Anda di halaman 1dari 10

PERIKATAN DAN PERJANJIAN

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata

Dosen Pengampu : Muhammad Diman Rasyid, Lc,M.Ag

Disusun Oleh :

Kelas : HES1

1. Muhammad Nur Alim (20256121034)


2. Almukarramah (20256121011)
3. Irawati (20256121024)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI BISNIS ISLAM

STAIN MAJENE 2022


DAFTAR ISI

Judul Makalah

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Manfaat Penulisan

Bab II Pembahasan

A. pengertian perikatan dan Perjanjian

B. Asas-asas dalam Perjanjian Serta Batalnya Perjanjian


C. Bentuk Perjanjian
D. Prestasi dan Wansprestasi serta Akibatnya
E. Hapusnya Perjanjian Kontrak

Bab III Penutup

A. Kesimpulan

B. Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak dapat dielakkan bahwa tingkat kebutuhan
manusia semakin lama akan semakin meningkat. Dalam upaya meningkatkan taraf dan
standar hidupnya anggota masyarakat akan melakukan berbagai usaha untuk memenuhi
kebutuhannya termasuk terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal atau tempat usaha. Dalam
memenuhi kebutuhannya tersebut, manusia dapat melakukan hubungan hukum berupa jual
beli, sewa menyewa atau bentuk hubungan hukum lainnya. Dalam mengadakan hubungan
hukum, manusia dalam hal ini para pihak masing-masing mempunyai hak dan kewajiban
secara timbal balik, yaitu pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu kepada
pihak lain sedangkan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu dan sebaliknya.

Hubungan hukum tersebut dapat direalisasikan dalam bentuk perjanjian tertulis. Hal
tersebut ditujukan agar di samping memudahkan para pihak mengetahui hak dan kewajiban
masing-masing, juga untuk lebih memudahkan dalam hal pembuktian apabila salah satu
pihak wanpretasi. Dalam perjanjian pengikatan jual beli seperti juga perjanjian-perjanjian
yang lain dimungkinkan terjadi sengketa karena kelalaian para pihak dalam memenuhi
kewajiban masing- 2 masing atau bahkan merupakan suatu kesengajaan membatalkan
perjanjian secara sepihak, sehingga mengakibatkan kerugian pada pihak lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Perikatan dan Perjanjian ?
2. Apa Asas-asas Perjanjian ?
3. Syarat Sahnya Perjanjian Serta Batal dan Pembatalan Perjanjian
4. Bentuk bentuk Perjanjian
5. Prestasi dan Wansprestasi Serta Akibat-akibatnya
6. Hapusnya Perjanjian Kontrak
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi Tugas mata kuliah Hukum perdata
2. Untuk menambah wawasan Tentang Hukum Perdata
3. Untuk perjanjian serta batalnya perjanjian
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dari makalah ini yaitu agar pembaca dapat menambah ilmu tentang
“Perikatan dan Perjanjian” sehingga diharapkan baik bagi pembaca maupun kami selaku
penulis agar dapat memahami lebih dalam mengenai makalah Tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perikatan dan Perjanjian

Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan
mana pihak yang berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sedangkan perjanjian adalah
suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan suatu hal.1

Menurut Abdul Kadir perikatan adalah suatu hubungan hukum yang terjadi antara orang
yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan peristiwa atau keadaan.2

Hubungan perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan.
Perjanjian adalah sumber perikatan, di sampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian
kerja dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat
dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya.
Perikatan kontrak lebih sempit karena ditunjukan kepada perjanjian atau persetujuan tertulis.
3

Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak
yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari Undang-Undang
diadakan oleh Undang-Undang diluar kemampuan para pihak yang bersangkutan. Apabila
dua orang mengadakan suatu perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka
berlaku suatu perikatan hukum.4

B. Asas-Asas Perjanjian

Para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian wajib pula memperhatikan asas-asas
perjanjian:

1. Asas konsensualitas Perjanjian terjadi ketika ada sepakat. Hal ini dapat dilihat dari
syaratsyarat sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata);

1
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hlm 1
2
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 2004), Hlm.6
3
Subekti, Hukum Perjanjian, hlm.2
4
Subekti, Hukum Perjanjian, hlm.3
2. Asas kebebasan berkontrak Setiap orang bebas untuk membuat perjanjian apa saja asal
tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dan undang-undang (Pasal 1338 ayat
1 KUHPerdata)

3. Asas pacta sunservanda Perjanjian yang dibuat secara sah berlakunya sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata);

4. Asas itikad baik dibedakan dalam pengertian subyek dan obyektif. Itikad baik dalam
pengertian subyek adalah kejujuran dari pihak yang terkaid dalam melaksanakan perjanjian,
dan pengertian obyektif bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku di masyarakat (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata);

5. Asas berlakunya suatu perjanjian bahwa suatu perjanjian itu hanya berlaku bagi pihak yang
membuatnya saja kecuali telah diatur oleh undang-undang misalnya perjanjian garansi dan
perjanjian untuk pihak ketiga (Pasal 1315 KUHPerdata).5

C. Syarat Sahnya Perjanjian Serta Batal dan Pembatalan Perjanjian

Agar keberadaan suatu perjanjian diakui secara yuridis (Legally Concluded Contrac)
haruslah sesuai dengan syarat-syarat sahnya perjanjian atau persetujuan yang diatur di dalam
Pasal 1320 KUHPerdata, yang meliputi 4 syarat yaitu :6

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Kedua subyek yang mengadakan perjanjian
itu harus bersepakat mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu.
Sepakat mengandung arti apa yang dikehendaki pihak yang satu juga dikehendaki oleh
pihak yang lain.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Cakap artinya orang-orang yang membuat
perjanjian harus cakap menurut hukum. Seorang telah dewasa atau akil balik, sehat
jasmani dan rohani dianggap cakap menurut hukum sehingga dapat membuat suatu
perjanjian. Orang-orang yang dianggap tidak cakap menurut hukum ditentukan dalam
Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu :

 Orang yang belum dewasa;


 Orang yang ditaruh di bawah pengampuan.
4. Suatu hal tertentu; Suatu hal atau objek tertentu artinya dalam membuat perjanjian
apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa
ditetapkan.
5. Suatu sebab yang halal. 23 Purwahid Patrik, Asas-asas Itikad Baik dan Kepatutan
Dalam Perjanjian, Suatu perjanjian adalah sah apabila tidak bertentangan dengan
undangundang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif (kesepakatan dan/atau kecakapan),
akibatnya perjanjian dapat dibatalkan. Sedangkan, jika suatu perjanjian tidak memenuhi

5
Purwahid Patrik, Asas-asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, (Semarang : Badan Penerbit UNDIP, 1986), Hal. 3.
6
Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 60
syarat objektif (suatu hal tertentu dan/atau sebab yang halal), akibatnya perjanjian batal demi
hukum.

Perjanjian Dapat Dibatalkan jika Perjanjian dapat dibatalkan atau voidable artinya salah
satu pihak dapat meminta pembatalan. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah
pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta
pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang tidak memberikan sepakatnya
secara bebas atas kehendak sendiri). Jadi secara singkat, perjanjian tidak serta merta batal
demi hukum, melainkan harus dimintakan pembatalan ke pengadilan. Perjanjian dapat
dibatalkan adalah akibat hukum dari tidak terpenuhinya syarat subjektif (kesepakatan
dan/atau kecakapan) sebagai syarat sah perjanjian

Perjanjian batal demi hukum artinya adalah perjanjian batal, dari semula tidak pernah
dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Batal demi hukum juga
dikenal dengan sebutan null and void. Perjanjian batal demi hukum adalah akibat hukum dari
tidak terpenuhinya syarat objektif (suatu hal tertentu dan/atau sebab yang halal) sebagai
syarat sah perjanjian.

Dasar Hukum:

o Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah


dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

o Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 tentang Gagasan Menganggap
Burgelijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-undang.
D. Prestasi dan Wansprestasi Serta Akibat-akibatnya

Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah “performance” dalam
hukum perjanjian dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu
perjanjian oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan
“term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam perjanjian yang bersangkutan.7

Apabila perjanjian telah dibuat berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata maka


konsekuensinya perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak sebagai
mana terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan prestasi sesuai dengan apa yang diperjanjikan disebut wanprestasi.

Wanprestasi adalah: “Pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau


dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.”35 Secara umum
wanprestasi adalah: “Suatu keadaan dimana seorang debitur (berutang) tidak memenuhi atau
melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian”.

7
Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: Citra Aditya Bakti,1999, hal. 87.
Wanprestasi terjadi apabila salah satu pihak tidak memenuhi apa yang menjadi
kewajibannya yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena
perjanjian maupun undangundang. Wanprestasi dapat terjadi baik karena disengaja maupun
tidak disengaja. Pihak yang tidak sengaja, wanprestasi ini dapat terjadi karena memang tidak
mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga terpaksa untuk tidak melakukan prestasi
tersebut.36 Dalam pelaksanaan perjanjian apabila terjadi suatu keadaan, dimana debitur
(pihak yang berkewajiban) tidak melaksanakan prestasi (kewajiban) yang bukan dikarenakan
keadaan memaksa, maka debitur akan dimintai ganti rugi.8

 Akibat terjadinya Wansprestasi

Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut:

a. Perikatan tetap ada


b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).
c. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur
wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur.
Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.
d. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari
kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH
Perdata.

Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak yang wanprestasi)
dirugikan. Oleh karena pihak lain dirugikan akibat wanprestasi tersebut, maka pihak yang
telah melakukan wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat
berupa:

a. Pembatalan perjanjian saja

b. Pembatalan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi, berupa: biaya, rugi dan bunga.

c. Pemenuhan kontrak saja, dimana kreditur hanya meminta pemenuhan prestasi saja dari
debitur.

d. Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi. Kreditur menuntut selain pemenuhan
prestasi juga harus disertai ganti rugi oleh debitu (Pasal 1267 KUH Perdata).

Menuntut penggantian kerugian saja.

E. Hapusnya Perjanjian Kontrak

Berakhirnya suatu kontrak/perjanjian merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak


yang dibuat antara dua pihak, yaitu pihak kreditur dan pihak debitur tentang suatu hal. Pihak
kreditur adalah pihak yang berhak atas prestasi, sedangkan pihak debitur adalah pihak yang
berkewajiban memenuhi prestasi. Segala sesuatu disini berarti segala perbuatan hukum yang

8
Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 60
dilakukan oleh kedua belah pihak yang dapat menyebabkan kontrak/ perjanjian berakhir.
Berakhirnya suatu kontrak/ perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Bab IV Tentang Hapusnya
Perikatan dari Pasal 1381-1456 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Berikut
akan diuraikan satu-persatu :

1. Pembaruan Utang (Novasi)

Novasi diatur dalam pasal 1413-1424 KUHPer. Novasi (Pembaruan Utang) adalah
persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus
dihidupkan, yang ditempatkan ditempat yang asli (C.Asser’s, 1991: 552). Dalam KUHPer
tidak hanya dititikberatkan pada penggantian objek perjanjian yang lama daripada perjanjian
baru. Tetapi juga penggantian subjek perjanjian, baik debitur dan kreditur lama kepada
debitur dan kreditur baru.

2. Perjumpaan Utang (Kompensasi)

Kompensasi atau perjumpaan utang diatur dalam pasal 1425-1435 KUHPer. Yang
diartikan dengan kompensasi adalah penghapusan masing-masing uang dengan jalan saling
memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur. Kompensasi ini
dapat terjadi berdasar demi hukum atau atas permintaan kedua belah pihak.

3. Percampuran Utang (Konfusio)

Percampuran utang diatur dalam pasal 1436-1437 KUHPer. Percampuran utang adalah
percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan kreditur menjadi
satu. Terdapat dua cara terjadinya percampuran utang, dengan jalan penerusan hak dengan
alas hak umum dan dengan jalan penerusan hak di bawah alas hak khusus.

4. Pembebasan Utang

Pembebasan utang diatur dalam pasal 1438-1443 KUHPer. Pembebasan Utang adalah
suatu pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur, bahwa debitur dibebaskan dari
perutangan. Ada dua cara terjadinya pembebasan utang yaitu dengan cuma-cuma dan prestasi
dari debitur.
5. Musnahnya Barang Yang Terutang

Musnahnya barang yang terutang diatur dalam pasal 1444-1445 KUHPer, yaitu
perikatan hapus dengan musnahnya atau hilangnya barang tertentu yang menjadi prestasi
yang diwajibkan kepada debitur untuk menyerahkannya kepada debitur. Terdapat dua syarat
yaitu musnahnya barang tersebut bukan karena kelalaian debitur dan debitur belum lalai
menyerahkan kepada kreditur.

6. Kebatalan atau Pembatalan

Kebatalan atau pembatalan diatur dalam pasal 1446-1456 KUHPer. Ada tiga penyebab
timbulnya pembatalan kontrak yaitu adanya perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang
belum dewasa dan dibawah pengampuan, tidak mengindahkan bentuk perjanjian yang
disyaratkan dalam undang-undang, dan adanya cacat kehendak. Cacat kehendak yaitu berupa
kesalahan, penipuan, paksaan dan penyalahgunaan keadaan dalam membuat perjanjian.

7. Berlakunya Suatu Syarat Pembatalan

Syarat batal adalah suatu syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan
membawa segala sesuatu pada keadaan semula, seolah-olah tidak ada suatu perjanjian (diatur
dalam Bab 1 pasal 1265KUHPer). Biasanya syarat pembatalan ini berlaku pada perjanjian
timbal balik.

8. Lewat Waktu (Daluarsa)

Jangka waktu berakhirnya kontrak tidak ada yang sama antara satu dengan yang
lainnya. Ada yang singkat dan ada juga yang lama. Penentuan jangka waktu kontrak ini
adalah kesepakatan antara kedua belah pihak. Penentuan jangka waktu ini dimaksudkan
bahwa salah satu pihak tidak perlu memberitahukan tentang berakhirnya kontrak, karena para
pihak telah mengetahui waktu kontrak berakhir.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan
mana pihak yang berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sedangkan perjanjian adalah
suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah “performance” dalam
hukum perjanjian dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu
perjanjian oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan
“term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam perjanjian yang bersangkutan.9

Apabila perjanjian telah dibuat berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata maka


konsekuensinya perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak sebagai
mana terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan prestasi sesuai dengan apa yang diperjanjikan disebut wanprestasi.

B. Saran

Kami selaku pemakalah menyadari akan banyaknya Kesalahan yang ada dalam
pemakalah kami jadi kami memintak para pembaca untuk memberikan kritikian yang
membangun untuk menambah wawasan serta belajar dari kesalahan agar kedepannya tidak
salah lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hlm 1

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 2004), Hlm.6

Subekti, Hukum Perjanjian, hlm.2

Subekti, Hukum Perjanjian, hlm.3

Purwahid Patrik, Asas-asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, (Semarang :
Badan Penerbit UNDIP, 1986), Hal. 3.

Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 60

Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: Citra
Aditya Bakti,1999, hal. 87.

Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 60

Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: Citra
Aditya Bakti,1999, hal. 87.

9
Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: Citra Aditya Bakti,1999, hal. 87.

Anda mungkin juga menyukai