Anda di halaman 1dari 93

ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHIWABAROKATUH

MATA KULIAH Hukum Acara Pidana, Perdata dan TUN


SEMESTER V NIDYA PRAJA IPDN KAMPUS NTB
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

O
L
E
H
Drs. H. Abdul Wahab, SH., MH.

DOSEN INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI KAMPUS NTB


.
Pada pertemuan Pertama Kali ini akan
membahas 3 Materi Perkuliahan sekaligus
secara beruruan yaitu :
1. Hukum Acara Pidana
2. Hukum Acara Perdata
3. Hukum Acara TUN
CPMK: Memahami Selayang Pandang
Sejarah Hukum Acara Pidana
Bahan Kajian (Materi Pembelajaran) :
1.Memahami Hukum Acara Pidana Sebelum
Kolonial .
2.Memahami IR dan HIR
3. Memahami lahirnya Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP)
1.MEMAHAMI HUKUM ACARA PIDANA
SEBELUM KOLONIAL .
 ACARA PIDANA SEBELUM ZAMAN KOLONIAL
⮚ Pada waktu penjajah Belanda pertama kali
menginjakan kakinya dibumi nusantara, negeri ini
tidaklah gersang dari lembaga tata negara dan
lembaga tata hukum. Telah tercipta hukum yang lahir
dari masyarakat tradisional sendiri yang kemudian
disebut hukum adat.
⮚ Pada umumnya pada masyarakat primitif
pertumbuhan hukum privat dan hukum publik dalam
dunia moderen, tidak membedakan kedua bidang
hukum itu. Hukum acara perdata tidak terpisah dari
hukum acara pidana, baik di Indonesia maupun
didunia barat (termasuk Belanda). Tuntutan perdata
dan tuntutan pidana merupakan kesatuan, termasuk
lembaga-lembaganya.
Jadi lembaga seperti jaksa atau penunut
umum adalah lembaga baru. Tidak terdapat
masyarakat primitif. Prancis biasa disebut
orang sebagai tempat kelahiran lembaga itu.
Pada bagian belakang dapat dibaca bahwa
istilah jaksa sendiri yang berasal dari bahasa
Sansekerta adhyaksa artinya sama dengan
hakim pada dunia moderen sekarang ini.
⮚ Supomo menunjukan bahwa pandangan rakyat Indonesia
terhadap alam semesta merupakan suatu totalitas. Manusia
beserta makhluk yang lain dengan lingkungannya
merupakan kesatuan.
⮚ Menurut alam pikiran itu, yang paling utama ialah
keseimbangan atau hubungan harmonis yang satu dari yang
lain. Segala perbuatan yang menggangu keseimbangan
tersebut merupakan pelanggaran hukum (adat).
⮚ Pada tiap pelanggaran hukum para penegak hukum mencari
bagaimana mengembalikan keseimbangan yang terganggu
itu. Mungkin hanaya berupa pembayaran keseimbangan
yang terganggu itu.
⮚ Hukum pembuktian pada masyarakat tradisional Indonesia
sering digantungkan pada kekuasaan Tuhan.
⮚ Didaerah Wojo dahulu dikenal cara pembuktian dengan
membuat asap pada abu raja yang dianggap paling adil dan
bijaksana (Puang ri Magalatung). Kemana asap itu
mengarah pihak itulah yang dipandang paling benar.Sistem
pimidanaannya pun sangat sederhana.
Bentuk-bentuk sanksi hukum adat (dahulu) dihimpun
dalam Pandecten van het Adatrecht bagian X yang
disebut juga :
1. Pengganti kerugian “immateriil” dalam pelbagi rupa
seperti paksaan menikahi gadis yang telah
dicemarkan
2. Bayaran “ uang adat “ kepada orang yang terkena,
yang berupa benda yang sakti sebagai pengganti
kerugian rohani.
3. Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat
dan segala kotoran gaib
4. Penutup malu, permintaan maaf
5. Pelbagai rupa hukuman badan, hingga hukuman mati
6. Pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang
diluar tata hukum
 PERUBAHAN PERUNDANG-UNDANGAN
DINEGERI BELANDA YANG DENGAN ASAS
KONKORDANSI DIBERLAKUKAN PULA
DIINDONESIA
KUHAP yang dipandang produk nasional, bahkan
ada yang menyebutkannya suatau karya agung,
merupakan penerusan pula asas-asas hukum
acara pidana yang ada dalam HIR ataupun Ned
strafvordering 1926 yang lebih moderen itu.
Dalam usaha menengok masa lampau itu kita
terbawa oleh arus kepada perubahan penting
perundang-undangan dinegeri Belanda pada
tahun 1838, pada waktu mana mereka baru saja
terlepas dari penjajahan Prancis.
Pada waktu itu, golongan legis yaitu yang
memandang bahwa semua peraturan hukum
seharusnya dalam bentuk undang-undang
sangat kuat. Berlaku ketentuan pada waktu itu
bahwa kelaziman-kelaziman tidak merupakan,
kecuali bilamana kelaziman tersebut ditunjuk
dalam undang-undang ( aturan hukum
yanghukum yang tertulis dan terbuat dengan
sengaja )
Pada tahun 1747 VOC telah mengatur
organisasi peradilan pribumi dipedalan, yang
langsung memikirkan tentang “Javasche
wetten” (undang-undang Jawa). Hal itu
diteruskan pula oleh Daendels dan Raffls
untuk menyelami hukum adat sepanjang
pengetahuannya. Tetapi dengan kejadian di
negeri Belanda tersebut, maka usaha ini
ditangguhkan.
Sebelum berlakunya perunang-undangan baru
dinegeri Belanda, yaitu dalam tahun 1836.
scholten van Oud-Haarlem telah menyatakan
kesediannya untuk mempersiapkan
perundang-undangan baru diHindia Belanda
disamping jabatannya sebagai presidan
Hooggerechtshof. Ia memangku jabatannya itu
pada tahun 1837 dan bersama dengan Mr. van
Vloten dan Mr P. Mijer, ia diangkat oleh
gubernur jendral de Eerens sebagai panitia
untuk mempersiapkan perundang-undangan
baru iu di hindia Belanda.
2.MEMAHAMI IR DAN HIR
   INLANDS REGLEMENT KEMUDIAN HERZIENE
INLANDS REGLEMENT
⮚ Salah satu peraturan yang mulai berlaku pada
tanggal 1 mei 1848 berdasarkan pengumuman
Gubernur Jendral tanggal 3 desember 1847
Sld Nomor 57 ialah Inlands Reglement atau
disingkat IR. Mr Wichers mengadaan
beberapa perbaikan atas anjuran Gubernur
Jendral, tetapi ia mempertahankan hasil
karyanya itu pada umumnya.
⮚ Akhirnya, reglemenn tersebut disahkan oleh
Gubernur Jendral, dan diumumkan pada
tanggal 5 april 1848, Sbld nomor 16, dan
dikuatkan dengan firman Raja tanggal 29
september 1849 \nomor 93, diumumkan
dalam Sbld 1849 nomor 63. Dengan Sbld 1941
nomor 44 di umumkan kembali dengan
Herziene Inlands Reglement atau HIR. Yang
terpenting dari perubahan IR menjadi HIR
ialah dengan perubahan itu dibentuk lembaga
openbaar ministerie atau penuntut umum,
yag dahulu ditempatkan dibawah
pamongpraja
Dengan perubahan ini maka openbaar
ministerie (OM) atau parket itu secara bulat
dan tidak terpisah-pisahkan (een en
ondeelbaar) berada dibawah officier van
justitie dan procureur generaal. Dalam praktek
IR masih masih berlaku disamping HIR dijawa
dan madura. HIR berlaku dikota-kota besar
seperti jakarta (batavia), Bandung, Semarang,
Surabaya, Malang, dan lain-lain, sedangkan di
kota-kota lain berlaku IR.
Untuk golongan bumiputera, selain yang telah
disebutkan dimuka, masih ada pengadilan lain
seperti districhtsgerecht, regentshapsgerecht,
dan luar jawa dan madura terdapatterdpat
magistraatsgerecht menurut ketentuan
Reglement Buitengewesten yang memutus
perkara perdata yang kecil-kecil. Sebagai
pengadilan yang tertinggi meliputi seluru
“Hindia Belanda”, ialah Hooggerechtshof yang
putusan-putusannya disebut arrest.
Tugasnya diatur dalam pasal 158 Indische
Staatsregeling Inladsch Reglement (I.R) yang
mengatur tentang hukum acara perdata dan
hukum acara pidana di depan persidangan
landraad bagi mereka yang tergolong penduduk
Indonesia dan timur asing dan hanyalah berlaku
bagi daerah jawa dan madura yang diterapkan
ketentuan Rechtsreglement voor de
buitengewesten (Rbg, Stb.927-227);
dan RO. Reglement op de Rechterlijke
Organisatie (R.O) yang mengatur tentang susunan
organisasi kehakiman dan kebijaksanaan
mengadili;
ACARA PIDANA PADA ZAMAN PENDUDUKAN
JEPANG DAN SESUDAH
PROKLAMASI KEMERDEKAAN
⮚ Pada zaman pendudukan jepang, pada umumnya
tidak terjadi perubahan aasi kecuali hapusnya
Raad van justitie sebagai pengadilan untuk
golongan Eropa. Dengan undang-undang (osamu
serei) nomor 1 tahun 1942 yang mulai berlaku
pada tanggal 7 maret 194, dikelurkan aturan
peralihan dijawa dan madura.
⮚ Dengan demikian, cara pidana pun pada
umumnya tidak berubah, HIR dan Reglement
voor de Buitengewesten serta
Landgerechtsreglement berlaku untuk
pengadilan negeri (Tihoo Hooin). Pengadilan
tinggi (koot Hooin) den pengadilan Agung
(Saiko Hooin). Susunan pengadilan ini diatur
dengan Osamu Serei nomor 3 tahun 1942
tanggal 20 september 1942.
Perbandingan antara HIR dan KUHPidana
⮚ HIR:
a. Hukum formal atau mengatur bagaimana
penegakan atau pelaksanaan BW
b. Kedudukannya ada pada lapangan hukum privat
c. Berlaku sebagian daerah (p.Jawa dan Madura)
⮚ KUHPpidana:
a. Merupakan hukum materiil
b. Kedudukannya ada pada lapangan public
c. Berlaku untuk seluruh Indonesia
  HUKUM ACARA PIDANA MENURUT UNDANG –
UNDANG NOMOR 1 (DRT) TAHUN 1951
Dengan undang – undang tersebut dapat
dikatakan telah diadakan unifikasi hukum acara
pidanadan susunanpengadilan yang beraneka
ragam sebelumnya. Menurut Pasal 1 undang –
undang tersebut dihapus yaitu sebagai berikut :
1. Mahkamah Yustisi di Makasar dan alat penuntut
umum padanya.
2. Appelraad di Makasar.
3. Apeelraad di Medan.
4. Segala pengadilan Negara dan segala landgerecht
(cara baru) dan alat penuntut umum padanya.
5. Segala pengadilan kepolisian dan alat penuntut
umum padanya.
6. Segala pengadilan magistraad (pengadilan
rendah).
7. Segala pengadilan kabupaten
8. Segala raad distrik.
9. Segala pengadilan negorij.
10.Pengadilan swapraja.
11.Pengadilan adat.
Hakim perdamaian desa yang diatur oleh Pasal 3a
RO itu masih berhak hidup dengan alasan sebagai
berikut :
1. Yang dicabut oleh KUHAP ialah yang mengenai
acara pidana sedangkan HIR dan Undang –
undang Nomor 1 (drt) 1951 juga mengatur acara
perdata dan hukum pidana materiil.
2. Undang – undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman juga tidak menghapusnya.
3. MEMAHAMI LAHIRNYA KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA
PIDANA (KUHAP)
LAHIRNYA KITAB UNDANG – UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA
Setelah lahirnya orde baru terbukalah
kesempatan  untuk membangun segala segi
kehidupan. Puluhan undang – undang
diciptakan, terutama merupakan pengganti
peraturan warisan kolonial.
Sejak Oemar Seno Adji menjabat Menteri
Kehakiman, dibentuk suatu panitia di departemen
Kehakiman yang bertugas menyusun suatu
rencana undang – undang Hukum Acara Pidana.
Pada waktu Mochtar Kusumaatmadja
menggantikan Oemar Seno Adji menjadi Menteri
Kehakiman, penyempurnaan rencana itu
diteruskan.
Pada Tahun 1974 rencana terseut dilimpahkan
kepada Sekretariat Negara dan kemudian dibahas
oleh empat instansi, yaitu Mahkamah Agung,
Kejaksaan Agung, Hankam termasuk didalamnya
Polri dan Departemen Kehakiman.
Setelah Moedjono menjadi Menteri
Kehakiman, kegiatan dalam penyusunan
rencana tersebut diitensifkan. Akhirnya,
Rancangan Undang – undang Hukum Acara
Pidana itu disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk dibahas dengan
amanat Presiden pada tanggal 12
September1979 Nomor R.08/P.U./IX/1979.
Yang terakhir menjadi masalah dalam
pembicaran Tim Sinkronisasi dengan wakil
pemerintah, ialah pasal peralihan yang
kemudian dikenal dengan Pasal 284.
⮚ Pasal 284 ayat (2) menjajikan bahwa dalam 2 tahun
akan diadakan perubahan peninjauan kembali
terhadap hukum acara pidana khusus seperti misalnya
yang terdapat dalam Undang – undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
⮚ Tapi kenyataannya setelah 19 tahun berlakunya
KUHAP, tidak ada tanda – tanda adanya usaha untuk
meninjau kembali acara khusus tersebut, bahkan
dengan PP Nomor 27 Tahun 1983 telah ditegaskan
oleh Pemerintah bahwa penyidikan delik – delik dalam
perundang – undangan pidana khusus tersebut,
dilakukan oleh berikut ini.
1. Penyidik
2. Jaksa.
3. Pejabat Penyidik yang berwenang yang lain, berdasarkan
peraturan perundang – undangan (Pasal 17 PP Nomor 27
Tahun 1983).
Rancangan Undang – Undang Hukum Acara
Pidana disahkan oleh siding paripurna DPR
pada tanggal 23 September 1981, kemudian
Presiden mengesahkan menjadi undang –
undang pada tanggal 31 Desember 1981
dengan nama KITAB UNDANG – UNDANG
ACARA PIDANA (Undang – undang Nomor 8
Tahun 1981, LN 1981 Nomor 76, TLN Nomor
3209.
Terima Kasih
CPMK: Mampu membedakan Asas-
Asas Hukum Acara Perdata
Bahan Kajian (Materi Pembelajaran) :
1. Mampu membedakan Asas-Asas Hukum
Acara Perdata
1.MAMPU MEMBEDAKAN ASAS – ASAS HUKUM
PERDATA (PENGANTAR HUKUM INDONESIA)
HUKUM PERDATA

Difinisi :Hukum antara perorangan, hukum yang


mengatur hak dan kewajiban dari perseorangan yang
satu terhadap yang lainnya didalam pergaulan
masyarakat dan didalam hubungan keluarga (Scholten)
SEJARAH :
  Hukum Perdata Eropa (Ps 131 (2b) Indische
Staatregeling) berlaku untuk golongan :
1.  Eropa tanpa kecuali
2.  Golongan Timur Asing Cina dengan beberapa
pengecualian berdasarkan S 1917 – 129
3. Golongan Timur Asing bukan Cina dengan beberapa
pengecualian berdasarkan S 1924 – 556.
⮚ Berlakunya Hukum Perdata dan Hukum
Dagang Eropa untuk orang dari golongan
Eropa berdasarkan asas Konkordansi (Ps 131
(2a) Indische Staatregeling)
⮚ Asas Konkordansi berarti asas mengikuti, yaitu
bahwa orang dari golongan Eropa mengikuti
hukum yang sama dengan hukum yang
termasuk dalam undang-undang yang berlaku
bagi mereka di Belanda.
   Hukum diluar KUHS
a. UU Octrooi, yaitu UU yang melindungi hak cipta dalam
bidang industri dan perdagangan.
b.  UU Auteur, yaitu UU yang melindungi hak cipta dalam
bidang kesenian dan kesusastraan.
⮚ Hukum tertulis dapat memberikan kemudahan dalam
pekerjaan hakim dan penegak hukum lainnya, juga
dapat memberikan rasa aman kepaa para pemegang
hak kebendaan.
⮚ Hak kebendaan disebut hak mutlak atau hak absolut.
Hak kebendaan adalah hak untuk menguasai secara
langsung suatu kebendaan dan kekuasaan tersebut
dapat dipertahankan terhadap setiap orang yang
berarti bahwa setiap orang harus mengakui dan
mengindahkan hak orang lain tersebut.
Kepastian Hukum mempunyai 2 arti :
1. Orang dapat mengetahui peraturan hukum
yang mengatur suatu peristiwa hukum
tertentu, sehingga orang dapat mengetahui
kedudukannya dalam hukum.
2. Para pihak yang bersengketa dapat
mengetahui apa yang menjadi hak dan
kewajibannya, jadi untuk keamanan hukum
dan mencegah timbulnya tindakan sewenang-
wenang dari pihak manapun.
Definisi asas adalah dasar atau hukum dasar (Kamus Besar
Bahasa Indonesia). 
Pengertian asas adalah prinsip dasar yang menjadi acuan
berpikir seseorang dalam mengambil keputusan-keputusan
yang penting di dalam hidupnya. 
Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPdt yang sangat
penting dalam Hukum Perdata adalah:
 1.  Asas kebebasan berkontrak,
⮚ Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat
mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur
dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam
undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
⮚ Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan
Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi: “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang
memberikan kebebasan kepada para pihak
untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan
persyaratannya;
4. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah
tertulis atau lisan.
Latar belakang lahirnya asas kebebasan
berkontrak adalah adanya paham
individualisme yang secara embrional lahir
dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh
kaum Epicuristen dan berkembang pesat
dalam zaman renaissance melalui antara lain
ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas
Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut
paham individualisme, setiap orang bebas
untuk memperoleh apa saja yang
dikehendakinya.
Dalam hukum kontrak, asas ini diwujudkan dalam
“kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair
in menganggap bahwa the invisible hand akan
menjamin kelangsungan jalannya persaingan
bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh
mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial
ekonomi masyarakat. Paham individualisme
memberikan peluang yang luas kepada golongan
kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah
ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan
pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada
dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti yang
diungkap dalam exploitation de homme par
l’homme.
2.  Asas Konsesualisme,
Asas konsensualisme dapat disimpulkan
dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal
tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat
sahnya perjanjian adalah adanya kata
kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas
ini merupakan asas yang menyatakan bahwa
perjanjian pada umumnya tidak diadakan
secara formal, melainkan cukup dengan
adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan adalah persesuaian antara
kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh
kedua belah pihak.
⮚ Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum
Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman
tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih
dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian
formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang
dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum
adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian
formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan
bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik
maupun akta bawah tangan).
⮚ Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis
literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa
terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang
telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal
dalam KUHPdt adalah berkaitan dengan bentuk
perjanjian.
3. Asas Kepercayaan,
Asas kepercayaan mengandung pengertian
bahwa setiap orang yang akan mengadakan
perjanjian akan memenuhi setiap prestasi
yang diadakan diantara mereka dibelakang
hari.
4.  Asas Kekuatan Mengikat,
Asas kekuatan mengi kat ini adalah asas yang
menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi
para fihak yang mengikatkan diri pada perjanjian
tersebut dan sifatnya hanya mengikat ke dalam
Pasal 1340 KUHPdt berbunyi: “Perjanjian hanya
berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini
mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat
oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang
membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu
terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal
1317 KUHPdt yang menyatakan: “Dapat pula
perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga,
bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri,
atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung
suatu syarat semacam itu.”
⮚ Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat
mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan
pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang
ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPdt,
tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri,
melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan
untuk orang-orang yang memperoleh hak
daripadanya.
⮚ Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317
KUHPdt mengatur tentang perjanjian untuk pihak
ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPdt untuk
kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-
orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya.
Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPdt mengatur
tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318
KUHPdt memiliki ruang lingkup yang luas.
5.  Asas Persamaan hukum,
Asas persamaan hukum mengandung maksud
bahwa subjek hukum yang mengadakan
perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka
tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama
lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda
warna kulit, agama, dan ras.
6. Asas Keseimbangan,
Asas keseimbangan adalah asas yang
menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan
melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai
kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika
diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi
melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul
pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu
dengan itikad baik
7.  Asas Kepastian Hukum,
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan
asas pacta sunt servanda merupakan asas yang
berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas
pacta sunt servanda merupakan asas bahwa
hakim atau pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,
sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.
Mereka tidak boleh melakukan intervensi
terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan
dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt. Asas ini pada
mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam
hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya
suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak
yang melakukannya dan dikuatkan dengan
sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap
perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak
merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan
dengan unsur keagamaan. Namun, dalam
perkembangan selanjutnya asas pacta sunt
servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti
sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan
sumpah dan tindakan formalitas lainnya.
Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup
dengan kata sepakat saja.
8.  Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu
suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak
dapat menuntut hak baginya untuk menggugat
prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam
zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan
perbuatan dengan sukarela (moral). Yang
bersangkutan mempunyai kewajiban hukum
untuk meneruskan dan menyelesaikan
perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan
motivasi pada yang bersangkutan melakukan
perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada
kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati
nuraninya
9.   Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian
bahwa antara debitur dan kreditur harus
dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu
mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur
karena pihak ini berada pada posisi
yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar
pijakan dari para pihak dalam menentukan dan
membuat suatu kontrak/perjanjian dalam
kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas
merupakan hal penting dan mutlak harus
diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian
sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan
dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana
diinginkan oleh para pihak
10.  Asas Kepatutan.
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt.
Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi
perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan
berdasarkan sifat perjanjiannya
11.  Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan
bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau
membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal
1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.
Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya
seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau
perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan
ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu
perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan
dirinya sendiri.
12.  Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa
para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan
kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun
kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi
menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi (relative)
dan itikad baik mutlak.
Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan
sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada
itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat
dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk
menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut
norma-norma yang objektif.
Selain asas tersebut diatas terdapat pula Asas
Hukum Perdata Eropa Tentang Orang yaitu:
1.  Asas yang melindungi hak asasi manusia, jangan
sampai terjadi pembatasan atau pengurangan hak
asasi manusia karena Undang-undang atau keputusan
hakim. (Pasal 1dan 3 KUHPdt)
2. Asas setiap orang harus mempunyai nama dan
tempat kediaman hukum (domisili), tiap orang yang
mempunyai hak dan kewajiban mempunyai identitas
yang sedapat mungkin berlainan satu dengan lainnya
(Pasal 5a dan Bagian 3 Bab 2 Buku I KUHPdt)
Pentingnya Domisili :
a. Dimana orang harus menikah
b. Dimana orang harus dipanggil oleh pengadilan
c. Pengadilan mana yang berwenang terhadap
seseorang, dsb
3.  Asas Perlindungan kepada Orang yang tak
lengkap, orang yang dinyatakan oleh hukum tidak
mampu melakukan perbuatan hukum mendapat
perlindungan bila ingin melakukan perbuatan
hukum (Pasal 1330 KUHPdt), contoh :
a. Orang yang belum dewasa diwakili oleh walinya
baik itu orang tua kandung atau wali yang ditnjuk
oleh hakim atau surat wasiat.
b. Mereka yang diletakkan dibawah pengampuan,
bila mereka hendak melakukan perbuatan hukum
diwakili oleh seorang pengampu (Curator)
c. Wanita yang bersuami bila hendak melakukan
perbuatan hukum harus didampingi suaminya.
4. Asas monogami dalam hukum perkawinan
barat, bagi laki-laki hanya boleh mengambil
seorang wanita sebagai istri dan wanita hanya
boleh mengambil seorang laki-laki sebagai
suaminya(Pasal 27 KUHPdt). Dalam Undang-
undang no 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 3 ayat 2 pengadilan diperbolehkan
memberi ijin seorang suami untuk beristri
lebih dari satu bila dikehendaki oleh pihak-
pihak yang bersangkutan.
5. Asas bahwa suami dinyatakan sebagai kepala
keluarga, ia betugas memimpin dan
mengurusi kekayaan keluarga (Pasal105
KUHPdt)
Selain dalam hukum orang (persoonen recht)
dalam Hukum Benda (Zaakenen Rescht) yaitu
keseluruhan kaidah hukum yang mengatur apa
yang diartikan dengan benda dan mengatur
hak atas benda. Asasnya adalah asas yang
membagi benda atau barang ke dalam benda
bergerak dan benda tetap.
Asas Hukum Tentang Benda :
1. Asas yang membagi hak manusia kedalam hak
kebendaan dan hak perorangan.
⮚ Hak Kebendaan, adalah hak untuk menguasai
secara langsung suatu kebendaan dan kekuasaan
tersebut dan dapat dipertahankan terhadap
setiap orang (hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan)
⮚ Hak Perorangan, adalah hak seseorang untuk
menuntut suatu tagihan kepada seseorang
tertentu. Dalam hal ini hanya orang ini saja yang
harus mengakui hak orang tersebut
2.  Asas hak milik itu adalah suatu fungsi sosial.
⮚ Asas ini mempunyai arti bahwa orang tidak
dibenarkan untuk membiarkan atau
menggunakan hak miliknya secara merugikan
orang atau masyarakat. Jika merugikan akan
dituntut berdasarkan Pasal 1365 KUHPdt
⮚ Hukum Benda yang mengatur tentang tanah telah
dicabut dan diatur dalam Undang-undang Pokok
Agraria tahun 1960 No 5. Namun aturan tentang
Hipotik masih diatur dalam Hukum Benda. Hukum
Benda ini sifatnya tertutup, jadi tidak ada
peraturan lain yang berkaitan dengan benda
selain yang diatur oleh Undang-undang.
Asas-asas Umum Hak  Kebendaan
Menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H[ dalam
bukunya “Mencari Sistem Hukum Benda Nasional”
menjelaskan ada 10 asas umum yang sifatnya relative
konkrit yang ada dalam bidang tertentu, yaitu:
1. Asas system tertutup, artinya bahwa hak-hak atas benda
bersifat limitative, terbatas hanya pada yang diatur undang-
undang. Di luar itu dengan perjanjian tidak diperkenankan
menciptakan hak-hak yang baru
2. Asas hak mengikuti benda/zaaksgevolg, droit de suite,
yaitu hak kebendaan selalu mengikuti bendanya di mana
dan dalam tangan siapapun benda itu berada.
Asas ini berasal dari hukum romawi yang membedakan
hukum harta kekayaan (vermogensrecht) dalam hak
kebendaan (zaakkelijkrecht) dan hak perseorangan
(persoonlijkrecht).
3. Asas publisitas, yaitu dengan adanya publisitas (openbaarheid)
.
adalah pengumuman kepada masyarakat mengenai status
pemilikan.
Pengumuman hak atas benda tetap/tanah terjadi melalui
pendaftaran dalam buku tanah/register yang disediakan untuk itu
sedangkan pengumuman benda bergerak terjadi melalui
penguasaan nyata benda itu.
4. Asas spesialitas. Dalam lembaga hak kepemilikan hak atas tanah
secara individual harus ditunjukan dengan jelas ujud, batas, letak,
luas tanah. Asas ini terdapat pada hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan atas benda tetap.
5. Asas totalitas. Hak pemilikan hanya dapat diletakan terhadap
obyeknya secara totalitas dengan perkataan lain hak itu tidak
dapat diletakan hanya untuk bagian-bagian benda.
Misalnya: Pemilik sebuah bangunan dengan sendirinya adalah
pemilik kosen, jendela, pintu dan jendela bangunan tersebut.
Tidak mungkin bagian-bagian tersebut kepunyaan orang lain.
6. Asas accessie/asas pelekatan. Suatu benda
biasanya terdiri atas bagian-bagian yang melekat
menjadi satu dengan benda pokok seperti
hubungan antara bangunan dengan genteng,
kosen, pintu dan jendela
Asas ini menyelesaikan masalah status dari benda
pelengkap (accessoir) yang melekat pada benda
pokok (principal). Menurut asas ini pemilik benda
pokok dengan sendirinya merupakan pemilik dari
benda pelengkap. Dengan perkataan lain status
hukum benda pelengkap mengikuti status hukum
benda pokok. Benda pelengkap itu terdiri dari
bagian (bestanddeed) benda tambahan (bijzaak)
dan benda penolong (hulpzaak).
7. Asas pemisahan horizontal , KUHPdt menganut asas
pelekatan sedang UUPA menganut asas horizontal
yang diambil alih dari hukum Adat. Jual beli hak atas
tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan
tanaman yang terdapat di atasnya. Jika bangunan dan
tanaman akan mengikuti jual beli hak atas tanah harus
dinyatakan secara tegas dalam akta jual beli.
Pemerintah menganut asas vertical untuk tanah yang
sudah memiliki sertifikat untuk tanah yang belum
bersertifikat menganut asas horizontal (Surat menteri
pertanahan/agraria tanggal 8 Februari 1964 Undang-
Undang No.91/14 jo S.Dep. Agraria tanggal 10
desember 1966 No. DPH/364/43/66.
8. Asas dapat diserahkan. Hak pemilikan mengandung
wewenang untuk menyerahkan benda. Untuk
membahas tentang penyerahan sesuatu benda kita
harus mengetahui dulu tentang macam-macam benda
karena ada bermacam-macam benda yang kita kenal
seperti tidak dijelaskan pada Bab sebelumnya. Cara-
cara penyerahan secara mendalam akan dibahas
dalam Bab selanjutnya.
9. Asas perlindungan. Asas ini dapat dibedakan dalam
dua jenis yaitu perlindungan untuk golongan ekonomi
lemah dan kepada pihak yang beritikad baik (to goeder
trouw) walaupun pihak yang menyerahkannya tidak
wenang berhak (beschikkingsonbevoegd). Hal ini dapat
kita lihat dalam Pasal 1977 KUHPdt.
10.Asas absolute (hukum pemaksa). Menurut asas ini
hak kebendaan itu wajib dihormati atau ditaati oleh
setiap orang yang berbeda dengan hak relative
Terima Kasih
CPMK: Kompetensi Absolut,
Kompetensi Relatif,Persamaan dan
Perbedaan Hukum Acara TUN dengan
Hukum Acara Perdata
Bahan Kajian (Materi Pembelajaran) :
1. Mampu menjelaskan Kompetensi Relatif
2. Mampu menjelaskan Kompetensi Absolut
3. Mampu menjelaskan persamaan dan
perbedaan Hukum Acara TUN dengan
Hukum Acara Perdata
Kompetensi dalam Acara PTUN
Kompetensi (kewenangan) suatu badan
pengadilan untuk mengadili suatu perkara
dapat dibedakan atas kompetensi relatif dan
kompetensi absolut. Kompetensi relatif
berhubungan dengan kewenangan pengadilan
untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan
wilayah hukumnya. Sedangkan kompetensi
absolut adalah kewenangan pengadilan untuk
mengadili suatu perkara menurut
obyek,materi atau pokok sengketa.
1. MAMPU MENJELASKAN
KOMPENTNSI RELATIF
Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif suatu badan pengadilan
ditentukan oleh batas daerah hukum yang
menjadi kewenangannya. Suatu badan pengadilan
dinyatakan berwenang untuk memeriksa suatu
sengketa apabila salah satu pihak sedang
bersengketa (Penggugat/Tergugat) berkediaman di
salah satu daerah hukum yang menjadi wilayah
hukum pengadilan itu.
Untuk Pengadilan Tata Usaha Negara, kompetensi relatifnya diatur
dalam Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 tentang peradilan TUN
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 dan UU
No 51 Tahun 2009 menyatakan :
1. Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota
Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah
kabupaten/kota;
2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota
Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pada
saat ini Pengadilan Tata Usaha Negara di Indonesia baru terdapat
di 26 Propinsi dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara baru
terdapat 4 yaitu PT.TUN Medan, Jakarta, Surabaya dan Makassar
sehingga wilayah hukum PTUN meliputi beberapa kabupaten dan
kota. Sedangkan PT.TUN wilayah hukumnya meliputi beberapa
provinsi, seperti PTUN Jakarta yang meliputi wilayah kota yang
ada di Daerah khusus ibu kota Jakarta Raya sedangkan PT.TUN
Jakarta meliputi beberapa Propinsi yang ada di pulau Kalimantan,
Jawa Barat dan DKI.
Adapun kompetensi yang berkaitan dengan
tempat kedudukan atau tempat kediaman para
pihak yang bersengketa yaitu Penggugat dan
Tergugat diatur tersendiri dalam pasal 54 UU No. 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 tahun
2004 dan UU No. 51 tahun 2009 yang
menyebutkan:
1. Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan
kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat;
2. Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu
daerah hukum Pengadilan, gugatan diajukan kepada
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara;
3. Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada
dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman
penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan
yang daerah hukummnya meliputi tempat kediaman
penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada
Pengadilan yang bersangkutan;
4. Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa
Tata Usaha Negara yang bersangkutan yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah, gugatan dapat diajukan
kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat;
5. Apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau
berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada
Pengadilan di Jakarta;
6. Apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri dan
penggugat di luar negeri, gugatan diajukan kepada
Pengadilan di tempat kedudukan tergugat.
2. MAMPU MENJELASKAN KOMPENSI
ABSOLUT
Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut suatu badan pengadilan
adalah kewenangan yang berkaitan untuk
mengadili suatu perkara menurut obyek atau
materi atau pokok sengketa.
Adapun yang menjadi obyek sengketa di
Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan
Tata Usaha Negara (Beschikking) yang diterbitkan
oleh Badan/Pejabat TUN. Sebagaimana
disebutkan dalam pasal 1 angka 9 UU No. 51
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Sedangkan perbuatan Badan/Pejabat TUN lainnya baik
perbuatan materiil (material daad) maupun
penerbitan peraturan (regeling) masing-masing
merupakan kewenangan Peradilan Umum dan
Mahkamah Agung Kompetensi absolut Pengadilan
TUN diatur dalam pasal 1 angka 10 UU No. 51 tahun
2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang
menyebutkan : ” Sengketa tata usaha Negara adalah
sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara
antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan
Badan atau Pejabat tata usaha negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku”
Sedangkan yang dimaksud Keputusan Tata Usaha Negara
menurut ketentuan Pasal 1 angka 9 UU No. 51 tahun 2009
tentang perubahan kedua UU No. 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN yang
berisi tindakan hukum TUN berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit,
individual dan final sehingga menimbulkan akibat hukum
bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dari rumusan
pasal tersebut, persyaratan keputusan TUN yang dapat
menjadi obyek di Pengadilan TUN meliputi :
1. Penetapan tertulis dan dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN;
2. Berisi tindakan hukum TUN dan Berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
3. Bersifat Konkrit,Individual dam Final dan juga menimbulkan
akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Ketiga persyaratan tersebut bersifat komulatif, artinya
untuk dapat dijadikan obyek sengketa di Peradilan
TUN, keputusan TUN harus memenuhi ketiga
persyaratan tersebut.
Selain itu kompetensi Peradilan TUN termasuk pula
ketentuan yang terdapat dalam ketentuan pasal 3 UU
Peratun, yaitu dalam hal Badan/Pejabat TUN tidak
mengeluarkan suatu keputusan yang dimohonkan
kepadanya sedangkan hal itu merupakan
kewajibannya. Dalam praktek keputusan-keputusan
badan/Pejabat TUN yang berpontesi menimbulkan
sengketa TUN, yaitu antara lain :
1. Keputusan tentang perizinan dan Keputusan tentang
kepegawaian;
2. Keputusan tentang status hukum, Hak dan
Kewajiban.
3. PERBEDAAN ANTARA HUKUM
ACARA TUN DENGAN HUKUM ACARA
No Tinjauan dari Hukum
PERDATA
Acara Perdata Hukum Acara TUN
. Sisi
1 Objek gugatan hukum acara perdata adalah perbuatan Obyek gugatan atau pangkal sengketa TUN adalah
melawan hukum dan wanprestasi KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN
yang mengandung perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh penguasa

2 Kedudukan para Pihak para pihak sesama individu, sesama Dalam TUN menempatkan seseorang atau badan
badan hukum perdata, atau antara hukum perdata sebagai pihak penggugat dan badan
individu dengan suatu badan hukum atau pejabat TUN sebagai pihak tergugat
perdata
No Tinjauan dari Hukum Acara Perdata Hukum Acara TUN
. Sisi
3 Gugat Rekonvensi Dalam hukum acara perdata dikenal Di dalam hukum acara PTUN tidak mungkin dikenal adanya gugat
dengan istilah gugat rekonvensi (gugat rekonvensi, karena dalam gugat rekonvensi berarti kedudukan para
balik) yaitu gugatan yang diajukan oleh pihak semula menjadi balik. Kedudukan para pihak dalam hukum
tergugat terhadap penggugat dalam acara PTUN tidak berubah-ubah. Penggugat tetap merupakan
sengketa yang sedang berjalan antara individu atau badan hukum perdata, sedangkan tergugat tetap
mereka merupakan badan atau pejabat TUN. Dan yang menjadi obyek
gugatan dalam hukum acara PTUN juga tidak berubah,tetap KTUN,
tidak boleh yang lain
4 Tenggang waktu pengajuan tenggang waktu mengajukan gugatan, Dalam hukum acara TUN pengajuan gugatan dapat di lakukan hanya
gugatan yang mengakibatkan gugatan daluwarsa dalam tenggang waktu 90 (Sembilan puluh) hari, yang dihitung sejak
tidak begitu tegas dibanding dengan saat diterimanya atau diumumkannya keputusan TUN. Apabila
hukum acara PTUN. Dalam  gugatan tersebut diajukan setelah lewat 90 hari, maka pengadilan
hukum acara perdata, memang dapat tidak akan menerima gugatan
saja terjadi gugatan dianggap daluwarsa,
tetapi daluwarsa gugatan itu dikarenakan
kelalaian penggugat. Dalam acara
perdata relative lebih lama dan setiap
masalah berbeda tenggang waktunya
N Tinjauan dari Hukum Acara Perdata Hukum Acara TUN
o. Sisi

5 Tuntutan dalam gugatan Dalam hukum acara perdata tuntutan hanya dikenal satu macam tuntutan pokok yang berupa tuntutan agar
pokok selalu disertai tuntutan pengganti KTUN yang di gugat itu dinyatakan batal atau tidak sah atau tuntutan
KTUN yang dimohonkan oleh penggugat dikeluarkan oleh tergugat.
Sedangkan tuntutan tambahan yang diperbolehkan hanya berupa ganti
kerugian atau rehabilitasi

6 Rapat permusyawaratan prosedur ini tidak dikenal dalam  Prosedur ini pada dasarnya memberikan wewenang kepada kepala
hukum acara perdata ketua pengadilan sebelum pokok sengketanya diperiksa memutuskan
dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-
pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan oleh penggugat tidak
diterima atau tidak berdasar

7 Pemeriksaan persiapan tidak dikenal dalam  Hukum PTUN mengenal pemeriksaan persiapan. Pemeriksaan
hukum acara perdata persiapan juga dilakukan oleh hakim sebelum pemerisaan pokok
sengketa dimulai
No Tinjauan dari Sisi Hukum Acara Perdata Hukum Acara TUN
.

8 Putusan verstek Putusan verstek di kenal dalm  di dalam hukum acara PTUN tidak dikenal dengan
hukum acara perdata dan boleh dijatuhkan putusan verstek, karena badan atau pejabat TUN yang
pada hari sidang pertama, apabila tergugat digugat itu tidak mungkin tidak diketahui
tidak datang setelah dipanggil dengan patut kedudukannya

9 Pemeriksaan acara cepat tidak acara PTUN dikenal dengan pemeriksaan acara cepat
dikenal dalam hukum acara perdata apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup
mendesak

10 Sistem hukum pembuktian Dalam hukum acara perdata dilakukan dalam Dalam hukum acara PTUN dilakukan dalam rangka
rangka memperoleh kebenaran formal memperoleh kebenaran materiil
N Tinjauan dari Sisi Hukum Acara Hukum Acxara TUN
o. Perdata
11 Sifat Erga Omnesnya putusan pengadilan Hukum acara perdata putusannya hukum acara PTUN, putusan pengadilan yang telah
berlaku bagi pihak yang berpekara saja berkukuatan hukum tetap mengandung sifat erga
yang terkait dalam perkara tersebut omne, artinya berlaku untuk siapa saja dan tidak
hanya terbatas berlakunya bagi pihak-pihak yang
berperkara

12 Hakim Ad Hoc Hakim Ad Hoc tidak dikenal dalam  Hakim Ad Hoc diatur dalam pasal 135 UU PTUN.
hukum acara perdata Apabila memerlukan keahlian khusus, maka ketua
pengadilan dapat menunjuk seseorang hakim ad Hoc
sebagai anggota majelis
Persamaan antara Hukum Acara
Perdata dengan Hukum Acara TUN
1.  Pengajuan gugatan
⮚ Pengajuan gugatan menurut hukum acara PTUN
diatur dalam apasal 54 UU PTUN, sedangkan
menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal
118 HIR.
⮚ Hukum acara TUN maupun Hukum acara perdata
sama-sama menganut asas bahwa gugatan
diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan atau tempat tinggal
tergugat.
2.   Isi Gugatan
⮚ Isi gugatan pada pokoknya harus memuat, pertama,
identitas para pihak (penggugat dan tergugat), kedua
dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum
yang merupakan dasar serta alasan-alasan dari pada
tuntutan atau yang lebih dikenal dengan sebutan
fundamentum petendi atau posita (atau dasar
tuntutan yag biasanya terdiri dari dua bagian, yaitu
bagian yang menguraikan tentang  kejadian-kejadian
atau peristiwanya dan bagian yang menguraikan
tentang  kejadian-kejadian atau peristiwanya dan
bagian yang menguraikan tentang hukumnya), ketiga,
petitum atau tuntutan ialah apa yang oleh penggugat
diminta atau diharapkan agar diputuskan oleh hakim.
3.   Pendaftaran perkara
⮚ Gugatan diajukan ke pengadilan yang berwenang baik
secara kompetensi absolut maupun relatif. Dalam
mengajukan gugatan, penggugat diwajibkan
membayar uang muka biaya perkara. Uang muka biaya
perkara ini meliputi biaya pemanggilan dan
pemberitahuan kepada para pihak, biaya taksi, biaya
administrasi kepaniteraan, yang semuanya akan di
perhitungkan kemudian setelah perkara diputus.
⮚ Selain itu kepada penggugat yang tidak mampu
membayar biaya perkara, dibuka kemungkinan untuk
mengajuakan permohonan berperkara tanpa biaya.
Permohonan tersebut diajukan bersamaan pada saat
mengajukan gugatan yang di sertai dengan surat
keterngan tidak mampu dari kepala desa atau lurah
setempat.
4.  Penetapan Hari Sidang
⮚ Setelah surat gugatan di daftarkan dalam buku
daftar perkara dan telah dianggap cukup
lengkap, pengadilan menentukan hari dan jam
siding di pengadilan. Dalam menentukan hari
sidang ini, hakim harus mempertimbangkan
jarak antara tempat tinggal para pihak yang
berperkara dengan pengadilan tempat
persidangan.
5. Pemanggilan Para Pihak
⮚ Pemanggilan para pihak dilakukan setelah
gugatan dianggap sempurna dan sudah di
catat.
⮚ Dalam hukum acara TUN, jangka waktu antara
pemanggilan dan hari sidang tidak boleh
kurang dari 6 (enam) hari, kecuali dalam hal
sengketa tersebut harus di periksa dengan
acara cepat.
6.  Pemberian Kuasa
⮚ Apabila di kehendaki, para pihak dapat diwakili
atau didampingi oleh seorang kuasa atau
beberapa orang kuasa. Pemberian kuasa ini dapat
dilakukan sebelum atau selama perkara diperiksa.
Pemberian surat kuasa yang dilakukan sebelum
perkara diperiksa harus secara tertulis dengan
membuat surat kuasa khusus. Dengan pemberian
suarat kuasa ini, si penerima kuasa bisa
melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan
dengan jalannya pemeriksaan perkara untuk dan
atas nama si pemberi kuasa. Sedangkan
pemberian kuasa yang dilakukan di persidangan
bisa dilakukan secara lisan.
7.  Hakim Majelis
Pemeriksaan perkara dalam hukum acara
PTUN dan hukum acara perdata dilakukan
dengan hakim majelis (tiga orang hakim), yang
terdiri atas satu orang bertindak selaku hakim
ketua dan dua orang lagi bertindak selaku
hakim anggota. Namun dalam hal-hal tertentu
dimungkinkan untuk menempuh prosedur
pemeriksaan dengan hakim tunggal (unus
judex). Dalam hukum acara TUN hal ini dapat
dilakukan dalam hal pemeriksaan dengan
acara cepat (pasal 99 ayat 1).
8. Persidangan terbuka untuk umum
Dengan demikian setiap orang dapat untuk
hadir dan mendengarkan jalannya
pemeriksaan perkara tersebut. Apabila
putusan diucapkan dalam sidang yang tidak
dinyatakan terbuka untuk umum berarti
putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai
kekuatan hukum serta mengakibatkan
batalnya putusan itu menurut hukum.
9. Mendengar Kedua Belah Pihak
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan
tidak membedakan orang. Dengan demikian
ketentuan pasal ini mengandung asas kedua
belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak
memihak, dan kedua belah pihak didengar
dengan adil. Hakim tidak diperkenankan hanya
mendengarkan atau memperhatikan
keterangan salah satu pihak saja.
 
10.  Pencabutan dan perubahan Guagatan.
Penggugat sewaktu-waktu dapat mencabut
gugatannya, sebelum tergugat memberikan
jawaban. Apabila tergugat sudah memberikan
jawaban atas gugatan yang diajukan, maka
akan dikabulkan oleh hakim, apabila
mendapat persetujuan tergugat.
11.  Hak Ingkar
Untuk menjaga obyektivitas dan keadilan dari
putusan hakim, maka hakim atau panitera 
wajib mengundurkan diri, apabila diantara 
para hakim, antara hakim dan panitera, antara
hakim atau panitera dengan salah satu pihak
yang berperkara mempunyai hubungan
sedarah atau semenda sampai derajat ketiga,
atau hubungan suami isteri  meskipun telah
bercerai, atau juga hakim atu panitera
mempunyai kepentingan langsung atau tidak
langsung dengan sengketanya.
12.  Pengikut sertaan pihak ketiga.
Pada dasarnya di dalam suatu sengketa
sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yaitu
penggugat sebagai pihak yang mengatakan
gugatan dan pihak tergugat sebagai pihak yang
digugat oleh penggugat. Namun, ada
kemungkinan selama pemeriksaan perkara
berjalan, baik atas prakarsa sendiri dengan
mengajukan permohonan maupun atas
prakarsa hakim dapat masuk sebagai pihak
ketiga yang membela kepentingannya.
13.  Pembuktian
Beban pembuktian ada pada kedua belah
pihak, hanya Karena yang mengajukan
gugatan adalah penggugat, maka
penggugatlah yang mendapat kesempatan
pertama untuk membuktikanya. Sedangkan
kewajiban tergugat untuk membuktikan
adalah dalam rangka membantah bukti yang
diajukan oleh penggugat dengan mengajukan
bukti yang lebih kuat. Yang di buktikan pada
dasarnya dalah peristiwanya bukanhukumnya,
karena hakim dianggap tahu tentang
hukumnya.
14.  Pelaksanaan Putusan Pengadilan.
Pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan
setelah adanya putusan. Dan putusan
pengadilan yang dapat dilaksanakan adalah
terhadap putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, yang
pelaksanaanya dilakukan atas perintah ketua
pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat
pertama.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai