TENTANG
NIM : D1A019025
KELAS : A2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan
masyrakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui
bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam meminjam
uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan
kegiatan perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf kehidupan.
Unsur yang terpenting dalam kredit adalah adanya kepercayaan dan yang lainnya
adalah sifat atau pertimbangan saling tolong-menolong. Dilihat dari pihak
kreditor, maka unsur yang paling penting dalam kegiatan kredit sekarang ini
adalah untuk mengambil keuntungan dari modalnya dengan mengharapkan
pengembalian prestasi, sedangkan bagi debitor adalah bantuan dari kreditor untuk
menutupi kebutuhannya berupa prestasi yang diberikan kreditor. Hanya saja
antara prestasi dengan pengembalian prestasi tersebut ada suatu masa yang
memisahkannya, sehingga terdapat tenggang waktu tertentu. Kondisi ini
mengakibatkan adanya risiko, berupa ketidaktentuan pengembalian prestasi yang
telah diberikan, oleh karena itu diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit
tersebut.
1
Lulusan Pada Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado
Tahun 2013
2 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011, hal.57
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A. LANDASAN TEORI
1. Perjanjian Pada Umumnya
2
Pengertian Perjanjian
Sepakat mereka yang mengikatkan diri" adalah asas esensial dari Hukum
Perjanjian. Asas ini juga dinamakan asas otonomi konsensualisme, yang
menentukan "ada "nya perjanjian. Oleh Grotius dikatakan "pacta sunt servanda"
(janji itu mengikat), dan "promissorum implendorum obligatio" (kita harus
memenuhi janji kita).Kebebasan merupakan perwujudan dari kehendak bebas dan
pancaran hak asasi manusia. Dalam Hukum Perjanjian Nasional, diterapkan asas
kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu memelihara
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Dalam perkembangannya, asas ini
semakin sempit dilihat dari beberapa segi yaitu: segi kepentingan umum, segi
perjanjian baku, dan segi perjanjian dengan pemerintah.
b. Asas Konsensualisme
23
Ibrahim, Op. Cit., hal. 26. Sebagaimana dikutip dari J. Satrio, "Hukum Perjanjian", (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1992), hal. 31-31.
4 Mariam Darus Badrulzaman (1), "K.U.H. Perdata Buku III Hukum Perikatan Dongan
Penjelasan", cet. I, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 108-109.
Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasa l 1338 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Penyebutan kata "semua" menunjukkan setiap orang
diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya yang dirasa baik untuk
mencipta kan perjanjian. Asas ini erat kaitannya dengan asas kebebasan
mengadakan perjanjian.
c. Asas Kepercayaan
d. Asas Kekuatan
mengikat Terikatnya para pihak tidak se mata-mata terbatas pad a apa yang
diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang
dikehendaki oleh kebiasaan da n kepatutan serta moral.
Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tanpa adanya
perbedaan walaupun terdapat perbedaan kulit, bangsa, dan lain sebagainya.
Masing-masing pihak saling menghormati satu sarna lain sebagai manusia
ciptaan Tuhan.
f. Asas Keseimbangan
Asas ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan yang menghendaki para
pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Masing-masing
pihak me mpunyai kewajiban dan hak satu sama lain.
h. Asas Moral
35
Mariam Darus Badrulzaman (2), ·”Aneka Hukum Bisnis". cet. 1 , (Bandung: Alumni, 1997). hal.
42. Lihat pula Badrulzaman (1). Ibid .. hal. 113.
6 Badrulzaman (I), Ibid.. hal. 1 15. Liha! pu la Badrulzaman (2). Ibid .. hal. 44.
Asas ini terdapat dalam Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Faktor-faktor yang memberikan mot ivasi pad a para pihak untuk melakukan
perbuatall hukum (perjanjian) berdasarkan pad a kesusilaan (moral), sebagai
panggilall dari hati Iluraninya.
i. Asas Kepatutan
Asas ini be rkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Melalui asas ini,
ukuran-ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam
masyarakat. Asas ini dituangkan pula dalam Pasal 1339 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.
j. Asas Kebiasaan
Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo. 1347 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang dipandang sebagai bag ian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak
hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga untuk hal-
hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti.
Syarat sahnya perjanjian secara umum diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yang menyatakan:
Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subyektif, karena terkait dengan
subyek perjanjian, apabila dilanggar, akibat hukumnya adalah terhadap perjanjian
dapat dilakukan atau dimintakan pembatalan. Sementara itu, kedua syarat terakhir
disebut syarat obyektif, karena terkait dengan obyek perjanjian, apabila dilanggar,
akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum atau dianggap tidak
pernah terjadi perjanjian. Dilihat dari syarat sahnya perjanjian ini, Asser
membedakall bag ia n perjanjian, yaitu bagian inti dan bagian bukan inti. Bagian
inti perjanj ian terdiri dari esensalia (merupakan sifat yang harus ada dalam
perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta,
seperti persetujuan antara para pihak dan obyek perjanjian); naturalia (merupakan
sifat bawaan/natuur dari perjanjian sehingga seeara diam-diam melekat pada
perjanjian. seperti jaminan tidak adanya caeat dalam barang yang dijual);
4
aksidentalia (merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal seeara
tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan mengenai domisili para
pihak)
2. Pengertian Kredit
Sedangkan pengertian kredit menurut undang –undang No.10 tahun 1998 pasal
1 ayat (11) “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat di
persamakan dengan itu,berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utang nya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga”.
Sedangkan pengertian kredit menurut undang –undang No.10 tahun 1998 pasal 1
ayat (11) “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat di persamakan
dengan itu,berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utang
nya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga”.
Untuk menghindari timbul nya kredit macet setiap bank perlu melakukan
pembinaan kredit sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.dari
segi hukum,Hasanudin Rahman(1995) menyatakan bahwa setiap kredit yang di
berikan harus berpedoman pada 3 hal :
a. Aman dalam arti legal risk setiap kredit yang di berikan telah terbebas dari
segala kekurangan ,baik mengenai kewenangan subjek hukum,objek
hukum,maupun jaminan dan yang menyangkut pihak-pihak lainya.bila di
kemudian hari terjadi kredit bermasalah bank telah mempunyai alat bukti
sempurna dan kuat untuk menjalankan suatu tindakan hukum bila dianggap perlu.
47
Badrulzaman (I). Ibid., hal. 115. Lihat pula Badnulzaman (2), Ibid., hal. 42.
8 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Gp. Cit .. haL 339.
9 Wikipedia “Kredit (Keuangan)” (https://id.wikipedia.org/wiki/Kredit_(keuangan) Pada 9
Desember 2020, 2020)
b.Terarah dalam arti setiap kredit yang di berikan harus sesuai dengan peruntukan
nya baik dari sisi penerima kredit maupun dari segi kegunaan nya terutama di
hubungkan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam memajukan sektor usaha .
b.Jangka waktu, bahwa dalam pemberian kredit telah disepakati tentang kapan
seorang debitur harus mengembalikan pinjamannya, dapat berbentuk jangka
pendek, menengah maupun jangka panjang.
Pada dasar nya pemberian kredit dapat di lakukan secara lisan maupun
tertulis,tetapi yang paling umum di lakukan oleh kalangan perbankan adalah
secara terulis yang biasa nya di tuangkan dalam bentuk perjanjian kredit,hal ini
lebih mudah pengusutan nya jika terjadi wanprestasi dari pihak debitur.namun
5
10 Supaijo, “ASPEK-ASPEK HUKUM PERDATA DALAM PENYALURAN KREDIT
PERBANKAN KEPADA MASYARAKAT”
demikian perjanjian kredit bank sebagai suatu perjanjian yang sering kita jumpai
tidak di ketemukan pengaturan nya dalam KUH pdt,tetapi istilah perjanjian kredit
dapat di jumpai dalam instruksi presidium kabinet No.15/EKA/10/1996
dinyatakan bahwa “di dalam memberikan kredit dalam bemtuk apapun,bank wajib
menggunakan akad perjanjian kredit”.
B. PEMBAHASAN MATERI
2. DASAR-DASAR PERKREDITAN
b.Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi
dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam
unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada
sekaranglebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan
datang.
c.Tingkat Risiko (Degree of Risk), yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai
akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi
dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama kredit
diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh-jauhnya
kemampuan manusia untuk menerobos masa depan itu, masih selalu terdapat
unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Hal inilah yang
menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah maka
timbullah jaminan dalam pemberian kredit.
d.Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga
dapat berbentuk barang atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi modern
sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang
menyangkut uanglah yang kita jumpai dalam praktik perkreditan.
Kelima unsur dalam pengertian kredit yang disebutkan di atas harus dipenuhi bagi
suatu pinjaman uang untuk dapat disebut sebagai kredit dibidang perbankan.
Pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank sebagai Financial
Intermediation. Dalam pemberian kredit tersebut, bank harus memperhatikan
dasar-dasar pemberian kredit terhadap nasabahnya. Dasar-dasar pemberian kredit
ini wajib dimiliki dan diterapkan setiap bank sebagai pedoman dalam memberikan
persetujuan terhadap suatu permohonan kredit guna mencegah terjadinya kredit
bermasalah dikemudian hari. Adapun dasar-dasar pemberian kredit ini diatur
dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
berbunyi :
Adapun ruang lingkup yang menjadi dasar hukum perjanjian kredit adalah sebagai
berikut :
8
15 Mgs. Edy Putra Tje’aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta : Liberty,
1986, hal. 31.
16 H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: Andi, 2000, hal. 30.
d.Perjanjian meminjam dalam undang-undang melepas uang.
Secara Yuridis ada 2 (dua) jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang digunakan
bank dalam memberikan kreditnya, yaitu:
17 Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia, Jakarta:
9
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berddasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
b. transaksi sewa- menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;
Dari ketentuan tersebut di atas yangpaling penting, yaitu bahwa bank dalam
menyalurkan dana untuk kredit harus didasarkan pada adanya suatu jaminan.
Adapun yang dimaksud dengan jaminan dalam pemberian kredit, yaitu keyakinan
bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang
diperjanjikan. (Pasal 2 ayat (1) SK Dir BI No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28
Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit). Sedangkan guna memperoleh
keyakinan tersebut maka bank sebelum memberikan kreditnya harus melakukan
penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek
usaha tersebut. Menurut Pasal 2 ayat (1) SK Dir BI No. 23/69/KEP/DIR tanggal
28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, yang dimaksud dengan
jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi
kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.
a.lancar;
c.kurang lancar;
d.diragukan; atau
e.macet.
Perjanjian kredit tunduk pada ketentuan buku III KUHP.Pdt tentang perikatan dan
Undang-undang perbankan No.10 tahun 1998, dan juga klasula-klasula yang telah
di tuangkan dalam perjanjian kredit dan telah di sepakati bersama oleh kedua
belah pihak sesuia dengan ketentuan pasal 1320 KUH.Pdt tentang sah nya
perjanjian berbunyi’Untuk sah nyapersetujuan di perlukan empat syarat:
“perjanjian pinjam mengganti ialah persetujuan dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang
habis karena pemakaian,dengan syarat bahwapihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.
Apabila pihak bank dan pihak debitur telah sepakat mengenai unsur perjanjian
pinjam mengganti,maka tidak berarti perjanjian pinjam mengganti tersebut telah
lahir,tetapi yang terjadi adalah perjanjian untuk mengadakan perjanjian pinjam
mengganti,perjanjian pinjam mengganti baru lahir apabila uang telah di serahkan
pihak bank kepada debitur sehingga dalam hal ini terdapat dua buah perjanjian
yang berdampingan yaitu;
1.Bunga moratoir yang di atur dalam pasal 1250 KUH perdata berbunyi:“Dalam
tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembayaran sejumlah
uang,penggantian biaya rugi dan bunga sekedar disebabkan karna terlambatnya
pelaksanaan. Hanya terdiri atas bunga yang di tentukan undang-undang dengan
tidak mengurangi peraturan undang-undang yang khusus’’.
2.Bunga yang di perjanjikanyang di atur dalam pasal 1766) KUH Perdata yang isi
nya “Bahwa di perbolehkan memperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau
barang lain yang habis karena pemakaian’’.
3.Bunga yang tidak diperjanjikan yang diatur dalam pasal 1766 KUH perdata
yang menyatakan “barang siapa telah menerima pinjaman dan membayar bunga
yang tidak telah di perjanjikan tidak dapat menuntut nya kembali maupun
mengurangi nya dari jumlah pokok,kecuali apabila bunga yang di bayar itu
melebihi bunga menurut undang-undang.dalam hal mana uang yang telah di bayar
selebihnya dapat di tuntut kembali atau di kurangkan dalam jumlah
pokok”.Dengan demikian bunga yang tidak diperjanjikan tidak wajib di
bayar,namun demikian apabila dibayar sebesar bunga moratoir,maka atas
pembayaran tersebut di anggap sebagai telah di perjanjikan.
4.Bunga majemuk yang di atur dalam pasal 1251 KUH perdata yang berbunyi
sebagai berikut: “Bunga dari uang pokok yang dapat di tagih dapat pula
menghasilkan bunga baik karna suatu permintaan di muka pengadilan maupun
karena suatu persetujuan khusus, asal saja permintaan atau persetujuan tersebut
mengenai bunga yang harus di bayar untuk satu tahun’’.
Terhadap bunga majemuk ketentuan besar kecilnya diserahkan kepada para pihak
yang di tetapkan dalam perjanjian,karena pembentuk undang-undang dalam hal
ini menyadari bahwa bunga majemuk itu memberatkan debitur,maka ditentukan
syarat-syarat yang limitatif yaitu jangka waktu satu tahun dan hanya dapat
dilakukan atas ijin pengadilan.
Disamping aspek bunga bank masih terdapat juga aspek tentang agunan
perbankan yang harus di penuhi sebagai suatu syarat bagi debitur (pemohon)
kredit bank, yang dinyatakan dalam pasal 1 butir (23) undang-undang No. 10
tahun 1998 :
“Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank
dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah”.
“Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak,
baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada kemudian hari menjadi
tanggungan untuk segala perikatannya perseorangannya”.
Adanya jaminan kredit adalah merupakan aspek yang pentin dalam pemberian
kredit, karena berfungsi untuk mengamankan kredit yakni untuk meniadakan atau
setidak-tidaknya mengurangi risiko yang ditanggung oleh bank sebagai kreditur,
hal mana apabila kemudian hari pihak debitur melakukan wanprestasi, maka
untuk mengamankan kredit harus diadakan jaminan berupa kebendaan berupa
hipotik, kredit verban, gadai dan lainnya jaminan yang bersifat perorangan yaitu
penanggungan (borgtocht).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.Untuk meningkatkan peranan bank dalam menjalankan fungsinya menyalurkan
kredit pada masyarakat (Fund Lending), perlu diterapkan konsep kehati-hatian
dalam memberikan kredit kepada debitur dengan meningkatkan profesionalisme
melalui analisis kredit secara cermat berdasarkan pertimbangan yang rasional.
4. Tanggung jawab yuridis bankir mencakup baik bidang pidana, perdata, maupun
administrasi. Melihat sedemikian luasnya cakupan tanggungjawab yuridis yang
diemban oleh seorang bankir, amanat yang diberikan oleh undang-undang kepada
para bankir adalah agar senantiasa melaksanakan tugas dengan penuh tanggung
jawab dan memegang prinsip kehati-hatian dan hal ini harus lebih mendapatkan
perhatian yang lebih serius lagi dimasa-masa yang akan datang. Tantangan untuk
memajukan kinerja bank di tengah-tengah persaingan di era globalisasi dewasa ini
dapat memicu bankir untuk melihat kedepan demi kemajuan bank yang
dipimpinnya. Namun, adanya godaan untuk merebut peluang bisnis yang harus
segera diambil agar tidak dimanfaatkan oleh pesaing dan agar tidak tergilas dalam
persaingan bebas, dapat menjadi salah satu batu pemicu bagi para bankir sehingga
lupa akan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan bank yang
dipimpinnya.Agar terhindar dari kewajiban untuk mempertanggung jawabkan
fasilitas kredit yang dalam perjalanan waktu dikemudian hari dapat saja menjadi
macet, bankir perlu menghindarkan diri dari pemberian kredit kepada usaha yang
mengandungresiko yang besar terutama resiko yang tidak dapat dikendalikan. Hal
ini disebabkan terhadap setiap pemberian kredit yang kemudian menjadi gagal
bayar dengan alasan apapun, baik secara faktor internal maupun karena faktor
eksternal, pada akhirnya dapat mengakibatkan bankir yang memberikan
persetujuan kredit harus mempertanggung jawabkannya secara yuridis di depan
institusi penegak hukum. Hal ini perlu dicermati dan direnungkan terutama oleh
para bankir yang bekerja di bank-bank BUMN.
B. SARAN
6. Agar lebih mencermikan sifat pinjam pakai Buku III Bab XII KUH
Perdata dan jiwa Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fiducia
dalam pelaksanaan perjanjian fiducia sebaiknya diterapkan asas
keseimbangan dalam pembebanan biaya perawatan dan pengasuransian
barang jaminan yang harus ditanggung debitur.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Peraturan :
Undang-Undang OJK
Buku :
Website :
http://eprints.ums.ac.id/12919/10/Bab.2.3.4.pdf
http://repo.unsrat.ac.id/369/1/ANALISIS_HUKUM_PERBANKAN_TERHA
DAP_PERJANJIAN_KREDIT_DENGAN__JAMINAN_SK_PENGANGKA
TAN_PNS.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/64250/Chapter
%20II.pdf?sequence=3&isAllowed=y
https://media.neliti.com/media/publications/177559-ID-hukum-pokok-dan-
hukum-pendukung-dalam-bi.pdf
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2874/ruu-tentang-perkreditan-
perbankan/