Anda di halaman 1dari 71

PENDIDIKAN LATIHAN KEMAHIRAN ADVOKASI HUKUM

(PLKH)
FAKULTASHUKUM
UNIVERSITASYARSI

Irfan Islami, Lc., MH.


PENGERTIAN

• Peradilan Agama adalah salah satu pelaku


kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan yang beragama Islam maupun
yang tunduk pada hukum Islam mengenai
perkara tertentu sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang Peradilan Agama. (Ps
2 UU 3/2006).
• Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan
;
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi”
Asas-Asas Hukum Acara Peradilan
Agama
1. Asas Personalitas Keislaman
2. Asas Kebebasan
3. Asas Wajib Mendamaikan
4. Asas Sederhana, Cepat dan Biaya
Ringan
5. Asas Persidangan Terbuka Untuk
Umum
6. Asas Legalistis
7. Asas Equility
8. Asas Aktif Memberi Bantuan
Asas Personalitas Keislaman
• Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama
Islam (Ps 1 butir 1 UU 7/1989)
• Yang dimaksud dengan: “bagi orang-orang yang beragama Islam”
adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya
menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai
hal-hal yang menjadi kewenangan peradilan agama sesuai dengan
ketentuan Pasal ini”.

• Maksud atau penegasan mengenai asas ini adalah:


1. Para pihak yg bersengketa hrs sama-sama beragama Islam
2. Perkara perdata yg disengketakan hrs mengenai perkara2 yg
termasuk dlm bid. Perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf
dan sedekah
3. Hub. Hukum yg melandasi keperdataan tertentu tsb
berdasarkan Hukum Islam
Lanjutan…

• Lebih lanjut, Pasal 49 Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis


Peradilan Agama Edisi Tahun 2010 memberi beberapa pedoman sebagai
berikut:
1. Sengketa di bidang perkawinan yang perkawinannya tercatat di KUA,
meskipun salah satu atau kedua belah pihak (suami isteri) keluar dari
agama Islam.
2. Sengketa di bidang kewarisan yang pewarisnya beragama Islam meskipun
sebagian atau seluruh ahli waris non muslim.
3. Sengketa di bidang ekonomi syariah meskipun nasabahnya non muslim.
4. Sengketa di bidang wakaf meskipun para pihak atau salah satu pihak
beragama non muslim.
5. Sengketa di bidang hibah dan wasiat yang dilakukan berdasarkan hukum
Islam.
• Semua sengketa tersebut meskipun sebagian subjek hukumnya bukan
beragama Islam, tetap diselesaikan oleh Pengadilan Agama/Mahkamah
Syariah.
KEWENANGAN
PERADILAN AGAMA

PROGRAM PKPA – HUKUM ONLINE


KEWENANGAN PERADILAN
AGAMA

Dalam hukum acara perdata, dikenal dua macam


kompetensi atau kewenangan mengadili dari pengadilan
atau hakim, yaitu :
1. Kewenangan Mutlak (Kompetensi Absolut).
2. Kewenangan Nisbi (Kompetensi Relatif)
KOMPETENSI RELATIF

• Aturan yang menetapkan ke Pengadilan Agama


Mana gugatan diajukan agar memenuhi syarat
formal.
• Kewenangan ini berkaitan dengan wilayah hukum
suatu pengadilan.
• Dasar hukum: Ps 118 HIR, Ps 142 R.Bg Jo. Ps 66
dan Ps 73 UU No 7 Tahun 1989
• Menurut Psl 118 HIR / 142 RBg, : “Pada asasnya
gugatan harus diajukan ke Pengadilan tempat
tinggal tergugat”. (actor sequitur forum rei)
Pengecualian dalam Pasal 118 ayat (2), (3) dan
(4)

• Apabila tggt lebih dari satu, maka di pengadilan yang


daerah hukumnya meliputi tempat tinggal tggt
• Apabila tempat tinggal tggt tidak diketahui, maka di
pengadilan daerah tinggal pggt
• Apabila gugatan mengenai benda tidak bergerak, maka di
wilyah hukum tempat barang tsb terletak
• Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta
perjanjian.
Perkara cerai talak (Pasal 66 UU No. 7 Th
1989)

• Kompetensi relatif dalam perkara cerai talak, pada


prinsipnya ditentukan oleh faktor tempat kediaman
termohon (Isteri).
• Pengecualian :
1. Termohon sengaja meninggalkan tempat kediaman
bersama tanpa izin pemohon
2. Apabila termohon bertempat tinggal di luar negeri
3. Termohon dan pemohon sama-sama tinggal di luar
negeri
Perkara cerai gugat (Pasal 73 UU No. 7
Th 1989)

• Dalam hal cerai gugat kompetensi relatif ditentukan


faktor tempat kediaman penggugat (Isteri).
• Pengecualian:
1. Apabila pggt sengaja meninggalkan tempat
kediaman bersama tanpa izin tggt
2. Pggt bertempat kediaman di luar negeri
3. Pggt dan tggt bertempat kediaman di luar negeri
Kompetensi Absolut

• Kompetensi Absolut adalah kewenangan


pengadilan untuk mengadili suatu perkara
menurut obyek, materi atau pokok sengketa.
Jenis Perkara Kewenangan
Peradilan Agama
 Menurut UU No. 7 Tahun 1989:
1. Bab I Pasal 2 “…. perkara perdata tertentu…”
2. Bidang perkara (Ps. 49): (a). Perkawinan, (b). Kewarisan,
Wasiat dan Hibah, (c). Wakaf dan Sedekah.

 Menurut UU No. 3 Tahun 2006:


1. Perubahan Pasal 2 “…Perkara Tertentu…”.
2. Bidang perkara (Ps. 49):
(a) perkawinan, (b) waris, (c) wasiat, (d) hibah, (e) wakaf,
(f) zakat, (g) infaq, (h) sadaqah dan (i) ekonomi syari’ah.
Penyelesaian Perkara Perkawinan di
Pengadilan Agama

• Penjelasan Pasal 49 UUPA :


“bidang perkawinan ialah hal-hal yang diatur dalam
atau berdasarkan undang-undang mengenai
perkawinan yang berlaku”.
Macam-macam Perkara Perkawinan:

• Dalam penjelasan Pasal 49 huruf a bahwa yang dimaksud dengan


perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-
undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syariat
Islam, antara lain:
1. Izin beristri lebih dari seorang.
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21
(duapuluh satu) tahun, dalam hal orang tua, wali atau keluarga dalam
garis lurus ada perbedaan pendapat.
3. Dispensasi kawin.
4. Pencegahan Perkawinan.
5. Penolakan Perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah
6. Pembatalan perkawinan.
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri.
8. Perceraian karena talak.
9. Gugatan perceraian.
10. Penyelesaian harta bersama.
Lanjutan…..
11. Mengenai penguasaan anak-anak.
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana yang
seharusnya bertanggungjawab tidak mematuhinya.
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas
istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri
14. Putusan tentang sah dan tidaknya seorang anak
15. Penentuan pencabutan kekuasaan orangtua
16. Pencabutan kekuasaan wali
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal kekuasaan
seorang wali dicabut
18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18
(delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di
bawah kekuasaannya
Lanjutan…..

18. Penetapan asal-usul seorang anak, dan penetapan


pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam
19. Putusan tentang hal penolakanpemberian keterangan
untuk melakukan perkawinan campuran.
20. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi
sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang
lain.
Pengertian Perceraian

• Perceraian = “putusnya perkawinan” (Ps. 38 UUP 1/1974)


• Perkawinan adalah “ikatan lahir batin antara seorang laki-
laki dan seorang perempuan sebagai suami-istri dgn tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yg bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan YME.
• Perceraian adalah putusnya ikatan lahir batin antara suami
dan istri yg mengakibatkan berakhirnya hubungan keluarga
(rumah tangga) antara suami dan istri tersebut.
Sebab Putusnya Perkawinan

Perkawinan putus atau berakhir karena adanya sebab,


yaitu:
1. Kematian: cerai mati,
2. Perceraian: cerai gugat dan cerai talak, dan
3. Putusan pengadilan: cerai batal.
Alasan-alasan Perceraian:(Ps 116 KHI Jo. Pasal 19 PP
No 9 tahun 1975)

1. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat, penjudi dan
sebagainya yg sukar disembuhkan;
2. Meninggalkan S/I selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada ijin
atau alasan yang jelas dan benar;
3. S/I dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih setelah
perkawinan dilangsungkan;
4. S/I bertindak kejam dan suka menganiaya;
5. Cacat badan atau penyakit yang diderita shg tdak dapat
menjalankan kewajiban S/I;
6. Terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa
kemungkinan untuk rukun kembali (syiqaq);
7. S melanggar taklik-talak yang dia ucapkan saat ijab-kabul;
8. S/I beralih agama atau murtad yang mengakibatkan
ketidaakharmonisan dalam keluarga.
Bentuk Perkara Perceraian di PA

1. Cerai Talak
2. Cerai Gugat
3. Cerai dengan alasan zina
1. Cerai Talak
• Cerai Talak, adalah permohonan seorang suami kepada
pengadilan agama yang akan menceraikan isterinya dengan
suatu tuntutan agar diberi izin untuk menjatuhkan talaknya di
depan sidang pengadilan agama.(Ps 66-72 UUPA)
• Diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman istrinya sebagai termohon.
• Bentuk & Isi Permohonan Talak:
(Ps 66 (1) jo (5) dan Ps 57 UUPA)
a. Identitas Pemohon dan Termohon
b. Posita (kasus posisi/waqi’ah)
c. Petitum/petita:”mohon kpd majelis hakim utk menerima
permhn pmhn dan mengizinkan pmhn utk m’ikrar’ talak
di dpn majelis hakim”
Tahapan PersidanganCerai Talak:

• Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis


Hakim selambat- lambatnya 30 hari setelah berkas atau surat
permohonan cerai didaftarkan di Kepaniteraan.
• Pemeriksaan permohonan cerai talak ini dilakukan dalam
sidang terlutup untuk umum.
• Selama proses pemeriksaan cerai talak sebelum sidang
pembuktian isteri dapat mengajukan gugatan rekonvensi
mengenai nafkah anak, nafkah madhiah (materi), nafkah
iddah, mut’ah, hadhonah dan harta bersama, namun demi
efektifnya gugatan rekonvensi yang terakhir sebaiknya
diajukan secara tersendiri setelah perceraian selesai.
Akibat Hukum Permohonan Talak:

• Pemohon mengucapkan Ikrar Talak (jk wkt 6 bln)


• Hubungan Suami-Isteri putus
• Hak Iddah utk Isteri (3 bln)
• Dapat dilaksakan pmbagian harta bersama
• Adanya hak asuh anak/hadanah (Ps 149-157 KHI)
2. Cerai Gugat:
• Cerai gugat adalah gugatan perceraian yang diajukan oleh
isteri kepada Pengadilan agama yang tuntutan
(petitumnya) memohon agar pengadilan Agama
memutuskan perkawinan penggugat dengan tergugat.
• Gugatan cerai ini diajukan kepada pengadilan agama yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat,
kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan
tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
• Gugatan  perceraian baru akan dikabulkan jika terbukti
beralasan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 19 PP
Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 116 Kompilasi Hukum Islam.
• Cerai Gugat diatur dalam Ps 73-86 dan Ps 57 UUPA.
Proses Litigasi Cerai Gugat:
• Tahapan sidang sama dgn Cerai Talak
• Gugatan cerai dgn alasan Syiqaq harus
menghadirkan seorang hakam (Ps 76 UUPA)
• Gugatan Penguasaan Anak & Nafkah & Harta
Bersama boleh diajukan bersama atau sesudah
putusan cerai tetap (Ps 86 (1))
• Jk ada tuntutan pihak ketiga => Harta Bersama
ditunda! (Ps 86 (2))
• Putusan pengadilan perkara cerai talak dan cerai
gugat adalah talak raj’i
Macam-macam Talak

1. Talak Raj'i (rujuk) adalah talak di mana suami boleh merujuk


kembali isteri yang diceraikannya itu dan diletakkan kembali di
bawah jagaannya selama iddah masih belum tamat.
2. Talak Ba'in (nyata) adalah talak di mana suami tidak lagi
dapat merujuk kembali kpd isterinya, kecuali dengan
persyaratan. Ada dua macam talak ba’in, yaitu:
a) Talak Ba'in Sughra adalah talak yang kurang dari 3 kali
setelah masa iddah habis, boleh merujuk dengan syarat
adanya akad nikah baru dan mahar kawin.
b) Talak Ba'in Kubra adalah talak yang kali ke tiga (3)
dijatuhkan oleh suami ke atas isterinya, dan tidak
dibolehkan rujuk kecuali bekas isteri telah berkawin dengan
lelaki lain.
3. Cerai Dengan Alasan Zina

• Diatur dalam Pasal 87-88 UUPA


• Pengertian dan Dasar Hukum:
a. Pengertian Zina: (4 unsur)
• hubungan seksual antara lelaki dan
perempuan secara sadar dan disertai nafsu
diluar ikatan perkawinan sah.
b. Tuduhan dan sanggahan zina dengan tanpa
alat bukti harus dengan sumpah:
• Suami → Sumpah li’an
• Istri → Hukum acara yg berlaku
Tata Cara Sumpah Li’an (Ps. 127 KHI):

a. Suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan


atau pengingkaran anak tersebut diikuti sumpah kelima
denagn kata-kata “laknat Allah atas dirinya apabila tuduhan
dan atau pengingkaran tersebut dusta”.
b. Isteri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut
dengan sumpah empat kali dengan kata “tuduhan dan atau
pengingkaran tersebut tidak benar”, diikuti sumpah kelima
dengan kata-kata “murka Allah atas dirinya jika tuduhan dan
atau pengingkaran tersebut benar”.
c. Tata cara pada huruf a dan huruf b tersebut merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahkan;
d. Apabila tata cara huruf a tidak diikuti dengan tata cara huruf
b, maka dianggap tidak terjadi li’an.
Akibat Hukum Cerai Dengan Alasan Zina:

• Perkawinan putus utk selamanya


• Anak dinasabkan ke Istri
• Suami terbebas dari kewajiban nafkah.
DISPENSASI KAWIN

• Perkawinan hanya diizinkan bagi mereka yang telah


memenuhi persyaratan usia, yaitu 19 tahun bagi
laki-laki dan perempuan.
• Dispensasi Kawin adalah pemberian izin kawin oleh
pengadilan kepada calon suami/isteri yang belum
berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan.
• Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin.
Hukum Acara Pengadilan Agama

 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan beserta


peraturan pelaksanaannya. (telah diubah) menjadi UU
No. 16 tahun 2019 tentang Perkawinan.
 Perubahan norma dalam 
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
 ini menjangkau batas usia untuk melakukan perkawinan,
dengan menaikkan batas minimal umur perkawinan bagi
wanita.
 Batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan
dengan batas minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu 19
(sembilan belas) tahun. 
Persyaratan administrasi Dispensasi
Kawin :
1. Surat permohonan ;
2. Fotokopi KTP kedua orang tua/wali ;
3. Fotokopi Kartu Keluarga ;
4. Fotokopi KTP atau Kartu Identitas Anak dan/atau akta kelahiran anak ;
5. Fotokopi KTP atau Kartu Identitas Anak dan/atau akta kelahiran calon
suami/isteri; dan ;
6. Fotokopi ijazah pendidikan terakhir anak dan/atau surat keterangan
masih sekolah dari sekolah anak ;
• Jika persyaratan tersebut di atas tidak dapat dipenuhi maka dapat
digunakan dokumen lainnya yang menjelaskan tentang identitas dan
status pendidikan anak dan identitas orang tua/wali (Pasal 5 ayat (2)
Perma No. 5 Tahun 2019);
Permohonan Dispensasi Kawin diajukan oleh :

1. Orang tua ;
2. Jika orang tua bercerai, tetap oleh kedua orang tua atau
salah satu orang tua yang memiliki kuasa asuh terhadap
anak berdasar putusan pengadilan ;
3. Jika salah satu orang tua meninggal dunia atau tidak
diketahui alamatnya, dispensasi kawin diajukan oleh salah
satu orang tua ;
4. Wali anak jika kedua orang tua meninggal dunia atau dicabut
kekuasaannya atau tidak diketahui keberadaannya ;
5. Kuasa orang tua/wali jika orang tua/wali berhalangan ;
• Dispensasi kawin diajukan kepada pengadilan yang
berwenang dengan ketentuan sebagai berikut :
 Pengadilan sesuai dengan agama anak apabila
terdapat perbedaan agama antara anak dan
orang tua ;
 Pengadilan yang sama sesuai domisili salah satu
orang tua/wali calon suami atau isteri apabila
calon suami dan isteri berusia di bawah batas
usia perkawinan ;
Penyelesaian Sengketa Harta Bersama (Gono
Gini)

• Harta bersama merupakan harta yang didapat


suami/isteri selama ikatan pernikahan.
• Menurut pasal 35 ayat (1)  Undang�Undang No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP), harta bersama
adalah harta benda yang diperoleh selama
perkawinan.
• Pasal 36 ayat (1) UUP menyatakan, tindakan hukum
apapun terkait dengan harta bersama harus melalui
persetujuan suami dan istri.
Harta Dalam Perkawinan
• Harta dalam perkawinan (rumah tangga)
dibedakan menjadi:
1. Harta yang diperoleh selama perkawinan yang
menjadi “harta bersama”; dan
2. Harta bawaan masing-masing suami istri, baik
harta tersebut diperoleh sebelum menikah atau
dalam pernikahan yang diperoleh masing-
masing sebagai harta pribadi, contohnya,
hadiah atau warisan. Harta pribadi sepenuhnya
berada di bawah penguasaan masing-masing
sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Berapa Porsi Suami/Isteri Dalam Harta Bersama?

• Berdasarkan putusan Mahkamah Agung tanggal 9 Desember


1959 Nomor: 424K/STP/1959 dalam putusan tersebut dijelaskan
bahwa: "Menurut yurisprudensi Mahakamah Agung dalam hal
terjadi perceraian barang gono-gini harus dibagi antara suami dan
istri dengan masing-masing mendapat separuh bagian".
• Hal ini sejalan dengan ketentuan KHI (Kompilasi Hukum Islam)
pasal 97, apabila terjadi perceraian maka dari masing-masing
pasangan suami-istri berhak mendapatkan separuh dari harta
bersama tersebut selama tidak ada ditentukan lain dalam sebuah
perjanjian (kesepakatan) dalam perkawinan.
• SEMA Nomor 3 tahun 2018 tentang Pemberlakuan
Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung
Tahun 2018 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi
Pengadilan disebutkan bahwa:
"tuntutan atau gugatan terhadap harta bersama yang
objek sengketannya masih digadaikan (agunkan) sebagai
sebuah jaminan utang/objek tersebut mengandung
perselisihan kepemilikan akibat dari perbuatan transaksi
suami-istri dan seterusnya, maka gugatan atas objek
tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Penyelesaian Sengketa Hak Asuh Anak
(Hadhanah)
• Menurut Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang
Perkawinan disebutkan bahwa apabila putus perkawinan
karena perceraian mempunyai akibat hukum terhadap
anak, maka baik Bapak atau Ibu tetap berkewajiban
memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata
berdasarkan kepentingan anak, bilamana terjadi
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,
Pengadilan memberikan keputusannya (pasal 41).
HAK ASUH ANAK PADA IBU
• Adapun ketentuan mengenai hak asuh anak secara jelas
termuat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI),
sebagaimana dalam Pasal 105 yaitu sebagai berikut:
• Dalam hal terjadinya perceraian :
1. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau
belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;
2. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz
diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah
atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya;
3. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
HILANGNYA HAK ASUH ANAK PADA IBU:
• alasan yang dapat mengakibatkan seorang ibu kehilangan
hak asuh terhadap anaknya, yaitu:
1. Menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya
yang sukar disembuhkan;
2. Telah meninggalkan pihak lain tanpa izin dan tanpa
alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya;
3. Mendapat hukuman penjara
4. Melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;
5. Alasan-alasan lain sehingga dikhawatirkan tidak dapat
menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak-
anaknya.
Yurisprudensi dalam menentukan hak asuh terhadap
anak-anak yaitu Putusan Mahkamah Agung RI No. 102
K/Sip/1973 tanggal 24 April 1975, yaitu:

“Berdasarkan yurisprudensi mengenai perwalian


anak, patokannya ialah bahwa ibu kandung yang
diutamakan, khususnya bagi anak-anak yang
masih kecil, karena kepentingan anak yang
menjadi kriterium, kecuali kalau terbukti bahwa Ibu
tersebut tidak wajar untuk memelihara anaknya.”
Kewenangan PA di Bidang
Kewarisan

• Kewenangan Bidang Kewarisan, Wasiat dan Hibah:


Pasal 49 ayat (3) UU No. 7 Th 1989:
a) Penentuan siapa-siapa yg menjadi ahli waris;
b) Penentuan harta peninggalan, tirkah yang dapat
diwarisi, dan besarnya harta warisan
c) Penentuan bagian masing2 ahli waris;
d) Melaksanakan pembagian harta peninggalan.
Penghapusan Hak Opsi Penyelesaian Sengketa
Waris

• Bidang Kewarisan adalah mengenai penentuan siapa-siapa


yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing
ahli waris, dan pelaksanaan pembagian harta peninggalan
tersebut bilamana pewarisan tersebut dilaksanakan
berdasarkan hukum Islam. (Penjelasan Umum UU No 7
Tahun 1989)
• UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama.
Dalam Penjelasan Umum UU tersebut dinyatakan:
“Para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan
untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam
pembagian warisan, dinyatakan dihapus”.
Kewenangan Bidang Wakaf, Zakat,
Infak dan Sadaqah
• Pada saat ini telah ada pengaturan tersendiri tentang
wakaf melalui Undang-Undang no. 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf” jo. PP 28 Tahun 1977 Tentang
Perwakafan Tanah Milik.

Wakaf adalah Perbuatan hak utk memisahkan


dana/mnyerahkn sbg harta utk dimanfaatkn selamanya
a/ utk jgk wkt ttt sesuai dg kpntingannya guna kperluan
ibadah & atau kesejahteraan umum mnrt syariah (Ps 1
(1) UU No. 41 Th 2004).

• Mengenai zakat telah diatur dlm UU No. 23 Tahun 2011


Tentang Pengelolaan Zakat.
SENGKETA WAKAF

• Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut


hukum, tetap di wakif dalam rangka mempergunakan
manfaatnya untuk kebajikan.
• Harta benda wakaf hanya hanya diperuntukkan untuk:
Sarana dan kegiatan ibadah;
Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu,
bea siswa;
Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak
bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 40 UU Wakaf No. 41 Tahun 2004
• Harta benda wakaf yang telah diwakafkan
dilarang :
a) Dijadikan jaminan;
b) Disita;
c) Dihibahkan;
d) Dijual;
e) Diwariskan;
f) Ditukar; atau
g) Dialihkan dalam bentuk pengalihan lainnya.
Penyelesaian Sengketa Wakaf
• Penyelesaian sengketa perwakafan melalui jalur ajudikatif
ke pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah merupakan
langkah terakhir (bukan pilihan) setelah mekanisme
musyawarah mufakat, mediasi dan arbitrase gagal
menyelesaikan sengketa. (Pasal 62 Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf )
Bentuk Sengketa Wakaf
1. Sengketa yang menyangkut status wakaf, yang
diperselisihkan oleh ahli waris wakif, nazir, maupun
pihakpihak lain yang merasa berkepentingan terhadap
obyek wakaf.
2. Sengketa yang berkaitan dengan perlakuan terhadap
objek wakaf, baik yang dilakukan oleh ahli waris wakif,
nazir, ahli waris nazhir maupun pihak-pihak lain.
Kewenangan Bidang Ekonomi Syariah

 Penjelasan Pasal I Angka 37, mengenai Perubahan bunyi Pasal


49 UU. No.7 Tahun 1989, pada poin (i) disebutkan:
Yang dimaksud ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan
usaha menurut prinsip syariah meliputi:
a. bank syariah;
b. asuransi syariah;
c. reasuransi syariah;
d. reksa dana syariah;
e. obligasi syariah; dan surat berharga berjangka menengah syariah;
f. sekuritas syariah;
g. pembiayaan syariah;
h. pegadaian syariah;
i. dana pensiun lembaga keuangan syariah;
j. bisnis syariah; dan
k. lembaga keuangan mikro syariah.
Pasal 55 UU No. 21/2008 ttg Perbankan
Syariah

Pasal 55

(1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh


pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.
(2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian
sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad.
(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah.


Pasal 55 UU No. 21/2008 ttg
Perbankan Syariah
Penjelasan :
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan
sesuai dengan isi Akad” adalah upaya sebagai berikut:
a. Musyawarah;
b. Mediasi perbankan;
c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas)
atau Lembaga Arbitrase lain; dan/atau
d. melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
Gugat ke Mahkamah Konstitusi

Putusan MK No. 93/PUU-X/2012 tgl 28


Maret 2013

Amar Putusan :
Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
1. Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah bertentangan
dengan UUD’45.
2. Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat;
AKIBAT HUKUM

1. Penyelesaian sengketa Ekonomi Syariah


tidak ada pilihan lain selain di Peradilan
Agama.
2. Penyelesaian dengan Jalan Musyawarah
dapat dilaksanakan jika memang diperjanjikan.
3. Penyelesaian sengketa Ekonomi Syariah di
Peradilan Umum BERTENTANGAN dengan
Putusan ini & akibatnya BATAL DEMI HUKUM.
Hukum Acara Pengadilan Agama

• Payung Hukum -> Pasal 54 UU No. 7 tahun 1989


tentang Peradilan Agama Jo UU No. 3 tahun 2006
tentang Peradilan Agama.
• “Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara
Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah
diatur secara khusus dalam Undang-undang ini”.
Hukum Acara Pengadilan Agama

1) HIR (Het Herzine Indonesich Reglemen) / Reglemen


Indonesia Baru, Staatblad 1848.
2) RBg (Reglemen Buitengwesten) Staatblad No. 277 tahun
1927
3) Rv (Reglemen Hukum Acara Perdata Untuk golongan Eropa)
Staatblad No 52 Jo Staatblad 1849 No.63
4) KUH-Perdata (BW)
Hukum Acara Pengadilan Agama

1) UU No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.


2) UU No.5 Tahun 2004 Tentang MA RI, yang mengatur
tentang hukum acara kasasi
3) UU No.8 Tahun 2004 Tentang Peradilan Umum.
4) UU No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
(telah diubah) menjadi; (Kewenangan Hk Keluarga)
5) UU No.3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.
(Kewenangan bertambah  Ekonomi Syariah)
PROSES BERPERKARA
DI PENGADILAN AGAMA
• Dalam menyelesaikan perkara di PA, ada 2 proses yang
harus dilalui:
1. Proses Administrasi
2. Proses Litigasi
1. Proses Administrasi di PA

1) Pendaftaran Perkara:
a. Penggugat/Pemohon atau kuasanya dtg ke bag.
Pendaftaran PA mengajukan gugatan/prmohonan
dgn surat/lisan ke PA dg bukti identitas.
b. Panitera pendaftr (dapat) memberikan penjelasan
ttg perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya
perkara.
c. Pggt mbayar uang muka (voorschoot) biaya atau
ongkos perkara (Ps 121 ayat 4 HIR).
d. Panitera pendaft menyampaikan ke bag perkara,
shg gugatan resmi didaftar dlm buku register,
ditentukan nomor perkara dan tanggal.
Proses Administrasi di PA
2) Persiapan Persidangan:
a. Setelah proses pendaftaran selesai,
gugatan/permohonan diteruskan ke Ketua PA.
b. Ka PA menentukan majelis hakim yg akan
mengadili dan hari sidang.
c. Majelis hakim (ketua dan anggota) memeriksa
kelengkapan surat gugatan.
d. Panitera memanggil Pggt & Tggt scr patut.
e. Semua proses pemeriksaan perkara dicatat
dalam BAP.
2. Proses Litigasi
• Tahapan Persidangan:
a) Sidang I : Pembacaan SP/SG dan
Perdamaian
b) Sidang II: Jawaban
c) Sidang III: Replik
d) Sidang IV: Duplik
e) Sidang V: Pembuktian
f) Sidang VI: Kesimpulan
g) Sidang VII: Penetapan Hakim
h) Sidang VIII: Penyaksian Ikrar Talak
PROSEDUR PERSIDANGAN PERKARA
PERDATA GUGATAN DI PENGADILAN AGAMA

1) Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum;


2) Para pihak (penggugat dan tergugat) diperintahkan memasuki ruang
sidang;
3) Para pihak diperiksa identitasnya (surat kuasanya), demikian pula
diperiksa surat ijin praktik dari organisasi advokat;
4) Apabila kedua belah pihak lengkap maka diberi kesempatan untuk
menyelesaikan dengan perkara secara damai/MEDIASI (PERMA 01/2016);
5) Ditawarkan apakah akan menggunakan MEDIATOR dari lingkungan PN
atau dari luar (PERMA RI No.1 Tahun 2016);
6) Apabila tidak tercapai kesepakatan damai maka sidang dilanjutkan
dengan pembacaan surat gugat oleh penggugat/kuasanya;
7) Apabila perdamaian berhasil maka dibacakan dalam persidangan dalam
bentuk akta perdamaian yang bertitel DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YME;
PROSEDUR PERSIDANGAN PERKARA
PERDATA GUGATAN DI PENGADILAN AGAMA

8) Apabila tidak ada perubahan acara selanjutnya jawaban


dari tergugat; (jawaban berisi eksepsi, bantahan,
permohonan putusan provisionil, gugatan rekonvensi);
9) Apabila ada gugatan rekonvensi tergugat juga berposisi
sebagai penggugat rekonvensi;
10) Replik dari penggugat, apabila digugat rekonvensi maka ia
berkedudukan sebagai tergugat rekonvensi;
11) Pada saat surat menyurat (jawab jinawab) ada kemungkinan
ada gugatan intervensi (voeging, vrijwaring, toesenkomst);
12) Sebelum pembuktian ada kemungkinan muncul putusan
sela (putusan provisionil, putusan tentang dikabulkannya
eksepsi absolut, atau ada gugat intervensi);
PROSEDUR PERSIDANGAN PERKARA
PERDATA GUGATAN DI PENGADILAN AGAMA

13) Pembuktian
14) Dimulai dari penggugat berupa surat bukti dan saksi;
15) Dilanjutkan dari tergugat berupa surat bukti dan
saksi;
16) Apabila menyangkut tanah (Waris, Hibah, Wakaf dll)
dilakukan pemeriksaan setempat / Lokasi;
17) Kesimpulan
PROSEDUR PERSIDANGAN PERKARA
PERDATA GUGATAN DI PENGADILAN AGAMA

18) Musyawarah oleh Majlis Hakim (bersifat rahasia);


19) Pembacaan Putusan;
20) Isi putusan: a. Gugatan dikabulkan,
b. Gugatan ditolak,
c. Gugatan tidak dapat diterima;
21) Atas putusan ini para pihak diberitahu hak-haknya apakah akan
menerima, pikir-pikir atau akan banding. Apabila pikir-pikir maka
diberi waktu selama 14 hari;
22) Dalam hal ada pihak yang tidak hadir maka diberitahu terlebih
dahulu dan dalam waktu 14 hari setelah pemberitahuan diberi
hak untuk menentukan sikap. Apabila waktu 14 hari tidak
menentukan sikap maka dianggap menerima putusan.
ALAT BUKTI DALAM
HUKUM ACARA PERDATA

Berdasarkan ketentuan pasal 164 HIR dan 284 Rbg serta


pasal 1866 BW ada (5) lima alat bukti dalam perkara perdata
di Indonesia, Yaitu:
1) alat bukti tertulis
2) alat bukti saksi
3) alat bukti persangkaan
4) alat bukti pengakuan
5) alat bukti sumpah
Produk Pengadilan Agama

PERKARA
PEMOHON PENETAPAN
PERMOHONAN

PENGGUGA PERKARA
PUTUSAN
T GUGATAN
UPAYA HUKUM

BANDING PTA

BIASA

KASASI MA
UPAYA HUKUM

LUAR BIASA/ PENINJAUAN KEMBALI /


REQUEST CIVIL
MA
ISTIMEWA
SEKIAN DAN TERIMAKASIH!

Anda mungkin juga menyukai