Anda di halaman 1dari 13

TALAK, CERAI GUGAT, AKIBAT dan IDDAH

oleh:
1. Diana Nuraisah (1173050028)
2. Eli Saaripatusopa (1173050034)
3. Elivia (1173050035)
4. Fajar Hidayatullah (1173050039)
PENDAHULUAN
Dalam sebuah perkawinan selalu ada konflik, dewasa ini percerain bukan lagi
menjadi hal yang tabu di masyarakat, dalam agama perceraian diperbolehkan namun
merupakan suatu perkara yang dibenci Allah SWT.
Dalam melakukan perceraian seseorang haruslah mendaftarkan perkaranya ke
Pengadilan Agama untuk mengajukan gugatan, baik cerai talak atau cerai gugat
keduanya melewati proses persidangan yang sama hanya pengguat dan tergugat yang
berbeda dalam perceraian. Dalam cerai talak yang mengajukan gugatan permohonan
adalah suami, ssedangkan cerai gugat diajukan oleh istri.
Di Pengadilan Agama Cibinong setiap harinya ada lebih dari 100 sidang, lebih dari
80% merupakan perkara perceraian dengan jenis perkara cerai gugat, dengan usia
kurang dari 30 tahun. Biasanya 2 dari 3 perkara perceraian disebabkan karena kurang
terpenuhinya kebutuhan pihak penggugat atau masalah perekonomian.
Dari kasus diatas kita memahami bahwa selain cerai talak ada juga cerai gugat, ada
masa tunggu untuk wanita setelah dijatuhkannya talak, karena meskipun cerai gugat
diajukan oleh si istri tapi pada putusannya penggugat memohon kepada suami untuk
menjatuhkan talak satu melalui pengadilan agama.
PEMBAHASAN
A. Gugatan cerai (Al-Khulu)
Gugatan cerai, dalam bahasa Arab disebut Al-Khulu (ُ‫) ال ُخ ْلع‬. Kata Al-Khulu (ُ‫) ال ُخ ْلع‬
dengan didhommahkan hurup kha’nya dan disukunkan huruf Lam-nya, berasal dari kata
ِ ْ‫و‬E‫ ُع ْالش‬E‫)خ ْل‬.
(‫ب‬ ُ Maknanya melepas pakaian. Lalu digunakan untuk istilah wanita yang
meminta kepada suaminya untuk melepas dirinya dari ikatan pernikahan yang
dijelaskan Allah sebagai pakaian dalam Q.S Al-Baqarah: 187.
‫ه َُّن لِبَاسٌ لَ ُك ْم َوأَ ْنتُ ْم لِبَاسٌ لَه َُّن‬
“Mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka”

1
Sedangkan menurut pengertian syari’at, Al-Khulu ialah terjadinya perpisahan
(perceraian) antara sepasang suami-isteri dengan keridhaan dari keduanya dan dengan
pembayaran diserahkan isteri kepada suaminya.
Hukum Gugat Cerai (Khuluk) yang dilakukan istri pada suami dalam Islam adalah
sah dengan syarat yang ditentukan suami. Dalam konteks pemtusan hubungan
perkawinan, ada tiga metode dan istilah yang dipakai dalam fiqih Islam yaitu cerai talak
(talaq), gugat cerai (khuluk), dan fasakh.
Adapun hukum asal dari gugat cerai adalah boleh. Imam Nawawi menyatakan:
، ‫داق‬$$‫ل من الص‬$$‫ أو مال آخر أق‬، ‫ وسواء في جوازه خالع على الصداق أو بعضه‬، ‫وأصل الخلع مجمع على جوازه‬
، ‫ ويصح في حالتي الشقاق والوفاق‬، ‫أو أكثر‬
(Hukum asal dari khulu’ adalah boleh menurut ijmak ulama. Baik tebusannya berupa
seluruh mahar atau sebagian mahar atau harta lain yang lebih sedikit atau lebih banyak.
Khulu’ sah dalam keadaan konflik atau damai.)1
Adapun dalil haditsnya adalah hadits sahih yang mengisahkan tentang istri Tsabit
bin Qais bin Syammas bernama Jamilah binti Ubay bin Salil yang datang pada
Rasulullah dan meminta cerai karena tidak mencintai suaminya. Rasulullah lalu
menceraikan dia dengan suaminya setelah sang istri mengembalikan mahar
Pasangan suami istri yang bercerai dengan cara khuluk maka perceraiannya disebut
dengan talak ba’in bainunah sughro (talak bain kecil), yakni talak yang tidak boleh
dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah2.
Dalam konsekuensi talak bain sughro, Wahbah Al Zuhaili, seorang ulama fiqih
kontemporer, menyatakan:
‫رد‬$$‫ل بمج‬$$‫ك ال الح‬$$‫اق زوال المل‬$$‫أتي باالتف‬$‫ا ي‬$$‫غرى فيم‬$$‫ة ص‬$$‫ائن بينون‬$$‫ر الطالق الب‬$$‫ر أث‬$$‫ يظه‬:‫غرى‬$$‫البائن بينونة ص‬
‫ ولكن يبقى‬،‫د‬$$‫د جدي‬$$‫رأة إال بعق‬$$‫ة الم‬$$‫ق مراجع‬$$‫ وال يح‬،‫اعة الطالق‬$$‫ يحرم االستمتاع مطلقا ً والخلوة بعده س‬:‫الطالق‬
..‫ نقص عدد الطلقات التي يملكها الزوج كالطالق الرجعي‬ .‫ سواء في العدة أم بعدها بعقد جديد‬،‫الحل‬
(… konsekuensi hukum dari talak bain bainunah sughra menurut ijmak ulama adalah
(a) hilangnya kepemilikan, bukan kehalalan, karena talak. (b) Haram
istimta’[bercumbu] secara mutlak dan khalwat [berduaan]  setelahnya pada waktu talak.
(c) Suami tidak boleh rujuk pada istri kecuali dengan akad yang baru. (d) boleh menikah

1
Abu Syaraf An-Nawawi dalam Raudah at-Talibin 7/374;  Al-Hashni dalam Kifayatul Akhyar, III/40.
2
KHI (Kompilasi Hukum Islam) , Bab XVI Pasal 119

2
lagi baik dalam masa iddah atau setelahnya dengan akad yang baru. (e) Quota talak
yang dimiliki suami menjadi berkurang sebagaimana talak raj’i.)3
Suatu gugatan perceraian akan diakui negara dan akan memiliki kekuatan legal
formal apabila dilakukan di Pengadilan Agama dan diputuskan oleh seorang Hakim.
Untuk mengajukan gugatan cerai atau khulu’, seorang istri atau wakilnya dapat
mendatangi Pengadilan Agama (PA) di wilayah tempat tinggalnya. Bagi yang tinggal di
Luar Negeri, gugatan diajukan di PA wilayah tempat tinggal suami. Bila istri dan suami
sama-sama tinggal di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama di
wilayah tempat keduanya menikah dulu, atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Gugat cerai yang diajukan melalui lembaga pengadilan harus memenuhi syarat:
a. Suami berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya;
b. suami meninggalkan anda selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada ijin atau
alasan yang jelas dan benar, artinya: suami dengan sadar dan sengaja
meninggalkan anda;
c. suami dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih setelah perkawinan
dilangsungkan;
d. suami bertindak kejam dan suka menganiaya anda;
e. suami tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami karena cacat badan
atau penyakit yang dideritanya;
f. terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk
rukun kembali;
g. suami melanggar taklik-talak yang dia ucapkan saat ijab-kabul;
h. suami beralih agama atau murtad yang mengakibatkan ketidaakharmonisan
dalam keluarga.4
Gugat cerai pada dasarnya harus dilakukan atas sepengetahuan dan kerelaan suami.
Karena pihak yang memberi kata cerai dalam khuluk adalah suami. Jadi, kalau suami
tidak rela atau tidak mau meluluskan gugatan perceraian istri, maka khuluk tidak bisa
terjadi.
Namun demikian, dalam situasi tertentu Hakim di Pengadilan Agama dapat
meluluskan gugat cerai tanpa persetujuan atau bahkan tanpa kehadiran suami apabila
berdasarkan pertimbangan tertentu Hakim menganggap bahwa perceraian itu lebih baik
3
Wahbah Zuhaili, dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, IX/415.
4
Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975.

3
bagi pihak penggugat yaitu istri. Dalam konteks ini, maka hakim dapat menceraikan
keduanya bukan dalam akad khuluk tapi talak biasa. Dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah
dinyatakan:
‫ لم نزل نسمع عن الثقات وغيرهم أنه يضارها فيطلقها عليه الحاكم‬:‫وبضرر زوج لزوجته – نحو‬
(Disebabkan perilaku suami yang membahayakan istri, misalnya ada berita dari
sejumlah sumber terpercaya bahwa suami melakukan kekerasan pada istri, maka hakim
dapat menceraikan keduanya.)5
B. Talak
Talak menurut Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) adalah ikrar suami di hadapan
Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Mengenai talak
diatur lebih lanjut dalam Pasal 129, Pasal 130, dan Pasal 131 KHI. Pasal 129 KHI
berbunyi6:
“Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan
permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi
tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang
untuk keperluan itu.”
Talak Satu dan Talak Dua
Bahwa Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 229 mengatur hal talak, yaitu talak hanya
sampai dua kali yang diperkenankan untuk rujuk kembali atau kawin kembali antara
kedua bekas suami istri itu. Jadi apabila suami menjatuhkan talak satu atau talak dua, ia
dan istri yang ditalaknya itu masih bisa rujuk atau kawin kembali dengan cara-cara
tertentu.
Arti rujuk kembali ialah kembali terjadi hubungan suami istri antara seorang suami
yang telah menjatuhkan talak kepada istrinya dengan istri yang telah ditalak-nya itu
dengan cara yang sederhana. Caranya ialah dengan mengucapkan saja “saya kembali
kepadamu” oleh si suami di hadapan dua orang saksi laki-laki yang adil. Sedangkan
arti kawin kembali ialah kedua bekas suami istri memenuhi ketentuan sama seperti
perkawinan biasa, yaitu ada akad nikah, saksi, dan lain-lainnya untuk menjadikan
mereka menjadi suami istri kembali. Di Indonesia orang selalu menyebut kawin kembali
itu dengan sebutan rujuk7.

5
Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, XII/285.
6
Sayuti Thalib. 1986. Hukum Kekeluargaan Indonesia. UI-Press: Jakarta, 1986, hlm. 100
7
Ibid., hlm. 101

4
Mengenai talak satu atau talak dua ini disebut juga talak raj’i atau talak ruj’i, yaitu talak
yang masih boleh dirujuk yang pengaturannya terdapat dalam Pasal 118 KHI yang
berbunyi8:
“Talak raj'i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama
istri dalam masa iddah.”
Jadi, akibat dari talak kesatu dan kedua ini adalah suami istri dapat rujuk atau kawin
kembali.
Talak raj’I9 pada hakekatnya talak ini dijatuhkan satu kali oleh suami dan suami
dapat rujuk kembali dengan istri yang ditalaknya tadi. Dalam syariat Islam, talak raj’i
terdiri dari beberapa bentuk, antara lain: talak satu, talak dua dengan menggunakan
pembayaran tersebut (iwadl). Akan tetapi dapat juga terjadi talak raj’i yang berupa talak
satu, talak dua dengan tidak menggunakan iwadl juga istri belum digauli.
Talak Tiga
Berdasarkan Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 230, kalau seorang suami telah
menjatuhkan talak yang ketiga kepada istrinya, maka perempuan itu tidak halal lagi
baginya untuk mengawininya sebelum perempuan itu kawin dengan laki-laki lain.
Selengkapnya bunyi Surat Al-Baqarah ayat 230:
“Jika dia menceraikan perempuannya (sesudah talak dua kali), maka tiadalah halal
perempuan itu baginya, kecuali jika perempuan itu telah kawin dengan lelaki yang
lain. Dan jika diceraikan pula oleh lelaki lain itu, tiada berdosa keduanya kalau
keduanya rujuk kembali, jika keduanya menduga akan menegakkan batas-batas
Allah. Demikian itulah batas-batas Allah, diterangkannya kepada kaum yang akan
mengetahuinya.”
Maksudnya ialah kalau sudah talak tiga, perlu muhallil untuk membolehkan kawin
kembali antara pasangan suami isteri pertama. Arti muhallil ialah orang yang
menghalalkan. Maksudnya ialah si istri harus kawin dahulu dengan seorang laki-laki
lain dan telah melakukan persetubuhan dengan suaminya itu sebagai suatu hal yang
merupakan inti perkawinan. Laki-laki lain itulah yang disebut muhallil. Kalau pasangan
suami istri ini bercerai pula, maka barulah pasangan suami istri semula dapat kawin
kembali10.

8
Ibid., hlm. 103
9
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, PT Rineka Cipta: Jakarta, 2005, hlm. 132-133
10
Op.cit, hlm. 102

5
Talak tiga ini disebut juga dengan talak ba’in kubraa yang pengaturannya dapat kita
temui dalam Pasal 120 KHI yang berbunyi:
“Talak ba'in kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini
tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan
itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi
perceraian ba'da al dukhul dan habis masa iddahnya.”
Perempuan yang telah dijatuhi talak tiga ini harus sudah menikah dengan laki-laki
lain kemudian bercerai. Dalam keadaan demikian, perempuan tadi tidak dilarang
dinikahi lagi oleh laki-laki bekas suami pertama; hukum perkawinan tersebut tetap
halal.
Apabila terjadi seorang diupah oleh bekas suaminya pertama agar menikah dengan
bekas istrinya, kemudian mentalaknya dan oleh karena sesudah ditalak oleh laki-laki
yang diberi upah itu, bekas suami pertama (yang mengupah) mengawini perempuan itu
lagi. Keadaan seperti ini tidak dibenarkan di dalam syari’at Islam.
 Apabila seorang istri dijatuhkan talak satu atau talak dua oleh suaminya, maka
suami istri tersebut diperintahkan tetap tinggal satu rumah. Demikianlah ajaran islam,
karena dengan demikian suami diharapkan bisa menimbang kembali dengan melihat
istrinya yang tetap di rumah dan mengurus rumahnya. Demikian juga istri diharapkan
mau ber-islah karena melihat suami tetap memberi nafkah dan tempat tinggal11.
Meski demikian, ada yg berpendapat boleh dilakukan talak langsung talak 3 dengan
merujuk pada hadits: “Di masa Rasulullah SAW, Abu Bakr, lalu dua tahun di masa
khilafah ‘Umar muncul ucapan talak tiga dalam sekali ucap. ‘Umar pun berkata,
“Manusia sekarang ini sungguh tergesa-gesa dalam mengucapkan talak tidak sesuai
dengan aturan Islam yang dulu pernah berlaku, yaitu talak itu masih ada kesempatan
untuk rujuk. Karena ketergesa-gesaan ini, aku berharap bisa mensahkan talak tiga
sekali ucap.” Akhirnya ‘Umar pun mensahkan talak tiga sekali ucap dianggap telah
jatuh tiga kali talak.” (HR Muslim no 1472)
Merujuk pada hadits di atas, boleh saja seorang suami langsung menjatuhkan talak 3
sekaligus. Namun, seperti yang Umar katakan, bahwa perbuatan langsung talak 3
sebenarnya hal yang tergesa-gesa dan tidak sesuai dengan aturan Islam yang dulu
pernah berlaku, yakni jatuhnya 2 kali talak dan 2 kali rujuk. Jika seorang suami telah

11
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, PT Rineka Cipta: Jakarta, 2005, hlm. 128

6
mentalak 3 istrinya, lalu di kemudian hari menyesal dan ingin rujuk, maka seperti
penjelasan di atas, tidak diperbolehkan rujuk kecuali si istri telah menikah dengan orang
lain, disetubuhi suami barunya, dan diceraikan (ditalak)12.
C. IDDAH DALAM HUKUM ISLAM
Menurut bahasa kata iddah berasal dari kata al-„adad. Sedangkan kata al „adad
merupakan bentuk masdar dari kata kerja adda ya‟uddu yang berarti menghitung. Kata
al-„adad memiliki arti ukuran dari sesuatu yang dihitung dan jumlahnya. Adapun
bentuk jama‟ dari kata al-adad adalah al-adad begitu pula bentuk jama‟ dari kata iddah
adalah al-idad. Dan dikatakan juga bahwa seorang perempuan telah beriddah karena
kematian suaminya atau talak suami kepadanya.13
Adapun secara istilah fiqih ‘iddah berarti masa yang diperkirakan oleh syariat bagi
wanita untuk menunggu berlalunya masa tersebut dari mantan suami setelah adanya
perpisahan.14
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat dipahami bahwa ‘iddah merupakan
penghalang untuk melakukan perkawinan. Di dalam perceraian antara suami istri
belumlah positif, sehingga suami mendapat kesempatan berfikir kembali mengenai
kpeutusan yang diambilnya dan akhirnya dapat diharapkan untuk ruju‘ kembali.
Ringkasnya dengan adanya ‘iddah pintu untuk melakukan ruju‘ masih ada dan suami
istri yang bercerai bisa memiliki kesempatan tersebut dengan leluasa yang akhirnya bisa
diharapkan untuk membangun kembali rumah tangga yang harmonis dengan tanpa
melakukan akad baru.
‘Iddah hukumya wajib bagi wanita yang telah putus perkawinan dengan suaminya,
bukan laki-laki atau suaminya. Adapun kewajiban melakukan ‘iddah ini berlaku bagi
wanita-wanita berikut;
1. Wanita yang ditinggal wafat oleh suaminya setelah adanya akad nikah yang
sah, baik wanita tersebut sudah digauli maupun sebelum digauli
2. Wanita yang berpisah dengan suami sahnya, baik sebab talak, khulu‘, maupun
fasakh dan wanita tersebut telah digauli oleh suaminya
3. Wanita yang ditinggal mati suaminya, dan telah digauli akan tetapi dalam

12
Ibid., hlm. 129
13
Ibn Munzdir, Lisan al „Arab, hlm.702-703, (Beirut: Dar al-Kutub al „Ilmiyah)
14
Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Al-Ahwal ash- Shakhsiyah fi Sharti ati Al-Islamiyah, (Beirut;al-
Maktabah al-Alamiyah, 2003),346

7
perkawinan yang tidak sah atau sebab watj’i shubhat15
Kewajiban menjalani masa ‘iddah ini dapat dilihat dari beberapa ayat Al-Quran
diantaranya adalah :
1. Qs. Al-Baqoroh ayat 228
ِ ‫ق هَّللا ُ فِي أَرْ َحا ِم ِه َّن ِإ ْن ُك َّن ي ُْؤ ِم َّن بِاهَّلل‬
َ َ‫ن َما َخل‬Eَ ‫ات يَتَ َربَّصْ نَ بِأ َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَاَل ثَةَ قُرُو ٍء ۚ َواَل يَ ِحلُّ لَه َُّن أَ ْن يَ ْكتُ ْم‬
ُ َ‫َو ْال ُمطَلَّق‬
ِ ‫ك إِ ْن أَ َرادُوا إِصْ اَل حًا ۚ َولَه َُّن ِم ْث ُل الَّ ِذي َعلَ ْي ِه َّن بِ ْال َم ْعر‬
ۚ ‫ُوف‬ َ ِ‫ق بِ َر ِّد ِه َّن فِي ٰ َذل‬
ُّ ‫َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ َوبُعُولَتُه َُّن أَ َح‬

ِ ‫َولِل ِّر َجا ِل َعلَ ْي ِه َّن َد َر َجةٌ ۗ َوهَّللا ُ ع‬


‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬
Artinya “ Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-
suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu
tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”16
2. Qs. At-Talak ayat 4
‫ال‬ ُ ‫يض ِم ْن نِ َسائِ ُك ْم ِإ ِن ارْ تَ ْبتُ ْم فَ ِع َّدتُه َُّن ثَاَل ثَةُ أَ ْشه ٍُر َوالاَّل ئِي لَ ْم يَ ِحضْ نَ ۚ َوأُواَل‬
ِ ‫ت اأْل َحْ َم‬ ِ ‫َوالاَّل ئِي يَئِ ْسنَ ِمنَ ْال َم ِح‬
‫ق هَّللا َ يَجْ َعلْ لَهُ ِم ْن أَ ْم ِر ِه يُ ْس ًر‬ َ َ‫أَ َجلُه َُّن أَ ْن ي‬
ِ َّ‫ض ْعنَ َح ْملَه َُّن ۚ َو َم ْن يَت‬
Artinya “ Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka
masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan
yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu
ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa
kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.”17
Selain itu, kewajiabn iddah juga diterangkan dalam hadist nabi sebagai berikut :
‫َت تَحْ تَ َزوْ ِجهَا تُ ُوفِّ َي َع ْنهَا َو ِه َي‬ ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ َّن ا ْم َرأَةً ِم ْن أَ ْسلَ َم يُقَا ُل َلهَا ُسبَ ْي َعةُ َكان‬
َ ‫ج النَّبِ ِّي‬ ُ
ِ ْ‫ع َْن أ ِّم َسلَ َمةَ زَ و‬
ْ َ‫آخ َر اأْل َ َجلَي ِْن فَ َم ُكث‬
‫ت‬ ِ ‫ت أَ ْن تَ ْن ِك َحهُ فَقَا َل َوهَّللا ِ َما يَصْ لُ ُح أَ ْن تَ ْن ِك ِحي ِه َحتَّى تَ ْعتَدِّي‬ ْ َ‫ك فَأَب‬ ٍ ‫ُح ْبلَى فَ َخطَبَهَا أَبُو ال َّسنَابِ ِل بْنُ بَ ْع َك‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل ا ْن ِك ِحي‬ ْ ‫قَ ِريبًا ِم ْن َع ْش ِر لَيَا ٍل ثُ َّم َجا َء‬
َّ ِ‫ت النَّب‬
َ ‫ي‬
Artinya “ Dari Ummu Salamah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya
seorang wanita dari Aslam bernama Subai’ah ditinggal mati oleh suaminya dalam

15
Muhammad ad-Dusuqi AL-Ahwal ash-Shksyiyah Fil Madhabi ash-Shafi’i ( Darus salam, 2011)
16
Kemenag RI, Al-Quran dan tafsirnya jilid 1 ( Jakarta: Widya Cahaya, 2011),336
17
Ibid, 346

8
keadaan hamil. Lalu Abu Sanâbil bin Ba’kak melamarnya, namun ia menolak menikah
dengannya. Ada yang berkata, “Demi Allâh, dia tidak boleh menikah dengannya hingga
menjalani masa iddah yang paling panjang dari dua masa iddah. Setelah sepuluh malam
berlalu, ia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Menikahlah!” [HR al-Bukhâri no. 4906].
Adapun dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 11 ayat (1) dan (2)
dijelaskan ‚Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu
tunggu; Tenggang waktu atau jangka waktu tunggu sebagaimana ayat (1) akan diatur
dalam peraturan pemerintah lebih lanjut”.
Masa ‘iddah dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 153 mempunyai beberapa macam
yang diklasifikasikan menjadi empat macam yaitu: 1. Putus perkawinan karena
ditinggal mati suaminya; 2. Putus perkawinan karena perceraian; 3.Putus perkawinan
karena khulu‘ fasakh, dan li‘an; dan 4. Istri ditalak raj‘i kemudian ditinggal mati
suaminya pada masa ‘iddah.18
Selain itu dijelaskan pula dalam KHI pasal 170 mengenai masa berkabung dalam
masa ‘iddah, bahwa ‚Istri yang ditinggal mati oleh suaminya wajib melaksanakan
masa berkabung selama masa ‘iddah sebagai tanda turut berduka cita dan sekaligus
menjaga timbulnya fitnah; Suami yang ditinggal mati oleh istrinya, melaksanakan
masa berkabung menurut kepatutan.
Ada tiga macam ‘iddah, yaitu ‘iddah dengan tiga kali suci, ‘iddah dengan beberapa
bulan, dan ‘iddah dengan melahirkan kandungan.19
a. Iddah dengan tiga kali suci
Iddah dengan tiga kali suci ini berlaku apabila wanita ber‘iddah karena
putusnya perkawinan yang bukan sebab kematian, dan wanita tersebut masih
mengalami haid serta telah adanya hubungan suami isteri. Sebagaimana firman
Allah dalam Surat al-Baqarah Ayat 228.
b. Iddah dengan beberapa bulan
Masa ‘iddah dengan beberapa bulan ini berlaku dalam dua kondisi, yaitu:
Pertama, wanita yang telah berpisah dengan suaminya dan tidak mengalami haid.
Baik wanita yang tidak haid karena belum baligh, sudah terputus haidnya,

18
Zaidnuddin Ali, Hukum Perdata Islam Indonesia,( Jakarta : sinar garfika, 2006)
19
Abdul aziz muhammad Azzam dan abdul Wahab sayyed hawwas, Fiqih Munakahat, (Jakarta, amzah,
2011)

9
maupun wanita yang sama sekali tidak mengalami haid, dan telah melakukan
hubungan suami isteri dengan suaminya. Maka ‘iddah mereka adalah selama tiga
bulan. Sebagaimana firman Allah dalam Surat At-Talaq ayat 4. Kedua, bagi wanita
yang ditinggal mati oleh suaminya baik setelah adanya hubungan suami isteri
maupun belum. Maka ‘iddahnya selama empat bulan sepuluh hari.20
c. Iddah karena kematian suaminya
Putusnya perkawinan disebabkan karena kematian suami maka apabila isteri
dalam keadaan hamil iddah-nya sampai melahirkan. Mayoritas ulama menurut Ibn
Rusyd berpendapat bahwa masa iddah perempuan tersebut adalah sampai
melahirkan, meskipun selisih waktu kematian suami hingga ia melahirkan hanya
setengah bulan atau kurang dari empat bulan sepuluh hari. Sementara menurut
Malik dan Ibn „Abbas dan Ali bin Abi Talib masa iddah perempuan tersebut
diambil waktu yang terlama dari dua jenis iddah tersebut apakah empat bulan
sepuluh hari atau sampai melahirkan.
Ini berarti bahwa ayat dari Surat at-Talaq Mentakhsis ayat Surat al-Baqarah yang
menjelaskan iddah bagi isteri yang ditinggal mati oleh suaminya adalah empat bulan
sepuluh hari. Hal ini karena ayat Surat at Talaq diturunkan setelah ayat Surat al
Baqarah. Dan bagi isteri yang tidak dalam keadaan hamil iddahnya adalah empat bulan
sepuluh hari berdasarkan Surat al Baqarah ayat 234. Dalam hal ini tidak ada perbedaan
baik isteri masih kecil atau sudah dewasa, muslim atau kitabiyah begitu pula apakah
sudah melakukan hubungan atau belum karena iddah dalam kondisi seperti ini adalah
untuk menunjukkan kesedihan dan rasa belas kasih atas kematian suami sehingga
disyaratkan bahwa akadnya sahih, jika akadnya fasid maka iddahnya dengan haid
karena untuk mengetahui kebersihan rahim. Semua ketentuan ini adalah bagi isteri yang
merdeka sementara jika isteri adalah hamba sahaya dan hamil maka iddahnya sama
dengan isteri yang merdeka yaitu sampai melahirkan dan jika tidak hamil dan masih
mengalami haid iddahnya adalah dua kali haid.

D. Akibat putusnya perkawinan


Akibat Talak disebutkan dalam KHI passal 149 yaitu apabila perkawinan putus
karena talak, maka bekas suami wajib:
20
Abdul aziz muhammad Azzam dan abdul Wahab sayyed hawwas, Fiqih Munakahat: Jakarta, amzah,
2011

10
a. memberikan mut`ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau
benda, kecualibekas isteri tersebut qobla al dukhul;
b. memberi nafkah, maskah dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah,
kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak ba1in atau nusyur dan dalam keadaan
tidak hamil;
c. melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separoh apabila qobla al
dukhul;
d. memeberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur
21 tahun
Selain hal diatas adapula akibat hukum akibat talak yaitu bekas suami berhak
melakukan ruju` kepada bekas istrinya yang masih dalam iddah, bekas isteri selama
dalam iddah, wajib menjaga dirinya, tidak menerima pinangan dan tidak menikah
dengan pria lain dan bekas isteri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya
kecuali ia nusyuz.
Akibat Khuluk disebutkan padda pasal 161 KHI Perceraian dengan jalan khuluk
mengurangi jumlah talak dan tak dapat dirujuk.

Kesimpulan

11
Hukum Gugat Cerai (Khuluk) yang dilakukan istri pada suami dalam Islam adalah
sah dengan syarat yang ditentukan suami. Pasangan suami istri yang bercerai dengan
cara khuluk maka perceraiannya disebut dengan talak ba’in bainunah sughro (talak bain
kecil). Khuluk, sebagaimana halnya talak, dapat dilakukan secara langsung antara suami
istri tanpa melibatkan hakim dan pengadilan agama. Untuk mengajukan gugatan cerai
atau khulu’, seorang istri atau wakilnya dapat mendatangi Pengadilan Agama (PA).
Gugat cerai pada dasarnya harus dilakukan atas sepengetahuan dan kerelaan suami.
Karena pihak yang memberi kata cerai dalam khuluk adalah suami. Jadi, kalau suami
tidak rela atau tidak mau meluluskan gugatan perceraian istri, maka khuluk tidak bisa
terjadi. Namun demikian, dalam situasi tertentu Hakim di Pengadilan Agama dapat
meluluskan gugat cerai tanpa persetujuan atau bahkan tanpa kehadiran suami apabila
berdasarkan pertimbangan tertentu Hakim menganggap bahwa perceraian itu lebih baik
bagi pihak penggugat yaitu istri.
Talak menurut Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) adalah ikrar suami di hadapan
Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Mengenai talak
diatur lebih lanjut dalam Pasal 129, Pasal 130, dan Pasal 131 KHI. Pasal 129 KHI.
Iddah berasal dari kata al-„adad. Sedangkan kata al „adad merupakan bentuk
masdar dari kata kerja adda ya‟uddu yang berarti menghitung. Kata al-„adad memiliki
arti ukuran dari sesuatu yang dihitung dan jumlahnya. Adapun bentuk jama‟ dari kata
al-adad adalah al-adad begitu pula bentuk jama‟ dari kata iddah adalah al-idad. Dan
dikatakan juga bahwa seorang perempuan telah beriddah karena kematian suaminya
atau talak suami kepadanya.
Akibat hukum bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:
memberikan mut`ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda,
kecualibekas isteri tersebut qobla al dukhul, memberi nafkah, maskah dan kiswah
kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak ba1in
atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil, melunasi mahar yang masih terhutang
seluruhnya, dan separoh apabila qobla al dukhul, memeberikan biaya hadhanan untuk
anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun , sedangkan akibat hukum khuluk
adalah Perceraian dengan jalan khuluk mengurangi jumlah talak dan tak dapat dirujuk.

12
Daftar Pustaka
Abdul aziz muhammad Azzam dan abdul Wahab sayyed hawwas. 2011. Fiqih
Munakahat: Jakarta. amzah.
Sudarsono, 2005. Hukum Perkawinan Nasional. PT Rineka Cipta: Jakarta.
Sayuti Thalib. 1986. Hukum Kekeluargaan Indonesia. UI-Press: Jakarta.

Media
Abu Syaraf An-Nawawi dalam Raudah at-Talibin 7/374;  Al-Hashni dalam Kifayatul
Akhyar, III/40.
Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, XII/285.
Ibn Munzdir, Lisan al „Arab. Beirut: Dar al-Kutub al „Ilmiyah
Muhammad ad-Dusuqi AL-Ahwal ash-Shksyiyah Fil Madhabi ash-Shafi’i. Darus salam,
2011
Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, 2003. Al-Ahwal ash- Shakhsiyah fi Sharti ati Al-
Islamiyah. Beirut;al-Maktabah al-Alamiyah
Kemenag RI, 2011. Al-Quran dan tafsirnya jilid 1. Jakarta: Widya Cahaya, 2011
Wahbah Zuhaili, dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, IX/415.

Peraturan
Kompilasi Hukum Islam
Undang-undang perkawinan

13

Anda mungkin juga menyukai