NIM : D1A019025
1. Jelaskan kedudukan peradilan agama menurut pasal 2-4 Undang-Undang Peradilan Agama !
Pasal 2
"Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang
beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini (tentang
perkara dalam lingkup lapangan hukum perdata tertentu, yang berdasar pada hukum islam)." Kedudukan
pasal 2 ini menjelaskan tentang batasan atau ruang lingkup kekuasaan atau kewenangan absolut dari
lembaga Peradilan Agama.
Pasal 3
a.Pengadilan Agama;
(2) Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Agama berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai
Pengadilan Negara Tertinggi.
Pasal 3 ini menjelaskan kedudukan struktur lembaga peradilan agama secara hierarkis mulai dari
Pengadilan negeri agama sampai dengan Mahkamah Agung sebagai pengadilan Negara tertinggi.
Pasal 4
(1) Pengadilan Agama berkedudukan di kotamadya atau di ibu kota kabupaten, dan daerah hukumnya
meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten.
(2) Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di Ibukota propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Propinsi.
(2). Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yg berada
di bawahnya dalam lingkunan: Peradilan Umum, Perdilan Agama, Peradilaan Militer, Peradilan
Tata Usaha Negara dan oleh Mahkamah Konstitusi. (Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan absolut
lembaga Kehakiman secara desentralisir)
(3). Badan-badan lain yg fungsinya berkaitan dgn kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-
undang.
2. Kekuasaan absolut: kewenangan PA untuk memeriksa dan memutus perkara-perkara yang duajukan
oleh orang-orang yg beragama Islam di bidang perkara: (perdata tertentu)
a. perkawinan;
d. ekonomi syari’ah. Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah (Ps. 49 UUPA).
5. Sebutkan macam-macam bidang ekonomi syari'ah yang menjadi kekuasaan absolut P.A
bedasarkan Pasal 49 UU no.3 tahun 2006 !
1. Bank Syari’ah;
2. Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah;
3. Asuransi Syari’ah;
4. Reasuransi Syari’ah;
5. Reksadana Syari’ah;
6. Obligasi Syari’ah dan Surat Berharga Berjangka Menengah Syari’ah;
7. Sekuritas Syari’ah;
8. Pembiayaan Syari’ah;
9. Pegadaian Syari’ah;
10. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syari’ah; dan
11. Bisnis Syari’ah.
Kekuasaan relatif Pengadilan Agama Mataram adalah seluas wilayah Kota Mataram. Kekuasaan Pengadilan
Agama Lombok Barat adalah seluas wilayah kabupaten Lombok Barat. Kakuasaan relatif Pengadilan Agama
Praya adalah seluas wilayah Kabupaten Lombok Tengah, dan seterusnya, Maka dari itu, setiap lembaga
pengadilan hanya boleh memeriksa,mengadili dan memutus perkara yang terjadi di sekitar wilayah hukumnya.
Namun berikut beberapa ketentuan pengaturan yang menjadi pengecualian menurut pasal 118 HIR :
a. Apabila terdapat 2 tergugat maka gugatan boleh diajukan pada salah satu dari dua daerah tergugat
berada.
b. Apabila tergugat tidak diketahui, gugatan diajukan pada daerah penggugat.
c. Apabila gugatan yang diajukan terkait benda tidak bergerak maka gugatan diajukan di mana letak
benda tidak bergerak tersebut berada.
d. Apabila ada tempat tinggal yang disebut dalam suatu akad maka gugatan diajukan pada tempat yang
dipilih dalam akad tersebut.
7. Jelaskan di pengadilan agama manakah tempat-tempat pengajuan surat permohonan cerai talak
!
- Permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama yg daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
termohon(isteri), kecuali suami termohon sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin
pemohon maka surat permohonan diajukan kpd Pengadilan Agama wilayah tempat kediaman pemhon
(suami).
- Suami termohon bertempat tinggal di Luar Negeri, maka surat permohonan diajukan kpd Pengadilan
Agama yg mewilayahi tempat kediaman pemohon.
- Suami pemohon dan termohon sama-sama bertempat tinggal di Luar Negeri, maka serta permohonan
diajukan kpd Pengadilan Agama yg mewilayahi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kpd
Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Surat gugatan cerai diajukan oleh Isteri (Penggugat) atau kuasanya ke Pengadilan Agama yg
mewilayahi tempat kediaman isteri.
Bila isteri sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa ijin suami dan/atau bila isteri
bertempat kediaman di luar negeri, maka surat gugatan percereian diajukan kepada Pengadilan
Agama yg mewilayahi tempat kediaman suami (Tergugat).
Jika kedua-duanya bertempat tinggal di luar negeri maka surat gugatan diajukan di oleh isteri ke
Pengadilan Agama yg mewilayahi tempat perkawinan mereka dahulunya dilangsungkan atau ke
Pengadilan Agama Jakarta Pusat sebagai Ibu Kota Negara RI.
9. Jelaskan di pengadilan agama manakah tempat pengajuan perkara lainnya seperti perkara
poligami, perkara izin perkawinan, perkara dispensasi kawin, perkara pencegahan perkawinan,
perkara pembatalan perkawinan dan perkara penolakan kawin, perkara warisan, hibah, wakaf,
dan perbankan syari'ah !
Perkara polygami, diajukan oleh suami (pemohon) ke PA yg mewilayahi tempat kediaman suami.
Perkara izin perkawinan, diajukan oleh calon isteri/suami yg belum berumur 21 thn ke PA yg
mewilayahi tempat kediaman calon mempelai.
Perkara dispensasai kawin, diajukan oleh calon suami ke PA yg ditujnuk oleh org tua masing-
masing.
Perkara penolakan kawin oleh PPN/KUA disebabakan karena calon isteri atau calon suami belum
memenuhi syarat, maka perkaranya diajukan ke PA yg mewilayahi tempat kantor PPN/KUA
tersebut.
Pada prinsipnya tempat mengajukan gugatan warisan, hibah, wasiat, wakaf dan perbankan
syariah, selain perkara perkawinan sama dgn perkara perdata pd umumnya sebagai mana yg
berlaku di peradilan umum (Pengadilan Negeri ), yaitu diajukan kepada PA yg mewilayahi
tempat tinggal tergugat.
Jika gugatan mengenai benda tetap (onroerende goideren), diajukan ke PA yg mewilayahi tempat
benda tetap.
2. UU No. 3 Tahun 2006 ttg Prubahan UU No.7 Thn 1989 ttg Peradilan Agama;
5. HIR (Het Herziene Indlands Reglemen) dan RIB (Reglemen Indonesia yang Baru); utk
daerah Jawa dan Madura.
6. Rbg (Recht Reglemen Buiten gewesten) atau disebut reglemen untuk daerah seberang, yi
luar Jawa dan Madura.
13. PP No. 10 thn 1983 ttgijin perkawinan dan percereian bagi PNS
14. PP No. 45 than 1990 ttg perubahan PP No. 19 thn 1983 ttg ijin perkawinan dan
percereian PNS
Permohonan merupakan surat yang sengaja dibuat berisikan tentang semua tuntutan hak perdata
yang dibuat oleh pihak yang berkepentingan dan membahas tentang perkara yang tidak
mengandung sengketa. Badan peradilan yang akan memproses pengadilan ini dianggap sebagai
proses peradilan yang tidak sebenarnya.
Sedangkan gugatan merupakan surat yang memuat seluruh tuntutan hak yang mengandung unsur
sengketa dan nantinya akan menjadi dasar untuk dilakukannya pemeriksaan perkara dan coba
untuk dibuktikan kebenarannya.
01.
a.Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah
(pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo. Pasal 66 UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
b.Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tentang
tata cara membuat surat permohonan (pasal 119 HIR, 143 R.bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Th. 1989 yang
telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
c.Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah
menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan
Termohon;
02.
a.Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Th. 1989
yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
b.Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon,
maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU
No. 3 Th. 2006);
c.Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat
(3) UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
d.Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada
Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya
perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Th. 1989 yang
telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
03.
04.
Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-
sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Th.
1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
05.
Membayar biaya perkara (pasal 121 HIR ayat (4), 145 ayat (4) R.Bg jo. Pasal 89 UU No. 7 Th. 1989 yang
telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara Cuma-Cuma
(prodeo) (pasal 237 HIR, 237 R.Bg)
13. Sebutkan tata cara pemeriksaan perkara di peradilan agama dari tingkat pertama sampai
dengan tingkat kasasi !
Surat gugatan/permohonan
Pendaftaran perkara/registrasi
Penetapan hakim/panitra
Jika mediasi tdk tercapai maka sidang dilanjutkan dgn Pembacaan gugatan;
TAHAP PUTUSAN
Putusan (kalah/menang)
Eksekusi
TAHAP PUTUSAN
Putusan (kalah/menang)
Eksekusi
1. Verzed
2. Banding
3. Kasasi
Cepat
Sederhana
Biaya ringan
Kepastian hukum
Pemberdayaan individu
- Negosiasi (kedua belah pihak bermusawarah), Negosiasi sebagai sarana bagi para pihak yang bersengketa
untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah, sehingga tidak ada
prosedur baku, akan tetapi prosedur dan mekanismenya diserahkan kepada kesepakatan para pihak yang
bersengketa tersebut.
- Mediasi , Pengertian mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan dibantu oleh pihak ketiga (mediator)
yang netral/tidak memihak
- Konsiliasi, Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dengan intervensi pihak ketiga (konsiliator), dimana
konsiliator lebih bersifat aktif, dengan mengambil inisiatif menyusun dan merumuskan langkah-langkah
penyelesaian, yang selanjutnya ditawarkan kepada para pihak yang bersengketa.
Arbitrase Sengketa dalam arbitrase diputus oleh arbiter atau majelis arbiter yang mana putusan arbitrase
tersebut bersifat final and binding.
Reglemen op de Burgerlijk Rechtvordering (RV), peraturan arbitrse zaman Belanda, masih berlaku
melalui Ps. II AP UUD’45