Anda di halaman 1dari 32

KOMPARASI ETIKA BISNIS & ETOS KERJA MENURUT TEORI

KONTEMPORER, ISLAM, KRISTEN/KATOLIK, BUDHA,


HINDU DAN KONGHUCU

Disusun oleh :

Kelompok 6

5520220024 – Ardi Winata

5520220025 – Bintang Wahyuni

5520220027 – Hartina Djali

5520220028 – Stanislaus Ferdinand Suwarji

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Amilin, S.E.Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP.

JURUSAN MAGISTER AKUNTANSI

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PANCASILA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Komparasi Etika Bisnis &
Etos Kerja Menurut Teori Kontemporer, Islam, Kristen/Katolik, Budha, Hindu dan
Konghucu” tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak Prof. Dr.
Amilin, S.E.Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP. pada Matakuliah Etika Bisnis dan Profesi
Akuntansi di Universitas Pancasila. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Amilin,
S.E.Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP. selaku dosen mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi
Akuntansi karena tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 15 Januari 2021

Penulis

Kelompok 6

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 1


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 5
2.1 Landasan Teori........................................................................................................................ 5
2.2 Kasus ..................................................................................................................................... 26
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 29
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 29
3.2 Saran ..................................................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 30

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia hingga saat ini telah memebrikan kebebasan pada tiap-tiap individu untuk
memeluk agama berdasarkan kepercayaannya masing-masing. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya peraturan-peraturan tentang kebebasan beragama seperti yang tercantum
dalam undang-undang 1945 BAB XA tentang Hak Asasi Manusia, BAB XI tentang Agama,
Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa, UU Nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 175. Adapun agama yang diakui berdasarkan
Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau
Penodaan Agama adalah Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Semua agama mengajarkan kebaikan. Jika seseorang menjalankan nilai agama, dan
mengakui bahwa ajaran agama sesuai dengan penilaiannya, maka akan berdampak positif
untuk lingkungan kerja (Afifiyah, 2018). Agama dapat menjadi landasan tiap-tiap individu
dalam berperilaku maupun bekerja.

Beberapa telah menunjukkan adanya pengaruh agama terhadap etika dan etos kerja
pemeluknya telah dilakukan oleh Max Weber. Dalam buku yang berjudul The Protestant
Ethic and the Spirit of Capitalism, Max Weber (1987) meyakini bahwa agama Protestan di
Eropa Barat telah membantu melahirkan dan melembagakan nilai-nilai universalitas akan
kebutuhan untuk berprestasi. Dalam buku Penjaja dan Raja yang ditulis Geertz (1977), para
santri di salah satu kota kecil Jawa Timur memiliki etos kerja tinggi, mereka merupakan
pekerja yang sangat taat beribadah dan aktif dalam kegiatan organisasi sosial moderen. Sikap
yang taat dalam beribadah telah memberikan pengaruh mendalam pada sifat
kewiraswastaannya, yaitu bersikap jujur, disiplin, hemat dan pekerja keras. Demikian pula
penelitian Lance Castles (1982) tentang Tingkah Laku Agama, Politik dan Ekonomi di Jawa
dengan mengambil kasus pada industri rokok kretek di Kudus dan penelitian Nakamura
(1983) di Kota Gede Yogyakarta dalam bukunya yang berjudul Bulan Sabit Muncul dari
Balik Pohon Beringin menunjukkan bahwa orang-orang kaya di daerah tersebut adalah para
santri yang berafiliasi dengan organisasi sosial keagamaan moderen, mereka memiliki etos
kerja tinggi, hemat, menjauhi perilaku konsumtif dan pekerja keras.

3
Namun saat ini pelanggaran etika bisnis dan etos kerja yang tidak hanya dilakukan
oleh masyarakat biasa namun juga para pemuka agama.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahannya adalah bagaimana komparasi etika bisnis & etos kerja menurut teori
kontemporer, Islam, Kristen/Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah memahami komparasi etika bisnis & etos kerja
menurut teori kontemporer, Islam, Kristen/Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pengertian Etika Bisnis & Etos Kerja
2.1.1.1 Etika Bisnis

Etika bisnis berasal dari kata Etika dan Bisnis. Etika berdasarkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak), sementara usaha usaha komersial dalam dunia perdagangan;
bidang usaha; usaha dagang. Sehingga dapat disimpulkan Etika Bisnis adalah ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral dalam dunia usaha.
Menurut Muslich (2004), etika bisnis adalah suatu pengetahuan tentang tata cara
ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang
berlaku secara universal.
Menurut Sumarni (1998), etika bisnis ini terkait dengan masalah penilaian terhadap
kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha.
Menurut Bertens (2000), etika bisnis bahkan lebih luas dari ketentuan yang diatur
oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal
ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu
yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.

2.1.1.2 Etos Kerja

Kata etos berasal dari bahasa Yunani “etos” yang berarti sikap, kepribadian, watak,
karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.

Menurut Sinamo (2011), etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar
pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang
integral.

2.1.2 Komparasi Etika Bisnis & Etos Kerja Menurut Teori Kontemporer

Kontemporer dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pada waktu
yang sama; semasa; sewaktu; pada masa kini; dewasa ini. Sehingga dapat disimpulkan,

5
kontemporer adalah sesuatu hal yang modern dan masih berlangsung sampai sekarang atau
segala hal yang berkaitan dengan saat ini.
2.1.2.1 Etika Bisnis
Menurut Beekun (1996) dalam Tarigan (2016), berikut adalah etika bisnis menurut
teori kontemporer:
1. Relativisme (kehendak diri). Keputusan etis dibuat berdasar pada kebutuhan dan
kehendak diri sendiri.
2. Utilitarianisme (kalkulasi untung rugi). Keputusan etis dibuat beradsarkan hasil
(outcomes) akibat keputusan tersebut. Suatu tindakan dinilai etis jika tindakan itu
mengakibatkan (menghasilkan manfaat/keuntungan sebesar-besarnya bagi sebagian
besar orang.
3. Universalisme (kesemestaan). Keputusan etis didasarkan pada maksud tujuan
tindakan. Keputusan yang sama harus dibuat oleh seseorang pada situasi yang sama.
4. Hak (pemberian hak individu). Keputusan etis menitikberatkan pada nilai tunggal
kebebasan, dan didasarkan pada hak-hak individu yang menjamin kebebasan memilih.
5. Keadilan Distributif (kejujuran dan keadilan) Keputusan etis menitikberatkan pada
nilai tunggal: keadilan, dan menjamin pemerataan distribusi kekayaan dan
keuntungan.
6. Hukum Abadi (kitab Suci). Keputusan etis dibuat berdasarkan hukum abadi (eternal
law) yang terdapat dalam kitab suci.

2.1.2.2 Etos Kerja


Dilansir dari https://glints.com/, seseorang dapat dikatakan memiliki etos kerja jika pada
orang tersebut terdapat sikap berikut :
1. Bertanggung jawab
Seperti yang kita ketahui, saat ini adalah era tersedianya berbagai kebebasan. Salah
satunya adalah kebebasan waktu dalam bekerja. Saat ini bekerja dapat dilakukan
kapan pun, asalkan dapat memberikan output sesuai yang diinginkan perusahaan.
Oleh karenanya, saat ini yang dibutuhkan adalah rasa bertanggung jawab terhadap
kebebasan yang dimiliki.
2. Inisiatif
Masih berkaitan dengan kebebasan, inisiatif adalah salah satu kebebasan yang
diberikan oleh perusahaan. Individu dapat menyampaikan berbagai ide yang dirasa
baik untuk kepentingan bersama, tanpa harus menunggu perintah.
6
3. Mau bekerjasama
Selanjutnya yaitu kemauan untuk bekerjasama. Kemampuan seseorang bekerja
dengan orang lain, komunikasi, serta menghadapi tekanan yang terjadi. Dengan
memiliki sikap ini, maka bisa dibilang bahwa individu tersebut telah memiliki etos
kerja yang baik.

2.1.3 Komparasi Etika Bisnis & Etos Kerja Menurut Teori Islam
2.1.3.1 Etika Bisnis
Prinsip-prinsip Etika Bisnis dalam Al-Qur’an (Darmawati, T.t) menurut Imaddudin,
ada lima dasar dalam etika Islam, yaitu:
1. Kesatuan (Tauhid/Utility)
Ini adalah satu kesatuan sebagaimana tereflesikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, social menjadikan keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep
konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka Islam
menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan.
Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal
maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistim
Islam (Naqvi, 1993). Disinilah Islam menggabungkan antara hablummina Allah dan
hablummina An-Naas.
2. Kesinambungan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat menganjurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat
curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan,
kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang adalah orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar
atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda
kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-
Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur
dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk
pengurangann tekaran dan timbangan (Q.S. Al-Isra’: 35).
Dalam surah al-Isra ayat 35 Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan
sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca
yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. Dalam

7
beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tak
terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
dalam surah Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang beriman, hendaklah
kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,
menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu
kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil lebih
dekat dengan takwa”.
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis Islam, tetapi kebebasan
itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk
terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan
adanya kewajiban setiap indivisu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan
sedekah (Q.S. Al-Maidah: 8).
4. Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena
tidak menuntut adanya pertangungjawaban dan akuntabilitas. Untuk memenuhi
tuntutan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggungjawabkan
tindakannya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia
menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan
bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya (Q.S. Al-Maidah: 8).
5. Kebenaran: kebijakan dan kejujuran (truth, goodness, honesty)
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks
bisnis kebenaran dimaksudkan sebagai niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip
kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventive
terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi,
kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
Etika Bisnis Islami ketika digabungkan menjadi suatu proeses dan upaya untuk
mengetahui hal-hal yang benar dan yang salah yang selanjutnya tentu melakukan hal
yang benar berkenan dengan produk, pelayanan perusahaan dengan pihak yang

8
berkepentingan dengan tuntutan perusahaan (Aziz, 2013). Islamisasi dalam etika
bisnis ini adalah dengan mengintegrasikan antara semua bidang kehidupan, agama,
ekonomi dan social-politik-dan budaya (Nurkholifah & Kusumastuti, 2020).

2.1.3.2 Etos Kerja

Islam tidak meminta penganutnya sekedar bekerja, tetapi juga meminta agar mereka
bekerja dengan tekun dan baik yakni dapat menyelesaikannya dengan sempurna. Untuk
mencapai ketekunan dalam bekerja, salah satu pondasinya adalah amanah dan ikhlas dan
berusaha semaksimal mungkin dengan prinsip melakukan yang terbaik dan bertawakkal serta
dibentengi oleh etika mulia dan hanya berharap mendapatkan keberkahan Allah swt. atas
usaha yang dilakukannya di dunia dan kelak di akhirat mendapat ganjaran pahala. (Yusuf
Qardawi, 1997:164)
Dalam bekerja seorang muslim harus mempunyai etos kerja islami yangantara lain adalah:
1. Profesional, Setiap pekerjaan yang dilakukan seorang muslim harus dilakukan
dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil yang terbaik. Tentu saja untuk
mencapai profesionalisme harus didukung dengan sarana yang ilmiah, modern dan
canggih.
2. Tekun. Seorang muslim tidak hanya sekedar bekerja, tetapi juga menekankan agar
bekerja dengan tekun dan baik yaitu dapat menyelesaikannya dengan sempurna
karena itu merupakan kewajiban setiap muslim.
3. Jujur dalam bekerja bukan hanya merupakan tuntutan melainkan juga ibadah.
Seorang muslim yang dekat dengan Allah akan bekerja dengan baik untuk dunia
danm akhirat.
4. Amanah dalam bekerja adalah suatu perbuatan yang sangat mulia dan utama.
5. Kreatif. Orang yang hari ini sama dengan hari kemarin dianggap merugi, karena tidak
ada kemajuan dan tertinggal oleh perubahan. Terlebih lagi orang yang hari ini lebih
buruk dari kemarin dianggap orang yang celaka, karena berarti akan tertinggal jauh
dan sulit lagi mengejar. Orang yang beruntung hanyalah orang yang hari ini lebih baik
dari kemarin, berarti selalu ada penambahan. Inilah sikap perubahan yang diharapkan
selalu terjadi pada setiap muslim, sehingga tidak akan pernah tertinggal, dia selalu
antisaifatif terhadap perubahan, dan selalu siap menyikapi perubahan. (Didin,
2000:34)

9
Sedangkan menurut Toto Tasmara dalam bukunya etos kerja pribadi muslim, ada 14
karakter etos kerja seorang muslim karakter tersebut adalah:
1) Memiliki jiwa kepemimpinan
Manusia adalah khalifah di bumi, dan pemimpin berarti mengambil peran secara aktif
untuk mempengaruhi orang lain, agar orang lain tersebut dapat berbuat baik sesuai
keinginanya. Sekaligus kepemimpinan berarti kemampuan untuk mengambil posisi
sekaligus memainkan peran (role), sehingga kehadiran dirinya memberikan pengaruh
pada lingkunganya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai
personalitas tinggi. Dia larut dalam keyakinanya tetapi tidak segan untuk menerima
kritik, bahkan mengikuti yang terbaik
2) Selalu berhitung
Rasulullah bersabda ‘bekerjalah untuk duniamu seakan hidup selamanya dan
beribadahlah untuk akhiratmu seakan engkau akan mati besok, senada dengan hadist
sayidina umar berkata: maka hendaklah kamu menghitung dirimu sendiri, sebelum
datang hari dimana engkau akan diperhitungkan. Hal senada juga terdapat dalam
firman allah hendaklah kamu menghitung diri hari ini untuk mempersiapkan hari esok
(Qs: 59:18).Seorang muslim harus melihat resiko dan memplaning apa yang akan
dilakukan agar konsisten, tepat waktu dan bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.
3) Menghargai waktu.
Kita sangat hafal dengan ayat al-quran tentang makna dan pentingnya waktu,
sebagaimana dalam surat al-ash ayat 1-3. Waktu adalah rahmat yang tiada terhitung
nilainya, dan konsekwensi logisnya adalah menjadikan waktu sebagai wadah
produktivitas. Ada semacam bisikan dalam jiwa jangan lewatkan sedetik pun
kehidupan ini tanpa memberi arti. Ajaran islam adalah ajaran yang riil, bukan sebagai
ajaran yang mengawang-ngawang, bukan pula bahan konsumsi diskusi konsep lapuk
di atas meja seminar. Tetapi dia merupakan ayat-ayat amaliyah, suatu agama yang
menuntut pengamalan ayat –ayat dalam bentuk yang senyata-nyatanya, melalui
gerakan bil haal. Oleh sebab itulah disadari oleh setiap muslim bahwa memang apa
yang akan di raih pada waktu yang akan datang ditentukan oleh caranya mengada
pada hari ini what we are going tomorrow we are becoming today.
4) Tidak pernah merasa puas dengan berbuat baik (positif improvement)
Merasa puas di dalam berbuat kebaika nadalah tanda-tanda kematian kreatifitas.
Sebab itu sebagai konsekwensi logisnya, tipe seorang muslim akan tampak dari
semangat juangnya, yang tak mengenal lelah, tidak ada kamus menyerah pantang

10
surut apalagi terbelenggu dalam kemalasan yang nista. Dengan semngat ini, seorang
muslim selalu berusaha untuk mengambil posisi dan memainkan peranya yang
dinamis dan kreatif.
5) Hidup berhemat dan efisien
Hidup berhemat dan efisien adalah dua sifat yang bagus bagi seorang muslim, orang
yang berhemat adalah orang yang mempunyai pandangan jauh kedepan (future
outlook), bukan hemat selalu di identikkan dengan menumpuk harta kekayaan,
sedangkan orang yang efisien di dalam mengelola setiap resources yang dimilikinya,
menjauhkannya dari sifat yang tidak produktif dan mubazir.
6) Memiliki jiwa wiraswasta (entreprenership)
Memiliki semangat wiraswata yang tinggi, tahu memikirkan segala fenomena yang
ada di sekitarnya, merenung dan kemudian bergelora semangatnya untuk mewujudkan
setiap perenungan batinya dalam bentuk yang nyata dan realistis, nuraninya sangat
halus dan tanggap terhadap lingkungan dan setiap tindakanya diperhitungkan dengan
laba rugi, manfaat dan mudharatnya (entrepreneurship). Dalam sabda Rasulullah
sesungguhnya Allah sangat cinta kepada seorang mukmin yang berpenghasilan.
7) Memiliki jiwa bertanding dan bersaing.
Semangat bertanding merupakan sisi lain bagi seorang muslim yang tangguh, melalui
lapangan kebajikan dan meraih prestasi. Harus disadari dengan penuh keyakinan yang
mendalam bahwa keuletan dan kegigihan adalah fitrah diri setiap pribadi manusia,
sehingga sikap malas dan kehilangan semangat berkompetisi adalah kondisi melawan
fitrah kemanusianya, dan menghianati misi sebagai seorang khalifah di dunia ini.
8) Memiliki kemandirian (independent)
Keyakinan akan nilai tauhid penghayatanya terhadap ikrar iyyaka na’budu,
menyebabkan setiap pribadi muslim yang memiliki semangat jihad sebagai etos
kerjanya, adalah jiwa merdeka. Semangat semacam ini melahirkan sejuta kebahagiaan
yang diantaranya adalah kebahagiaan untuk memperolah hasil dan usaha atas karsa
dan karya yang dibuahkan dari dirinya sendiri. Dia merasa risih apabila memperoleh
sesuatu dengan gratis, merasa tidak tak bernilai apabila menikmati sesuatu tanpa
bertegang otot bermandikan keringat. Kemandirian bagi dirinya adalah lambang
perjuangan sebuah semangat yang mahal harganya.
9) Haus untuk memiliki sifat keilmuan
Setiap pribadi muslim diajarkan untuk mampu membaca lingkungan dari yang mikro
(dirinya sendiri) sampai pada yang makro (universe) dan bahkan memasuki ruang

11
yang lebih hakiki yaitu metafisik. Dari rasa haus keilmuan ini akan menimbulkan sifat
kritis, semangat membara dan selalu belajar lebih baik.
10) Berwawasan Makro – Universal
Dengan memiliki wawasan makro, seorang muslim menjadi manusia yang bijaksana.
Mampu membuat pertimbangan yang tepat, serta setiap keputusanya lebih mendekati
tingkat presisi (ketepatan) yang terarah dan benar. Seorang muslim tidak hanya
berkewajiban pada ibadah-ibadah yang mahdoh saja tetapi dia juga memiliki
tanggung jawab yang lain dari ekonomi, sosial, kemasyarakatan lain yang bersifat
kesalihan sosial. Salah satu hadist Rasulullah tidak beriman sesorang yang tidur
kekenyangan sementara tetangganya kelaparan (HR. Bukhari). Inilah salah satu
hadist dalam sosial ekonomi.
11) Memperhatikan kesehatan dan gizi
Menjaga kesehatan badan adalah salah satu cara untuk menjaga kekuatan, karena
semangat yang membara juga membutuhkan tubuh yang sehat dan kuat. Etos kerja
pribadi muslim adalah etos yang sangat erat kaitanya dengan cara dirinya memelihara
kebugaran dan kesegaran jasmaninya. Dalam Alquran banyak ditemukan ayat tentang
perintah menjaga makanan, bahkan bukan hanya sekedar yang halal tapi juga
bervitamin yang akan memberikan asupan gizi bagi tubuh manusia.
12) Ulet, Pantang menyerah.
Keuletan merupakan modal yang sangat besar di dalam menghadapi segala macam
tantangan atau tekanan, sebab sejarah telah banyak membuktikan, betapa banyak
bangsa-bangsa yang memiliki sejarah kelam akhirnya dapat keluar dengan inovasi dan
keuletan yang mereka miliki.
13) Berorientasi pada produktivitas
Seorang muslim itu seharusnya sangat menghayati makna yang difirmankan Allah
dengan sangat tegas melarang sikap mubazir karena sesuangguhnya itu adalah
perilaku syetan. Dari ayat ini jiwa seorang muslim akan terarah pada etos kerja yang
baik. Sikap seperti ini merupakan modal dasar dalam upaya untuk menjadikan dirinya
sebagai manusia yang selalu berorientasi kepada nilai-nilai produktif.
14) Memperkaya jaringan silaturahim
Kualitas silaturahim, yang dinyatakan dalam bentuk sambung rasa yang dinamis dapat
memberikan dampak yang sangat luas. Apalagi dunia bisnis adalah dunia relasi
sebuah jaringan yang membutuhkan lebih banyak informasi dan komunikasi. Sebab

12
itu tidak ada alasan sedikitpun bagi seorang muslim untuk mengisolasi diri dari
tatanan sosial.

2.1.4 Komparasi Etika Bisnis & Etos Kerja Menurut Teori Kristen/Katolik
2.1.4.1 Etika Bisnis
Pertama-pertama mesti diakui, bahwa untuk kurun waktu yang amat lama, kekristenan
tidaklah bersikap terlampau ramah terhadap dunia dagang dan bisnis, dan oleh karena itu
terhadap orang-orang yang berkecimpung di dalamnya. Masalahnya, orang-orang Kristen
pada zaman Perjanjian Baru memang sama sekali tidak menaruh kepeduliaan yang serius
terhadap baik dunia bisnis maupun dunia politik. Mereka menghayati diri mereka terutama
sebagai orang-orang dari aeon dan era baru. Mereka memahami diri mereka sebagai “ciptaan
baru” dari “dunia baru” yang sedang dan akan didatangkan oleh Allah sendiri. Sekarang
memang belum datang, tetapi zaman baru itu pasti dan akan segera datang.
Di pihak lain, pandangan gereja terhadap bisnis dapat berbeda-beda. Sejarah mencatat
dunia Yunani tidak mempunyai konsep tentang “panggilan” (vocation) dan menganggap
bekerja adalah sebagai kutukan. Pola pikir ini sangat mempengaruhi pandangan gereja mula-
mula sehingga sebagian besar bapa-bapa gereja mula-mula (kecuali Clement dari Alexandria)
menerapkan pendekatan “atas dan bawah” dalam kehidupan. Berada dalam urutan tertinggi
adalah rohaniawan yang tidak melakukan pekerjaan biasa di dunia. Secara universal, bidang
bisnis biasanya menempati urutan kedua atau bahkan ketiga. Pada abad ke-15, hanya para
rohaniawan yang dianggap menerima panggilan sedangkan orang percaya lainnya dianggap
tidak mempunyai panggilan. Pandangan ini mulai berubah ketika Martin Luther dan diikuti
John Calvin dan kaum Puritan mengungkapkan bahwa “kita tidak memilih, kita dipanggil,
dan kita semua dipanggil”.
Pada abad ke-18 dan 19, pemikiran yang paling banyak diterima umum adalah: bahwa
segala sesuatu akan beres, apabila masing-masing dibiarkan bebas sepenuh-penuhnya sesuai
dengan “kodrat”nya, tanpa campur tangan manusia. Jadi apabila “kodrat” bisnis adalah
mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya, sebaiknya itu tidak perlu dicela atau dicegah.
Mulanya Gereja Roma Katolik berpandangan bahwa miskin secara sukarela merupakan
pahala hidup. Itulah sebabnya muncul sikap tentang hidup kerahiban. Hak milik perorangan
dihubungkan dengan hukum kodrat. Tentang upah, dihubungkan dengan kodrat sehingga
upah harus adil. Kepemilikan sendiri merupakan barang pinjaman. Itulah sebabnya
kepemilikan harus dipelihara dengan baik dan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan

13
Sang Pemberi harta milik. Dalam pengertian Gereja Katolik, iman kristiani tidak memuat
ketentuan apapun tentang bagaimana harus menjalankan bisnis, apa yang boleh dan tidak
boleh. Jadi, pada hakekatnya tidak ada norma-norma khas Katolik (Kristen) bagi etika bisnis.
Namun demikian, etika bisnis dari perspektif Katolik dapat ditinjau dari iman seoranga
pelaku bisnis yang Katolik dalam menjalankan usahanya. Ini berarti ajaran sosial dan etika
hidup kristiani yang mengacu pada contoh hidup & ajaran Yesus Kristus menjadi landasan
seorang Katolik dalam menjalankan usaha bisnisnya.
Ajaran sosial Gereja tersebut diatas bersifat normatif seperti tentang upah yang adil,
hak membentuk serikat buruh, hak memperjuangkan hak-hak buruh, penolakan terhadap
liberalisme ekonomis dengan penegasan negara wajib campur tangan demi keadilan sosial
serta beberapa kepentingan lainnya yang mengarah pada tatanan sosial yang adil. Pandangan
diatas diterjemahkan setidaknya kedalam 3 prinsip dasar penataan masyarakat yang relevan
dengan martabat manusia yaitu (1) kesejahteraan umum;(2) keadilan social;(3) solidaritas.
Setidaknya terdapat 5 pokok etika bisnis yang diharapkan dijalankan oleh pelaku bisnis
beragama Katolik yaitu:
(1) Jujur;
(2) Bertanggung jawab dengan perhatian khusus pada hak dan kemajuan para karyawan
dan buruhnya;
(3) Sadar akan kewajibannya dalam mewujudkan kesejahteraan umum;
(4) Adil;
(5) Memiliki komitmen tinggi dan terikat oleh tuntutan untuk ikut merealisasikan
keadilan sosial dengan perhatian khusus terhadap solidaritas nyata bagi mereka yang
miskin, lemah dalama masyarakat.

2.1.4.2 Etos Kerja


Kejadian 2:15 dan Efesus 4:28 menyatakan bahwa kita harus bekerja keras dalam
mengerjakan setiap pekerjaan yang telah dipersiapkan Allah dengan tangan kita sendiri agar
menjadi berkat bagi orang lain. Dengan demikian, citra kerja Kristen:

1. Kerja yang berorientasi pada Allah ("God centre work") dan bukan pada diri, uang,
kenikmatan, serta sekularisme atau keduniawian. Mari kita mulai berpikir mengubah
paradigma total, yang berarti mengubah dari format dasarnya menjadi "Segala sesuatu
adalah dari Allah, kepada Allah, dan untuk Allah, bagi Allah kemuliaan untuk selama-
lamanya". Dengan demikian, ketika kita bekerja dan mulai studi hingga mulai

14
menyelesaikan dan sampai masuk ke dunia kerja, memikirkan pekerjaan apa yang Tuhan
bebankan kepada kita itulah yang akan kita genapkan. Sekalipun beban begitu besar,
tetapi kita mempunyai kekuatan untuk menerobos dan tidak mudah patah karena itu
dikerjakan bukan demi kepentingan kita sendiri.

2. Orientasi kerja berada pada tanggung jawab dan bukan pada hasil. Sering kali, ketika
kita bekerja dan bersekolah, orientasinya selalu pada hasil. Akibatnya, kita tidak
mungkin mencapai ketenangan. Dalam Alkitab dikatakan bahwa berikanlah kepada
kami makanan kami yang secukupnya hari ini. Di sini, kita belajar bagaimana dapat
bersandar; tahu mana bagian Tuhan dan bagian kita.

3. Perjuangan mencapai kualitas tertinggi yang mungkin kita capai. Orang Kristen tidak
pernah diajar untuk membandingkan diri dengan orang lain. Semangat kerja mengejar
mutu yang tertinggi yang mampu kita perjuangkan, tidak pernah takut susah, dan mau
berkembang mencapai titik maksimal, itu yang harus kita miliki. Kalau kita berhenti
(kecuali merupakan titik maksimal) itu berarti kita tidak bertanggung jawab terhadap
setiap talenta yang Tuhan berikan.

4. Etika yang sejati (Truth Ethics). Etika yang sejati adalah panggilan kerja Kristen. Orang
Kristen bukan hanya sekadar memiliki semangat kerja yang keras. Dalam Efesus 4
dikatakan, bahwa orang percaya harus "melakukan pekerjaan baik" dalam mencapai
kualitas etik yang mencakup ketiga hal, yaitu tujuan, motivasi, dan cara yang baik. Ini
merupakan satu prinsip penting dalam cara bekerja! Sebab, jika orang Kristen bekerja,
namun tidak dapat menjadi garam di dunia kerja, ia seperti yang dikatakan dalam
Alkitab, kalau garam telah hilang asinnya, itu akan dibuang dan diinjak orang.

5. Pertimbangan altruistis/memikirkan berkat bagi orang lain (Altruistic Consideration).


Berpikir bahwa apa yang Tuhan percayakan kepada kita juga harus disalurkan kepada
orang lain karena baik otak, kemampuan, kesempatan, harta, maupun segala sesuatu
adalah dari Tuhan. Ketika kita mendapatkan hasil dari apa yang kita kerjakan, kita harus
belajar untuk berbagi dengan mereka yang kekurangan.

6. Menjadi berkat buat seluruh alam semesta. Kita harus dapat bekerja mendayagunakan
dan mengembangkan seluruh sumber daya dan potensi alam untuk kesejahteraan seluruh
alam. Dengan demikian, kerja Kristen merupakan kerja yang memikirkan enam aspek
yang membuat seluruh cara kerja Kristen diberkati. Jadi, kerja Kristen bukan saja

15
sebagai suatu keharusan, tetapi juga sebagai tanda atau bentuk keunikan dalam bekerja.
Mungkin, tidak mudah mendobrak konsep yang sudah bertahun-tahun kita pegang,
tetapi saya minta setiap kita mempunyai jiwa mengubah konsep tersebut, berproses maju
selangkah demi selangkah, mengubah cara kerja, hidup pelayanan, dan seluruh inti
utama dari kerja dan studi kita supaya boleh kembali untuk kemuliaan Tuhan

2.1.5 Komparasi Etika Bisnis & Etos Kerja Menurut Teori Budha
2.1.5.1 Etika Bisnis
Khuddaka Nikaya, Sutta Nipata 304. Dikorelasikan dengan ajaran luhur Sang Buddha,
bisnis tidaklah bertentangan dengan Buddha Dharma “sejauh” tidak ada objek atau sasaran
yang dirugikan.
Dalam kitab suci Anguttara Nikaya III : 207, disabdakan Sang Buddha bahwa terdapat
5 (lima) macam perdagangan yang salah atau tidak pantas dilaksanakan, yang terdiri dari :
1. Satta vanijja: Berdagang alat senjata yang dimanfaatkan untuk mencelakakan atau
memusnakan makhluk hidup.
“Semua orang gentar terhadap hukuman. Semua makhluk hidup takut menghadapi
kematian. Setelah membandingkan diri sendiri dengan yang lain, seseorang hendaknya
tidak membunuh sendiri atau menyuruh orang lain membunuh”. Danda Vagga X : 129
2. Satta vanijja: Berdagang makhluk hidup yang dimanfaatkan untuk dikonsumsi atau
dibunuh.
“Petani mengalirkan air menuju sawah, pemanah meluruskan anak panah, tukang kayu
melengkungkan kayu; orang baik melatih diri sendiri”. Danda Vagga X : 145
3. Mamsa vanijja: Berdagang daging hasil dari pembunuhan makhluk hidup. “Semua
makhluk hidup mendambakan kebahagiaan. Barang siapa yang mencari kebahagiaan bagi
dirinya sendiri dengan menganiaya makhluk hidup lain maka setelah kematiannya, ia
niscaya tidak akan memperoleh kebahagiaan”. Danda Vagga X : 131.
4. Majja vanijja: Berdagang minuman yang memabukkan, yang mana menyebabkan
seseorang “lupa diri atau terlena” sehingga tidak mampu berbuat baik dan cenderung
melakukan perbuatan – perbuatan tercela. “Barang siapa yang mencelakai orang lain yang
tidak menganiaya, suci dan tidak bernoda bathin; kejahatan niscaya akan berbalik
menimpa si bodoh itu bagaikan debu yang ditabur melawan arah angin”. Papa Vagga IX :
125

16
5. Visa vanijja : Berdagang racun yang dimanfaatkan menghancurkan kehidupan makhluk –
makhluk hidup. “Janganlah meremehkan kejahatan walaupun kecil dengan mengatakan
bahwa “Itu tidak akan memberikan akibat apa pun”. Ibarat tempayan yang dapat terpenuhi
oleh air yang jatuh setetes demi setertes, demikian pula orang bodoh yang sedikit demi
sedikit memenuhi dirinya dengan kejahatan” Papa Vagga IX : 121.

Dalam berbisnis yang benar itu, selain tidak menyebabkan “mati” nya makhluk –
makhluk hidup tetapi juga tidak ada unsur penipuan atau kekecewaan. Contoh – contoh bisnis
yang bertentangan dengan konsepsi Buddhis adalah:
- Berdagang “sparpart” dengan “profit” di luar dari harga pasar, mis : sparepart A di pasaran
berharga Rp1.500,- /unit tetapi di jual Rp5.000,-/unit.
- Sparepart A berkwalitas nomor 2 (dua) tetapi dikatakan berkwalitas nomor 1 (satu) dan
dijual seharga sparepart berkwalitas nomor 1 (satu).
- Menginformasikan bahwa harga – harga produk akan naik (realitanya tidak) sehingga
konsumen membeli dalam jumlah yang banyak (membuat stok).
- Mengatakan bahwa produk ini aman, baik penggunaan “shorterm maupun longterm” tetapi
kenyataannya adalah sebaliknya.
- Ingkar janji dan tidak mau melunasi hutang piutang.
- Mengakali produk yang sudah “expired date” yang seharusnya dimusnahkan tetapi dijual
kembali.
- Menjual produk yang seharusnya ada program “bonus atau discount” tetapi tidak diberikan
“bonus atau discount” nya.
- Memprovokasi dan menjelek – jelekkan produk pesaing dengan cara – cara illegal, mis. :
membuat “statement” yang tidak benar bahwa produk pesaing sudah bangkrut, jelek
mutunya dan lain sebagainya. “Sungguh menjijikkan jika kemasyhuran, keuntungan dan
penghidupan diperoleh dengan menurunkan harkat kehidupan atau dengan berprilaku yang
menyimpang dari dharma = kebenaran”. Khuddaka Nikaya , Jataka I : 537.
Bisnis tidaklah bertentangan dengan ajaran Sang Buddha “sejauh” tidak ada “objek”
yang dirugikan atau menderita.
“Na nikatya dhanam hare: Janganlah mencari kekayaan dengan curang”. Khuddaka Nikaya,
Jataka I : 603. “Sabbe satta sabba dukkha pamuccantu – sabbe satta bhavantu sukhitata:
semoga semua makhluk hidup terbebaskan dari derita dan semoga semuanya senantiasa
berbahagia.”

17
2.1.5.2 Etos Kerja
Etos kerja kerja dalam agama Budha adalah norma-norma untuk bertindak dan
berbuat sesuai dengan etika moral Pancasila Buddhis. Setiap organisasi baik perkumpulan,
perusahaan maupun negara mempunyai kewajiban memegang etika dan moral universal yaitu
etika moral Pancasila Buddhis yang sudah diterima dan dikembangkan oleh masyarakat
internasional secara global yang biasannya disebut Global Ethics.
Yang dimaksud etika Pancasila Buddhis disini, yaitu :

1. Menjahui Pembunuhan dan Penyiksaan


Dipandang dari nilai Buddhis yaitu menghargai bentuk kehidupan. Apabila diterapkan
dalam dunia kerja, maka seseorang hendaknya tidak membunuh pesaing kerjanya dengan
dalih apapun dan cara apapun. Namun ia harus memelihara persaingan yang sehat
sehingga akan menjadi mitra kerja yang baik untuk mengetahui perkembangannya
perusahaannya. Dalam bekerja seorang pengusaha hendaknya tidak menyiksa,
membunuh, menculik, membunuh karakter orang lain, memecat (PHK) karyawan dengan
semena-mena. Bila hal ini dilakukan, maka akan terjalin hubungan yang baik antara
atasan dengan bawahan.

2. Menjahui Tindak Pencurian


Dipandang dari nilai Buddhis yaitu meghargai milik orang lain. Dalam sebuah organisasi
hendaknya tidak terjadi pencurian uang anggota organisasi (korupsi), bebas penyogokan,
illegal logging ataupun menyembunyikan pajak dan sejenisnya karena apabila hal ini
diterapkan akan membawa kemajuan dalam sebuah organisasi.

3. Menjahui Tindak Seksual Asusila


Menurut nilai Buddhis yaitu menghargai keutuhan rumah tangga dan martabat diri.
Sebuah organisasi seharusnya mempunyai aturan tentang penghormatan terhadap gender
(jenis kelamin) baik laki-laki maupun perempuan. Apabila aturan ini dilanggar akan
dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dan ini berlaku bagi semua
lapisan organisasi baik atasan maupun bawahan. Dengan adanya aturan ini bawahan akan
merasa terlindungi dan memiliki harga diri serta rasa aman yang pada akhirnya akan
memberikan nilai tambah bagi organisasi tersebut.

4. Menjahui Kebohongan, Gosip, Fitnah, dan Adu Domba

18
Menurut nilai Buddhis yaitu memegang teguh yang benar bukan memegang teguh yang
salah. Apabila dalam sebuah organisasi menginginkan kemajuan, maka suka atau tidak
suka organisasi tersebut wajib menjalankan transparasi kepada semua anggota organisasi
tersebut dengan harapan para anggota organisasi tersebut seia sekata dan bersatu padu
menyokong serta mendukung tujuan dari organisasi itu. Suatu organisasi akan dipercaya
oleh umum karena mereka selalu berbicara, bertindak benar tanpa adanya kebohongan,
fitnah maupun adu domba.

5. Menghindari Makanan Minuman yang Memabukkan


Dipandang dari nilai Buddhis yaitu menghargai kesehatan sebagai asset terbesar dalam
organisasi. Sebuah organisasi hendaknya sering melakukan penyuluhan, pencegahan, dan
penindakan agar semua anggota organisasi tidak melakukan hal tersebut. Apabila hal ini
dilaksanakan kinerja anggota organisasi akan mendukung sasaran dari organisasi itu.
Kesehatan yang buruk merupakan pemborosan dari anggota sebuah organisasi karena
kompetensi apapun yang kita miliki tidak akan terwujud apabila kesehatan kita
terganggu atau buruk.

2.1.6 Komparasi Etika Bisnis & Etos Kerja Menurut Teori Hindu
2.1.6.1 Etika Bisnis
Etika bisnis berdasarkan agama hindu dapat diartikan bahwa dalam melaksanakan
bisnis seyogyanya tetap meningkatkan etika, moral dan spiritual Hindu sesuai dengan ajaran
Catur Weda (Samhita) maupun Pancamo Weda yang penjabarannya melalui Ithasa maupun
Purana seperti norma-norma berikut:
 Pertama, norma berfikir, berkata dan berbuat (Trikaya Parisuda).
 Kedua, prinsip-prinsip yang terkandung dalam catur warga (kama, artha, dharma dan
Moksa).
 Ketiga, ajaran-ajaran yang terkandung dalam catur asrama (Barahmacari, Grahasta,
Wanaprasta dan Sanyasin).
 Keempat, keseimbangan antara hubungan manusia dengan manusia, hubungan
manusia dengan lingkungannya dan hubungan manusia dengan Tuhannya (Konsep
Tri Hita Karana).

19
Sebagai dasar seorang pebisnis sesuai dengan ajaran Agama Hindu perlu penjelasan serba
sedikit tentang empat dasar yang kami sampaikan diatas.

Prinsip dasar ajaran Tri Kaya Parisudha.


Menurut buku Sarasamucchaya yang diterbitkan oleh PHDI Pusat tahun 1979 yang
kami kutip bait 79 - 83 menyatakan bahwa sebagai berikut: ada yang disebut perbuatan yang
disadari oleh pengendalian hawa nafsu yang sepuluh banyaknya yang harus dilaksanakan.
Perinciannya:
{} Perilkau fikiran ada tiga banyaknya yaitu:
a. Tidak dengki atau iri hati akan milik orang lain
b. Tidak marah terhadap mahluk apapun
c. Percaya akan kebenaran ajaran karmapala
Itulah tiga macam perilaku fikiran
{} Empat hal yang tak boleh diucapkan yaitu:
a. Perkataan kotor
b. Perkataan kasar
c. Perkataan memfitnah
d. Perkataan bohong
Keempat hal itulah yang tak boleh diucapkan
{} Hal-hal yang tak boleh dikerjakan adalah
a. Membunuh
b. Mencuri
c. Berjinah
Ketiga hal itu sama sekali tidak boleh dilakukan.
Sesungguhnya seseorang itu akan dikenal dari perbuatan, perkataan dan fikirannya. Hal
itulah yang menarik perhatian setiap orang untuk mengetahui keperibadian setiap orang.
Maka dari itu kebaikan itulah yang harus dibiasakan dalam perkataan, perbuatan dan fikiran.
Dalam uraian dibawah ini serba sedikit kami sampaikan tentang fikiran, perkataan dan
perbuatan seseorang. Dalam Maya Tattwa disebutkan bahwa antakarana merupakan unsur
alam fikiran yang terdiri dari budhi, ahamkara dan manas, sedangan indrya (dasendrya)
merupakan alat dari antakarana.
Budhi berarti kecerdasan, pengertian, pemikiran, pengetahuan dan kebijaksanaan.
Budhi merupakan alam fikiran yang tertinggi pada diri manusia yang berfungsi untuk

20
mengklasifikasikan dan menentukan segala keputusan. Budhi bersifat satwam, oleh karena
itu segala sesuatu yang diputuskan bersifat baik dan bijaksana.
Ahamkara merupakan bagian dari alam fikiran yang merupakan alat untuk dapat
merasakan dan berfikir serta berbuat. Menurut sifat dan fungsinya ahamkara dapat
digolongkan menjadi tiga bagian yaitu:
a. Ahamkara-Waikerta adalah bagian dari alam fikiran yang bersifat Sattwam dan
merupakan asal mula dari manas dan indria. Fungsinya untuk berfikir dan merasakan
sesuatu.
b. Ahamkara-Taijasa merupakan bagian dari alam fikiran yang bersifat rajas dan
berfungsi untuk membantu ahamkara-waikerta dan ahamkara bhutadi.
c. Ahamkara-bhutadi merupakan bagian dari alam fikiran yang bersifat tamas dan
berfungsi untuk menumbuh kembangkan unsur-unsur jasmani yang terdiri dari
pancatanmatra dan pancamahabhuta.
Indrya membantu antahkarana untuk mengetahui dunia luar, apa yang disadap
oleh indrya disampaikan pada manas, ahamkara dan kemudian diolah oleh budhi. Indrya
dalam tubuh manusia berjumlah sepuluh yang disebut dasandrya yang terdiri dari
pancabudhindrya dan panca karmendrya.
Pancabudindrya terdiri dari pendenganran, penciuman, perabaan, pengecap dan
penglihatan.. Sedangkan pancakarmendrya terdiri dari bicara, berbuat dari tangan, bertindak
dari kaki, dan indrya seksual dari alat kelamin.
Pada umunya indrya-indrya itu ingin mencapai kepuasan dan sumber kepuasan indrya
itu disebut wisaya dan berasal dari alam lingkungan sekitarnya. Obyeknya bisa nyata dan bisa
abstrak dan obyek ini merangsang alat-alat indrya kemudian disampaikan kepada manas
melalui ahamkara diterima oleh budhi serta mengolahnya. Hasil olahan oleh budhi
dikembalikan ke manas melalui ahamkara dan indrya menikmatinya. Dalam mengambil
keputusan yang memegang peranan penting adalah budhi, ahamkara dan manas dan tidak
terlepas dari sattwan, rajas dan tamas yang merupakan unsur dari ahamkara.

2.1.6.2 Etos Kerja


Etos kerja Hindu bercirikan punya prakarsa yang tinggi, punya ciri juga kreatif, kerja
keras menghargai waktu dan bisa kerja sama, harmonis pada siapa saja. Cri-ciri tersebut
dapat membentuk karakter orang bekerja keras tanpa pamrih. Disamping itu pula etos kerja
Hindu merupakan secara spiritual juga karma yoga dapat pula membentuk seseorang untuk
bekerja, berbuat dalam peri kehidupan akan berupaya bekerja positif (subakarma).

21
Etos kerja ditata oleh semangat berkorban (yadnya) dan memandang kerja itu perintah
Hyang Widi untuk mampu mengatasi masalah hidup. Ciri di atas juga suatu cara untuk
memantapkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah
kualitas sumber daya manusia yang fisik dan non fisik. Kualitas fisik bercirikan; kesehatan
prima; tubuh fisik tegap tinggi dan lain-lain. Kualitas non fisik, orang itu bekerja keras tanpa
pamrih, bekerja positif (subakarma) hasil kerja, untuk kebaikan orang lain, juga etika, jujur
dll. Pemaparan di atas dapat membuktikan etos kerja sebagai potensi budayawi untuk
membentuk manusia yang berkualitas dan lain-lain.

Pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, pemahaman tentang etos kerja Hindu,
harus diperhatikan secara Integral karena mengandung seperangkat nilai nilai luhur, yang
harus disosialisasikan secara terus-menerus, agar mampu dipahami, dihayati dan lanjut dapat
menata- pola perilaku masyarakat Hindu khususnya, dan masyarakat Indonesia pada
umumnya. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ajaran suci Veda, maknanya universal
bagi kehidupan manusia, berperilaku kerja keras, juga kreatif, penuh prakarsa, pandai
menghargai waktu bisa bekerja sama secara harmonis. Hal di atas merupakan hakikat dari
etos kerja Hindu harus dienkulturasi pada generasi penerus, dan dapat mantapkan kualitas
sumber daya manusia pada umumnya.

2.1.7 Komparasi Etika Bisnis & Etos Kerja Menurut Teori Konghucu
2.1.7.1 Etika Bisnis
Berikut akan dipaparkan beberapa nilai-nilai ajaran Konghucu yang mempengaruhi
penganutnya dalam aktivitas berdagang.
a. Kejujuran dan Tidak Merugikan Orang Lain
Kejujuran merupakan nilai yang utama yang ditekankan dari ajaran Konghucu. Nilai
kejujuran dan tidak berbuat jahat kepada orang lain merupakan suatu nilai yang utama
dari ajaran Konghucu dan dikenal menjadi hal yang pokok pula dalam mengiringi
setiap kegiatan perdagangan dalam orang-orang Tionghoa sejak dulu. Ajaran dari 5
kebaijkan yang dijadikan sumber pembentuk prinsip kejujuran dan tidak berlaku
curang atau merugikan orang lain ini adalah Sin yaitu dapat dipercaya dan Yi atau Gi
yaitu gigih membela kebenaran. Mendeteksi sumber lain yang berbicara pentingnya
nilai- nilai kejujuran dan tidak merugikan orang lain dalam ajaran Konghucu, kita
juga dapat menemukannya pada beberapa ayat-ayat pada kitab suci ajaran Konghucu,

22
dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa salah satu kitab yaitu kitab "Sumber
Perasaan Nabi (Sen Njari Kok)" memang memuat nilai- nilai tersebut.

b. Bijaksana dan Bermoral


Ajaran Konghucu juga memotivasi kepada penganutya untuk senantiasa bersikap dan
bertingkah laku bijak dan bermoral kepada orang lain agar tercipta suasana yang
harmonis didalam setiap interaksinya.
Termasuk dalam kegiatan berdagang mereka selalu berusaha melayani pembelinya
dengan sepenuh hati dengan wujud seperti bertutur kata yang ramah, bersopan santun,
dan senyum sehingga membuat pelanggannya mendapatkan kesan yang baik dan
selalu senang untuk datang berbelanja kepadanya. Pokok-pokok ajaran Konghucu dari
5 kebajikan atau Wu Chang yang berkaitan erat dengan munculnya nilai tersebut
adalah Ren/ Jin yang berarti cinta kasih, Li/ Lee yang berarti sopan santun, tata karma
atau budi pekerti dan Ce/ Ti yang berarti bijaksana(Husin, 2014).

c. Rajin dan Bekerja Keras


Rajin dan bekerja keras merupakan salah satu hal yang penting bagi pedagang etnis
Tionghoa dalam menjalankan usaha, karena dengan prinsip tersebutlah peluang
menghantarkan usahanya pada pintu kemajuan bisa terbuka lebar. Mereka
menganggap pekerjaan berdagang ini bukan pekerjaan yang cuma sepele, karena dari
usaha tersebutlah mereka menggantungkansumber pendapatan nafkahnya dan mereka
pun menaruh harapan dari situ kelak bisa menjamin kehidupan yang mapan dihari
tuanya. Selain itu jika kita menelusuri ajaran Konghucu, ternyata didalamnya juga
terdapat ajaran yang menggariskan pentingnya nilai untuk rajin dan bekerja keras
dalam mencari rezeki di dunia ini, hal ini terbukti dengan ditemuinya petikan-petikan
ayat atau sabda suci Kong Fu Tze pada kitab "Sumber Perasaan Nabi (Sen Njari
Kok)" yang ditemui oleh peneliti yang memuat nilai-nilai yang berhulu pada
terbentuknya prinsip rajin dan bekerja keras dalam mencari rezeki atau bekerja.

d. Kesederhanaan dan Kesabaran


Orang Tionghoa dalam menjalankan bisnisnya yang sejalan dengan ajaran Konghucu
adalah nilai kesederhanaan. Berdasarkan pengamatan, peneliti melihat bahwa
pedagang-pedagang Tionghoa juga memiliki gaya hidup yang sederhana
dalammenjalankan usahanya, hal ini terlihat dari pola mereka dala berbusana. Selain
itu, pengejawantahan nilai-nilai kesederhanaan juga terliha dari pola penggunaan hasi

23
keuntungan toko yang mereka dapatkan, mereka selalu penuh perhitungan dan bijak
dalam menggunakan hasil keuntungan yang diperoleh, bukan untuk difoya-
foyakan,namun untuk ditabung sebagai usaha mengantisipasi jika suatu saat
menghadapi situasi yang sulit dan diluar dugaan.

2.1.7.2 Etos Kerja


Konsep ketuhanan yang diyakini dalam ajaran Konfisius berpengaruh pada etos
kerja para penganutnya. Tuhan yang dapat dimaknai secara fungsional dalam ajaran
Konfusius menjadi faktor utama terbentuknya semangat kerja tinggi penganutnya.
Tuhan (Ti’en) yang berperan sebagai penuntun manusia di bumi, secara fungsional
mendukung kegiatan dalam pemenuhan kebutuhan.

Dalam ajaran Konghucu, etos kerja dalam ajaran tersebut berupa keyakinan terhadap
nilai kerja keras, kesetian kepada organisasi, penghematan, dedikasi, harmoni sosial, cinta
akan pendidikan dan kebijaksanaan, dan perhatian kepada kepantasan sosial. Dengan
mengutip Max Weber, Rarick mengungkapkan, etika kerja bagi penganut Konfusis terletak
pada Orientasi yang kuat terhadap pencapaian prestasi duniawi dan sejatinya dibutuhkan oleh
masyarakat yang supaya bisa hidup dalam kemakmuran. Sehingga, konsep etos kerja dalam
ajaran tersebut mendapat pengaruh dari ajaran yang mereka yakini terhadap Tuhan (Ti’en)
yang berperan’ dalam menuntun manusia di bumi.Dalam hal ini terdapat sebuah hubungan
antara manusia dengan Tuhannya.Sehingga, kesuksesan seseorang juga di dapat tergantung
bagaimana kesungguhannya dalam bekerja.Selain itu, Konfusianisme menitikberatkan etos
kerja sebagai bentuk pengabdian dan penghormatan kepada keluarga, pemimpin, dan negara.

Paradigma berpikir ketuhanan-fungsional dalam ajaran Konfusius telah


menggerakkan penganutnya pada budaya kerja. Dan dalam proses kerja
masyarakatnya pun upbeat dan mempunyai semangat akan hasrat duniawi yang tinggi.
Dalam sebuah makalah, Wei De Dong Tian menerangkan 7 (tujuh) karakter etos kerja
yang menjadi ciri khas dan dianjurkan pada masyarakat Konfusius, yaitu:(1) Ren (仁)
yang berartimurah hati,mencintai dan bersikap baik kepada sesama.(2) Yi (義) yang
berartiberlaku benar dan bertanggung jawab, adil, keputusan yang benar diambil
dengan sikap yang benar berdasarkan kebenaran.(3) Yong (勇) atau bersikap berani
dan berlaku ksatria. (4) Zhi (智) yang berarti kebijaksanan dalam memutuskan dengan
benar, (5) Cheng (誠) yang berarti sikap tulus, setulus-tulusnya,sikap sungguh sungguh

24
tanpa pamrih. Li (禮) yang berarti bersikap santun dan bertindak benar. (6) Zhong (忠)
bermakna loyalitas dan mengabdi.Etika kerja yang terdapat dalam ajaran Konfusius
berkelindan dengan konsep ketuhanan (Ti’en) yang mereka yakini. Dan jika ditelisik
dari konsep ketuhanan yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, akan nampak
persoalan Etika Kerja berkaitan erat dengan ajaran ketuhanan yang menitikberatkan
pada seruan akan pemenuhan kebutuhan duniawi. Sebagai contoh seruan tentang Jen,
yang menuntut penganut Konfusius untuk dapat menjalinhubungan ideal yang
seharusnya terjadi di antara manusia, berupa suatu perasaan manusiawi yang terekspresi
dalam bentuk penghargaan terhadap diri, yang tidak hanya berupa penghormatan
terhadap hak diri sendiri, tetapi juga suatu perasaan mengenai keagungan martabat
manusia di mana pun juga.Konsep Jen demikian juga mempengaruhi perilaku sosial
para penganutnya, termasuk perilaku dalam berbisnis. Jen merupakan salah satu alasan
mengapa penganut Konfusius lebih memilih membuka usaha sendiri dari pada menjadi
karyawan. Ajaran ini membentuk suatu prinsip bahwa, membuka usaha sendiri akan
bermanfaat tidak hanya untuk dirinya pribadi, namun juga akan berpeluang
mempekerjaan orang lain.

Konsep Ketuhanan (T’ien) dan Relevansinya Etika Kerja dalam ajaran Konfusius
selanjutnya adalah yang disebut dengan yin-yang. Yin-yang berarti keseimbangan antara
dua unsur yang saling mempengaruhi, melengkapi, bereksistensi satu sama lain. Dua
unsur kehidupan yang menjadikan hidup terus berjalan. Yin yang seperti dua kutub
yang saling berdialektika satu sama lain dalam menciptakan dinamika kehidupan. Dua
unsur kehidupan inilah yang diyakini penganut ajaran Konfusius akan terus berkelindan
dalam kehidupan manusia sehari-hari, yaitu keseimbangan antara dua hal yang berbeda
dan saling melengkapi satu sama lain. Dua unsur tersebut yang secara beriringan
menjadi track dimana berjalannya proses kehidupan. Yin yang dalam berbisnis dimaknai
sebagai hubungan antara pebisnis dan pembeli. Paradigma yin yang yang baik bagi
pebisnis dalam ajaran Kong Hu Cu dimaknai agar berbisnis untuk tidak hanya
memperhatikan keuntungan saja,namun juga harus memperhatikan kebutuhan
konsumen,misalnya dengan memberi citra yang baik, keramahan, pelayanan yang
memuaskan, peningkatan kualitas dan harga yang terjangkau. Hal tersebut akan
menumbuhkan kepentingan yang saling melengkapi dan keseimbangan antara pebisnis dan
pembeli.

25
2.2 Kasus
2.2.1 Kasus Volkswagen

Jaksa penuntut di Munich, dikutip dari Guardian, melayangkan surat perintah


penangkapan sebagai bagian dari investigasi skandal emisi gas pada mobil Audi. Skandal
dieselgate ini telah mencoreng nama besar VW Grup.

1. Skandal bermula pada 2015


Dilansir dari AFP, pada 18 September 2015 Agen Perlindungan Lingkungan Amerika
Serikat (EPA) melaporkan bahwa VW menyematkan perangkat 'penakhluk' ilegal pada
ratusan ribu mesin 2.0 liter yang dijual di Amerika Serikat sejak 2009. Perangkat dipasang
pada VW, Porsche, Audi, Seat dan Skoda.
Perangkat disebut dapat membantu mobil memenuhi standar emisi gas buang saat
dilakukan tes uji coba emisi. Padahal kenyataannya, gas buang mereka tak lolos uji emisi.
Empat hari kemudian perusahaan mengakui bahwa sebanyak 11 juta mesin diesel
tersebar di seluruh dunia, termasuk 8,5 juta di Eropa, dan 600 ribu di AS sudah dipasang
perangkat penipu tersebut.
Hasil investigasi menemukan bahwa sebagian mobil memuntahkan nitrogen oksida
yang 40 kali lebih berbahaya dari yang diizinkan. Gas buang dapat memicu penyakit
pernapasan dan kardiovaskular.
Pada Mei lalu, Jerman memerintahkan Porsche untuk menarik sebanyak 60 ribu
kendaraan di seluruh Eropa setelah mereka ketahuan memasang peranti 'jahat' itu. Sebulan
kemudian, Audi melakukan langkah serupa.

2. Gonta-ganti pemimpin
Skandal tak pelak menimbulkan kegaduhan di internal perusahaan. Direktur eksekutif
VW, Martin Winterkom terpaksa mundur meski mengklaim dirinya tak tahu-menahu soal
skandal. Ia pun digantikan oleh Matthias Mueller yang kini menjalani pemeriksaan.
Pada April 2017, Matthias pun naik jabatan menjadi CEO ditunjuk oleh direktur VW,
Herbert Diess. Skandal menyeret VW ke meja hijau pada Maret 2017. Mereka terkena denda
pidana US$4,3 miliar dan denda perdata US$17,5 miliar untuk kompensasi pada pemilik dan
dealer serta untuk pembersihan lingkungan.
VW tak lagi berhadapan dengan hukum, tetapi delapan mantan dan direktur yang
masih menjabat termasuk Martin ditangkap. Dua di antaranya sudah masuk hotel prodeo.

26
Namun, mereka belum memberikan kompensasi pada pengemudi di Eropa. Hal ini
menimbulkan kejengkelan lembaga perlindungan konsumen setempat. Pada awal bulan ini,
VW pun akhirnya setuju untuk membayar denda satu miliar euro sesuai tuntutan jaksa di
Jerman.
Setelah ada upaya hukum, skandal diharapkan dapat berakhir. VW pun
mengumumkan untuk melakukan pembaruan dengan fokus pada kendaraan listrik. Tujuannya
untuk menjadi pemrakarsa mobil listrik pada 2025.

3. Kehilangan jutaan euro


Akibat skandal, VW harus mengucurkan dana hingga lebih dari 26 triliun euro untuk
membayar denda, kompensasi dan membeli kembali, terutama di AS. Mereka sempat
mengumumkan bahwa VW menderita kerugian mendekati 1,6 triliun euro pada 2015 setelah
menyisipkan triliunan demi menutupi skandal busuk tersebut.
Akan tetapi pada 2016 mereka mampu meraup keuntungan 5,1 triliun euro diikuti 11,35
triliun euro pada 2017. Di balik besarnya keuntungan, mereka tetap harus berhadapan dengan
tuntutan hukum dari ribuan pembeli mobil dan investor di seluruh dunia termasuk Jerman,
Prancis, Italia, Inggris dan Polandia.

4. Investigasi dilakukan pada merek-merek mobil lain


Skandal 'dieselgate' VW memunculkan pertanyaan soal kemungkinan kecurangan
serupa oleh merek-merek mobil lain. Namun, tak ada satupun yang mau mengakuinya,
seperti BMW dan Mercedes-Benz.
Sejumlah analis mengatakan beberapa produsen memungkinkan untuk menonaktifkan
kontrol emisi dalam kondisi tertentu untuk melindungi mobilnya agar tidak dalam dieselgate.
Di sisi lain, kantor mobil mewah asal Jerman, BMW dan Mercedes-Benz telah digrebek
oleh pihak penyidik saat mencari bukti kemungkinan kecurangan. Pemerintah Prancis juga
melakukan hal serupa pada merek VW, Renault, Peugeot dan Fiat, merk asal Italia.

5. Skandal membuat VW 'runtuh'


Skandal memang membuat penjualan VW jatuh di AS, tetapi hal ini tampaknya tak
membuat sebagian besar pembalap Eropa acuh. Grup VW masih jadi pembuat mobil terbesar
sedunia dengan catatan penjualan sebanyak 10,74 juta unit kendaraan tahun lalu.
Jumlah ini melebihi penjualan sebelum kasus merebak. Kendati demikian pangsa pasar
mobil diesel telah jatuh di seluruh Eropa. Bahkan sejumlah negara Eropa mengumumkan
akan menghentikan menjual mobil diesel pada 2025.

27
2.2.2 Kasus Sturbuck

Jaringan kedai kopi yang sudah memiliki gerai di Indonesia ini menyampaikan
sikapnya yang terbuka bagi gerakan LGBT sebagai bentuk dukungan terhadap Mahkamah
Agung AS yang secara resmi melegalkan pernikahan sesama jenis pada 2013 lalu.
CEO Starbucks, Howard Mark Schultz terang-terangan mendukung dan
mengkampanyekan kesetaraan kaum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) dan
pernikahan sejenis. Hal tersebut membuat beberapa pihak di Indonesia mengusulkan untuk
melakukan boikot karena ideologi dan pemahaman bisnis Starbucks bertentangan dengan
ideologi bangsa Indonesia. Peneliti Ekonomi Syariah School of Islamic Economics (STEI
SEBI) Aziz Setiawan menyatakan, usulan boikot terhadap satu brand atau kelompok dagang
tertentu dinilai sah saja. Jika etika bisnis brand tersebut tidak sejalan dengan etika bangsa dan
brand tersebut tidak menghormati budaya lokal masyarakat yang ada di sekitarnya.
Begitupun Starbucks. Karena pada dasarnya prinsipnya LGBT juga sudah bertentangan
dengan UU perkawinan Indonesia. Sebelumnya diberitakan, CEO Starbucks Howard Mark
Schultz ketika pertemuan dengan para pemilik saham Starbucks Schultz secara tegas
mempersilakan para pemegang saham yang tidak setuju dengan pernikahan sejenis untuk
hengkang dari Starbucks.
Jaringan kopi Starbucks Indonesia juga memastikan tetap sejalan dengan pihak
manajemen Pusat Starbucks di Amerika Serikat yang memberi dukungan terhadap LGBT.
Hal tersebut disampaikan Marketing Communications dan CSR Manager, PT Sari Coffee
Indonesia, selaku pemegang lisensi Starbucks Indonesia Yuti Resani pada Republika
pihaknya tetap menghargai keragaman dan kesetaraan dan berkomitmen sejalan dengan
kebijakan manajemen Starbucks.
Seruan boikot Starbucks sebenarnya telah berlangsung sejak beberapa tahun, untuk
berbagai alasan. Untuk isu LGBT saja. Website dumpstarbucks misalnya, telah beroperasi
sejak 2012 untuk menyerukan pemboikotan terhadap Starbucks karena raksasa kedai kopi itu
menyatakan mendukung pernikahan sesama jenis.
Di Indonesia Pimpinan Pusat Muhammadiyah meminta pemerintah mencabut izin
operasional Starbucks di Indonesia. Alasannya, CEO Starbucks, Howard Mark Schultz
mendukung kesetaraan kaum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).
Muhammadiyah Khawatir, keuntungan yang didapat Starbucks di Indonesia uangnya
sebagian dipergunakan untuk untuk melegalisasikan LGBT dan perkawinan sejenis, baik
langsung atau tidak langsung.

28
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa :
• Agama merupakan dasar dalam berperilaku baik dalam kegiatan sehari-hari, maupun
dalam dunia kerja
• Berbagai agama telah mengatur nilai-nilai etika bisnis dan etos kerja
• Semua agama yang diakui negera RI mengajarkan bahwa keadilan, kejujuran dan
sikap bertanggung jawab sangat dibutuhkan dalam etika berbisnis
• Sedangkan sikap kerja keras, menghargai waktu dan kerja sama merupakan etos
kerja dalam ajaran berbagai agama.

3.2 Saran
Berdasarkan uraian di atas, berikut saran yang dapat penulis berikan :
 Diharapkan setiap pebisnis dapat menjalankan etika bisnis dan etos kerja sesuai
dengan ajaran agama yang dianutnya serta peraturan yang berlaku di Indonesia
 Diharapkan kajian lebih lanjut mengenai implementasi etika bisnis dan etos kerja
yang telah diajarkan dalam agama pada dunia bisnis

29
DAFTAR PUSTAKA

Afifiyah, Siti. 2020. Agama dan Etos Kerja Bagaimana Hubungannya.


https://www.tagar.id/agama-dan-etos-kerja-bagaimana-hubungannya. 12 Januari 2021.

Anhar, Khoirul. 2017. Etika dan Bisnis dalam Dunia Kontemporer.


https://geotimes.co.id/opini/etika-dan-bisnis-dalam-dunia-modern/. 12 Januari 2021.

Anonim. 2018. Ketika 'ngopi' di Starbucks diancam 'masuk neraka' oleh Ustad Somad.
https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-43920100. 12 Januari 2021.

Anonim. 2014. Etos Kerja Kristen. https://lead.sabda.org/etos_kerja_kristen. 12 Januari


2021.

Amalia, Fitri. 2015. Etos Budaya Kerja Pedagang Etnis Tionghoa Di Pasar Semawis
Semarang. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/solidarity/article/view/6041. 12
Januari 2021.

Awaliyah, gumanti. 2017. CEO Starbucks Langgar Etika dan Budaya, Wajar Diboikot'.
https://republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/06/30/osd42c330-ceo-starbucks-
langgar-etika-dan-budaya-wajar-diboikot. 12 Januari 2021.

Darmawati. T.t. Etika Bisnis dalam Prespektif Islam: Eksplorasi Prinsip Etis Al-Qur’an dan
Sunnah, hlm. 6-7.

Dina Amalia. 2020. https://www.jurnal.id/id/blog/prinsip-dasar-etika-profesi-akuntansi/


Perilaku_Profesional, 12 Januari 2021.

Dwi, Elise. 2018. 5 Fakta Skandal 'Dieselgate' Volkswagen Grup.


https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180619202500-384-307325/5-fakta-
skandal-dieselgate-volkswagen-grup. 12 Januari 2021.

Fajar, Muhammad. 2017. Netizen Kritisi Seruan Boikot Starbucks di Indonesia.


https://money.kompas.com/read/2017/06/30/203048926/netizen.kritisi.seruan.boikot.sta
rbucks.di.indonesia. 12 Januari 2021.

IAMI. 2019. Regulasi dan Tantangan Globalisasi Bagi Profesi Akuntan Manajemen.
http://www.iamiglobal.or.id/berita/regulasi-dan-tantangan-globalisasi-bagi-profesi-
akuntan-manajeme.html. 8 Januari2019.

Kirom, Cihwanul. 2018. Etos Kerja dalam Islam. Tawazun: Journal of Sharia Economic
Law. Volume 1, Nomor 1. http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/tawazun/index. 12
Januari 2021.

Muslich, Mohammad. 2004. Manajemen Keuangan Modern, Analisis Perencanaan dan


Kebijakan. Cetakan Pertama. Jakarta: Bumi Aksara.

30
Najib, Mochammad. 2013. Agama, Etika Dan Etos Kerja Dalam Aktivitas Ekonomi
Masyarakat Nelayan Jawa Religion, Ethics And Work Ethos Of The Javanese
Fishermen’s Economic Activity. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2.
https://media.neliti.com/media/publications/77547-ID-agama-etika-dan-etos-kerja-
dalam-aktivit.pdf. 12 Januari 2021

Nazwar. 2016. Konsep Ketuhanan (T’ien) dan Relevansinya dengan PembentukanEtos Kerja
dalam Ajaran Kong Hu Cu (Konfusius).
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/intizar/article/view/946/pdf. 12 Januari 2021.

Norman, Alwin Wistara, 2020. Pentingnya Etos Kerja dan Kiat


Menumbuhkannya.https://glints.com/id/lowongan/etos-kerja-adalah/#.X_zuXl4zZdg.
12 Januari 2021.

Nurkholifah, Euis dan Kusumastuti, Anisa Silvi. 2020. Islamisasi Etika Bisnis. Prosiding
Kenferensi Integrasi Interkoneksi Islam dan Sains. Volume 2

Rahman, Naila. 2018. Agama dan Etos Kerja dalam Prespektif Jemaat Konghucu di Klenteng
Boen Bio Suarabaya.
http://digilib.uinsby.ac.id/26871/2/Naila%20Rahman_E72214020.pdf. 12 Januari
2021.

Saputra, Andi. 2012. Etos Kerja Buddhis.


http://larosberbagibersama.blogspot.com/2012/02/etos-kerja-buddhis.html. 12 januari
2021.

Sinamo, Jansen. 2011. Delapan Etos Kerja Profesional. Jakarta: Institut Mahardika.

Swarsi, S. 2010. Etos Kerja Hindu dan Kualitas SDM. https://phdi.or.id/artikel/etos-kerja-


hindu-dan-kualitas-sdm. 12 januari 2021.

Tarigan, Azhari Akmal. 2016. Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam. Lubuk Pukam : Perbit FEBI
Pers.

Trianto, Hari. 2018. Etika Bisnis Pedagang Etnis Tionghoa Di Pasar Gantung Kabupaten
Belitung Timur.
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/societas/article/view/12660/12202#. 12
Januari 2021.

31

Anda mungkin juga menyukai