Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“ ISU-ISU KONTEMPORER“

Disusun Oleh :
1.
KATA PENGANTAR

Terpujilah Allah, dengan segala Kemutlakan-Nya, Penciptaan-Nya,


kekuasaan dan kekuatan-Nya, Kesucian-Nya, Kemurahan-Nya dan segala ke-
Maha-an yang hanya Milik-Nya semata, yang tiada sesuatu kekuatan pun yang
bisa menandingi-Nya. Keagungan, kehormatan dan kesejahteraan tertuju pula
kepada pembawa risalah-Nya, Rasulullah SAW.

Alhamdulillah, dengan segala kerendahan hati, atas rahmat dan karunia yang telah
diberikan Allah SWT, penulis berhasil menyelesaikan penulisan Mata Kuliah
Arbitrase yang diberi judul: “Isu-Isu Kontemporer” dengan acuan untuk
mengetahui masalah-masalah seperti :

1. Apa Saja Isu-Isu Kontemporer ?


Tentu saja makalah ini masih memiliki keterbatasan dalam berbagai hal.
Oleh karena itu koreksi, saran dan kritik membangun dari para pembaca akan
menjadi pendorong penulis untuk terus menerus melakukan perbaikan dan
pengembangan pada masa-masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah Pendidikan Agama
Islam dan rekan saya khususnya yang secara langsung memberikan dorongan dan
dukungan atas terselesaikannya makalah ini.

Akhirnya, dengan segala kelebihan dan kelemahan yang terdapat dalam


makalah ini, kritik dan saran penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya.

Makassar, 16 Desember 2022

Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini, banyak berbagai permasalahan kehidupan yang
terjadi. Segala kejadian yang terus menerus terjadi baik dari segi permasalahan
sosial yang berkaitan dengan agama, suku, dan kebudayaan. Isu-isu kontemporer
tersebut sebenarnya dalam islam tidaklah dikenal, namun seringkali dijadikan
sebagai problematika permasalahan dalam sosial, dikaitkan dengan islam karena
arti sebenarnya dari istilah yang termasuk dalam isu-isu kontemporer tersebut
merupakan hal yang terkadang bertolak belakang dari ajaran agama islam.
Berbagai isu-isu kontemporer yang awal mulanya timbul dari bangsa barat yang
hingga saat ini masih sering kita dengar, lihat dan saksikan diberbagai media yang
tidak jarang berupa buku, majalah, koran, televisi, radio dan media yang sekarang
sudah bebas untuk kita akses yaitu internet.
Jika dikaitkan Islam dan isu-isu kontemporer tidak jarang menimbulkan
banyak spekulasi yang bermunculan dari berbagai pihak baik dari ormas-ormas
islam yang menolak keras terhadap isu-isu kontemporer tersebut, maupun ulama-
ulama besar islam. Pemikiran yang bertolak belakang dengan islam malah
menimbulkan ke-antian terhadap negeri barat itu karena dianggap bahwa istilah-
istilah tersebut berasal dari tradisi-tradisi barat. Perkembangan islam di Indonesia
memiliki mata rantai yang cukup berliku. Sementara islam di nusantara ini
memiliki kompleksitas persoalan, dan dari sini islam hadir dengan membawa
wajah tatanan baru dalam masyarakat yang tidak terbentur dengan realitas sosial,
budaya, tatanan politik dan tradisi keagamaan. Dalam perkembangannya upaya
reaktualisasi diharapkan dapat menjawab problematika kemasyarakatan dan
sebagai manifestasi agama yang rahmatan lil ‘alamin. Islam dinamis yanng
diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah kontemporer  yang terjadi
diberbagai wilayah Indonesiamisalnya Fundamentalisme Islam, Modernisme
versus Konservatisme, Islam dan HAM, Ahmadiyah, dll.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini.
1.    Apa saja isu-isu kontemporer?
2.    Bagaimana isu-isu kontemporer fundamentalisme Islam?
3.    Bagaimana isu-isu kontemporer moderenisasi versus konservatisme?
4.    Bagaimana isu-isu kontemporer Islam dan HAM ?
5.    Bagaimana isu-isu kontemporer Ahmadiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    ISU-ISU KONTEMPORER
Isu-isu global kontemporer adalah isu yang berkembang serta meluas
setelah Perang Dingin berakhir pada era 1990-an. Pengertian mengenai isu-isu
global kontemporer terkait erat dengan sifat dari isu-isu tersebut yang tidak lagi
didominasi oleh hubungan Timur-Barat, seperti, ancaman perang nuklir,
persaingan ideologi antara Demokrasi-Liberal dan Marxisme-Leninisme dan
diplomasi krisis. Masyarakat internasional kini dihadapkan pada isu-isu global
yang terkait dengan “Tatanan Dunia Baru” (New World Order). Isu-isu mengenai
persoalan-persoalan kesejahteraan ini berhubungan dengan Human Security antara
negara-negara maju (developed) dengan negara-negara berkembang (developing
countries) serta masalah lingkungan.
Isu-isu global kontemporer merupakan isu yang lahir sebagai bentuk baru
ancaman keamanan yang mengalami transformasi sejak berakhirnya Perang
Dingin menjadi suatu “Agenda Global Baru” (New Global Agenda). Ancaman
dalam bentuk baru ini bukan berupa “serangan militer” yang dilakukan oleh suatu
negara terhadap negara lain tetapi tindakan kejahatan yang dilakukan oleh non-
state actor dan ditujukan kepada state actor maupun individu atau warga negara
yang mengancam keamanan umat manusia (Human Security).
Ancaman tersebut dapat berupa tindakan terorisme atau kejahatan
transnasional yang terorganisir (Transnational Organized Crime/TOC),
kesejahteraan (kemiskinan), degradasi lingkungan, konflik etnis dan konflik
komunal yang berdimensi internasional, hutang luar negeri, dan sebagainya.
Berkembangnya isu-isu global merupakan akibat dari perkembangan ancaman dan
berbagai persoalan kontemporer yang bersifat nonkonvensional,
multidimensional, maupun transnasional tersebut. Meluasnya persoalan global
kontemporer ini juga didorong oleh perkembangan teknologi, terutama teknologi
informasi dalam era globalisasi pasca Perang Dingin. Dengan demikian, isu-isu
global kontemporer dengan sifat-sifat utamanya tersebut telah mengalami
transformasi yang menggeser persepsi mengenai ancaman keamanan yang bersifat
konvensional.

Berbeda dengan isu-isu global kontemporer yang berkembang setelah


Perang Dingin berakhir, ancaman keamanan konvensional sebelumnya telah
mendominasi isu-isu politik internasional selama era Perang Dingin dengan hanya
berorientasi terhadap ancaman militer atau perluasan ideologis dari persaingan
dua negara adidaya dalam sistem internasional. Persoalan-persoalan yang
dikategorikan sebagai isu ancaman nonmiliter/nontradisional di antaranya adalah:
1.         Degradasi lingkungan,
2.         Kesejahteraan ekonomi,
3.         Organisasi kriminal transnasional,
4.         Migrasi penduduk.

2.2  FUNDAMENTALISME ISLAM
a.    Pengertian Fundamentalisme
Fundamentalisme adalah paham atau pemikiran yang berupaya untuk
kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas.  Secara
etimologi fundamentalisme berasal dari kata fundamental yang berarti hal-hal
yang mendasar atau asas-asas. Sebagai sebuah gerakan (komunitas) keagamaan,
fundamentalis dipahami sebagai penganut gerakan keagamaan yang bersifat
reaksioner, yang memiliki doktrin untuk kembali kepada ajaran agama yang asli
seperti tersurat dalam kitab suci. Gagasan dan posisi umat beragama yang
mengacu pada istilah “fundamentalisme” tampaknya masih perlu dielaborasi lebih
jauh lagi.
Kontroversi mengenai istilah “fundamentalisme” berasal dari kenyataan
bahwa istilah tersebut bukan berasal dari islam atau agama-agama lainnya,
melainkan berasal dari agama Kristen protestan. Pandangan dasar yang menandai
gerakan fundamentalisme protestan ini adalah bahwa orang harus berpegang teguh
pada kitab suci secara leterlek, lebih-lebih dalam menghadapi pandangan
evolusionisme Darwin yang pada saat itu ramai dibicarakan kalangan
agama (Mujiburrahman, 208).
Tetapi, walaupun asal-usul istilah fundamentalisme itu bukan berasal dari
islam, sebagian sarjana dapat menerimanya untuk dipakai dalam rangka
menjelasakan fenomena tertentu dari gerakan islam dengan catatan bahwa istilah
itu tidak dipakai sebagai cap atau label untuk mendiskreditkan islam sebagaimana
yang sering kali dilakukan oleh media massa melainkan sebagai sebuah konsep
akademik yang netral. Selain istilah “fundamentalisme islam” beberapa sarjana
juga menggunakan istilah “islamisme” sebagai padanannya, sementara yang lain
mencoba menggunakan istilah lain seperti “revivalisme”. Sementara itu banyak
sarjana yang menilai bahwa fenomena gerakan fundamentalisme islam sebenarnya
adalah gerakan politik sehingga mereka menyebutnya dengan “islam politik”.
Adanya fundamentalisme dalam agama juga telah memunculkan bebera
organisasi kemasyarakatan. Lebih tepatnya bukan organisasi tetapi majelis ilmu,
karena didalamnya juga membahas kajian-kajian tentang islam.
Menurut Tarmizi taher dalam bukunya menyatakan bahwa, krisis yang
muncul dalam negara-negara yang baru ini memberi ruang bagi sementara
kalangan agamawan untuk membentuk gerakan-gerakan radikal. Mereka berusaha
menolak tatanan yang ada, baik sistem negara, hukum dan kebudayaan, untuk
kemudian diganti dengan sistem islam. Penolakan mereka sangat radikal, dan
begitu juga konsep kehidupan yang mereka tawarkan. Berbeda dari kaum
revevalis yang sekadar ingin mengembalikan kemurnian islam atau kaum reformis
yang bertujuan memodernisasi islam, kalangan radikalis memepercayai
kesempurnaan islam bagi seluruh dimensi kehidupan. Oleh karenanya, mereka
terus berusaha mengganti semua institusi sosial, ekonomi, budaya dan politik
dengan model islam  (Tarmizi, 1998). Memang benar adanya bahwa ketika
tingkat emosi keagamaan itu muncul maka benar dikatakan bahwa umat islam
hanya menginginkan islam sebagai aturan hidup, bukan hanya dalam proses
peribadatan saja, namun mencakup lingkup sosial, budaya, dan agama. Ketika
disandingkan dengan islam, sesungguhnya islam telah mengatur semua tatanan
hidup manusia baik dari segi aturan ekonomi, hukum, sosial, kebudayaan, dan
lain-lain. Kesempurnaan yang dimiliki oleh islam yang tidak dimiliki oleh agama
lain sangat dirasakan bagi seorang yang mendalami betul arti islam, menerapkan
dalam kehidupan, cara berpikir dan berpandang. Sehingga tidak heran jika
dikatakan bahwa kelompok yang menolak berbagai  tatanan pemerintahan yang
ada dan menggantinya dengan sistem islam mengetahui bahwa esensi islam itu
sendiri. Jadi tidak dapat kita menyalahkan terhadap hal tersebut.
Namun demikian, dengan tidak terwujudnya masyarakat yang adil, para
penguasa muslim dianggap sebagai penerus kebijakan-kebijakan ekonomi  dan
politik yang pada abad pertengahan 1970-an, telah mengantarkan pada krisis yang
memunculkan gerakan-gerakan fundamentalis (Haideh, 2004). Gerakan-gerakan
inilah yang sering memunculkan banyak  spekulasi bahkan gerakan-gerakan ini
dianggap sebagai teror kancah politik. Tampaknya, sampai dimanapun perdebatan
ini akan senantiasa ada, namun yang jelas untuk sementara waktu bahwa berbagai
peristiwa teror, bom bunuh diri dan lain-lain sejenisnya akhir-akhir ini selalu
diidentikan dengan islam (Abbas, 2008).

b.   Perspektif Islam Terhadap Fundamentalisme

"Menurut istilah ushuliyah “fundamentalisme”. Kita hanya mendapatkan


kata dasar istilah itu, yaitu al-ashlu  dengan makna “dasar sesuatu “ dan
“kehormatan” . bentu pluralnya adalah ushul.  Dalam Al-Qur’anul Karim
disebutkan (Imarah, 1999). Berikut beberapa Ayat yang menyangkut dengan hal
tersebut.

Artinya: Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat


perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit. (QS. Ibrahim:24). Dari ayat diatas, warisan
keilmuan islam dan peradabannya, serta kamus-kamus arab yang tidak mengenal
istilah ushuliyah‘fundamentalisme’ dan pengertian-pengertian yang dikenal Barat
atas istilah ini Agama islam sebagai sebuah intuisi kebenaran oleh seluruh
lapisan. memiliki peranan penting bagi kelangsungan gerakannya dan menjadi
sebuah mekanisme internal yang terpenting dalam perkembangannya, karena
memuat seperangkat doktrin yang dirumuskan dalam sebuah maksud dan tujuan
gerakan yang diantaranya adalah fundamentalisme yang digunakan untuk
menyebut gerakan keagamaan dalam berbagai karya tulis, telah menjadi istilah
yang sangat popular

dan bahkan controversial. Meskipun pada mulanyafundamentalisme


menunjuk sebuah fenomena gerakan Kristen Protestan , namun sekarang istilah
ini secara luas dipakai untuk menyebut gerakan yang terjadi dikalangan
masyarakat  Islam, Katolik, (sunni, syiah), Yahudi, Hindu Budha dan Zoroaster.

Meskipun demikian, jika makna fundamentalisme itu ditekankan pada


originalitas sumber serta prinsip-prinsip dasar ajaran islam terdapat kelompok
kecil aliran pemikiran dalam islam,tapi secara intelektual sangat penting, yang
bisa dideskripsikan sebagai fundamentalisme. Kelompok ini berpendapat bahwa
Al-Quran  dan Sunnah merupakan pokok sumber ajaran islam dan mengikat untuk
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, bahwa produk pemikiran keagamaan
klasik dan pertengahan tidak mengikat, bahwa dalam beberapa hal produk
pemikiran ini mengakibatkan kemalasan berpikir dalam islam, bahwa selama
masa kekaisaran islam, banyak penguasa muslim mengakomodasi terlalu banyak
tradisi lokal yang non islam, bahwa paling tidak terdapat tarekat sufi terlibat
dalam praktik-praktik ajaran non islam, bahwa mengkultuskan diri seseorang
dinilai sebagai politeisme, dan bahwa setiap muslim harus mempelajari dan
mengamalkan Al-Quran dan Sunnah.

2.3    Modernisme versus Konservatisme

Kata-kata "modern", seperti  kata lainya yang berasal dari barat, telah di


pakai dalam bahasa Indonesia. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata modern
diartikan sebagai yang terbaru, secara  baru, mutakhir. Selanjutnya kata modern
erat  pula kaitanya dengan modernisasi yang berarti pembaharuan atau dalam
bahasa arabnya biasa dikenal dengan istilah tajdid.
Modernisasi  mulai diperbincangkan pada abad ke-17. Ini terjadi sebagai
efek dari  inovasi di masa renaissance yang merubah paradigma masyarakat dunia.
Kala itu, kata ini hanya dipahami sebagai proses perubahan menuju  sistem sosial,
ekonomi dan politik yang berkembang di Amerika dan Eropa barat. Lama
kelamaan kata ini beralih menjadi westernisasi atau pembaratan.
Secara teoritis, kata ini juga diartikan  sebagai suatu  bentuk  perubahan
sosial. Modernisasi juga merupakan  direct change (perubahan terarah) yang  pada
hakekatnya masuk dalam  ranah  kajian social planning (perencanaan sosial).
Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai
tradisional. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa latin, conservare,
melestarikan, menjaga, memelihara dan mengamalkan.
Sebagaimana yang diketahui arti dari konservatisme adalah filsafat politik
yang didukung oleh nilai-nilai tradisional. Dimana pemikiran konservatisme
dianggap biang dari segala kebekuan pemikiran, sehingga seseorang yang
memiliki pemikiran konservatif tidak akan  maju. Apabila pada islam diterapkan
pemikiran konservatif maka islam dipandang sebagai agama yang terbatas
pemikirannya, kampungan dan irasional.
Menurut Dr. Deliar Noer, mantan ketua umum PB-HMI yang juga pakar
politik. Beliau mengingatkan muslim agar bisa meresponi modernisasi secara
kreatif, seorang muslim haruslah terlebih dahulu berusaha mengatasi masalah-
masalah internal umat islam seperti tradisi mengikuti konsepsi-konsepsi abad
pertengahan secara taklid buta serta mengikuti kecenderungan beberapa praktik-
praktik sufi. Dalam pandangan Deliar, jika umat islam belum bisa membebaskan
diri dari persoalan tradisionalisme dan eksklusivisme dalam berpikir, akan
menemui banyak hambatan dalam meresponi modernisasi. Persoalan mendasar
yang penting, menurut Deliar adalah bagaimana umat islam dapat berbuat dan
berfungsi hingga sampai pada suatu sikap modern dalam menghadapi tantangan
zaman, jika umat islam benar-benar yakin bahwa islam selalu sesuai dengan
perkembangan zaman.
Dari pandangan Deliar diatas, dapat diuraikan bahwasannya Deliar
mengajak umat islam untuk bersikap positif terhadap perkembangan zaman pada
saat ini. Karena dengan terus berkembangnya zaman modern sekarang tidak harus
dilihat sebagai sesuatu yang bertentangan dengan islam. Apabila seorang muslim
mempunyai pemikiran konservatif atau tradisional maka umat islam tidak akan
bisa berperan atau berfungsi pada zaman modern ini serta tidak akan pernah maju
dalam berpikir.
Apabila suatu pemerintahan menjadi sebuah pemerintahan konservatif,
maka pemerintahan tersebut akan gagal menjadi pemerintahan yang berhasil.
Karena keterbatasannya dalam berpikir serta mengancam suatu Negara yang
memiliki karakter plural dan toleran. Pada suatu Negara tidak hanya ada satu
agama tetapi bermacam-macam agama, apabila dalam suatu Negara menggunakan
pemikiran konservatif maka pada Negara tersebut akan terus terjadi peperangan
antar agama, karena saling membenarkan ajaran sesama agama serta tidak adanya
rasa toleran terhadap antar agama.

2.4  ISLAM DAN HAM
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang di bawa
dari sejak lahir sebagai anugrah dari Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian
manusia atau penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan
kehidupan manusia yang bersifat kodrati. HAM dalam islam lebih dikenal dengan
istilah huquq al-insan ad-dhoruriyyah dan huquq Allah. Dalam islam huquq al-
insan ad-dhoruriyyah dan huquq Allah tidak dapat dipisahkan atau berjalan
sendiri-sendiri tanpa adanya keterkaitan satu dengan yang lainnya. Inilah yang
membedakan konsep Barat tentang HAM dengan konsep Islam.

Dalam Al-quran Allah menjamin hak-hak manusia, seperti:


a.    Islam melarang umatnya untuk membunuh (QS. Al- An'am (6):151).
b.    Melindungi hak hidup (QS. Al-Baqarah (2):195 ).
c.    Hak merdeka beragama agama (QS. Yunus (10):99).
d.   Memperoleh hak nya (QS. An-Nisa (4):2)
e.    Hak memilh pekerjaan yang layak (QS. Al-Mulk (67):15)
f.     Hak mendapatkan pelajaran (QS. At-Taubah (9):122).

2.5    Ahmadiyah
Gerakan Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India. Mirza
lahir 15 Februari 1835 M. Dan meninggal 26 Mei 1906 M di india. Misi jemaat
Ahmadiyah pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1925. Latar-belakangnya
adalah sikap keingin-tahuan beberapa pemuda Indonesia yang berasal dari
pesantren/madrasah Thawalib Padang Panjang Sumatra Barat.
Thawalib yang beraliran modern berbeda dengan institusi-institusi Islam
Ortodox pada masa itu. Misalnya para santrinya tidak hanya mendalami Bahasa
Arab maupun Arab Melayu tetapi juga sudah diperkenankan membaca tulisan
latin. Beberapa santrinya membaca di dalam sebuah surat-kabar tentang orang
Inggris yang masuk Islam di London melalui seorang Da’i Islam berasal dari India
Khwaja Kamaluddin. Hal ini sangat menarik perhatian mereka. dan inilah yang
mendorong beberapa santri. Untuk mencari tokoh itu. Zaini Dahlan, Abu Bakar
Ayyub, dan Ahmad Nuruddin adalah tiga orang Santri Thawalib yang berangkat.
Mereka sampai di Lahore masa itu masih India kini masuk wilayah Pakistan pada
tahun 1923.
Dari Lahore mereka lebih dalam masuk ke Qadian dan berdialog dengan
pimpinan Jemaat Ahmadiyah pada saat itu Khalifatul Masih Ii Ra. Dan akhirnya
mereka Bai’at dan Belajar Di Qadian mendalami Ahmadiyah. Atas permohonan
mereka kepada Khalifatul masih Ii maka dikirimlah utusan pertama jemaat
Ahmadiyah ke Indonesia pada tahun 1925. Pusat jemaat Ahmadiyah indonesia
sejak tahun 1935 berada di jakarta. Dan pada tahun 1987 pindah ke parung,
Bogor. Ahmadiyah masuk di indonesia tahun 1935, kini sudah mempunyai sekitar
200 cabang, terutama di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Barat,
Palembang, Bengkulu, Bali. Pokok-pokok ajaran Ahmadiyah yang bertentangan
dengan Islam. Berdasarkan Dalil Aqli
a.    Mirza Ghulam Ahmad mengakui dirinya Nabi dan Rosul utusan Tuhan. Dia
mengaku dirinya menerima wahyu yang turunnya di india. kemudian wahyu-
wahyu Itu dikumpulkan seluruhnya sehingga merupakan sebuah kitab suci
dan mereka beri nama kitab suci Tadzkirah. Tadzkirah itu lebih besar dari
pada kitab suci Al-Qur’an.
b.   Mereka meyakini bahwa kitab suci Tadzkirah sama sucinya
dengan kitab suci Al-Qur’an karena sama-sama wahyu dari Allah.
c.    Wahyu tetap turun sampai hari kiamat begitu juga nabi dan rasul tetap diutus
sampai hari kiamat juga.
d.   Mereka mempunyai tempat suci sendiri yaitu Qadian dan Rabwah.
e.    Mereka Mempunyai Surga Sendiri Yang Letaknya Di Qadian dan rabwah
dan sertivikat kavling surga tersebut dijual kepada jamaahnya dengan harga
yang sangat mahal.
f.   Wanita Ahmadiyah haram nikah dengan laki-laki yang bukan Ahmadiyah,
tetapi lelaki Ahmadiyah boleh kawin dengan perempuan   yang bukan
Ahmadiyah.
g.  Tidak boleh bermakmum dengan dibelakang imam yang buka Ahmadiyah.
Ahmadiyah Mempunyai Tanggal, Bulan, Dan Tahun Sendiri, Yaitu
1. Bulan, f.     Wafa
a.    Tabligh g.    Zuhur
b.    Aman h.    Tabuk
c.    Syahadah i.      Ikha
d.   Hijrah j.      Nubuwah
e.    Ikhsan k.    Fatah.

Nama Tahun Mereka Adalah Hijri Syamsi (Disingkat Hs). Ajaran mereka


menganggap kita (yang bukan pengikut ahmadiyyah  itu kafir. Makanya hal itulah
yang bertentangan dengan akidah islam yang benar.
BAB III
PENUTUP

5.1    Kesimpulan
 Islam dan isu-isu kontemporer merupakan dua hal yang berbeda, namun
jika dilihat dari cara pandang yang berbeda dari masing-masing pihak, maka akan
menimbulkan perspektif atau spekulasi yang berupa interpretasi berbeda pula.
Meskipun secara arti dan asal-usul bersumber memang bukan dari islam, tapi
tidak salah jika kita lebih teliti dan jeli dalam menaggapi isu-isu kontemporer
yang ada jika ingin mengaitkannya dengan islam.
Isu-isu global kontemporer merupakan isu yang lahir sebagai bentuk baru
ancaman keamanan yang mengalami transformasi sejak berakhirnya Perang
Dingin menjadi suatu “Agenda Global Baru” (New Global Agenda). Ancaman
dalam bentuk baru ini bukan berupa “serangan militer” yang dilakukan oleh suatu
negara terhadap negara lain tetapi tindakan kejahatan yang dilakukan oleh non-
state actor dan ditujukan kepada state actor maupun individu atau warga negara
yang mengancam keamanan umat manusia (Human Security).
DAFTAR PUSTAKA

Tarmizi Taher dan Eddy Kristiyanto, dkk. 1998.  Radikalisme Agama. Jakarta. PPIM-


IAIN.
Haideh Moghissi. 2004. Feminisme dan Fundamentalisme Islam. Yogyakarta. LKiS
Yogyakarta.
Abbas T. 2008. Metodologi Studi Islam. Kendari. CV. Sahdar.
Dr. Muhammad Imarah. 1999. Fundamentalisme dalam Perspektif Barat dan
Islam. Jakarta. Gema Insani.
Website: http:// Pesantren IAIN SA  Urgensi Peradaban Dunia Islam Modern.html

Anda mungkin juga menyukai