Anda di halaman 1dari 4

Istilah-istilah dalam Hukum Acara Perdata SUDAH

Posted: Juni 30, 2010 in syari'ah

Istilah-istilah dalam Hukum Acara Perdata:

1. Kekuasaan Relatif

Diartikan sebagai kekuasaan Pengadilan yang satu jenis dan


satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan
Pengadilan yang sama jenis dan sama tingkatan lainnya

Contoh: Pengadilan Negeri Magelang dengan Pengadilan


Negeri Purworejo satu jenis, sama-sama lingkungan
Pengadilan Umum dan sama-sama Pengadilan tingkat pertama

2. Kekuasaan Absolut

Artinya kekuasaan Pengadilan yang berhubungan dengan


jenis perkara atau jenis Pengadilan atau tingkatan Pengadilan,
dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis
Pengadilan atau tingkatan Pengadilan lainnya.

Contoh: Pengadilan Agama berkuasa atas perkara perkawinan


bagi mereka yang beragama Islam, sedangkan bagi yang
bukan Islam menjadi kekuasaan Pengadilan Umum.3.
Exceptie atau Eksepsi
Artinya tangkisan, maksudnya adalah bantahan atau tangkisan
dari tergugat yang diajukannya ke Pengadilan karena tergugat
digugat oleh penggugat yang tujuannya supaya Pengadilan
tidak menerima perkara yang diajukan oleh penggugat karena
adanya alasan tertentu.
4. Banding yang di sebut juga appel

Ialah permohonan pemeriksaan kembali terhadap putusan atau


penetapan Pengadilan tingkat pertama karena merasa tidak
puas atas putusan atau penetapan tersebut, ke Pengadilan
tingkat banding yang mewilayahi Pengadilan tingkat pertama
yang bersangkutan melalui Pengadilan tingkat pertama yang
memutus tersebut, dalam tenggang waktu tertentu dan dengan
syarat-syarat tertentu.

5. Kasasi

Artinya mohon pembatalan terhadap putusan/ penetapan


Pengadilan tingkat pertama atau terhadap putusan Pengadilan
tingkat banding ke Mahkamah Agung di Jakarta, melalui
Pengadilan tingkat pertama yang dahulu memutus, karena
adanya alasan tertentu, dalam waktu tertentu dan dengan
syarat-syarat tertentu.

6. Petitum

Yaitu hal-hal apa yang diinginkan atau di minta oleh


penggugat agar diputuskan, ditetapkan dan atau diperintahkan
oleh hakim.

7. Posita atau Fundamenteum Petendi

Suatu gugatan harus memuat gambaran yang jelas mengenai


duduknya persoalan, dengan lain perkataan dasar gugatan
harus dikemukakan dengan jelas.

8. Perstek atau Verstek


Adalah pernyataan, bahwa tergugat tidak hadir, meskipun ia
menurut hukum acara harus dating. Perstek hanya dapat
dinyatakan, apabila pihak tergugat kesemuanya tidak dating
menghadap pada sidang yang pertama, dan apabila perkara
diundurkan sesuai dengan pasal 126 H.I.R., juga pihak
tergugat kesemuanya tidak datang menghadap lagi.

9. Verzet

Artinya perlawanan terhadap putusan verstek yang telah


dijatuhkan oleh Pengadilan tingkat pertama, yang diajukan
oleh tergugat yang diputus verstek tersebut, dalam waktu
tertentu, yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama yang
memutus itu juga.

10. Nebis in idem

Proses selesai sama sekali dan seandainya suatu waktu


diajukan kembali persoalan yang sama oleh salah satu pihak
tersebut atau oleh ahliwaris dan mereka yang mendapatkan
hak daripadanya, maka gugatan terakhir ini akan dinyatakan
nebis in idem dan karenanya dinyatakan tidak dapat diterima.

11. Akta Otentik

Menurut Pasal 165 H.I.R. adalah surat yang dibuat oleh atau
di hadapan pegawai umum yang berkuasa akan membuatnya,
mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan
ahliwarisnya serta sekalian orang yang mendapat hak
daripadanya, yaitu tentang segala hal, yang tersebut dalam
surat itu dan juga tentang yang tercantum dalam surat itu
sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut kemudian itu
hanya sekedar yang di beritahukan itu langsung berhubung
dengan pokok dalam akta itu.

12. Replik

Jawaban pertama, baik lisan ataupun tertulis dari tergugat.

13. Duplik

Jawaban penggugat atas jawaban itu (tergugat).

14. Prodeo

Perkara-perkara yang diperiksa secara prodeo berdasarkan


ketentuan pasal 237 H.I.R. artinya tanpa bayaran.

15. Asas legitima persona standi in judicio

Setiap orang yang merasa memiliki dan ingin menuntut,


mempertahankan atau membela hak tersebut berwenang untuk
bertindak selaku para pihak, baik sebagai tergugat atau
penggugat.

DAFTAR PUSTAKA

· Dr. H. Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996

· Retnowulan Sutantio, SH., Iskandar Oeripkartawinata, SH., Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Bandung:

Penerbit Mandar Maju, 1997

Anda mungkin juga menyukai