PEMBUATAN KONTRAK
Inova Arti Ilhami inovaarti87@gmail.com
Abstract :
Abstrak
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hukum Perjanjian sudah pasti tidak akan terlepas dari tujuan hukum pada
umumnya yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Huijbers
menguraikan tiga daripada tujuan hukum, Pertama, memelihara kepentingan
umum dalam masyarakat. Kedua, menjaga hak-hak manusia. Ketiga, mewujudkan
keadilan dalam hidup bersama.1 Apabila harus dimulai dengan analisis dalam
penerapan hukum perjanjian memerlukan asas-asas karena dalam perjanjian
sendiri terkandung makna “ janji harus ditepati” atau “ janji adalah hutang”.
Perjanjian merupakan suatu jembatan yang akan membawa pihak untuk
mewujudkan apa yang menjadi tujuan dari pembuatan perjanjian tersebut.
1
Niru Anita Sinaga, „PERANAN ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN DALAM‟, 7.2 (2018), 107–20.
2
Sekolah Tinggi and Ilmu Hukum, „ASAS KESEIMBANGAN DALAM HUKUM PERJANJIAN‟, 5.1 (2021).
2
merupakan wujud dari kebebasan ( freedom of contract) dan kehendak bebas
untuk memilih ( freedom of choice ).3 Hukum kontrak sendiri memiliki pengertian
sebagai bagian dari hukum perdata ( private ). Hukum ini memusatkan pada
kewajiban diri sendiri untuk melakukan kewajiban tersebut. Disebut sebagai
bagian dari hukum perdata disebabkan karena pelanggaran terhadap kewajiban-
kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, murni menjadi urusan pihak-pihak
yang berkontrak.4 Dalam artikel ini dibahas mengenai asas-asas dalam hukum
perjanjian yang juga digunakan dalam landasan pembuatan hukum kontrak.
Metode Kepenulisan
PEMBAHASAN
Hubungan Antara Hukum Perjanjian Dengan Kontrak
Pada hakikatnya manusia dalam memenuhi berbagai kepentingan
melakukan berbagai macam cara, salah satunya diantaranya adalah membuat
perjanjian dalam KUHPerdata perjanjian diatur dalam buku Bab III ( Pasal 1313-
1320 ) tentang perjanjian. Perjanjian Sendiri merupakan suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal. Dalam pasal 1313 KUHPerdata menyatakan
bahwa “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Sedangkan kontrak
sendiri merupakan bagian dari hukum perdata ( privat ). Menurut dari Balck’s Law
Dictionory kontrak disefinisikan sebagai suatu perjanjian antara dua orang atau
lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat suatu hal
3
M Muhtarom, „LANDASAN DALAM PEMBUATAN KONTRAK‟, 26.1 (2014), 48–56.
4
Muhtarom.
3
yang khusus. Dari pemaparan diatas pada hakikatnya makna esensi dari
perjanjian, persetujuan, dan kontrak memiliki makna yang sama, yaitu peristiwa
hukum dimana dua pihak atau lebih saling mengaitkan diri untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang melahirkan adanya hubungan hukum. Kontak sendiri
lebih spesifik sebagai sebuah perjanjian tertulis.
5
Miftah Arifin, „MEMBANGUN KONSEP IDEAL PENERAPAN ASAS IKTIKAD ESTABLISH
THE IDEAL CONCEPT IN APPLICATION THE‟, 5.April 2020, 66–82.
4
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian.
b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun.
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya.
d. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
6
Tinggi and Hukum.
5
a. Cara terbentuk perjanjian yang melibatkan pihak-pihak yang
kedudukannya tidak seimbang.
b. Ketidaksertaraan prestasi-prestasi dalam perjanjian yang dibuat.
Pada prinsipnya, dengan melandaskan diri pada asas-asas pokok hukum
perjanjian, salah satunya adalah asas keseimbangan, faktor yang
menentukan bukanlah kesetaraan prestasi yang ada dalam perjanjian,
melainkan kesetaraan para pihak yang terlibat dalam pembuatan
perjanjian.
5. Asas Kepastian Hukum ( pacta sunt servanda ), Asas kepastian hukum
atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang
berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya
sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi
terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt
servanda dapat disim- pulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer.
Hukum kontrak merupakan bagian hukum privat (perdata). Hukum
perdata menitikberatkan terhadap kewajiban atau prestasi dalam
melaksanakan kewajiban (self imposed obligation). Hukum kontrak
dikatakan sebagai bagian dari hukum perdata, karena dalam halperbuatan
melawan hukum atau wanprestasi terhadap kewajiban yang ditentukan
dalam kontrak, murni menjadi urusan para pihak yang saling berkontrak
(privat). 7
6. Asas Iktikad Baik ( good faith ), Asas itikad baik tercantum dalam Pasal
1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik.” Asas ini merupakan. Asas bahwa para pihak, yaitu
pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan
7
Nury Khoiril Jamil and others, „KEADAAN MEMAKSA ( FORCE MAJEURE ) DALAM
HUKUM PERJANJIAN INDONESIA‟, 8.7, 1044–54.
6
baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni
itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak.
Asas iktikad baik itu mempunyai dua pengertian yaitu :8
a) Iktikad baik dalam arti obyektif, bahwa suatu perjanjian yang
dibuat haruslah dilaksanakan dengan mengindahkan norma-norma
kepatutan dan kesusilaan yang berarti bahwa perjanjian itu harus
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan salah satu
pihak.
b) Iktikad baik dalam arti subyektif, yaitu pengertian iktikad baik
yang terletak dalam sikap batin seseorang. Didalam hukum benda,
iktikad baik ini bisa diartikan dengan kejujuran. Iktikad
7. Asas Kepribadian ( personality ), Asas kepribadian merupakan asas yang
menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat
kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat
dipahami dari bunyi pasal 1315 dan pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315
KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”.
Sedangkan pasal 1340 KUH Perdata berbunyi ”Perjanjian hanya berlaku
antara para pihak yang membuatnya”.9
8. Asas Kebiasaan. Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo 1347 KUH Perdata,
yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak
hanya mengikat untuk hal-hal yang diatur secara tegas, tetapi juga hal-hal
yang dalam keadaan dan kebiasaan yang diikuti.
8
Miftahus Salam, „Asas-Asas Perjanjian Dalam Hukum Perjanjian Syariah‟, 1–14.
9
Ubaidullah Muayyad, „Asas-Asas Perjanjian Dalam Hukum Perjanjian Islam‟, 1–24.
7
PENUTUP
Kesimpulan
8
DAFTAR PUSTAKA
Jamil, Nury Khoiril, Fakutas Syariah, Iain Jember, Fakultas Syariah, and Iain
Jember, „KEADAAN MEMAKSA ( FORCE MAJEURE ) DALAM
HUKUM PERJANJIAN INDONESIA‟, 8.7, 1044–54