Anda di halaman 1dari 6

MATERI

HUKUM DAGANG

KONTRAK HUKUM DAGANG

Dosen Pengampu :
Mayang Rosana, SH., MH.

OLEH:

MEGA NOFIYANTI
NIM. 302.2019.048
Semester : IV
Kelompok : 3

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2020 M/ 1442 H
KONTRAK HUKUM DAGANG

A. Pengertian Kontrak
Mengenal Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeen-
komst (dalam bahasa Belanda) adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih
saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan
tertentu yang tercantum di dalam dokumen tertulis.
Masing-masing pihak yang bersepakat di dalam kontrak, berkewajiban
untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut
menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbitenis). Karena
dengan melakukan kontrak timbul hak dan kewajiban bagi para pihak, maka
kontrak tersebut dapat dijadikan sebagai sumber hukum formal dengan syarat
kontrak tersebut memenuhi syarat sah kontrak.
Untuk dapat dianggap sah secara hukum, ada 4 syarat yang harus dipenuhi
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHP) Indonesia:
1. Kesepakatan para pihak, artinya adanya persesuaian kehendak dari para
pihak yang membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu
perjanjian tidak boleh ada paksaan, kekhilafan dan penipuan (dwang,
dwaling, bedrog).
2. Kecakapan para pihak, artinya masing-masing pihak yang terlibat dalam
perjanjian harus telah dewasa, sehat mentalnya serta diperkenankan oleh
undang-undang.
3. Mengenai hal tertentu yang dapat ditentukan secara jelas, artinya 
4. bahwa objek perjanjian itu dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan
jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang serta dapat ditetapkan
pokok perjanjian (prestasi) yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian.
5. Sebab/causa yang diperbolehkan secara hukum, berarti causa atau sebab
itu tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian tersebut harus dilakukan
berdasarkan itikad baik. Suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai
kekuatan dan dalam hal ini sebab adalah tujuan dibuatnya sebuah
perjanjian.
Dalam suatu kontrak harus diperhatikan pula beberapa azas yang harus
dipegang teguh oleh semua pihak yang berkontrak yaitu azas konsensualisme
(kesepakatan), kepercayaan, kekuatan mengikat, persamaan hukum,
keseimbangan, moral, kepastian hukum, kepatutan, dan kebiasaan.

B. Asas – Asas Dalam Kontrak Dagang


Di dalam hukum kontrak dikenal lima asas penting, yaitu, asas kebebasan
berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, asas iktikad baik,
dan asas kepribadian.
1. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan
kebebasan kepada para pihak untuk:
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
2. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian
pada umumnya tidak diadakan secara formal tetapi cukup dengan adanya
kesepakatan kedua belah pihak.
3. Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum,
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya undang-
undang.
4. Asas iktikad baik, merupakan asas yang menyatakan para pihak yang
membuat kontrak harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan
kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan yang baik dari para
pihak.
5. Asas kepribadian, merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang
yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk
kepentingan perseorangan saja atau dirinya sendiri. Artinya perjanjian
berlaku hanya untuk para pihak pembuatnya saja.

C. Kontrak Baku Atau Kontrak Standar


Pada awalnya, perjanjian/kontrak mengenal “asas kebebasan
berkontrak” dan “asas kedudukan pihak yang seimbang”. Asas ini penting,
mengingat tujuan dari dibuatnya perjanjian/kontrak adalah tercapainya suatu
keadilan bagi para pihak yang telah membuat kesepakatan. Namun,
dikarenakan perkembangan pengaturan mengenai hukum perjanjian/kontrak
semakin pesat, sehingga menyebabkan timbulnya istilah-istilah baru
seperti “perjanjian/kontrak baku (standar)” yang kebanyakan digunakan
dalam dunia bisnis dengan tujuan mempraktiskan sebuah perjanjian/kontrak
dengan cara menyiapkan terlebih dahulu suatu format perjanjian/kontrak yang
di dalamnya (isinya) telah terdapat syarat-syarat yang telah distandarkan
untuk ditandatangani para pihak yang melakukan perjanjian/kontrak.
Dalam pustaka ilmu hukum, terdapat beberapa istilah yang dipakai untuk
perjanjian/kontrak baku (standar). Dalam Bahasa Inggris, perjanjian baku
dikenal dengan istilah standartdized agreement, standardized contrct, pad
contract, standart contract dan contract of adhesion. Bahasa Belanda istilah
perjanjian baku dikenal sebagai standaardregeling dan algamene
voorwaarden. Sedangkan di Jerman menggunakan istilah “algemeine
geschafts bedingun”, “standaardvertrag” dan “standaardkonditionen”.
Sedangkan dalam Bahasa Jepang memakai istilah Yakkan, Futsu keiyaku
jokan dan gyomu yakkan. Beberapa ahli hukum mencoba mendefinisikan
perjanjian/kontrak baku (standar) tersebut, yaitu antara lain :
1. Marian Darus Badrulzaman menjelaskan  perjanjian/kontrak baku
adalah perjanjian yang didalamnya dibakukan syarat-syarat eksonerasi
dan dituangkan dalam bentuk formulir;
2. Sutan Remy Sjahdeini menjelaskan perjanjian/kontrak baku adalah
perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh
pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang
untuk merundingkan atau meminta perubahan;
3. Abdul Kadir Muhammad mengartikan perjanjian/kontrak baku baku
sebagai perjanjian yang menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai pedoman
bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan
pengusaha;
4. Black’s Law Dictionary mengartikan perjanjian /kontrak baku (adhesion
contract) adalah format kontrak baku yang berprinsip take it or leave
it yang ditawarkan kepada konsumen di bidang barang dan jasa tidak
memberikan kesempatan pada konsumen untuk bernegosiasi. Dalam
situasi seperti ini konsumen dipaksa untuk menyetujui bentuk kontrak
tersebut. Ciri khas kontrak baku adalah pihak yang lemah tidak memiliki
posisi tawar”.
Selain pendapat diatas, pengertian perjanjian/kontrak baku (standar) dapat
juga dilihat  dalam Pasal 1 angka 10  UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang memakai istilah “klausula baku”. Adapun
pengertian “klausula baku” tersebut adalah “Setiap aturan atau ketentuan dan
syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan telah ditetapkan terlebih dahulu
secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen
dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.”
Adapun ciri-ciri dari perjajian/kontrak baku adalah sebagai berikut :
a. Proses pembuatannya secara sepihak oleh pihak yang mempunyai
kedudukan atau posisi tawar-menawar yang lebih kuat daripada pihak
lainnya;
b. Pihak yang berkedudukan atau posisi tawar-menawarnya lebih lemah,
tidak dilibatkan sama sekali dalam menentukan substansi kontrak;
c. Pihak yang kedudukan atau posisi tawar-menawarnya lebih lemah,
menyepakati atau menyetujui substansi kontrak secara terpaksa, karena
didorong oleh kebutuhan;
d. Kontrak dibuat dalam bentuk tertulis, formatnya tertentu dan massal
(jumlahnya banyak).
Selain itu, perjanjian/kontrak baku (standar) dapat menjadi beberapa
bentuk, yaitu :
1) Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh
pihak yang kuat kedudukannya dalam perjanjian itu, (pihak yang kuat
adalah kreditur). Perjanjian ini disebut perjanjian adhesi;
2) Perjanjian baku timbal balik adalah yang isinya ditentukan oleh kedua
belah pihak, pihak-pihaknya terdiri pihak majikan (kreditur) dan pihak
lainnya buruh (debitur);
3) Perjanjian baku ditetapkan pemerintah yaitu perjanjian baku yang
isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan hukum
tertentu, misalnya perjanjian-perjanjian yang mempunyai obyek hak-hak
atas tanah;
4) Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh
pihak yang kuat kedudukannya dalam perjanjian itu, (pihak yang kuat
adalah kreditur). Perjanjian ini disebut perjanjian.

Anda mungkin juga menyukai