“ ISU-ISU KONTEMPORER“
DOSEN PENDAMPING : DR. ZULHIJRA, M. PD. I
DISUSUN OLEH:
2022/2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan segala kerendahan hati, atas rahmat dan karunia yang
telah diberikan Allah SWT, penulis berhasil menyelesaikan penulisan Mata Kuliah
Arbitrase yang diberi judul: “Isu-Isu Kontemporer” dengan acuan untuk
mengetahui masalah-masalah seperti :
1. Apa Saja Isu-Isu Kontemporer ?
Tentu saja makalah ini masih memiliki keterbatasan dalam berbagai hal.
Oleh karena itu koreksi, saran dan kritik membangun dari para pembaca akan
menjadi pendorong penulis untuk terus menerus melakukan perbaikan dan
pengembangan pada masa-masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing Mata Kuliah
Pendidikan Kesenian dan rekan-rekan mahasiswa dan khususnya yang secara
langsung memberikan dorongan dan dukungan atas terselesaikannya makalah
ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini, banyak berbagai permasalahan kehidupan yang
terjadi. Segala kejadian yang terus menerus terjadi baik dari segi permasalahan
sosial yang berkaitan dengan agama, suku, dan kebudayaan. Isu-isu
kontemporer tersebut sebenarnya dalam islam tidaklah dikenal, namun seringkali
dijadikan sebagai problematika permasalahan dalam sosial, dikaitkan dengan
islam karena arti sebenarnya dari istilah yang termasuk dalam isu-isu
kontemporer tersebut merupakan hal yang terkadang bertolak belakang dari
ajaran agama islam. Berbagai isu-isu kontemporer yang awal mulanya timbul dari
bangsa barat yang hingga saat ini masih sering kita dengar, lihat dan saksikan
diberbagai media yang tidak jarang berupa buku, majalah, koran, televisi, radio
dan media yang sekarang sudah bebas untuk kita akses yaitu internet.
Jika dikaitkan Islam dan isu-isu kontemporer tidak jarang menimbulkan
banyak spekulasi yang bermunculan dari berbagai pihak baik dari ormas-ormas
islam yang menolak keras terhadap isu-isu kontemporer tersebut, maupun
ulama-ulama besar islam. Pemikiran yang bertolak belakang dengan islam malah
menimbulkan ke-antian terhadap negeri barat itu karena dianggap bahwa istilah-
istilah tersebut berasal dari tradisi-tradisi barat. Perkembangan islam di Indonesia
memiliki mata rantai yang cukup berliku. Sementara islam di nusantara ini
memiliki kompleksitas persoalan, dan dari sini islam hadir dengan membawa
wajah tatanan baru dalam masyarakat yang tidak terbentur dengan realitas
sosial, budaya, tatanan politik dan tradisi keagamaan. Dalam perkembangannya
upaya reaktualisasi diharapkan dapat menjawab problematika kemasyarakatan
dan sebagai manifestasi agama yang rahmatan lil ‘alamin. Islam dinamis yanng
diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah kontemporer yang terjadi
diberbagai wilayah Indonesiamisalnya Fundamentalisme Islam, Modernisme
versus Konservatisme, Islam dan HAM, Ahmadiyah, dll.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini.
1. Apa saja isu-isu kontemporer?
2. Bagaimana isu-isu kontemporer fundamentalisme Islam?
3. Bagaimana isu-isu kontemporer moderenisasi versus konservatisme?
4. Bagaimana isu-isu kontemporer Islam dan HAM ?
5. Bagaimana isu-isu kontemporer Ahmadiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ISU-ISU KONTEMPORER
Isu-isu global kontemporer adalah isu yang berkembang serta meluas
setelah Perang Dingin berakhir pada era 1990-an. Pengertian mengenai isu-isu
global kontemporer terkait erat dengan sifat dari isu-isu tersebut yang tidak lagi
didominasi oleh hubungan Timur-Barat, seperti, ancaman perang nuklir,
persaingan ideologi antara Demokrasi-Liberal dan Marxisme-Leninisme dan
diplomasi krisis. Masyarakat internasional kini dihadapkan pada isu-isu global
yang terkait dengan “Tatanan Dunia Baru” (New World Order). Isu-isu mengenai
persoalan-persoalan kesejahteraan ini berhubungan dengan Human Security
antara negara-negara maju (developed) dengan negara-negara berkembang
(developing countries) serta masalah lingkungan.
Isu-isu global kontemporer merupakan isu yang lahir sebagai bentuk baru
ancaman keamanan yang mengalami transformasi sejak berakhirnya Perang
Dingin menjadi suatu “Agenda Global Baru” (New Global Agenda). Ancaman
dalam bentuk baru ini bukan berupa “serangan militer” yang dilakukan oleh suatu
negara terhadap negara lain tetapi tindakan kejahatan yang dilakukan oleh non-
state actor dan ditujukan kepada state actor maupun individu atau warga negara
yang mengancam keamanan umat manusia (Human Security).
Ancaman tersebut dapat berupa tindakan terorisme atau kejahatan
transnasional yang terorganisir (Transnational Organized Crime/TOC),
kesejahteraan (kemiskinan), degradasi lingkungan, konflik etnis dan konflik
komunal yang berdimensi internasional, hutang luar negeri, dan sebagainya.
Berkembangnya isu-isu global merupakan akibat dari perkembangan ancaman
dan berbagai persoalan kontemporer yang bersifat nonkonvensional,
multidimensional, maupun transnasional tersebut. Meluasnya persoalan global
kontemporer ini juga didorong oleh perkembangan teknologi, terutama teknologi
informasi dalam era globalisasi pasca Perang Dingin. Dengan demikian, isu-isu
global kontemporer dengan sifat-sifat utamanya tersebut telah mengalami
transformasi yang menggeser persepsi mengenai ancaman keamanan yang
bersifat konvensional.
Berbeda dengan isu-isu global kontemporer yang berkembang setelah
Perang Dingin berakhir, ancaman keamanan konvensional sebelumnya telah
mendominasi isu-isu politik internasional selama era Perang Dingin dengan
hanya berorientasi terhadap ancaman militer atau perluasan ideologis dari
persaingan dua negara adidaya dalam sistem internasional. Persoalan-persoalan
yang dikategorikan sebagai isu ancaman nonmiliter/nontradisional di antaranya
adalah:
1. Degradasi lingkungan,
2. Kesejahteraan ekonomi,
3. Organisasi kriminal transnasional,
4. Migrasi penduduk.
2.2 FUNDAMENTALISME ISLAM
a. Pengertian Fundamentalisme
Fundamentalisme adalah paham atau pemikiran yang berupaya untuk
kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas. Secara
etimologi fundamentalisme berasal dari kata fundamental yang berarti hal-hal
yang mendasar atau asas-asas. Sebagai sebuah gerakan (komunitas)
keagamaan, fundamentalis dipahami sebagai penganut gerakan keagamaan
yang bersifat reaksioner, yang memiliki doktrin untuk kembali kepada ajaran
agama yang asli seperti tersurat dalam kitab suci. Gagasan dan posisi umat
beragama yang mengacu pada istilah “fundamentalisme” tampaknya masih perlu
dielaborasi lebih jauh lagi.
Kontroversi mengenai istilah “fundamentalisme” berasal dari kenyataan
bahwa istilah tersebut bukan berasal dari islam atau agama-agama lainnya,
melainkan berasal dari agama Kristen protestan. Pandangan dasar yang
menandai gerakan fundamentalisme protestan ini adalah bahwa orang harus
berpegang teguh pada kitab suci secara leterlek, lebih-lebih dalam menghadapi
pandangan evolusionisme Darwin yang pada saat itu ramai dibicarakan kalangan
agama (Mujiburrahman, 208).
Tetapi, walaupun asal-usul istilah fundamentalisme itu bukan berasal dari
islam, sebagian sarjana dapat menerimanya untuk dipakai dalam rangka
menjelasakan fenomena tertentu dari gerakan islam dengan catatan bahwa
istilah itu tidak dipakai sebagai cap atau label untuk mendiskreditkan islam
sebagaimana yang sering kali dilakukan oleh media massa melainkan sebagai
sebuah konsep akademik yang netral. Selain istilah “fundamentalisme islam”
beberapa sarjana juga menggunakan istilah “islamisme” sebagai padanannya,
sementara yang lain mencoba menggunakan istilah lain seperti “revivalisme”.
Sementara itu banyak sarjana yang menilai bahwa fenomena gerakan
fundamentalisme islam sebenarnya adalah gerakan politik sehingga mereka
menyebutnya dengan “islam politik”.
Adanya fundamentalisme dalam agama juga telah memunculkan bebera
organisasi kemasyarakatan. Lebih tepatnya bukan organisasi tetapi majelis ilmu,
karena didalamnya juga membahas kajian-kajian tentang islam.
Menurut Tarmizi taher dalam bukunya menyatakan bahwa, krisis yang
muncul dalam negara-negara yang baru ini memberi ruang bagi sementara
kalangan agamawan untuk membentuk gerakan-gerakan radikal. Mereka
berusaha menolak tatanan yang ada, baik sistem negara, hukum dan
kebudayaan, untuk kemudian diganti dengan sistem islam. Penolakan mereka
sangat radikal, dan begitu juga konsep kehidupan yang mereka tawarkan.
Berbeda dari kaum revevalis yang sekadar ingin mengembalikan kemurnian
islam atau kaum reformis yang bertujuan memodernisasi islam, kalangan
radikalis memepercayai kesempurnaan islam bagi seluruh dimensi kehidupan.
Oleh karenanya, mereka terus berusaha mengganti semua institusi sosial,
ekonomi, budaya dan politik dengan model islam (Tarmizi, 1998). Memang
benar adanya bahwa ketika tingkat emosi keagamaan itu muncul maka benar
dikatakan bahwa umat islam hanya menginginkan islam sebagai aturan hidup,
bukan hanya dalam proses peribadatan saja, namun mencakup lingkup sosial,
budaya, dan agama. Ketika disandingkan dengan islam, sesungguhnya islam
telah mengatur semua tatanan hidup manusia baik dari segi aturan ekonomi,
hukum, sosial, kebudayaan, dan lain-lain. Kesempurnaan yang dimiliki oleh islam
yang tidak dimiliki oleh agama lain sangat dirasakan bagi seorang yang
mendalami betul arti islam, menerapkan dalam kehidupan, cara berpikir dan
berpandang. Sehingga tidak heran jika dikatakan bahwa kelompok yang menolak
berbagai tatanan pemerintahan yang ada dan menggantinya dengan sistem
islam mengetahui bahwa esensi islam itu sendiri. Jadi tidak dapat kita
menyalahkan terhadap hal tersebut.
Namun demikian, dengan tidak terwujudnya masyarakat yang adil, para
penguasa muslim dianggap sebagai penerus kebijakan-kebijakan ekonomi dan
politik yang pada abad pertengahan 1970-an, telah mengantarkan pada krisis
yang memunculkan gerakan-gerakan fundamentalis (Haideh, 2004). Gerakan-
gerakan inilah yang sering memunculkan banyak spekulasi bahkan gerakan-
gerakan ini dianggap sebagai teror kancah politik. Tampaknya, sampai
dimanapun perdebatan ini akan senantiasa ada, namun yang jelas untuk
sementara waktu bahwa berbagai peristiwa teror, bom bunuh diri dan lain-lain
sejenisnya akhir-akhir ini selalu diidentikan dengan islam (Abbas, 2008).
2.3 Modernisme versus Konservatisme
2.4 ISLAM DAN HAM
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang di
bawa dari sejak lahir sebagai anugrah dari Tuhan yang Maha Esa, bukan
pemberian manusia atau penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup
dan kehidupan manusia yang bersifat kodrati. HAM dalam islam lebih dikenal
dengan istilah huquq al-insan ad-dhoruriyyah dan huquq Allah. Dalam islam
huquq al-insan ad-dhoruriyyah dan huquq Allah tidak dapat dipisahkan atau
berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya keterkaitan satu dengan yang lainnya.
Inilah yang membedakan konsep Barat tentang HAM dengan konsep Islam.
Dalam Al-quran Allah menjamin hak-hak manusia, seperti:
a. Islam melarang umatnya untuk membunuh (QS. Al- An'am (6):151).
b. Melindungi hak hidup (QS. Al-Baqarah (2):195 ).
c. Hak merdeka beragama agama (QS. Yunus (10):99).
d. Memperoleh hak nya (QS. An-Nisa (4):2)
e. Hak memilh pekerjaan yang layak (QS. Al-Mulk (67):15)
f. Hak mendapatkan pelajaran (QS. At-Taubah (9):122).
2.5 Ahmadiyah
Gerakan Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India. Mirza
lahir 15 Februari 1835 M. Dan meninggal 26 Mei 1906 M di india. Misi jemaat
Ahmadiyah pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1925. Latar-
belakangnya adalah sikap keingin-tahuan beberapa pemuda Indonesia yang
berasal dari pesantren/madrasah Thawalib Padang Panjang Sumatra Barat.
Thawalib yang beraliran modern berbeda dengan institusi-institusi Islam
Ortodox pada masa itu. Misalnya para santrinya tidak hanya mendalami Bahasa
Arab maupun Arab Melayu tetapi juga sudah diperkenankan membaca tulisan
latin. Beberapa santrinya membaca di dalam sebuah surat-kabar tentang orang
Inggris yang masuk Islam di London melalui seorang Da’i Islam berasal dari India
Khwaja Kamaluddin. Hal ini sangat menarik perhatian mereka. dan inilah yang
mendorong beberapa santri. Untuk mencari tokoh itu. Zaini Dahlan, Abu Bakar
Ayyub, dan Ahmad Nuruddin adalah tiga orang Santri Thawalib yang berangkat.
Mereka sampai di Lahore masa itu masih India kini masuk wilayah Pakistan pada
tahun 1923.
Dari Lahore mereka lebih dalam masuk ke Qadian dan berdialog dengan
pimpinan Jemaat Ahmadiyah pada saat itu Khalifatul Masih Ii Ra. Dan akhirnya
mereka Bai’at dan Belajar Di Qadian mendalami Ahmadiyah. Atas permohonan
mereka kepada Khalifatul masih Ii maka dikirimlah utusan pertama jemaat
Ahmadiyah ke Indonesia pada tahun 1925. Pusat jemaat Ahmadiyah indonesia
sejak tahun 1935 berada di jakarta. Dan pada tahun 1987 pindah ke parung,
Bogor. Ahmadiyah masuk di indonesia tahun 1935, kini sudah mempunyai sekitar
200 cabang, terutama di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Barat,
Palembang, Bengkulu, Bali. Pokok-pokok ajaran Ahmadiyah yang bertentangan
dengan Islam. Berdasarkan Dalil Aqli
a. Mirza Ghulam Ahmad mengakui dirinya Nabi dan Rosul utusan Tuhan. Dia
mengaku dirinya menerima wahyu yang turunnya di india. kemudian wahyu-
wahyu Itu dikumpulkan seluruhnya sehingga merupakan sebuah kitab suci
dan mereka beri nama kitab suci Tadzkirah. Tadzkirah itu lebih besar dari
pada kitab suci Al-Qur’an.
b. Mereka meyakini bahwa kitab suci Tadzkirah sama sucinya
dengan kitab suci Al-Qur’an karena sama-sama wahyu dari Allah.
c. Wahyu tetap turun sampai hari kiamat begitu juga nabi dan rasul tetap
diutus sampai hari kiamat juga.
d. Mereka mempunyai tempat suci sendiri yaitu Qadian dan Rabwah.
e. Mereka Mempunyai Surga Sendiri Yang Letaknya Di Qadian dan rabwah
dan sertivikat kavling surga tersebut dijual kepada jamaahnya dengan harga
yang sangat mahal.
f. Wanita Ahmadiyah haram nikah dengan laki-laki yang bukan Ahmadiyah,
tetapi lelaki Ahmadiyah boleh kawin dengan perempuan yang bukan
Ahmadiyah.
g. Tidak boleh bermakmum dengan dibelakang imam yang buka Ahmadiyah.
Ahmadiyah Mempunyai Tanggal, Bulan, Dan Tahun Sendiri, Yaitu
1. Bulan, f. Wafa
a. Tabligh g. Zuhur
b. Aman h. Tabuk
c. Syahadah i. Ikha
d. Hijrah j. Nubuwah
e. Ikhsan k. Fatah.
5.1 Kesimpulan
Islam dan isu-isu kontemporer merupakan dua hal yang berbeda, namun
jika dilihat dari cara pandang yang berbeda dari masing-masing pihak, maka
akan menimbulkan perspektif atau spekulasi yang berupa interpretasi berbeda
pula. Meskipun secara arti dan asal-usul bersumber memang bukan dari islam,
tapi tidak salah jika kita lebih teliti dan jeli dalam menaggapi isu-isu kontemporer
yang ada jika ingin mengaitkannya dengan islam.
Isu-isu global kontemporer merupakan isu yang lahir sebagai bentuk baru
ancaman keamanan yang mengalami transformasi sejak berakhirnya Perang
Dingin menjadi suatu “Agenda Global Baru” (New Global Agenda). Ancaman
dalam bentuk baru ini bukan berupa “serangan militer” yang dilakukan oleh suatu
negara terhadap negara lain tetapi tindakan kejahatan yang dilakukan oleh non-
state actor dan ditujukan kepada state actor maupun individu atau warga negara
yang mengancam keamanan umat manusia (Human Security).
5.2 Saran
Kenyataan bahwa kajian Islam tidak hanya dilakukan oleh muslim saja
tetapi juga nonmuslim meniscayakan adanya fungsi evaluasi kritis pihak pertama
terhadap pihak kedua.Meminjam pendapatnya Rauf bahwa Barat sebagai
pengkaji Islam harus melepaskan “pra-anggapan” dan menghiraukan pendapat
dan suara umat muslim atas dirinya. Bahkan, menurutnya, untuk mengkaji Islam,
khususnya terkait keimanan dan ajaran, para Sarjana Barat harus menggunakan
metode yang digunakan oleh Umat Islam atau dibiarkan begitu saja
sebagaimana yang dikatakan oleh umat Islam.
DAFTAR PUSTAKA