang tersebut menelpon seseorang : Ya sudah, disini saja, ga usah cari yang lain.
Orang disini kita dapat kelebihan gope. Ya sudah, disini saja”.
4. Bahwa pada saat orang tersebut menelpon, Kapal Polair sandar di Dermaga 12, bersebelahan
dengan KM. Metro. Setelah kapal Polair sandar, orang tersebut langsung mengatakan :
Polair : “Kita dari Polair Pondok Dayung. Coba saya mau lihat BBMnya”.
Pemohon Mistari kemudian membuka bak tempat duduk. Setelah membuka bak, orang yang
mengaku dari Polair tersebut langsung memeriksa dan berkata :
Polair : ”Katanya Pertamax, kok warnanya kuning?”. Kamu ini mau bohongi saya?. Coba cek
BBMnya, ada berapa?”.
Pada saat mengatakan begitu, datang lagi 3 orang. 2 orang menggunakan pakaian biasa,
sedangkan 1 orang menggunakan seragam Polair. Pemohon Mistari kemudian mengambil
sounding (Pengukur) untuk melakukan pengecekan dan pengukuran BBM..
Polair : ”Itu dari mana kamu ngecek BBMnya?”
Pemohon Mistari : “Lewat lubang ini (Sambil menunjukkan tempat pengecekan BBM)”
Polair : “Ya sudah, coba dicek”
Pemohon Mistari melakukan pengecekan.
Polair : ”Ada berapa itu”
Pemohon Mistari : “Kurang lebih 380 Liter”
Polair : “Ini segaris berapa?”
Pemohon Mistari : “Satu garisnya, 100 Liter”
5. Bahwa Polair kemudian memerintahkan temannya untuk mengambil botol Aqua ukuran 600
ML, untuk diberikan kepada Pemohon Mistari agar digunakan untuk mengisi Sample BBM.
Polair : ”Mana kapal yang lain, mau kami cek”
Pemohon Mistari kemudian menunjuk Kapal Lexus dan Lyuss. Bahwa masing-masing kapal,
diambil samplenya dan dimasukan dalam Botol Aqua ukuran 600 ML, yaitu sebanyak 3 Botol.
Polair : ”Kamu sama siapa saja yang kerja disini”
Pemohon Mistari : “Ada 3 orang. 2 orang karyawan, sedangkan 1 orang lagi hanya membantu
saja”
Polair : “Trus, yang satu mana?”
Pemohon Mistari : “Lagi di luar. Disuruh sama bos”
Polair : “Nomor telephonenya ada?”
Pemohon Mistari : “Ada”
Polair : “Coba kamu telephone, suruh cepat kesini”
Pemohon Mistari kemudian menelephone Pemohon Agus.
Pemohon Mistari : “Lagi dimana, ada yang mau sewa kapal”
Sdr. Pemohon Agus : “Ya sudah, nanti saya kesana, masih beli pesanannya bos”
Salah satu anggota Polair bertanya kepada Pemohon Mistari :
Polair : “Ada dimana dia?”
Pemohon Mistari : “Lagi di Mangga Dua, lagi belanja, tapi sudah saya suruh kesini”
Beberapa saat kemudian, anggota Polair tadi bertanya lagi kepada Pemohon Mistari :
Polair : “Mana, kok ga datang-datang. Sudah sampai mana ?. coba telpon lagi”.
Pemohon Mistari : “Pulsa saya habis pak”
Polair : “Ini pake handphone ini saja. Berapa nomornya?”
Pemohon Mistari kemudian memberikan nomor telephone Pemohon Agus. Setelah anggota
Polair tersebut memberikan handphonenya kepada Pemohon Mistari dan Pemohon Mistari
menelephone Sdr. Pemohon Agus.
Pemohon Mistari : “Sudah sampai mana?”
Salah satu Anggota Polair mengatakan kepada Pemohon Mistari : “Suruh cepatan, ada yang
mau sewa”.
Pemohon Mistaripun mengatakan kepada Sdr. Pemohon Agus, sesuai yang diperintahkan Polair.
Sdr. Pemohon Agus : “Ada yang mau sewa, apa polisi?”
Pemohon Mistari : “Ada yang mau sewa”
Sdr. Pemohon Agus : “Yang benaaarrrr ..... Polisi kali“
Pemohon Mistari : “Ya sudah, cepat kesini”
Polair : “Sudah dimana?”
Pemohon Mistari : “Sudah di jalan, mau kesini pak. Ya sudah pak, saya mau kesitu dulu”
Pemohon Mistari kemudian naik ke dermaga, tidak jauh dari Kapal, yang mana saat itu ada
beberapa orang sedang duduk bermain catur.
6. Bahwa beberapa saat kemudian, Pemohon Agus datang. Pemohon Agus langsung menemui
Polair. Dan oleh Polair, Pemohon Agus diminta untuk mengecek kembali KM. Lexus. Pemohon
Agus kemudian memanggil Pemohon Mistari untuk menemaninya melakukan pengecekan. Saat
melakukan pengecekan, salah satu Anggota Polair yang berpakaian preman, berkata kepada Sdr.
Pemohon Agus.
Polair : “Pemohon Agus, bisa antar saya ga, ke Pulau Pondok Dayung?”
Pemohon Agus : “Ga bisa pak, ga ada kaptennya”
Polair : “Ya sudah, suruh siapa saja yang bisa, suruh bawa”.
Pemohon Agus kemudian memanggil Sdr. Nemin, yang berada tidak jauh dari situ, untuk
meminta bantuan mengantarkan Polair ke Pondok Dayung, namun Sdr. Nemin tidak bisa
mengantarkan dengan alasan, tidak ada yang menjaga kapalnya. Sdr. Nemin pun berkata
“Kenapa ga Ari (Pemohon Mistari) saja yang bawa, kan dia bisa”.
Polair : “Bilangnya Ari ga bisa?”
Pemohon Mistari : “Ya, masalahnya, saya belum punya SKK (Surat Kecakapan Kapal)”
Polair : “Ya sudah, tidak apa-apa. Tapi, bisa jalankan kapal?”
Pemohon Mistari : “Ya, bisa-bisa saja pak”
Polair : “Ya sudah, ayoo. Kamu iniiii...”
7. Bahwa Pemohon Mistari kemudian menghidupkan mesin KM. Lyuss dan mengantarkan KM.
Lyuss ke Polair Pondok Dayung. Yang berada di atas kapal saat diantarkan ke Polair Pondok
Dayung, yaitu Pemohon Mistari, Pemohon Agus, dan 2 (Dua) orang Anggota Polair.
8. Bahwa setelah sampai di Polair Pondok Dayung, Pemohon Agus dan Pemohon Mistari
disuruh naik ke atas untuk dilakukan pemeriksaan (BAP). Selesai pemeriksaan sekitar Pukul
20.00 WIB. Karena telah selesai pemeriksaan, Pemohon Agus bertanya kepada Bapak Syamsul
(Penyidik Polair yang memeriksa dirinya) : “Kita sudah boleh pulang pak?”. Jawab pak Syamsul
: “Tunggu dulu, saya telephone atasan saya dulu” (Atasan yang dimaksud adalah Bapak
Kuncung selaku Kasubdit Gakkum Polair Pondok Dayung). Setelah beberapa saat menelephone
Pak Kuncung, Pak Syamsul berkata kepada Pemohon Mistari “Belum diperbolehkan pulang”.
9. Bahwa pada hari Kamis tanggal 27 November 2014 sekira Pukul 07.00 WIB, Pemohon Lisa
pergi ke Polair Pondok Dayung. Setibanya di Pondok Dayung, Pemohon Lisa duduk di ruangan
tunggu, tepat di depan ruangan Bapak Sugianto (Kasudbit Lidik). Saat itu, salah satu Termohon
lewat (Bapak Dasiman), kemudian disapa oleh Pemohon Lisa “Pak, itu KM. Lyuss gimana?.
Dijawab oleh Bapak Dasiman “Ibu pemiliknya?”, jawab Pemohon Lisa “Itu milik anak saya,
saya hanya mengurusi saja”. Pemhonon Lisa kemudian dipersilahkan masuk ke ruangan oleh
Bapak Dasiman, dimana dalam ruangan tersebut telah ada Bapak Nardy, Bapak Silaen dan
Bapak Wayan.
10. Bahwa Pemohon Lisa kemudian bertanya kepada Bapak Dasiman “Sudah boleh pulang atau
belum, pak”. Dijawab oleh Bapak Dasiman “Kalau bisa, salah satunya tinggal, jangan pulang
semua, untuk jaga kapal”.
11. Bahwa beberapa hari kemudian sekitar Pukul 11.00 WIB, dilakukan pengambilan BBM dari
KM. Lyuss oleh 2 (dua) orang, disaksikan oleh Pemohon Mistari dan beberapa anggota Polair.
BBM yang diambil dari KM. Lyuss sebanyak 500 Liter.
12. Bahwa setelah pengambilan BBM dari KM. Lyuss, sekitar Pukul 13.00 WIB, dengan
menggunakan KM. Lyuss, Pemohon Mistari ditemani oleh 2 (dua) anggota Polair berangkat ke
Dermaga Marina Ancol untuk pengambilan BBM dari KM. Marina Jaya dan KM. Lexus.
Setibanya di Dermaga 12 Marina Ancol, Pemohon Agus sudah berada di KM. Lexus. Kemudian
dilakukan pengambilan BBM dari KM. Marina Jaya oleh Pemohon Agus, Pemohon Mistari dan
3 (tiga) orang anggota Polair, sebanyak 340 Liter. Pengambilan BBM dari KM. Marina,
dilakukan dengan cara, BBM dipompa, dipindahkan dari KM. Marina jaya ke KM. Lyuss.
13. Bahwa setelah pengambilan BBM tersebut, Bapak Nardy menemui Pemohon Agus untuk
meminta tanda tangan terkait penyitaan BBM. Pemohon Agus hanya disodorkan kertas
kemudian disuruh tanda tangan, kemudian dibawa lagi oleh Bapak Nardy.
14. Bahwa beberapa hari setelah pengambilan BBM di KM. Lyuss dan KM. Marina Jaya,
tepatnya Tanggal 3 Desember 2014, Bapak Edy dan Bapak Toyib datang di Kantor Marina
Tourism, membawa Berita Acara Pembungkusan dan Penyitaan, untuk ditandatangani oleh
Pemohon Mistari dan Pemohon Agus. Bahwa dalam surat tersebut, menyebutkan Pemohon Agus
sebagai tersangka.
15. Bahwa melihat statusnya sebagai tersangka, Pemohon Agus dan Pemohon Mistari kemudian
membawa Berita Acara tersebut ke Apartemen Ancol Mansion untuk ditunjukan kepada
Pemohon Lisa. “Bu, ini maksudnya gimana, di surat ini kok saya ditulis sebagai tersangka, saya
ga mau”, kata Pemohon Agus. Pemohon Lisa kemudian membaca surat tersebut dan
menjelaskan serta berusaha menenangkan Pemohon Agus “Tidak apa-apa, karena yang
bertanggungjawab adalah saya”.
16. Bahwa surat tersebut kemudian dicoret-coret oleh Pemohon Agus dan dibawa kembali ke
Bapak Edy dan Bapak Toyib. Setelah bertemu Bapak Edy dan Bapak Toyib, Pemohon Agus
berkata “Kalau ada kata-kata tersangka, bukan saksi, saya tidak mau”. Jawab Bapak Edy “Itu,
Gak apa-apa, itu hanya prosedur saja”.
17. Bahwa surat yang telah dicoret Pemohon Agus tersebut, kemudian dibawa lagi oleh Bapak
Edy dan Bapak Toyib ke Polair Pondok Dayung. Sekitar 2 jam kemudian Bapak Edy dan Bapak
Toyib kembali lagi ke Kantor Marina Tourism dengan membawa surat baru yang telah direvisi,
yang mana dalam surat tersebut menyebutkan Pemohon Agus sebagai saksi yang menguasai.
Membaca statusnya sebagai saksi yang menguasai, Pemohon Agus tetap tidak mau
menandatangani surat tersebut dengan alasan karena ada kata-kata menguasai, namun jika hanya
menyebutkannya sebagai saksi, Pemohon Agus mau menandatanganinya;
18. Bahwa beberapa saat kemudian, Bapak Wayan menelpon ke Handphone Pemohon Agus dan
mengatakan “Itu sudah saya revisi. Pokoknya kamu tidak akan dipenjara”. Mendengar
penyataan Bapak Wayan, Pemohon Agus kemudian mengatakan “Ya sudah pak, kalau begitu,
saya tandatangan”.
1. Bahwa pada hari Rabu tanggal 26 November 2014 setelah Termohon melakukan
penggeledahan dan penyitaan, Termohon langsung melakukan pemeriksaan (BAP) terhadap
Pemohon Mistari dan Pemohon Agus. Selesai pemeriksaan sekitar Pukul 20.00 WIB, Termohon
langsung melakukan pengkapan terhadap Pemohon Mistari dan Pemohon Agus tanpa
Surat Perintah Penangkapan. Oleh karena itu, tindakan Termohon tersebut telah melanggar
ketentuan sebagai berikut :
Pasal 18 :
“Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia
dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah
penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan
serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa”.
4. Bahwa penggeledahan yang dilakukan oleh Termohon, ternyata tanpa disaksikan oleh
Ketua RT/RW atau tokoh masyarakat setempat atau orang yang bertanggung
jawab/menguasai tempat tersebut. Tindakan Termohon tersebut telah melanggar ketentuan
sebagai berikut:
Pasal 57 :
(1) Penggeledahan rumah / alat angkutan serta tempat-tempat tertutup lainnya hanya dapat
dilakukan setelah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(2) Surat permintaan izin penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani
oleh penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik.
(3) Penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disaksikan oleh Ketua RT/RW
atau tokoh masyarakat setempat atau orang yang bertanggung jawab / menguasai tempat
tersebut.
Pasal 58 :
(1) Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, penyidik/penyidik pembantu dapat melakukan
penggeledahan dengan menggunakan surat perintah penggeledahan yang ditandatangani oleh
penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik tanpa dilengkapi surat izin Ketua Pengadilan
Negeri setempat terlebih dahulu.
(2) Setelah dilaksanakan penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
penyidik/penyidik pembantu wajib segera membuat berita acara penggeledahan dan
memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat tentang pelaksanaan
penggeledahan untuk memperoleh persetujuan penggeledahan.
(3) Penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disaksikan oleh Ketua RT/RW
atau tokoh masyarakat setempat atau orang yang bertanggung jawab/menguasai tempat
tersebut.
5. Bahwa hingga Permohonan Praperadilan ini kami ajukan, Pemohon belum pernah
menerima Turunan Berita Acara Penggeledahan dari Termohon. Tindakan Termohon
tersebut telah melanggar ketentuan sebagai berikut :
6. Bahwa Penggeledahan dan Penyitaan terhadap barang-barang milik Pemohon yang dilakukan
oleh Termohon adalah sangat tidak prosedural, bertentangan dengan hukum, melanggar dan
memperkosa hak asasi Pemohon dan juga (maaf) dapat diibaratkan seorang PENCURI yang
memasuki sebuah kapal dan tidak ingin tindakan dan perbuatannya diketahui oleh pemilik kapal;
7. Bahwa Termohon saat melakukan tindakan Penggeledahan dan Penyitaan tanpa menunjukkan
surat tugas, surat perintah Penggeledahan dan Penyitaan. Tindakan Termohon tersebut nyata-
nyata dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum, yang merupakan
bentuk pelanggaran terhadap ketentuan sebagai berikut :
8. Bahwa saat dilakukan Penggeledahan oleh Termohon pada hari Rabu tanggal 26 November
2014, Termohon telah melakukan penyitaan terhadap BBM dari KM. Lyuss, KM. Marina Jaya
dan KM. Lexus untuk dijadikan sample, dengan cara BBM diambil dan dimasukan ke dalam
botol Aqua ukuran 600 ML masing-masing kapal sebanyak 1 botol. Tindakan penyitaan yang
dilakukan oleh Termohon terhadap BBM KM. Lyuss, KM. Marina Jaya dan KM Lexus, tanpa
dilengkapi dengan surat perintah tugas dan surat perintah penyitaan, bahkan tidak menyerahkan
tanda terima barang yang disita kepada Pemohon.
9. Bahwa disamping tindakan penyitaan sebagaimana disebutkan pada angka (7) tersebut di atas,
beberapa hari kemudian, Termohon melakukan penyitaan BBM dari KM. Lyuss sebanyak 500
Liter dan KM. Marina Jaya sebanyak 340 Liter. Tindakan penyitaan yang dilakukan oleh
Termohon terhadap BBM KM. Lyuss dan KM. Marina Jaya, tidak juga dilengkapi dengan surat
perintah tugas dan surat perintah penyitaan. Disamping itu, Termohon saat melakukan penyitaan,
tidak menyerahkan tanda terima barang yang disita kepada Pemohon.
10. Bahwa Tindakan Penyitaan yang dilakukan Termohon sebagaimana disebutkan pada angka
(7) dan angka (8) tersebut di atas, nyata-nyata merupakan tindakan yang bertentangan dengan
hukum kareta telah melanggar ketentuan sebagai berikut :
11. Bahwa tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh Termohon, ternyata telah
melanggar dan bertentangan dengan jiwa dan semangat KUHAP yang melindungi dan
menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia sebagaimana terlihat jelas dalam Konsiderans KUHAP
huruf a dan huruf c sebagai berikut :
a. Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala
warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
c. Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah
agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap
para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah
tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban
serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945.
d. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pasal 10 :
“Setiap Anggota Polri wajib :
a. Menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak asasi manusia;
b. Menjunjung tinggi prinsip kesetaraan bagi setiap warga negara di hadapan hukum;
c. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah, nyaman, transparan,
dan akuntabel berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana yang diwajibkan dalam tugas
kepolisian, baik sedang bertugas maupun di luar tugas.
e. Memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
f. Menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan menjaga kehormatan dalam
berhubungan dengan masyarakat”.
2. Bahwa Termohon dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan, telah tidak menunjukan
kepatuhan terhadap hukum dengan tidak memberitahukan secara jelas maksud dan tujuan yang
sebenarnya, malah sebaliknya membohongi Pemohon, padahal ketentuan Peraturan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar
HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, mengatur sebagai
berikut :
Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana Para Pemohon kemukakan di atas, maka mohon Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Utara Cq. Hakim Yang Memeriksa dan Mengadili Permohonan
Praperadilan ini untuk menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
ATAU,
Jika Pengadilan Negeri Jakarta Utara berpendapat lain mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex
aequo et bono).
Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Negeri …………………..
Pada Pengadilan Negeri …………………
Di -
………………………………
TEUKU BARRUN, SH
Kesemuanya beralamat di Kantor Hukum “………………. & ASSOCIATES”,
………………...
Berdasarkan surat kuasa tertanggal ............................. yang dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama klien yang bernama :
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah ……………,
……………………………………….
I. FAKTA-FAKTA HUKUM
Pasal 77 KUHAP :
Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini tentang :
Pasal 79 KUHAP :
Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan
oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan
alasannya.
2. Bahwa pada hari … tanggal ….. sekitar Jam ............, bertempat di …., telah dilakukan
penangkapan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, yaitu :
- ………….
3. Bahwa penangkapan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, berdasarkan surat
Penangkapan Nomer : ………………., tertanggal ......................... ;
4. Bahwa setelah TERMOHON masuk ke …….. milik PEMOHON, tanpa menujukan Surat
Perintah Penggeledahan, TERMOHON (……..) langsung menodongkan Pistol ke Kepala
PEMOHON ;
5. Bahwa awalnya PEMOHON dipanggil sebagai Saksi sebanyak 2 (dua) kali oleh TERMOHON
yaitu :
- Surat Panggilan I No. : SP.Pgl…….., tanggal …….
- Surat Panggilan II No. : SP.Pgl……., tanggal …..
Namun terhadap Surat Panggilan I dan Surat Panggilan II tersebut, PEMOHON tidak hadir
karena berhalangan ;
6. Bahwa kedua Panggilan terhadap PEMOHON sebagaimana Point 5 tersebut berdasarkan
Laporan Polisi Nomer : ….. tanggal …… tentang dugaan Tindak Pidana ….. pada …….. ;
7. Bahwa pada saat melakukan penggeledahan, TERMOHON tidak membawa dan
menunjukan Surat Perintah Penggeledahan, sekalipun PEMOHON meminta
TERMOHON untuk menunjukannya ;
8. Bahwa TERMOHON juga melakukan penyitaan terhadap barang-barang milik PEMOHON ;
9. Bahwa penyitaan yang dilakukan TERMOHON terhadap barang-barang milik PEMOHON,
hanya beberapa barang milik PEMOHON saja yang dimasukan dalam Berita Acara
Penyitaan, sedangkan ada barang-barang lain milik PEMOHON yang disita namun tidak
dimasukan Berita Acara Penyitaan ;
10. Bahwa barang-barang milik PEMOHON yang dsita oleh TERMOHON, namun tidak dimasukan
dalam Berita Acara Penyitaan, meliputi :
- ……
- ……
11. Bahwa ……… milik PEMOHON yang disita TERMOHON, berisi dokumen penting serta bukti
bukti serta …… Cek Bank Mandiri yang diselipkan di dalam sisi tas …. dan uang ……, yang
terdiri dari :
1. …… Cek ….. sebanyak sebanyak … (…..) lembar dengan pecahan nilai Rp……,- totalnya
menjadi Rp…….,- (…………..) ;
2. ....dst,
12. Bahwa pada saat melakukan penyitaan, PEMOHON menyampaikan kepada TERMOHON
(…………) : “……………………….”. ;
13. Bahwa TERMOHON kemudian merebut tas …… dari tangan PEMOHON dan TERMOHON
mengatakan “………. ??? bahkan PEMOHON sempat mau dipukuli oleh TERMOHON (…….)
karna mempertahakan tas …… tersebut ;
14. Bahwa PEMOHON tetap bersikukuh agar barang-barang milik PEMOHON tidak disita oleh
TERMOHON namun apabila TERMOHON tetap ingin melakukan penyitaan, maka harus
dilakukan perincian, barang-barang apa saja yang akan dibawa dan disita oleh TERMOHON ;
15. Bahwa melihat tindakan PEMOHON, TERMOHON (………) mengatakan :“…………”. ;
16. Bahwa setelah PEMOHON bersitegang dengan PEMOHON, akhirnya PEMOHON mau
melakukan pengecekan bersama-sama. Namun, belum selesai pengecekan dan pencatatan
penyitaan dokumen, TERMOHON (………….) mengatakan : “…………”. ;
17. Bahwa TERMOHON kemudian mengatakan : “…………………..”. ;
18. Bahwa mendengar jawaban PEMOHON tersebut, dengan suara lantang dan keras,
TERMOHON langsung mengatakan : “………’ ;
19. Bahwa kemudian PEMOHON menjawab : “……..’ ;
20. Bahwa setelah merebut tas …… tersebut dari tangan PEMOHON, TERMOHON berjanji akan
menaruh tas ….. tersebut di dalam ruangan penyidik POLDA ……., akan tetapi setelah
PEMOHON menanyakan tas ….. tersebut, ternyata TAS ….. POLDA …… dan KEMUDIAN
DI BAWA PULANG, tanpa pemberitahuan dan tanpa pengetahuan PEMOHON ;
21. Bahwa akhirnya PEMOHON mengetahui, Tas …… milik PEMOHON dibawa oleh
TERMOHON ke ….. tempat TERMOHON menginap, tepatnya di jalan …. tempatnya
Sdr. …….. dan setelah diperiksa, ternyata segel sudah terbuka dan tidak seperti semula,
pada saat dilakukan penyegelan oleh TERMOHON ;
22. Bahwa barang-barang milik PEMOHON sebagaimana Point 10 serta isi tas … sebagaimana
point 11, hingga kini PEMOHON tidak mengetahui dimana keberadaannya ;
23. Bahwa keesokan harinya, tepatnya hari …., …… sekitar Pukul …. WIB, PEMOHON meminta
kepada TERMOHON, agar PEMOHON bisa menghubungi keluarganya, namun tiba-tiba
TERMOHON memegang leher PEMOHON (dengan posisi hendak memukul
PEMOHON), TERMOHON marah-marah sambil menyeret PEMOHON ;
24. Bahwa PEMOHON tidak diperbolehkan untuk menghubungi keluarga atau siapapun,
termasuk menghubungi Penasehat Hukum ;
25. Bahwa sekitar Pukul ...................., TERMOHON mengantarkan PEMOHON ke POLDA …...
Setibanya di POLDA …., langsung dilakukan tes Kesehatan terhadap PEMOHON kemudian
TERMOHON langsung memasukan PEMOHON ke dalam tahanan ;
26. Bahwa PEMOHON bertanya kepada TERMOHON (…….) : “….’ atas pertanyaan PEMOHON,
TERMOHON menjawab : “……….“ ;
27. Bahwa PEMOHON bertanya lagi kepada TERMOHON (dimana di dalam ruangan tersebut,
terdapat sekitar 9-10 orang Penyidik POLDA …..) : “…..’;
28. Bahwa atas pertanyaan PEMOHON, TERMOHON (……..) menjawab : “……..”. ;
29. Bahwa penyiksaan secara psikis dan fisik terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, antara lain
TERMOHON menyerahkan 2 (dua) lembar surat, yaitu :
a. Berita Acara Penangkapan Tertanggal …..
b. Berita Acara Penahanan tertanggal ……..
TERMOHON mengancam akan membunuh PEMOHON, apabila PEMOHON tidak
menandatangani kedua surat tersebut, yang nyata-nyata tidak sesuai antara fakta penangkapan
dan penahanan dengan tanggal di surat penangkapan dan penahanan tersebut ;
30. Bahwa merasa dipaksa oleh TERMOHON, akhirnya PEMOHON menandatangani kedua surat
tersebut dan setelah PEMOHON selesai menandatangani surat-surat tersebut, TERMOHON
langsung memasukan PEMOHON ke dalam tahanan ;
31. Bahwa pada tanggal ……., PEMOHON diperiksa sebagai Tersangka oleh TERMOHON.
Setelah selesai pemeriksaan, PEMOHON diperintahkan oleh TERMOHON untuk
menandatangani BAP namun bukan BAP tertanggal ….., melainkan BAP tertanggal …..;
32. Bahwa selama di POLDA ….., PEMOHON diperiksa oleh TERMOHON selama beberapa kali,
yaitu :
- Berita Acara Pemeriksaan No. ……
- Berita Acara Pemeriksaan Tersangka, tertanggal …..
- Berita Acara Pemeriksaan................................ ….
- Berita Acara Pemeriksaan…..
- Berita Acara Pemeriksaan…………. (Berita Acara Konfrontasi)
33. Bahwa selama di dalam tahanan, PEMOHON diperiksa atau dimintai Keterangan sebagai
Tersangka oleh TERMOHON, akan tetapi PEMOHON tidak diberitahu haknya untuk
didampingi oleh Penasehat Hukum ;
34. Bahwa pemeriksaan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON sebagaimana tersebut di atas,
bukan berdasarkan Laporan Polisi Nomer : …… tanggal …… sebagaimana tersebut dalam
Panggilan I dan Panggilan II PEMOHON sebagai Saksi, melainkan pemeriksaan berdasarkan
Laporan Polisi Nomor : ……, tanggal …. tentang Pemberantasan Tindak Pidana …… pada ……
;
Tembusan Surat Perintah Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan
kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang
Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Perkap No. 12 Tahun 2009)
Setiap tindakan penangkapan wajib dilengkapi Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah
Penangkapan yang sah dan dikeluarkan oleh atasan penyidik yang berwenang.
Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib : a. Memahami peraturan
perundang-undangan, terutama mengenai kewenangan dan tata cara untuk melakukan
penangkapan serta batasan-batasan kewenangan tersebut.
Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib : c. Menerapkan prosedur-
prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan, pelaksanaan dan tindakan sesudah
penangkapan.
Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah disertai dengan
tindakan TERMOHON yang menodongkan Pistol ke Kepala PEMOHON, karena itu
tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan :
a. Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala
warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
c. Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang Hukum Acara Pidana adalah
agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap
para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah
tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban
serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Pasal 28 G :
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :
Setiap orang berhak atas pegakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta
mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :
Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan
serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak
pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu
sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang
Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Perkap No. 12 Tahun 2009)
Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib bersikap profesional
dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak manusiawi, menyangkut waktu yang
tepat dalam melakukan penangkapan, cara-cara penangkapan terkait dengan kategori-kategori
yang ditangkap seperti anak-anak, orang dewasa dan orang tua atau golongan laki-laki dan
perempuan serta kaum rentan.
Tersangka yang telah tertangkap, tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah sampai
terbukti bersalah di pengadilan.
Pasal 33 KUHAP :
(1). Dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan
dapat mengadakan penggeledahan yang diperlukan.
(2). Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara
Republik Indonesia dapat memasuki rumah.
(3). Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau
penghuni menyetujuinya.
(4). Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan
dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir.
(5). Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita
acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.
Pasal 36 KUHAP :
Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan
tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka penggeledahan tersebut harus
diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di
mana penggeledahan itu dilakukan.
Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat (1) penyidik tidak
diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak merupakan benda
yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan
dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan
tindak pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri
setempat guna memperoleh persetujuannya.
Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib
menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan,
kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf (b) dan Pasal 95
KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP
mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan
atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,-(tiga juta
rupiah).
Merujuk pada pasal tersebut di atas dimana fakta membuktikan bahwa akibat penangkapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian yang seharusnya
dibayarkan kepada PEMOHON adalah sebesar Rp. .........................,-
(..................................................... rupiah);
4. Bahwa disamping kerugian Materiil, PEMOHON juga menderita kerugian Immateriil, berupa :
a. Bahwa akibat penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah oleh
TERMOHON, menyebabkan tercemarnya nama baik PEMOHON, hilangnya kebebasan,
menimbulkan dampak psikologis terhadap PEMOHON dan keluarga PEMOHON, dan telah
menimbulkan kerugian immateril yang tidak dapat dinilai dengan uang, sehingga di batasi
dengan jumlah sebesar Rp. .....................................,- (.......................................);
b. Bahwa kerugian Immateriil tersebut di atas selain dapat dinilai dalam bentuk uang, juga adalah
wajar dan sebanding dalam penggantian kerugian Immateriil ini dikompensasikan dalam bentuk
TERMOHON meminta Maaf secara terbuka pada PEMOHON lewat Media Massa di ............
selama 2 (dua) hari berturut-turut.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon Ketua Pengadilan Negeri ………. agar segera
mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan hak-hak
PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP,
dan mohon kepada Yth. Ketua Pengadilan Negeri …………. Cq. Hakim Yang Memeriksa
Permohonan ini berkenan memeriksa dan memutuskan sebagai berikut :
2. Menyatakan tindakan penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, dan Penyitaan atas barang dan
diri PEMOHON adalah Tidak Sah Secara Hukum karena melanggar ketentuan perundang-
undangan ;
5. Menghukum TERMOHON untuk meminta Maaf secara terbuka kepada PEMOHON lewat
Media Massa di ............................... selama 2 (dua) hari berturut-turut ;
6. Memulihkan hak-hak PEMOHON, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta
martabatnya.
ATAU,
Jika Pengadilan Negeri ……………….. berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya
(ex aequo et bono).
Jakarta, ………………….
Hormat kami,
Kuasa Hukum PEMOHON
Pekerjaan :Swasta
Jabatan :Koordinator dan Pendiri Masyarakat Anti Korupsi(MAKI)
Alamat :Jl.alun-alun Utara Nomor 1 Surakarta (Bangsal Patalon)
Pekerjaan :Swasta
Jabatan :Pendiri Masyarakat Anti Korupsi(MAKI)
Alamat :Jl.Alun-alun Utara Nomor 1 Suarakarta (Bangsal Patalon)
------------------------------------------------KHUSUS--------------------------------------------------
Bertindak untuk atas nama PEMBERI KUASA sebagai PEMOHON untuk mengajukan
pemohon praperadilan ke pengadilan Negeri Tegal guna pemeriksaan praperadilan terhadap :
1. Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia ;Cq. KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK
INDONESIA .Cq .KEPALA BARESKRIM MABES POLRI beralamat di Jl.Trunojoyo No.3
Jakarta Selatan selaku TERMOHON I.
2. Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia ;Cq .KEPALA KEPOLISIAN DAERAH
JAWA TENGAH ,beralamat di Jl.Pahlawan No 1 Semarang TERMOHON II atas Tidak sahnya
penghentian penyidikan melalui Pengadilan Negeri Tegal .
Selanjutnya untuk hal tersebut di atas ,PENERIMA KUASA dikuasakan untuk menghadap
dan menghadiri semua persidangan perkara praperadilan tersebut diatas melalui pengadilan
negeri tegal .menghadap pejabat-pejabat dan intansi .jawatan-jawatan ,hakim-hakim
menerima.mengajukan permohonan praperadilan ,replik,kesimpulan,mengajukan atau menolak
saksi-saksi ,meminta dan memberikan segala keterangan yang diperlukan meminta
penetapan,putusan melakukan peneguran-peneguran yang dianggap baik perlu untuk membela
kepentingan PEMBERI KUASA sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku
guna tercapai nya maksud dan tujuan pemberi kuasa ini .
Surat kuasa khusus ini diberikan dengan upah (honorarium) dan hak subtitusi baik sepenuh nya
maupun sebagian kepada orang lain
Tn.Supriyadi
Diposkan oleh HUKUM di 07:05