Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH HUKUM BISNIS

KONTRAK BISNIS

Disusun Oleh: Kelompok 1

1. NUR AFIF RIDHODIN 1600011264


2. GHURUFATI AMIN 1900011246
3. DEA PUTRI SHOLEKHA 1900011338
4. PUTRI UTAMI 2000011101
5. ROSSA AL HANIFAH 2000011240
6. NAFIA ZAN SUKMAJATI 2000011409

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kontrak atau Perjanjian
2.2 Subyek dan Obyek Perjanjian
2.3 Asas-asas Perjanjian
2.3.1 Asas konsensualisme
2.3.2 Asas kebebasan berkontrak
2.3.3 Asas pacta sunt servanda
2.4 Syarat Sahnya Perjanjian
2.5 Bentuk-bentuk Perjanjian
2.5.1 Perjanjian Kredit
2.5.1.1 Pengertian Kredit
2.5.1.2 Perjanjian Kredit Uang
2.5.1.3 Problematika Perjanjian Kredit
2.5.2 Perjanjian Leasing
2.5.2.1 Pengertian Leasing
2.5.2.2 Ciri-ciri pokok Leasing
2.5.3 Perjanjian Keagenan dan Distributor
2.5.3.1 pengertian Keagenan
2.5.3.2 Hubungan Hukum Keagenan
2.5.3.3 Status Hukum Keagenan
2.5.3.4 Problematika Kontrak Keagenan
2.5.3.5 Sengketa-sengketa Keagenan
2.5.3.6 Perbedaan pokok Agen dengan Distributor
2.5.4 Perjanjian Franchising
2.5.4.1 Pengertian Franchising
2.6 Prestasi dan Wanprestasi
2.6.1 Pengertian Prestasi
2.6.2 Pengertian Wanprestasi
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam kontrak bisnis (perjanjian) merupakan hal yang sangat penting dalam
menjalankan sebuah bisnis. Sebelum kontrak atau perjanjian dibuat,biasanya akan
didahului dengan pendahuluan,pembiracaraan secara bernegosiasi untuk mematangkan
kemungkinan yang akan terjadi dalam bisnis tersebut, sehingga kontrak/perjanjian yang
akan ditanda tangani telah betu-betul benar dan telah disepakati oleh yang bersangkutan.
Dengan demikian suatu kontrak/perjanjian,pasti ada kekurangan dan kelebihannya,dengan
itu pembuat kontrak/perjanjian,selalu ada pihak pihak yang beritikad baik atau tidak
baik,yang akan mengakibatkan terjadinya sengketa para pihak yang membuat
kontrak/perjanjian.
Dengan adanya sengketa dalam bisnis tentunya harus diselesaikan secara hukum
yang berlaku,agar bisnis yang di kelola berjalan dengan baik dan tidak mengalami
kerugian secara finansial.

1.2 Rumusan Masalah


▪ Apakah pengertian kontrak atau perjanjian?
▪ Apa saja subjek dan objek perjanjian?
▪ Apa saja macam-macam asas perjanjian?
▪ Apa saja macam-macam bentuk perjanjian?
▪ Apa yang dimaksud dari prestasi dan wanprestasi?

1.3 Tujuan
▪ Untuk mengetahui pengertian kontrak atau perjanjian.
▪ Untuk mengetahui subjek dan objek perjanjian.
▪ Untuk mengetahui macam-macam asas perjanjian.
▪ Untuk mengetahui bentuk-bentuk perjanjian.
▪ Untuk mengetahui pengertian prestasi dan wanprestasi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kontrak atau Perjanjian.


Istilah kontrak berasal dari Bahasa Inggris, yaitu contract. Dalam Bahasa Belanda
disebut dengan overeenkomst (perjanjian). Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam
Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal tersebut berbunyi: “Perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Kontrak adalah dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau
tidak melakukan perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. kontrak dapat menimbulkan
hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut, karena itu kontrak yang
mereka buat adalah sumber hokum formal, asal kontrak tersebut adalah kontrak yang sah.

2.2 Subyek dan Obyek Perjanjian


Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subyeknya atau para pihak yang
mengadakan kontrak, maka disebut syarat subyektif, karena jika syarat subyektif tidak
terpenuhi maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya. syarat ini apabila dilangar
maka kontrak dapat dibatalkan, meliputi:
1) kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan);
2) kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
Subyek perjanjian berdasarkan KUH Perdata dapat dibedakan menjadi 3 golangan
subyek yaitu meliputi:
1. Para pihak yang akan mengadakan perjanjian itu sendiri
2. Para ahli waris dan mereka yang akan mendapatkan hak dari padanya
3. Pihak ketiga

Syarat ketiga dan keempat merupakan syarat obyektif, syarat ini apabila dilanggar
maka kontraknya batal demi hukum, meliputi:
1) suatu hal (obyek) tertentu;
2) suatu sebab yang halal (kausa).
Obyek dalam perjanjian menurut Pasal 499 KUH Perdata menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan barang (objek) adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi obyek
dari hak milik.

2.3 Asas-Asas Perjanjian


Menurut pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menyatakan: “Bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Dari bunyi pasal tersebut sangat jelas terkandung asas-asas kontrak sebagai berikut:
2.3.1 Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya perjanjian itu telah terjadi jika telah ada
konsensus atau sepakat antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak. Pasal 1320
butir (1) KUH Perdata menyatakan bahwa asas perjanjian muncul atau dianggap
lahir sejak kesepakatan atau konsensus tercapai.
2.3.2 Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan
perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas mengenai bentuk
kontraknya. Pasal 1338 ayat (1) yang mengatur tentang asas kebebasan
berkontrak menyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi pembuatnya. Suatu perjanjian tidak bisa ditarik
kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan yang
dinyatakan cukup untuk itu oleh undang-undang. Suatu perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.”
2.3.3 Asas Pacta Sunt Servanda
Pacta sunt servanda, artinya kontrak itu merupakan undang-undang bagi
para pihak yang membuatnya (mengikat dan memaksa). Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata yang mengatur tentang asas pacta sunt servanda menyatakan bahwa
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”.
2.3.4 Asas Itikad Baik
Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan
melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka, dan saling percaya. Keadaan batin
para pihak itu tidak boleh di cemari oleh maksud maksud untuk melakukan tipu
daya atau menutup nutupi keadaan sebenarnya.
2.3.5 Asas Kepribadian
Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara
personal tidak mengikat pihak pihak lain yang tidak memberikan kesepakatannya.
Seseorang hanya dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian. Perjanjian
yang di buat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.

2.4 Syarat Sahnya Perjanjian


Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, ada empat syarat sahnya suatu perjanjian,
antara lain:
1) Sepakat mereka yang mengikat dirinya, kata sepakat diartikan sebagai adanya
“persetujuan kehendak” para pihak dalam membuat perjajian/kontrak. Dengan
syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap sah oleh
hukum, para pihak yang membuat perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-
hal pokok atau materi yang diperjanjikan. Oleh hukum umumnya diterima teori
bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah satu unsur-unsur
sebagai berikut:
a) Paksaan (dwang, duress)
b) Penipuan (bedrog, fraud)
c) Kesilapan (dwaling, mistake)
Sebagaimana pada pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata sepakat tidak
sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau
penipuan.

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, cakap yang dimaksud yaitu


kemampuan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum perjanjian/kontrak yang
akan menimbulkan akibat hukum. Maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan
kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak
tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap
orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan
bahwa ia tidak cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat
perjanjian dapat kita temukan dalam pasal 1330 KUH Perdata, yaitu:
a. Orang-orang yang belum dewasa.
b. Mereka yang berada dibawah pengampuan.
c. Wanita yang bersuami. Ketentuan ini dihapus dengan berlakunya Undang-
Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Karena pasal 31 Undang-Undang
ini menentukan bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dan
masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

3) Suatu hal tertentu, dengan syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu
kontrak haruslah berkenaan dengan hal tertentu, jelas, dan dibenarkan oleh hukum.
Sehingga hak dan kewajiban para pihak dapat ditetapkan. Mengenai hal ini dapat
kita temukan dalam pasal 1332 ddan1333 KUH Perdata.

Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa “Hanya barang-barang yang dapat
diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian” Sedangkan pasal 1333
KUH Perdata menentukan bahwa “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai
pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi
halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat
ditentukan / dihitung”.

Misalnya, jual beli tanah dengan luas 500 m2, terletak di Jl. Merpati No 15 Jakarta
Pusat yang berbatasan dengan sebelah utara sungai ciliwung, sebelah selatan Jalan
Raya Bungur, sebelah timur sekolah dasar inpres, dan sebelah barat tempat
pemakaman umum.

4) Suatu sebab yang dikehendaki, maksudnya adalah bahwa suatu kontrak haruslah
dibuat dengan maksud atau alasan yang sesuai hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh
dibuat kontrak atau menjanjikan sesuatu untuk melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan hukum. Sebab yang halal menurut Pasal 1337 KUH Perdata adalah “sebab
yang tidak dilarang oleh undang-undang, tidak berlawanan dengan kesusilaan
ataupun ketertiban umum”. Dalam Pasal 1336 KUH Perdata disebutkan “jika tidak
dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab
lain, dari pada yang dinyatakan, perjanjianya namun demikian adalah sah”. Selain
itu pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa “suatu perjanjian yang dibuat
tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak
mempunyai kekuatan hukum”.
2.5 Bentuk-Bentuk Perjanjian
2.5.1 Perjanjian Kredit
2.5.1.1 Pengertian Kredit
Dalam Bahasa Romawi, Credere atau Kredit artinya percaya,
kepercayaan ini merupakan dasar dari setiap perjanjian. Unsur dari kredit
yaitu adanya dua pihak, kesepakatan pinjam-meminjam, kepercayaan,
prestasi, imbalan, dan jangka waktu tertentu dengan objeknya benda.

Dasar perjanjian kredit adalah UU Perbankan No.10 Tahun 1998


tentang Perjanjian Kredit diatur dalam pasal 1 ayat 11, yang berbunyi :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang bisa dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank (Kreditur) dengan pihak lain (debitur) yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga”

Dari uraian diatas, kita dapat mengetahui bahwa terdapat 2


kelompok perjanjian kredit, yaitu:
❖ Perjanjian kredit uang, contoh : perjanjian kartu kredit
❖ Perjanjian kredit barang, contoh : perjanjian sewa beli, perjanjian sewa
guna usaha

2.5.1.2 Perjanjian Kredit Uang


a) Para Pihak, pasal 16 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, setiap
pihak yang melakukan aktivitas menghimpun dana dari masyarakat
wajib memiliki izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan
Rakyat. Persyaratannya sebagai berikut:
• Susunan organisasi.
• Modal.
• Kepemilikan.
• Keahlian di bidang perbankan.
• Kelayakan rencana kerja.
• Hal-hal yang ditetapkan Bank Indonesia.
b) Bunga, suku bunga menurut UU tidak boleh lebih dari 6%. Akan tetapi
praktik bisnis kesepakatan antara kreditur dan debitur diperbolehkan
lebih dari yang ditentukan, yang terpenting terdapat bunga.
c) Batas Maksimum Pemberian Kredit, menurut UU Perbankan Pasal
11 ayat 2, batas maksimum pemberian kredit tidak boleh melebihi 30%
dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
d) Jaminan, Di dalam dalam pemberian kredit, Bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat termasuk resiko yang
harus dihadapi atas pengembalian kredit. Yang dimaksud dengan
Jaminan dalam arti luas adalah jaminan yang bersifat materil maupun
yang bersifat immateril. Jaminan yang bersifat materil misalnya
bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan, surat berharga.
e) Jangka waktu, Kredit adalah kontrak yang suatu waktu harus
dikembalikan, untuk itu dalam perjanjian kredit perlu diatur jangka
waktunya. Jika sudah jatuh tempo dan debitur masih belum memenuhi
kewajibannya, baik disengaja atau tidak, perlu dicantumkan sanksi atas
kelalaian itu berupa denda, bunga, biaya perkara, dan sebagainya.

2.5.2 Perjanjian Leasing


2.5.2.1 Pengertian Leasing
Leasing berasal dari kata lease (Bahasa Inggris) adalah perjanjian
yang pembayarannya dilakukan secara angsuran dan hak milik atas barang
itu beralih kepada pembeli setelah angsurannya lunas dibayar (Keputusan
Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/1980)

2.5.2.2 Ciri-Ciri Pokok Leasing


▪ Terdapat registrasi kredit bertujuan untuk melahirkan sifat kebendaan
dari perjanjian jaminan
▪ Leasing bukan perjanjian kredit murni, akan tetapi cenderung
perjanjian kredit dengan jaminan terselubung.
▪ Jika lesse lalai, maka lesser dapat membatalkan kontrak.
▪ Hak milik atas barang baru beralih setelah lunas pembayaran.
2.5.3 Pengertian Leasing
2.5.3.1 Pengertian Leasing
Leasing berasal dari kata lease (Bahasa Inggris) adalah perjanjian
yang pembayarannya dilakukan secara angsuran dan hak milik atas barang
itu beralih kepada pembeli setelah angsurannya lunas dibayar (Keputusan
Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/1980)
2.5.3.2 Hubungan Hukum Keagenan
Hubungan hukum antara agen dengan principal merupakan
hubungan yang dibangun melalui mekanisme layanan lepas jual, hak milik
atas produk yang dijual oleh agen tidak lagi berada pada principal
melainkan berpindah kepada agen, karena pada prinsipnya agen telah
membeli produk dari principal.

Hubungan Agen dan Principal

2.5.3.3 Status Hukum Keagenan


a) hukum keagenan hanya diatur oleh Keputusan Menteri, hal ini
menyebabkan lemahnya status dan hubungan hukum yang terjadi pada
bisnis keagenan bahkan sering terjadi praktik-praktik penyimpangan.
b) kontrak harus ditandatangani secara langsung antara principal dan
agen.
c) kontrak antara principal dan agen wajib didaftarkan ke Departemen
Perindustrian dan Perdagangan.
d) persyaratan untuk mendapatkan Surat Tanda Pendaftaran menurut
Instruksi Direktorat Jendral Perdagangan Dalam Negeri No. 01 Tahun
1985.
o Surat permohonan dari perusahaan yang berbentuk badan
hukum;
o Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
o Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya;
o Tanda Daftar Perusahaan yang masih berlaku;
o Fotokopi surat penunjukan (letter of appointment) atau kontrak
(agreement) yang telah di legalisir oleh notaris dan perwakilan
RI di luar negeri di negara domisili principal (dokumen asli
diminta diperlihatkan);
o Surat perjanjian atau penunjukan dari produsen kepada
supplier, apabila penunjukan dilakukan oleh supplier, dan
harus dilampirkan pula surat persetujuan dari produsen barang
sehubungan dengan penunjukan tersebut;
o Leaflet, brosur, catalog asli dari produk atau jasa yang hendak
di ageni; dan
o Surat pernyataan dari principal dan agen yang ditunjuk yang
menyatakan bahwa barang atau jasa tersebut belum ada
perusahaan lain yang ditunjuk sebagai agen atau distributor.
2.5.3.4 Problematika Kontrak Keagenan
▪ Hukum keagenan di Indonesia memberi kebebasan antara principal
dan agen untuk menjalin hubungan hukum melalui petunjuk atau
perjanjian, dikarenakan keduanya memiliki implikasi hukum yang
berbeda;
▪ Dilihat dari wajib daftar perusahaanya, maka hubungan hukum
keagenan, apakah “perjanjian” atau “pendaftaran” sebagai penentu
legalitas hubungan keagenan? Pendaftaran merupakan norma hukum
yang bersifat imperative, yang tak bisa dikesampingkan oleh para
pelaku bisnis keagenan, sementara apabila hubungan penentu
hubungan keagenan perjanjian, maka pendaftaran hanya merupakan
complementary (pelengkap) yang dapat di kesampingkan;
▪ Berbagi persyaratan yang diminta sehubungan permohonan
pendaftaran tersebut, tidak hanya sekedar “tanda” menyangkut status
dan kedudukan keagenan melainkan lebih menyerupai “izin”;
▪ Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 428/M/SK/12/1987
tentang Agenan Tunggal Pemegang Merek. Jika diteliti, untuk
beberapa hal menimbulkan kontradiksi bahkan mengesankan
terjadinya campur tangan pemerintah terhadap suatu transaksi perdata;
▪ Mengenai hak prioritas untuk kepemilikan saham dari principal untuk
mendirikan manufaktur dari barang yang diagenkan tersebut.
2.5.3.5 Sengketa-sengketa Keagenan
❖ Perselisihan biasanya disebabkan terutama menyangkut tata cara
pengakhiran (siapakah yang dimaksud dengan “pihak”, menurut
principal, pihak adalah agen saja, sedangkan menurut agen, pihak adalah
baik principal maupun agen);
❖ Standar atau ukuran untuk menilai kegiatan yang tidak memuaskan dari
pihak agen.
❖ Penunjukan agen lain sebelum ada penyelesaian tuntas;
❖ Lemahnya sistem pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak keagenan;
❖ Ada anggapan bahwa agen hanyalah melakukan sebatas working
relationship, bukan sebagai partnership dari principal yang kemudian
berujung pada "habis manis sepah dibuang”;
❖ Sengketa keagenan dimulai dari tindakan principal yang secara sepihak
memutuskan hubungan. Melihat hal demikian, seharusnya untuk
menyelesaikan kasus secara tuntas menjadi tanggung jawab pihak
principal sekaligus untuk membayar ganti sugi kepada pihak agen.
2.5.3.6 Perbedaan pokok Agen dengan Distributor

Nathan Weinstock (1987), seperti dikutip Levi Lana (dalam Jurnal Hukum
Bisnis, 2001:67), membedakan secara tegas antara agen dengan distributor:
AGEN DISTRIBUTOR
Membeli dan menjual barang untuk Membeli dan menjual barang
tindakan hukum atas perintah, untuk diri sendiri begitupun
tanggung jawab dan risiko dipikul dengan tanggung jawab dan risiko
oleh principal. dipikul sendiri.
Mendapatkan keuntungan dari Mendapatkan keuntungan dari
komisi. margin harga beli dengan harga
jual.
Meminta pembayaran kembali atas Bertanggung jawab sendiri atas
biaya yang dikeluarkannya. semua biaya yang dikeluarkan.
Sistem manajemen dan akuntansi Sistem manajemen dan akuntansi
keagenan berhak menagih secara bersifat otonom.
langsung kepada nasabah.

2.5.4 Perjanjian Franchising


2.5.4.1 Pengertian Franchising

Franchising adalah pemilik dari sebuah merek dagang, nama dagang


sebuah rahasia dagang, paten, atau produk (biasanya disebut
“Franchisor”) yang memberikan lisensi ke pihak lain (biasanya disebut
“Franchisee”) untuk menjual atau memberi pelayanan dari produk di
bawah nama franchisor. Franchisee dan franchisor merupakan dua pihak
yang terpisah satu dengan yang lainnya.

Beberapa jenis kontrak seperti tersebut diatas KUH Perdata juga


mengenal istilah lain dari kontrak yaitu:
· Kontrak jual beli
· Kontrak sewa menyewa
· Pemberian atau hibah (shenking)
· Perseroan (maatchap)
· Kontrak pinjam meminjam
· Kontrak penanggungan utang (borgtocht)
· Kontrak kerja
· Kontrak pembiayaan
2.6 Prestasi dan Wanprestasi
2.6.1 Pengertian Prestasi
Pengertian prestasi dalam hukum kontrak adalah melakukan keseluruhan isi
dari kontrak yang telah disepakati dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal hal
yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri. Segala
sesuatu yang dilaksanakan didasari dengan niat baik dari masing masing pihak
memiliki integritas, yaitu sesuai dengan apa yang ditulis ( disepakati) dengan yang
dilaksanakan.
Prestasi merupakan sebuah esensi daripada suatu perikatan. Apabila esensi
ini tercapai dalam arti dipenuhi oleh debitur maka perikatan itu akan berakhir. Agar
esensi tersebut tercapai maka harus diketahui sifat sifat dari prestasi tersebut yaitu:
1. Harus sudah tertentu
2. Harus mungkin
3. Harus diperbolehkan atau halal
4. Harus ada manfaatnya untuk kreditur
5. Bias terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan.

Bentuk dari suatu prestasi pada kontrak sebagaimana pasal 1234 KUH
Perdata (BW) yaitu memberikan sesuatu (membayar dengan harga barang atau
menyerahkan kekuasaan atas suatu benda misal dalam hal jual beli, sewa menyewa,
hibah, perjanjian gadai, hutang piutang).

2.6.2 Pengertian Wanprestasi


Wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau
kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-
pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Tindakan
wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan
untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi
sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihakpun yang dirugikan.
Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena:
• Kesengajaan, maksudnya tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
• Kelalaian, yang dimaksud melaksanakan apa yang dijanjikanya, tetapi tidak
sebagaimana dijanjikan;
• Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian)
• Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; atau
• Melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukanya.

Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti
rugi, pembatalan kontrak, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara.
Sebagai contoh seorang debitor (si berutang) dituduh melakukan perbuatan hukum,
lalai atau sengaja tidak melaksanakan sesuai bunyi yang telah disepakati dalam
kontrak, jika terbukti, maka debitor harus mengganti kerugian (termasuk ganti rugi
+ bunga + biaya perkaranya). Meskipun demikian debitor bisa saja membela diri
dengan alasan:
- Keadaan memaksa (overmacht/force majure)
- Kelalaian kredito sendiri
- Kreditor telah melepas haknya untuk menuntut ganti rugi.

Untuk hal yang demikian debitor tidak harus mengganti kerugian. Oleh
karena itu, sebaiknya dalam setiap kontrak bisnis yang kita buat dapat dicantumkan
juga mengenai risiko, wanprestasi, dan keadaan memaksa ini.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa:

▪ Perjanjian dan kontrak yaitu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Sedangkan Kontrak
adalah dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak
melakukan perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis.
▪ Subyek dan Obyek Perjanjian mempunyai syarat yaitu Syarat pertama dan kedua adalah
mengenai subyeknya atau para pihak yang mengadakan kontrak, maka disebut syarat
subyektif, karena jika syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat
dimintakan pembatalannya.
▪ Asas asas perjanjian meliputi Asas Konsensualisme Asas Kebebasan Berkontrak, Asas
Pacta Sunt Servanda ,Asas Itikad Baik ,Asas Kepribadian.
▪ Syarat Sahnya Perjanjian yaitu Sepakat mereka yang mengikat dirinya, Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan, Suatu hal tertentu, Suatu sebab yang dikehendaki.
▪ Bentuk-Bentuk Perjanjian yaitu
Perjanjian Kredit dalam Bahasa Romawi, Credere atau Kredit artinya percaya,
kepercayaan ini merupakan dasar dari setiap perjanjian.
Perjanjian Kredit Uang bahwa Para Pihak, pasal 16 UU Perbankan Nomor 10
Tahun 1998, setiap pihak yang melakukan aktivitas menghimpun dana dari
masyarakat wajib memiliki izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan
Rakyat.
Perjanjian leasing yaitu Leasing berasal dari kata lease (Bahasa Inggris) adalah
perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara angsuran dan hak milik atas
barang itu beralih kepada pembeli setelah angsurannya lunas dibayar (Keputusan
Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/1980).
Perjanjian Franchising, Franchising adalah pemilik dari sebuah merek dagang,
nama dagang sebuah rahasia dagang, paten, atau produk (biasanya disebut
“Franchisor”) yang memberikan lisensi ke pihak lain (biasanya disebut
“Franchisee”) untuk menjual atau memberi pelayanan dari produk di bawah nama
franchisor.
▪ Terakhir adalah Prestasi dan Wanprestasi. Pengertian prestasi dalam hukum kontrak
adalah melakukan keseluruhan isi dari kontrak yang telah disepakati dimaksudkan
sebagai suatu pelaksanaan hal hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang
telah mengikatkan diri. Sedangkan Wanprestasi (breach of contract) adalah tidak
dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh
kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang
bersangkutan.

3.1 Saran

Terkait dalam hal tersebut, saya menyarankan beberapa hal untuk lebih
diberhatikan yaitu Dalam perjanjian kita harus melakukan perbuatan mengikatkan satu
pihak atau lebih kepada satu orang atau lebih. Sedangkan dalam kontrak, dimana harus ada
dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan
tertentu. Sebaiknya saat melaksanakan perjanjian dan kontrak tidak boleh dilanggar karena
akan mendapatkan sanksi
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.stimart-amni.ac.id/810/2/BAB%202%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/155377-ID-perjanjian-keagenan-dan-distributor-
dala.pdf
https://www.neliti.com/id/publications/149441/keabsahan-perjanjian-baku-dalam-perjanjian-
kredit-bank-dihubungkan-dengan-asas-k
https://www.coursehero.com/file/22358109/Tugas-makalah-Hukum-Bisnis/
https://www.pelajaran.co.id/2020/03/pengertian-perjanjian.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68095/Chapter%20II.pdf?sequence=3
&isAllowed=y
http://rechthan.blogspot.com/2015/10/4-syarat-sahnya-perjanjiankontrak.html
https://konsultanhukum.web.id/syarat-sahnya-perjanjian/
https://doktorhukum.com/syarat-sahnya-perjanjian-kontrak/
https://www.ardiarmandanu.com/2019/06/prestasi-dan-wanprestasi-dalam-hukum.html?m=1

http://www.sangkoeno.com/2015/01/prestasi-dan-wanprestasi.html?m=1

https://www.negarahukum.com/asas-asas-perjanjian.html

https://www.legalakses.com/asas-asas
perjanjian/#:~:text=Asas%2Dasas%20perjanjian%20diatur%20dalam,good%20faith)%20dan
%20asas%20kepribadian%20

https://www.coursehero.com/file/35746221/Subyek-dan-Objek-Perjanjianpptx/

http://repository.uin-suska.ac.id/7058/4/BAB%20III.pdf

Anda mungkin juga menyukai