Anda di halaman 1dari 8

P L E D O I / NOTA PEMBELAAN

Perkara Nomor : 930/Pid.Sus/2018/PN.JKT.Pst

I. PENDAHULUAN
Majelis Hakim Yth.
Sdr. Jaksa Penuntut Umum Yth.
Hadirin Sidang Yang Kami Muliakan
Assalamualaikum Wr. Wb. dan Salam Sejahtera
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt. Karena atas berkat rahmat
dan karunianyalah sehingga kita masih diberikan kesempatan untuk menghadiri jalannya persidangan
pada hari ini. Dan pada kesempatan ini izinkanlah kami menyampaikan penghargaan yang setinggi
tingginya kepada Majelis hakim yang mengadili perkara ini, yang dengan penuh kearifannya
memimpin jalannya persidangan ini guna memperoleh kebenaran materil dalam mengungkap perkara
ini, hingga sampailah kita pada tahap pembelaan.
Tak lupa juga kami menyampaikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Sdr. JPU yang telah
melaksanakan tugasnya sebagai abdi Negara, yang telah dengan segala upaya telah membantu
menemukan kebenaran yang ditinjau dari sudut kepentingannya sebagai penuntut umum yaitu dari
pandangan yang subyektif dari sisi yang objektif terhadap perkara yang kita hadapi sekarang ini.
Berbeda dengan kami Pembela atau penasihat hokum yang mempunyai pandangan yang objektif dari
posisi yang subjektif, namun hendaknya pembelaan yang kami ajukan ini dinilai semata mata sebagai
peninjauan perkara yang sedang kita hadapi sebagai persoalan hukum, khususnya hukum acara
pidana dilihat dari sudut pembelaan.
Berdasarkan penetapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor :
930/Pen.Pid.Sus/2018/PN.JKT.pst.tanggal , telah diperhadapkan terdakwa dengan identitas sebagai
berikut :
Nama : Dicky bin Herman
Tempat lahir : jakarta timur
Umur/Tanggal Lahir : 35 Tahun / 02 Juli 1984
Jenis Kelamin : Laki – Laki.
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : pulogadung
A g a m a : islam
P e k e r j a a n: buruh lepas P e n d i d i k a n : smu
halaman 1 dari 8
Terdakwa tersebut diperhadapkan kedepan persidangan karena didakwa dengan dakwaan Primair
melanggar pasal 114 ayat (1) Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009, Subsidair Pasal 112 ayat (1)
Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009.
MAJELIS HAKIM YANG KAMI HORMATI,
Setelah membaca surat tuntutan JPU dengan teliti dan seksama, maka dalam kesempatan ini
perkenankanlah kami menyatakan tidak sependapat dengan tuntutan JPU, dan untuk itu kami akan
menguraikan ketidak sependapatan kami tersebut dalam pembelaan ini dengan didasarkan pada fakta
fakta yang terungkap dalam persidangan, dan pada bahagian pertama kami mulai dengan
menguraikan Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan sebagai berikut :
II. FAKTA-FAKTA DALAM PERSIDANGAN
II.1. KETERANGAN SAKSI SAKSI
A. Saksi amel dan eka, dibawah sumpah memberikan keterangan sebagai berikut:
 Saksi adalah anggota Polri yang bertugas di Satuan reserse narkotika Polres Jakarta Timur,
yang melakukan penangkapan terhadap terdakwa.
 Bahwa peristiwa penangkapan terdakwa terjadi pada hari minggu 8 April tahun 2018 sekitar
pukul 17.45Wib, di pingir jalan yang beralamatkan Jl. Pisangan Lama II Kel. Pisangan Timur
Kec. Pulogadung Jakarta Timur,
 Bahwa benar pada saat melakukan penangkapan terdakwa, terdakwa kedapatan memiliki 1
(satu) paket shabu-shabu dengan berat netto 0, 2978 gr
 Bahwa pada saat di introgasi oleh saksi terdakwa mengakui bahwa Narkotika jenis shabu-
shabu tersebut dibeli dari saudara badri untuk dicari selisih harga
II.2 KETERANGAN TERDAKWA
 Bahwa benar terdakwa pada hari minggu tanggal8 april 2018, sekitar pukul 17.45 WIB Jl.
Pisangan Lama II Kel. Pisangan Timur Kec. Pulogadung Jakarta Timur,
 Bahwa benar pada waktu Penggrebegkan tersebut terdakwa kedapatan memiliki 1 (satu)
paket narkotika jenis shabu-shabu dengan berat netto 0,2978 gram yang disimpan didalam
pakaian.
 bahwa terdakwa bukan pengguna atau pecandu dari barang yang dimilikinya
III. TANGGAPAN TERHADAP KETERANGAN SAKSI-SAKSI
Bahwa dari keterangan kedua saksi-saksi yang diperhadapkan dipersidangan kami Penasehat hukum
terdakwa menanggapinya sebagai berikut :
1. Bahwa dari keterangan saksi amel dan saksi eka dapat disimpulkan kalau benar Terdakwa telah
terbukti memiliki Narkotika Jenis shabu-shabu untuk dicari keuntungannya.

halaman 2 dari 8
2. Bahwa didalam Surat Tuntutan JPU,bahwa terdakwa telah menjual barang seharga 150k bahwa
menanggapi hal tersebut, kami Penasehat Hukum Terdakwa menyatakan keberatan karena
didepan persidangan Saksi amel dan eka tidak pernah membuat kesaksian seperti itu, demikian
pula di dalam BAP saksi amel dan eka tidak ada keterangan yang berbunyi seperti itu.
IV. ANALISA YURIDIS DAN PENDAPAT HUKUM
VI.1. TERHADAP PEMBUKTIAN DAKWAAN PRIMAIR
Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, perkenankanlah kami
menyampaikan analisa yuridis yang juga merupakan pembelaan kami terhadap diri terdakwa sebagai
berikut : Terdakwa telah dituntut penuntut umum melanggar Pasal 114 Ayat (1) UU No 35 Tahun
2009 tentang Narkotika sebagaimana dakwaan primair penuntut umum.
A. Unsur-unsur dari Pasal 114 Ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai
berikut: a. Setiap orang b. Tanpa hak atau melawan hukum c. Menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika
Golongan I. Dari ketiga unsur tersebut, dalam pleidoi ini kami membatasinya dengan hanya memberi
tanggapan terhadap terpenuhi atau tidaknya unsur kedua dan ketiga.
1. Tanggapan dan analisa yuridis terhadap unsur “tanpa hak atau melawan hukum.”
Dalam ajaran ilmu hukum (doktrin), melawan hukum (wederrechtelitjk) dibedakan menjadi 2 (dua),
yaitu melawan hukum dalam arti formil dan melawan hukum dalam arti materil. Lamintang
sebagaimana dikutip oleh Leden Marpaung, dalam “Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana" Penerbit
Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-5 Tahun 2008 pada halaman 44-45, menjelaskan : “Menurut
ajaran wederrechtelitjk dalam arti formil, suatu perbuatan hanya dipandang sebagai bersifat
wederrechtelitjk apabila perbuatan tersebut memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan
suatu delik menurut undang-undang. Adapun menurut ajaran wederrechtelitjk dalam arti materil,
apakah suatu perbuatan itu dapat dipandang sebagai wederrechtelitjk atau tidak, masalahnya bukan
saja harus ditinjau sesuai dengan ketentuan hukum yang tertulis melainkan juga harus ditinjau
menurut asas-asas hukum umum dari hukum tidak tertulis.” Senada dengan pendapat Lamintang di
atas, Prof. Satochid Kartanegara sebagaimana dikutip oleh Leden Marpaung, dalam “Asas-Teori-
Praktik Hukum Pidana" Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-5 Tahun 2008 pada halaman 45
menegaskan: “Wederrechtelitjk formil bersandar pada undangundang, sedangkan wederrechtelitjk
materil bukan pada undangundang namun pada asas-asas umum yang terdapat dalam lapangan
hukum atau apa yang dinamakan algemene beginsel.” Lebih lanjut masih pada buku yang sama di
halaman 46, Van Bemmel menguraikan tentang “melawan hukum” antara lain: “1) bertentangan
dengan ketelitian yang pantas dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau barang; 2)
bertentangan dengan kewajiban yang ditentukan oleh undang-undang; 3) tanpa hak atau wewenang
halaman 3 dari 8
sendiri; 4) bertentangan dengan hak orang lain; 5) bertentangan dengan hukum objektif.” Berkaitan
dengan itu, dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memuat ketentuan dimana dalam
peredaran, penyaluran dan atau penggunaan Narkotika harus mendapatkan izin khusus atau
persetujuan dari Menteri sebagai pejabat yang berwenang atas rekomendasi dari Badan Pengawas
Obat dan Makanan. (Vide: Pasal 8 ayat (1) Jis. Pasal 36 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 39 ayat (2) UU
No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika). Sementara itu, Pasal 6 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan: “Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali
apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan
bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang
didakwakan atas dirinya.” Ketentuan ini mengandung sedikitnya 3 (tiga) asas hukum fundamental
sebagai dasar pemidanaan yaitu asas legalitas atau asas “tiada pidana tanpa aturan undang-undang
yang telah ada” (vide: Pasal 1 ayat (1) KUHP), asas culpabilitas yaitu asas “tiada pidana tanpa
kesalahan” (afwijzigheid van alle schuld) dan asas “tiada pidana tanpa sifat melawan hukum”
(afwijzigheid van alle materiele wederrechtelijkheid). Sedangkan merujuk pada ilmu hukum pidana,
kesalahan (schuld) terdiri dari kesengajaan (dolus/opzet) atau kealpaan (culpa). Yang dimaksud
dengan “kesengajaan” ialah perbuatan yang dikehendaki dan si pelaku menginsafi akan akibat dari
perbuatan itu. Sedangkan yang dimaksud dengan kealpaan adalah sikap tidak hati-hati dalam
melakukan suatu perbuatan sehingga menimbulkan akibat yang dilarang oleh Undang-Undang
disamping dapat menduga akibat dari perbuatan itu adalah hal yang terlarang. (Zain Al Ahmad,
http://catatansangpengadil.blogspot.com/2010/06/kerangkapikir-pembuktian-unsur-tanpa.html,
diunduh pada 5 September 2010) “Kesengajaan” (dolus/opzet) mempunyai 3 (tiga) bentuk yaitu; 1)
kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk). 2) kesengajaan dengan keinsyafan pasti (opzet als
zekerheidsbewustzijn) dan 3) kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan (dolus eventualis).
Sedangkan “kealpaan” (culpa) dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu kealpaan dengan kesadaran
(bewuste schuld) dan kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste schuld). (Vide: Leden Marpaung, “Asas-
Teori-Praktik Hukum Pidana”, Penerbit Sinar Grafika).
Berdasarkan fakta persidangan terungkap bahwa perkara ini bermula ketika Rudi Hartono dan Amin
Raharjo, pada 8 Juni 2018 melakukan observasi dan atau penyamaran setelah mendapat informasi
dari masyarakat tentang sering dijadikannya Jl. pasingan pulogadung jakarta timur sebagai tempat
transaksi narkotika. Pada tanggal yang sama diky bin herman di pinggir jalan Dari uraian di atas
tidak terlihat adanya unsur kesalahan, baik itu kesengajaan maupun kealpaan di diri terdakwa.
Dengan demikian, unsur ini tidak terbukti secara sah menurut hukum.
2. Tanggapan dan analisa yuridis terhadap unsur “Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I.”
halaman 4 dari 8
Sdr penuntut umum dalam dakwaannya menyebutkan bahwa dikcy menjual sabu seharag 150k
Sementara dalam tuntutannya Sdr penuntut umum menyatakan terdakwa terbukti menjadi perantara
dalam jual beli ketika mengantarkan sabu-sabu kepada pemesan in casu. Mencermati pada fakta yang
muncul selama jalannya proses persidangan, jelas sekali tidak terbukti bahwa Terdakwa telah
Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I. Oleh karenanya kesimpulan penuntut umum
yang menyatakan Terdakwa terbukti menjadi perantara dalam jual-beli narkotika, jelas menyesatkan.
Untuk membuktikan hal tersebut, kami hendak menyampaikan kembali hal-hal yang telah
diungkapkan penyidik amel dan eka maupun saksi a de charge. Keterangan amel selaku penyelidik di
bawah sumpah yang antara lain memberikan keterangan sebagai berikut: amel tidak melakuakn
transaksi, tak ada penyerahan barang bukti sabu-sabu dari Terdakwa;
Dengan demikian unsur “Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I,” tidak terbukti secara sah
menurut hukum. Oleh karena unsur kedua dan ketiga dalam Pasal ini tidak terbukti secara sah
menurut hukum, maka dakwaan primair sdr. penuntut umum Pasal 114 Ayat (1) UU No 35 Tahun
2009 tentang Narkotika tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
B. Unsur-unsur dari Pasal 112 Ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai
berikut: a. Setiap orang b. Tanpa hak atau melawan hukum c. Memiliki, menyimpan, menguasai,
atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman Meskipun tuntutan penuntut umum sudah
tidak terpenuhi, kami masih berkeyakinan, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan
Terdakwa juga tidak bersalah melanggar perbuatan sebagaimana diatur dalam dakwaan subsidair ini.
Untuk menunjukkan kebenaran pendapat kami ini, akan kami tunjukkan bagaimana unsur-unsur
dakwaan ini tidak sesuai dengan fakta yang ada di persidangan. Sama dengan dakwaan sebelumnya
kami membatasi hanya akan membahas unsur kedua dan ketiga dalam dakwaan ini.
1. Tanggapan atas unsur “tanpa hak atau melawan hukum” Dalam ajaran ilmu hukum (doktrin),
melawan hukum (wederrechtelitjk) dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu melawan hukum dalam arti
formil dan melawan hukum dalam arti materil. Lamintang sebagaimana dikutip oleh Leden
Marpaung, dalam “Asas-TeoriPraktik Hukum Pidana" Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-5
Tahun 2008 pada halaman 44-45, menjelaskan : “Menurut ajaran wederrechtelitjk dalam arti formil,
suatu perbuatan hanya dipandang sebagai bersifat wederrechtelitjk apabila perbuatan tersebut
memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan suatu delik menurut undang-undang. Adapun
menurut ajaran wederrechtelitjk dalam arti materil, apakah suatu perbuatan itu dapat dipandang
sebagai wederrechtelitjk atau tidak, masalahnya bukan saja harus ditinjau sesuai dengan ketentuan
hukum yang tertulis melainkan juga harus ditinjau menurut asas-asas hukum umum dari hukum tidak
halaman 5 dari 8
tertulis.” Senada dengan pendapat Lamintang di atas, Prof. Satochid Kartanegara sebagaimana
dikutip oleh Leden Marpaung, dalam “Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana" Penerbit Sinar Grafika,
Jakarta, Cetakan ke-5 Tahun 2008 pada halaman 45 menegaskan: “Wederrechtelitjk formil bersandar
pada undang-undang, sedangkan wederrechtelitjk materil bukan pada undang-undang namun pada
asas-asas umum yang terdapat dalam lapangan hukum atau apa yang dinamakan algemene beginsel.”
Lebih lanjut masih pada buku yang sama di halaman 46, Van Bemmel menguraikan tentang
“melawan hukum” antara lain: “1) bertentangan dengan ketelitian yang pantas dalam pergaulan
masyarakat mengenai orang lain atau barang; 2) bertentangan dengan kewajiban yang ditentukan
oleh undang-undang; 3) tanpa hak atau wewenang sendiri; 4) bertentangan dengan hak orang lain; 5)
bertentangan dengan hukum objektif.” Berkaitan dengan itu, dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika memuat ketentuan dimana dalam peredaran, penyaluran dan atau penggunaan Narkotika
harus mendapatkan izin khusus atau persetujuan dari Menteri sebagai pejabat yang berwenang atas
rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. (Vide: Pasal 8 ayat (1) Jis. Pasal 36 ayat (1)
dan ayat (3), Pasal 39 ayat (2) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika). Sementara itu, Pasal 6 ayat
(2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan: “Tidak seorang pun dapat
dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-
undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah
bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.” Ketentuan ini mengandung sedikitnya 3
(tiga) asas hukum fundamental sebagai dasar pemidanaan yaitu asas legalitas atau asas “tiada pidana
tanpa aturan undang-undang yang telah ada” (vide: Pasal 1 ayat (1) KUHP), asas culpabilitas yaitu
asas “tiada pidana tanpa kesalahan” (afwijzigheid van alle schuld) dan asas “tiada pidana tanpa sifat
melawan hukum” (afwijzigheid van alle materiele wederrechtelijkheid). Sedangkan merujuk pada
ilmu hukum pidana, kesalahan (schuld) terdiri dari kesengajaan (dolus/opzet) atau kealpaan (culpa).
Yang dimaksud dengan “kesengajaan” ialah perbuatan yang dikehendaki dan si pelaku menginsafi
akan akibat dari perbuatan itu. Sedangkan yang dimaksud dengan kealpaan adalah sikap tidak hati-
hati dalam melakukan suatu perbuatan sehingga menimbulkan akibat yang dilarang oleh Undang-
Undang disamping dapat menduga akibat dari perbuatan itu adalah hal yang terlarang. (Zain Al
Ahmad, http://catatansangpengadil.blogspot.com/2010/06/kerangka-pikirpembuktian-unsur-
tanpa.html, diunduh pada 5 September 2010) “Kesengajaan” (dolus/opzet) mempunyai 3 (tiga)
bentuk yaitu; 1) kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk). 2) kesengajaan dengan keinsyafan
pasti (opzet als zekerheidsbewustzijn) dan 3) kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan (dolus
eventualis). Sedangkan “kealpaan” (culpa) dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu kealpaan dengan
kesadaran (bewuste schuld) dan kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste schuld). (Vide: Leden
Marpaung, “AsasTeori-Praktik Hukum Pidana”, Penerbit Sinar Grafika).
halaman 6 dari 8
Berdasarkan fakta persidangan terungkap bahwa perkara ini
Melihat dari uraian di atas maka terlihat tak ada unsur kesalahan yang dilakukan oleh Terdakwa, baik
itu berupa kesengajaan maupun kealpaan. Karena tak ditemukan adanya kesalahan, maka beralasan
hukum untuk menyatakan bahwa unsur “tanpa hak atau melawan hukum” juga tak terbukti. Dengan
demikian unsur “tanpa hak atau melawan hukum” tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
2. Unsur “Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan
tanaman” Apa yang telah diuraikan dalam bagian unsur ‘tanpa hak atau melawan hukum’ di atas
dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dan satu kesatuan dalam uraian unsur ini. Berdasarkan fakta
di persidangan, baik itu keterangan amel maupun eka tak ada yang bisa menunjukkan dalam hal
bagaimana dan dengan cara apa narkotika bisa ada dalam kepemilikan Terdakwa.
Dari keterangan ini, maka sebenarnya terungkap mens rea (niat jahat) dan actus reus (perbuatan
jahat) dari Terdakwa adalah untuk memakai narkotika tersebut, artinya penguasaan narkotika oleh
Terdakwa bukanlah untuk menjual atau menjadi perantara ataupun hanya sekedar
mengkoleksi/menyimpan atau sebagai koleksi semata – mata. Namun hal ini didorong oleh
keinginan Terdakwa untuk memakai “barang” haram tersebut. Sayangnya tak satupun petugas
penyidik yang berusaha memeriksa Terdakwa apakah Terdakwa telah memakai narkotika tersebut
atau tidak. Bahwa telah menjadi rahasia umum, bahwa pengedar ataupun kurir profesional dari
Narkotika tidak akan pernah memakai Narkotika karena akan membahayakan kelangsungan bisnis
dari “barang” haram tersebut. Dengan demikian, unsur “Memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman” tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
menurut hukum. Oleh karena unsur kedua dan ketiga dalam Pasal 112 Ayat (1) UU Narkotika ini tak
terpenuhi, maka dakwaan subsidair ini juga harus dinyatakan tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum.
Namun demikian, jika Ibu Hakim tetap beranggapan dakwaan subsidair ini terpenuhi karena
Terdakwa dianggap terbukti ‘menguasai’ narkotika, maka kami berharap Ibu Hakim dapat
mempertimbangkan fakta berikut ini:
Maka merujuk pada uraian di atas, kiranya sangat tepat jika Ibu Hakim tidak memilih pemidanaan
pemenjaraan jika memandang Dakwaan Subsidair terbukti dilakukan Terdakwa
VI Kesimpulan dan Penutup
Ibu hakim yang kami muliakan Sdr. penuntut umum yang kami hormati Sdr. Terdakwa yang kami
cintai Setelah panjang lebar menanggapi surat dakwaan dan tuntutan sdr. penuntut umum,
perkenankan kami untuk menyampaikan kesimpulan sebagai berikut:

halaman 7 dari 8
1. Tak ada satu pun keterangan dari amel dan eka yang menyatakan bahwa Terdakwa telah
memperkenalkan dan atau mengantarkan terdakwa dan atau menyerahkan uang dan atau
menyerahkan sabu-sabu dari terdakwa kepada pembeli.
2. Tidak ada satu pun keterangan dari saksi yang melihat bagaimana dan dengan cara apa Terdakwa
memiliki atau menguasai narkotika jenis sabu-sabu.
7. Oleh karena tidak didukung atas fakta yang kuat yang mendukung pembuktian atas surat dakwaan
yang dituangkan kedalam surat tuntutan penuntut umum, maka terdakwa harus dibebaskan dari
segala dakwaan (vrijspraak) atau dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onslag van alle
rechtsvervolging).
Ibu hakim yang kami muliakan Sdr penuntut umum yang kami hormati Sdr Terdakwa yang kami
cintai Berdasarkan uraian-uraian di atas, saatnya kami menyampaikan permohonan kepada Ibu
Hakim agar berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa diki tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “tanpa hak atau melawan hukum menjadi perantara dalam jual-beli Narkotika Golongan I”
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan primair Pasal 114 Ayat (1) UU No 35
Tahun 2009 tentang Narkotika Jo. UU No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak;
2. Membebaskan Terdakwa diki dari segala dakwaan (vrijspraak) atau dilepaskan dari segala
tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging)
3. Memulihkan nama baik Terdakwa dalam harkat dan martabatnya di masyarakat.
4. Membebankan biaya perkara kepada negara.
5. Jika hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. Hormat kami Tim Kuasa
Hukum Terdakwa Pusat Bantuan Hukum PERADI Kami sependapat dengan

halaman 8 dari 8

Anda mungkin juga menyukai