Anda di halaman 1dari 11

Kajian Asas Kebebasan Berkontrak, Asas Konsensualisme, Asas Itikad Baik,

Asas Pacta Sunt Servanda, Asas Keseimbangan, dan Asas Kepatutan.

Disusun oleh
Kelompok 1

-Cut Wahyuni Aceh Putri (2103101010455)


- Yasmin Khalisha Wahab (2103101010356)
-Prisca Mayawi (2103101010090)
-Putri Khadijah (2103101010117)
-Mena Vianti Zahra (2103101010358)
-Cut Shara Fildza Ghaisani (2103101010055)
Dosen Pengajar: Dr. Iman Jauhari, S.H., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH


Abstrak
Asas-asas hukum perikatan ada asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, asas pacta
sunt servanda, asas itikad baik, dan asas kepribadian. Asas-asas ini memiliki karakteristik masing-
masing dalam menentukan dasar suatu perikatan yang terjadi antara pihak kreditur dan debitur.
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu Kata Sepakat antara Para Pihak yang
Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang
mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian
yang akan diadakan tersebut. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu
perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21
tahun) dan tidak di bawah pengampuan. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu,
artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau
keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan
terjadi suatu perselisihan antara para pihak. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya
isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang,
kesusilaan, atau ketertiban umum.

Kata kunci: Asas Perjanjian, Hukum Perdata, Perikatan


Bab I

Pendahuluan
Perjanjian adalah kesepakatan para pihak tentang sesuatu hal yang melahirkan
perikatan/hubungan hukum, menimbulkan hak dan kewajiban, apabila tidak dijalankan sebagai
mana yang diperjanjikan akan ada sanksi. Suatu kesepakatan berupa perjanjian pada intinya adalah
mengikat, bahkan sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, kesepakatan ini memiliki
kekuatan mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Pembuatan suatu
perjanjian hendaklah memperhatikan hal-hal penting, antara lain syarat-syarat sahnya perjanjian,
asas-asas perjanjian, hak dan kewajiban para pihak, struktur dan anatomi pembuatan perjanjian,
penyelesaian perselisihan dan berakhirnya perjanjian. syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur
dalam Pasal 1320 KUH Perdata, dalam pelaksanaannya perjanjian juga harus memperhatikan dan
menerapkan asas-asas dalam hukum perjanjian.

Asas-asas yang menjadi dasar pijakan bagi para pihak dalam menentukan dan membuat suatu
perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian, keseluruhan asas tersebut di atas
merupakan hal yang penting dan mutlak harus diperhatikan bagi para pembuat perjanjian sehingga
tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh
para pihak.Untuk menciptakan keseimbangan hak dan kewajiban dari para pihak dalam hal ini,
sebuah perjanjian perlu memuat asas keseimbangan, keadilan, dan kewajaran yang merupakan
pedoman serta menjadi rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat
sehingga pada akhirnya akan menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat
dipaksakan pelaksanaan atau pemenuhannya. Daya kerja asas keseimbangan yang optimal akan
menyeimbangkan kepentingankepentingan para pihak, memberikan hukum yang ideal bagi para
pihak dan memberikan keadilan dalam sebuah perjanjian.Keseimbangan suatu perjanjian tidak
semata-mata mutlak ditentukan oleh kedudukan para pihak saja, tetapi juga ditentukan oleh aspek
itikad baik. Terdapat tiga aspek agar keseimbangan dalam perjanjian bisatercapai, yaitu perbuatan
para pihak, isi perjanjian dan pelaksanaan perjanjian
Bab II

Isi
1. Asas kebebasan berkontrak

Perjanjian merupakan aspek yang sangat penting dalam kegiatan bisnis, baik yang dilakukan
antar individu dalam satu negara maupun hubungan antar perusahaan yang bersifat lintas batas
negara. Perjanjian-perjanjian tersebut terlahir dengan adanya kesepakatan antara minimal dua
pihak yang terkait, sudah dapat dipastikan bahwa adanya kesepakatan tersebut didasarkan pada
kebebasan berkontrak para pihak yang terkait.Gagasan utama dari kebebasan berkontrak berkaitan
dengan penekanan akan persetujuan dan maksud atau kehendak para pihak serta berkaitan dengan
pandangan bahwa kontrak adalah hasil dari pilihan bebas (free choice). Dengan mendasarkan pada
hal tersebut, muncul paham bahwa tidak seorangpun terikat pada kontrak sepanjang tidak
dilakukan atas dasar adanya pilihan bebas untuk melakukan sesuatu.

Dalam KUHPerdata, asas kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari Pasal 1338
KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi yang membuatnya”. Dari kata “semua”, dapat ditafsirkan bahwa setiap orang
dapat membuat perjanjian dengan isi apapun. Ada kebebasan dari setiap subyek hukum untuk
membuat perjanjian dengan siapapun yang dikehendaki, dengan isi dan dalam bentuk apapun yang
dikehendaki. Dengan adanya asas kebebasan berkontrak ini, maka dimungkinkan subyek hukum
membuat perjanjian yang baru yang belum dikenal dalam undang-undang (dikenal dengan istilah
perjanjian tidak bernama, yakni perjanjian yang jenis dan pengaturannya belum dituangkan dalam
KUHPerdata). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebenarya pembentuk undang-undang
pada asasnya memang mengakui kemungkinan akan adanya perjanjian lain dari yang telah diatur
dalam KUHPerdata, dan ini membuktikan berlakunya asas kebebasan berkontrak.

2. Asas Konsensualisme

Hukum perjanjian berlaku asas yang dinamakan asas konsensualisme. Perkataan ini berasal dari
perkataan latin ”consensus” yang berarti sepakat.

_____________________________________

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian
Kredit di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal.47.
Asas konsensualisme ini bukanlah berarti suatu perjanjian disyaratkan adanya kesepakatan, tetapi
hal ini merupakan suatu hal yang semestinya, karena suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan,
berarti dua pihak sudah setuju atau bersepakat mengenai sesuatu hal. Asas konsensualisme
merupakan dasarnya perjanjian dan perikatan yang dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.
Dengan perkataan lain, perjanjian sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal pokok dan
tidaklah diperlukan sesuatu formalitas tertentu, kecuali untuk perjanjian yang memang oleh
undang undang dipersyaratkan suatu formalitas tertentu. Asas konsensualisme lazimnya
disimpulkan dari Pasal 1320 KUH Perdata, yang berbunyi:

”Perjanjian yang dibuat secara sah diperlukan empat syarat:”

1) Sepakat mereka yang mengikat dirinya;

2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3) Suatu hal tertentu;

4) Suatu sebab yang halal.

Undang-undang menetapkan adanya formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam


perjanjian yang dapat berakibat batalnya perjanjian tersebut bila tidak mengikuti tata cara yang
dimaksud. Sebagai contoh dalam perjanjian peghibahan, jika yang dihibahkan adalah benda tak
bergerak, maka perjanjian harus dilakukan dengan akta notaris. Perjanjian yang ditetapkan suatu
formalitas tertentu dinamakan perjanjian formil.

3. asas itikad baik

Asas ini tercantum dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, ” Perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik”. Dalam asas ini para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan isi
kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang kuat maupun kemauan baik dari para pihak.
Dengan itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan pelaksanaan perjanjian
haruslah jujur, terbuka dan saling percaya . Keadaan batin para pihak itu tidak boleh kotori oleh
maksud untuk melakukan tipu daya atau menutupi keadaan sebenarnya.. Transaksi perdagangan
melalui media elektronik sering disebut dengan istilah Electronic Commerce

______________________________________
https://klc2.kemenkeu.go.id/kms/knowledge/iktikad-baik-dalam-perjanjian-bd2ee139/detail/
atau E-Commerce yang artinya sebagai perdagangan dengan menggunakan fasilitas elektronik
dimana bentuk transaksi perdagangan baik membeli maupun menjual dilakukan melalui media
elektronik pada jaringan internet. Salah satu pelaksanaan jual beli online yang paling mudah kita
jumpai yakni pada forum facebook yang hampir rata-rata seluruh masyarakat memiliki media
sosial ini. Didalam proses pembuatan sebuah perjanjian,termasuk perjanjian jual beli online atau
transaksi elektronik haruslah didasari dengan itikad baik dari masing-masing pihak didalam
perjanjian tersebut, baik dari pihak pelaku bisnis online maupun pihak konsumen.

Asas itikad baik menjadi penting dalam pembuatan suatu perjanjian jual beli online, karena
pada dasarnya pihak konsumen harus mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya terkait dengan
barang yang ditawarkan oleh pihak online shop dan pihak online shop harus dengan itikad yang
baik menjelaskan secara detail terkait barang yang akan dibeli oleh pihak konsumen. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman diantara para pihak terkait dengan barang
yang akan diperjual belikan. Sehingga dapat dikatakan asas itikad baik memiliki peranan yang
sangat penting (fundamental) di dalam pembuatan suatu perjanjian, termasuk di dalam perjanjian
jual beli online. Dengan pelaksanaan itikad baik dari masing-masing pihak, tentu akan dapat
meminimalisir kemungkinan terjadinya praktik penipuan dalam transaksi jual beli online. Asas
itikad baik tertuang dalam pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi “Semua persetujuan yang dibuat
sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan ini tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau
karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik.” Jadi apabila dilihat dari ketentuan pasal tersebut, itikad baik merupakan prinsip yang
wajib dipenuhi oleh para pihak bersepakat dalam perjanjian. Pengertian itikad baik mempunyai 2
(dua) arti, yaitu:
1) Arti objektif, bahwa perjanjian yang dibuat itu mesti dilaksanakan dengan mengindahkan
norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
2) Arti subjektif, yaitu pengertian itikad baik yang terletak dalam sikap batin seseorang.
__________________________________
Abdul Halim Barkatullah dan Teguh setyo, Bisnis E-Commerce Studi Sistem Keamanan dan Hukum Indonesia,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal.81.

Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 1
Maksud dari dilaksanakannya perjanjian dengan itikad baik adalah bagi para pihak dalam
perjanjian terdapat suatu keharusan untuk tidak melakukan segala sesuatu yang tidak masuk akal
sehat, yaitu tidak bertentangan dengan norma kepatutan dan kesusilaan, sehingga akan dapat
menimbulkan keadilan bagi kedua belah pihak dan tidak merugikan salah satu pihak.

4. Asas Kepastian hukum

Kepastian bermakna bahwa sudah ada standar dalam setiap sesuatunya. Yang berarti jika keluar
dari standar yang telah ditetapkan maka dapat dikatakan tidak ada kepastian. Sebagaimana halnya
dengan satu ditambah dengan satu menghasilkan nilai dua, maka jika kita mengkalkulasikannya
menjadi tiga, maka dapat dikatakan hasil yang kita peroleh jauh dari nilai kepastian sebagaimana
pastinya nilai eksakta tersebut. Kepastian hukum dalam perjanjian bermakna perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang asas kepastian hukum dalam perjanjian jual
beli rumah, dengan menggunakan jenis penelitian normatif.Kepastian hukum berarti kepastian
dalam pelaksanaannya, yang dimaksud adalah bahwa hukum yang resmi di perundangkan
dilaksanakan dengan pasti oleh Negara. Kepastian hukum bahwa setiap orang dapat menuntut agar
hukum dapat dilaksanakan dan tuntutan itu pasti dipenuhi, dan bahwa setiap pelanggaran hukum
akan ditindak dan dikenakan sanksi menurut hukum juga (Erwin, 2012). Sedangkan dalam hukum
perjanjian, ada beberapa asas yang dikenal dalam ilmu hukum yakni salah satu nya adalah asas
kepastian hukum dimana perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Kepastian hukum dalam perjanjian bermakna bahwa bagi para pihak
yang mengadakan perjanjian, perjanjian yang mereka buat adalah undang-undang atau hukum bagi
mereka, dimana mereka terikat untuk melaksanakan hak dan kewajiban yang telah mereka
tetapkan dan salah satu pihak tidak dapat memutuskan perjanjian secara sepihak tanpa persetujuan
pihak lain.

Kepastian hukum berarti apabila salah satu pihak mengingkari kewajibannya, maka memberikan
hak kepada pihak lawan untuk menuntut pelaksanaan prestasi baik disertai ganti rugi atau tidak
kepada pihak yang mengingkarinya artinya ada perlindungan Negara terhadap hak-hak warga
negaranya yang hilang dalam suatu perikatan yang mereka buat. Hal ini sesuai dengan ketentuan
pasal 1266 KUHPerdata tentang campur tangan pengadilan dalam hal perjanjian para pihak.
____________________________________
S. Imran, 2007. Asas-Asas dalam Berkontrak: Suatu Tinjauan Historis Yuridis pada Hukum Perjanjian, Sinar Grafika.
Dalam buku III KUHPerdata tentang perikatan, terutama dalam aturan-aturan dalam perjanjian
jual beli, terdapat pengaturan mengenai hak-hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian yang
mereka buat, aturan- aturan mana dapat mereka ikuti atau dikesampingkan. Pihak penjual
berkeinginan agar barangnya habis terjual dan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya,
sedangkan pihak pembeli berkeinginan mendapatkan barang yang dia inginkan. Masing-masing
bergerak mengikuti hukum permintaan dan penawaran.

5. Asas kepatutan

Pasal 1339 KUHPer. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan
oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya. Asas ini dipandang sebagai bagian dari
perjanjian.M. Muhtarom menjelaskan, dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan
BPHN pada tanggal 17 – 19 Desember 1985 dirumuskan 8 asas hukum perikatan nasional, antara
lain seperti asas Kepatutan merupakan ketentuan isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan
berdasarkan sifat perjanjiannya.Menurut Badrulzaman, Asas ini dapat diketahui bahwa hubungan
Para Pihak ditentukan juga oleh rasa Keadilan dalam Masyarakat ( Badrulzaman, 2001:89).

6. Asas keseimbangan

Merupakan suatu keadaan dimana para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus memiliki
kedudukan atau posisi yang seimbang, tidak ada yang mendominasi, dan juga para pihak memiliki
posisi tawar yang seimbang, baik dari kedudukan para pihak, kepentingan maupun hak dan
kewajiban para pihak.Perjanjian harus segera ditolak saat itu juga, apabila tampak bahwa
kedudukan salah satu pihak terhadap pihak lainnya adalah lebih kuat atau dominan, dan kedudukan
tidak seimbang ini dapat mempengaruhi cakupan muatan isi maupun maksud dan tujuan dibuatnya
perjanjian. Akibat ketidaksetaraan prestasi dalam perjanjian adalah ketidakseimbangan. Jika
kedudukan lebih kuat tersebut berpengaruh terhadap perhubungan prestasi satu dengan lainnya,
dan hal mana mengacaukan keseimbangan dalam perjanjian, dalam hal ini terhadap perhubungan
prestasi satu dengan lainnya, dan hal mana mengacaukan bagi pihak yang dirugikan akan
merupakan alasan untuk mengajukan tuntutan ketidaksah-an perjanjian. Sepanjang prestasi
perjanjian mengandaikan kesetaraan, maka bila terjadi

________________________________
Hermeneutika: Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 5 No. 1, Februari 2021
ketidakseimbangan, perhatian akan diberikan terhadap kesetaraan yang terkait pada cara
bagaimana perjanjian terbentuk, dan tidak pada hasil akhir dari prestasi yang diatur dalam
perjanjian. Jadi maksudnya disini adalah faktor yang menentukan bukanlah kesetaraan prestasi
yang ada dalam perjanjian, melainkan kesetaraan para pihak yang terlibat dalam pembuatan
perjanjian. Pada umumnya, ketidakseimbangan terjadi apabila para pihak berada dalam kekuatan
ekonomi yang berbeda. Untuk menciptakan keseimbangan hak dan kewajiban dari para pihak
dalam hal ini, sebuah perjanjian perlu memuat asas keseimbangan, keadilan, dan kewajaran yang
merupakan pedoman serta menjadi rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan
dibuat sehingga pada akhirnya akan menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat
dipaksakan pelaksanaan atau pemenuhannya. Daya kerja asas keseimbangan yang optimal akan
menyeimbangkan kepentingan-kepentingan para pihak, memberikan hukum yang ideal bagi para
pihak dan memberikan keadilan dalam sebuah perjanjian. Keseimbangan suatu perjanjian tidak
semata-mata mutlak ditentukan oleh kedudukan para pihak saja, tetapi juga ditentukan oleh aspek
itikad baik.

____________________________________

Irayadi, M. (2021). Asas Keseimbangan dalam Hukum Perjanjian. HERMENEUTIKA: Jurnal Ilmu Hukum,
5(1).
Bab III

Kesimpulan
Untuk memahami dan membentuk suatu perjanjian, maka para pihak harus memenuhi syarat
sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPer, yakni syarat subjektif: adanya kata sepakat
untuk mengikatkan dirinya dan kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan, sedangkan
syarat objektif adalah suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Oleh sebab itu, dalam
melakukan perbuatan hukum membuat suatu kontrak/perjanjian haruslah pula memahami asas-
asas yang berlaku dalam dasar suatu kontrak/perjanjian antara lain: asas kebebasan berkontrak,
asas konsensualisme, asas kepastian hukum/pacta sunt servanda,asas itikad baik dan asas
kepribadian. Dari kelima asas yang berdasarkan teori ilmu hukum tersebut ditambahkan delapan
asas hukum perikatan nasional yang merupakan hasil rumusan bersama berdasarkan kesepakatan
nasional, antara lain: asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas keseimbangan,asas kepastian
hukum, asas moralitas,asas kepatutan, asas kebiasaan dan asas perlindungan dungan. Dengan
demikian asas-asas perjanjian tersebut berlaku secara umum dalam hal membentuk atau
merancang suatu kontrak di dalam kegiatan hukum.
Daftar Pustaka

Soebekti dan R. Tjitrosudibio. 1996. Kitab Undang-undang Hukum Perdata


=Burgerlijk Wetboek (terjemahan). Cet. 28. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

S. Imran, 2007. Asas-Asas dalam Berkontrak: Suatu Tinjauan Historis Yuridis pada
Hukum Perjanjian, Sinar Grafika.

Herlien Boediono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia: Hukum


Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, (Jakarta: Citra Aditya, 2015),
hlm. 316.

Niru Anita Sinaga dan Tiberius Zaluchu, “Peranan Asas Keseimbangan Dalam
Menwujudkan Tujuan Perjanjian”, Jurnal Ilmiah Hukum, Dirgantara Fakultas
Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, 2017, hlm. 39.
Irayadi, M. (2021). Asas Keseimbangan dalam Hukum Perjanjian.
HERMENEUTIKA: Jurnal Ilmu Hukum, 5(1).

Hermeneutika : Jurnal Ilmu Hukum

Vol. 5 No. 1, Februari 2021

Anda mungkin juga menyukai