Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia Islam saat ini memiliki dua tantangan: Tantangan dari dalam diri sendiri (internal) dan
tantangan yang datang dari luar (eksternal). Namun mengatasi tantangan internal lebih krusial, karena kita
kalah sebetulnya bukan karena musuh kuat, tetapi karena kita lemah. Meskipun musuh kita kuat (dan
amat wajar jika musuh senantiasa berusaha menguatkan dirinya), namun jika kita lebih kuat niscaya kita
tidak akan bisa dikalahkan. Jadi, problem terbesar umat ini adalah mengatasi tantangan yang ada dalam
dirinya sendiri.
Sekarang ini era global. Setiap negara di muka bumi ini pasti dipengaruhi secara kuat oleh kekuatan
global, atau lebih tepatnya konspirasi global. Tidak terkecuali dunia Islam. Yang menjadi masalah adalah
bahwa kekuatan global saat ini tidak berada di tangan kita. Dan yang lebih parah lagi adalah ketika
kekuatan global yang ada saat ini memaksakan program “globalisasi” ke dunia Islam. Program ini tidak
lain tujuannya adalah untuk semakin menggencet, menekan, dan melemahkan dunia Islam.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu dunia kontemporer?
2. Bagaimana Islam dan tradisi di Indonesia sekarang?
3. Apa reaksi pemikiran Islam terhadap globalisasi?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu dunia kontemporer
2. Mengetahui bagaimana Islam dan tradisi di Indonesia sekarang
3. Mengetahui apa reaksi pemikiran Islam terhadap globalisasi

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dunia kontemporer

Dilihat dari sisi dunia yang sifatnya menyeluruh atau globalisasi, berkembangnya zaman pada masa
sekarang menciptakan masa yang modern penuh dengan nuansa baru baik itu dalam bidang umum
maupun dalam permasalahan agama. Hubungan dengan kontemporer yaitu saat ini atau disebut juga
dengan masa yang modern, atau dapat didefinisikan dunia kontemporer merupakan dunia yang ada pada
masa sekarang.

Dengan nuansa yang berbeda dari sebelumnya. Dalam dunia yang modern pastinya banyak hal dan
permasalah yang terjadi terutama dari sudut pandang yang sekarang kita bisa menilai garis besarnya
membicarakan masalah agama dan perkembangannya khususnya Islam, disamping agama lainnya.

Berpegang pada prinsip bahwa ilmu pengetahuan dan pandangan hidup adalah ujung tombak
dan soko guru suatu peradaban, maka tantangan ekternal yang dihadapi Muslim dewasa ini
adalah ilmu pengetahuan yang bersumber dari kebudayaan Barat. Barat sendiri adalah peradaban
yang tumbuh dan berkembang dari kombinasi beberapa unsur yaitu filsafat dan nilai-nilai kuno
Yunani dan Romawi, serta agama Yahudi dan Kristen yang dimodifikasi oleh bangsa Eropa.
Sedangkan Islam adalah peradaban yang lahir dan tumbuh berdasarkan pada wahyu yang
memproyeksikan sebuah pandangan hidup yang sempurna, yang dipahami, dan ditafsiri.1

a. Problematika Kontemporer:
Masa yang dimaksud di sini dimulai dari sejak jatuhnya Dinasti Usmani di dunia Islam
dimana dibagi dalam dua bagian:
Dunia Salib Barat, pasca runtuhnya Dinasti Usmani karena masalah internal yang kala itu
disebut dengan "kematian orang yang sakit", yakin sekali bahwa tidak ada lagi kekuatan di dunia
Islam yang secara militer mampu berhadapan dengan Barat. Kemudian mereka menyusun
program "pelucutan Islam" dari kancah social masyarakat Islam. Program musuh ini bertujuan
1
Atang Abd. Hakim, Metodologi Studi Islam (Jakarta: 2009) hal: 194.

2
untuk mengubah identitas dan memutuskan tali hubungan umat Islam dengan latar belakang
peradaban dan budaya masa lalunya. Sebab, musuh-musuh Islam sadar benar bahwa komitmen
umat Islam terhadap akidah dan ikatan-ikatan keagamaan serta moral adalah hal yang selalu
berpotensi mendatangkan lampu merah alias bahaya bagi mereka. Dan berikut ini kami akan
menyebutkan beberapa sebab dan factor masalah ini.
Alhasil, untuk mencapai tujuannya di era ini dan mengkikis kekuatan kaum Muslimin, musuh
menetapkan aksi-aksi di bawah ini sebagai bagian dari agenda dan program mereka:
a) Membagi kawasan Islam menjadi beberapa negara-negara kecil.
b) Mengangkat penguasa-penguasa yang menjadi boneka mereka.
c) Mengeksploitasi para penulis bayaran untuk tujuan-tujuan memunculkan instabilitas
akidah masyarakat, menyebarkan pemikiran-pemikiran asing, mengubah identitas budaya
dan agama Islam.
Memecah dunia Islam menjadi beberapa negara kecil dari satu sisi dan mengangkat
penguasa-penguasa boneka untuk mengaktualisasikan program pengaburan/pengkikisan identitas
dari satu sisi yang lain termasuk agenda musuh yang sukses dijalankan dengan baik di era ini.
Dalam bidang ini, peran para pemikir yang kebarat-baratan dan para penulis yang secara sadar
atau tidak kadang-kadang bergerak sesuai dengan apa yang telah digariskan dan diprogram oleh
musuh tidak kalah daripada peran para penguasa boneka mereka. Para penulis yang telah
terkontaminasi dengan aroma weternisasi, seperti Toha Husein dan Salam Musa di Mesir dan
dunia Arab, Diya’ Kuk Old di Turki, Sayid Ahmad Khan di India, dan Qasim Amin dan Taqi
Zodeh di Iran, dan tentu masih banyak lagi para penulis dan kolomnis koran dan majalah lainnya
yang nama mereka dapat disebut, menilai bahwa jalan kemajuan dapat dicapai dengan
membebek dan mengikuti pola hidup ala Barat. Mereka menekankan masalah ini dalam berbagai
tulisan, orasi dan konferen-konferensi yang mereka ikuti.2
Oleh karena itu, dengan mudah dapat dikatakan bahwa tujuan dan agenda musuh di era ini
dan di masa sebelum dimulainya kebangkitan Islam secara utama terpusat dan terfokus pada
usaha menyingkirkan peran agama dan menumbuhkan pemikiran Materialisme. Keimanan yang
kuat dan kokoh masyarakat terhadap Islam dan berbagai ajaran abadi Al Qur'an menjadi
penghalang melemahnya keterikatan mereka pada Islam, meskipun serangan musuh di era ini
bak ombak besar yang menerjang masyarakat Islam dari berbagai arah, dan kendatipun sekolah,

2
Nata Abuddin, Metodologi Studi Islam. Rajawali Pers (Jakarta: 2009 ) hlm, 54

3
dan universitas, koran, majalah, pena-pena bayaran, dukungan para pengusa boneka berhasil
menyebarkan budaya impor dan gaya hidup Barat dan pelbagai asesorisnya di tengah
masyarakat.
Hari demi hari dunia Islam terus menghadapi berbagai konspirasi yang dilancarkan para
musuh untuk menghambat laju kebangkitan Islam. Konspirasi ini bukan hanya tidak berhenti,
bahkan hari demi hari lebih dalam, lebih luas dan lebih sulit.
Untuk generasi yang hidup di era kebangkitan Islam dan Revolusi Islam, sangat penting bagi
mereka untuk mengetahui problematika kontemporer dunia Islam dan tujuan buruk segi tiga
kejahatan, yaitu kekuatan kekufuran, Zionisme, dan kaum Salibisme internasional. Di samping
pengetahuan ini, memahami potensi dan kekuatan perlawanan serta unsur kemenangan di
hadapan musuh-musuh bersama akan menjamin basirah (ketajaman mata hati) dan membuat kita
yang berada di barisan kebenaran mengenal bagaimana caranya menghadapi front kebatilan
dalam peperangan panjang yang sangat menentukan ini.

B. Islam dan tradisi Indonesia sekarang

Berbicara tradisi tidak jauh dari kehidupan kita karena dalam setiap waktu kita pasti melakukannya
untuk kemaslahatan bersama, banyak tradisi-tradisi dalam Islam yang dapat dijadikan landasan yang
benar dan apabila terdapat tradisi yang menyeleweng itu bukan murni dari Islam tetapi manusia yang
menyesatkan agamanya sendiri.

Meskipun Islam datang dan berkembang di Indonesia lebih dari lima abad, pemahaman dan
penghayatan keagamaan kita masih cenderung singkretik., tarik menarik antara nilai-nilai luhur islam
dengan budaya lokal. Meskipun sekarang ini sedang memasuki zaman teknik (modern) dan tidak lama
lagi akan memasuki millennium ke-3, keberadaan kita tidak sepenuhnya dapat lepas dari pengaruh
singkretik yang diwariskan oleh para pendahulu kita.

Sekarang ini baik diperkotaan maupun dipedesaan kita masih menyaksikan upacara-upacara seperti
upacara nujuh bulan dengan menyediakan makanan kecil yang kemudian dibagikan kepada masyarakat
sekitar., upacara kelahir yang biasanya dilakukan seminggu setelah melahirkan dan sekaligus memberi
nama anak yang dilahirkan dengan membaca arbazanzi. Perganian nama anak biasanya dilakukan Karena
anak yang bersangkutan sering sakit, dan anak tersebut akan apabila namanya diganti. Dalam

4
penggantian namapun dilakukan selametan lagi. Begitu juga dengan upacara kematian, disetiap daerah
terdapat tradisi yang sangat berbeda.

Dalam merespon tradisi yang berkembang di masyarakat tersebut, secara umum, umat islam dapat
dibedakan menjadi dua, pertama kaum tua, dan kedua kaum muda. Kaum muda adalah ulama pendukung
perubahan-perubahan radikal dalam pemikiran dan praktik keagamaan di nusantara., sedangkan kaum tua
adalah ulama yang menentang perubahan-perubahan yang dikembangkan oleh kaum muda dan
mempertahankan system keagamaan di Indonesia yang dinilai telah mapan.

Kaum tua meyakini bahwa kebenaran yang dikemukakan dalam ajaran-ajaran ulama besar, zaman
fasik dan zaman pertengahan., seperti al-ghazali, al-‘asy’ari dan al-maturidi dalam bidang teologi dan
imam-imam dari mazhab-mazhab besar dalam bidang hukum islam tidak berubah, kaum tua mengatakan
kebenaran tidak perlu dikaji ulang, sebab kebenaran tidak pernah diubah karena perubahan waktu dan
kondisi, kaum tua menegaskan bahwa agama dipelajari melalui hafalan dipondok pesantren.

Sedangkan kaum muda bersikap sebaliknya. Mereka menentang keras praktik-praktik tasauf, ketaatan
terhadap mazhab-mazhab teologi dan hukum islam, upacara ritual yang tidak otorittif dan do’a yang
dimaksudkan untuk mengantarkan roh yang baru meninggal dunia. karena sikap itulah, kaum muda antara
lain ahmad dahlan digambarkan oleh kaum tua sebagai seorang wahabi yang telah menyimpang dari ahli
sunnah wal jama’ah, menolak mazhab-mazhab, menghancurkan agama, mengikut mu’tazilah, khawarizm
juga kafir.

Begitulah pertentangan agama Indonesia dalam merespon tradisi yang berkembang dimasyarakat.
Dalam konteks tradisi local, ulama terbagi menjadi kaum tua dan kaum muda. Sedangkan dalm konteks
global respon pertama merupakan respon tradisionalis atau konservatif. Sedangkan respon kedua
merupakan respon modernis.

C. Reaksi pemikiran Islam terhadap globalisasi

Luasnya pemikiran membuat masalah lebih besar tetapi itu hal yang baik,canggihnya dunia yang
modern mendatangkan banyak hal-hal baru yang berbeda dari sebelumnya, hal ini tentunya menimbulkan
reaksi yang baru dalam nuansa Islam, inilah problematika Islam sekarang ini, dunia dengan
perkembangan mutakhir dibidang teknologi komunikasi hampir tidak memiliki batas yang jelas, umat
islam sekarang ini berada pada posisi yang sangat mengkhawatirkan. Diantara mereka, ada yang cukup

5
maju tapi terbatas sebagai user teknologi, bukan pencipta teknologi., lebih parah lagi, kebanyakan umat
islam banyak yang sangat terlambat dalam mengikuti perkembangan teknologi tersebut.

Umat islam juga memiliki tantangan yang sangat berat dalam menghadapi dunia modern masa kini.
Sarana dan perlengkapan musuh yang tersebar sangat beragam, semuanya mengarahkan untuk menyerang
kaum muslimin. Diantaranya berupa isu dan dusta dengan bentuk yang bervariasi, seperti kedustaan-
kedustaan dan kebathilan yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa takut, gentar serta menyebarkan
keminderan dan putus asa, membelah barisan lawan, mengintimidasi dengan kematian, kemeralatan dan
kehancuran.

Semua sarana yang hina ini digunakan oleh musuh-musuh islam sudah sejak zaman dahulu hingga
sekarang. Hal tersebut berdampak buruk pada jiwa kaum muslimin yang lemah, merasa pasrah, putus asa,
mereka lebih cenderung untuk hilang harapan. Iman yang kuat dan aqidah yang sahih merupakan benteng
yang kokoh tidak mempan akan tipu daya musuh. Seorang mukmin yang imannya telah sempurna, tidak
akan takut terhadap ancaman dan tidak akan gentar oleh intimidasi. Bahkan intimidasi tidak akan
tertambah kecuali kekokohan dan persiapan untuk mencurahkan segala kekuatannya dan
pengorbanannya.

Karena rendah dalam penguasaan dan pengembangan sains dan teknologi, umat islam jadi kelompok
yang terbelakang, sedangkan disisi lain umat agama lain begitu maju dengan berbagai teknologi. Atas
dasar itulah terjadi berbagai reaksi terhadap kemajuan pemeluk agama-agama lain. Secara umum, reaksi
tersebut dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

1. Tradisionalis

Pemikiran tradisionalis percaya bahwa kemunduran umat islam adalah ketentuan dan rencana Tuhan,
hanya tuhan yang maha tau tentang arti dan hikmah dibalik kemunduran dan keterbelakangan umat islam.
Makhluk, termasuk umat islam tidak tau tentang gambaran scenario Tuhan, dari perjalanan panjang umat
manusia. Kemunduran dan keterbelakangan umat islam dinilai sebagai ujian atas keimanan, dan kita tidak
tahu malapetaka apa yang akan terjadi dibalik kemajuan dan pertumbuhan umat manusia.

Akar teologis pemikiran tradisionalis bersandar pada aliran ahli sunnah wal jama’ah, terutama aliran
asy ‘ariyah yang juga merujuk kepada aliran jabariah mengenai takdir bahwa manusia harus menerima
ketentuan dan rencana Tuhan yang telah dibentuk sebelumnya, meskipun manusia didorong untuk
berusaha.

6
Cara berfikir tradisionalis tidak hanya terdapat di kalangan muslim di pedesaan atau yang
diidentikkan dengan NU, tapi sesungguhnya pemikiran tradisionalis terdapat di berbagai
organisasi dan berbagai tempat. Banyak diantara mereka yang dalam sector kehidupan sehari-
hari menjalani kehidupan yang sangat modern, namun ketika kembali kepada persoalan teologi
dan kaitannya dengan usaha manusia, mereka sesungguhnya lebih layak dikategorikan sebagai
golongan tradisionalis3.

2. Modernis

Dalam masyarakat barat, modernisme mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk
mengubah paham-paham dan institusi-institusi lama untuk disesuaikan dengan suasana baru yang
ditimbulakan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi. Oleh karena itu, modern lebih
mengacu pada dorongan untuk melakukan perubahan karena paham-paham dan institusi-institusi lama
dinilai tidak relevan.

Kaum modernis percaya bahwa keterbelakangan umat islam lebih banyak disebabkan oleh kesalahan
sikap mental, budaya, atau teologi mereka. Pandangan kaum modernis merujuk pada pemikiran modernis
mu’tazilah dengan doktrinnya yang sangat terkenal yaitu ushul al-khamsah, bagi mu’tazilah, manusia
dapat menetukan perbuatan nya sendiri. Akar teologi mu’tazilah dalam bidang af’al al’ibad (perbuatan
manusia) adalah qadariah. Pemikiran mu’tazilah kemudian diteruskan oleh ulama modernis yang
kemudian dikenal sebagai neo mu’tazilah. Diantara mereka adalah Muhammad abduh dimesir dan
Mustafa kemal attatruk diturki.

Asumsi dasar kaum modernis adalah bahwa keterbelakangan umat islam karena mereka
melakukan sakralisasi terhadap semua bidang kehidupan. Asumsi tersebut pada dasarnya sejalan
dengan aliran developmentalisme yang beranggapan bahwa kemunduran umat islam terjadi di
Indonesia karena mereka tidak mampu berpartisipasi secara aktif di dalam proses pembangunan
dan globalisasi. Oleh karena itu, mereka cenderung melihat nilai-nilai sikap mental, kreativitas,
budaya dn paham teologi sebagai pokok permasalahan.

3
Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, Pt. Remaja Rosda Karya, cet. 13(Bandung, 2011)
hlm. 189-197

7
3. Revivalis –Fundamentalis

Revivalis menjelaskan factor dalam (internal) dan factor luar (eksternl) sebagai dasar analisis tentang
kemunduran umat islam. Bagi revivalis, umat islam terbelakang karena mereka justru mengguanakan
ideology lain atau isme (paham) lain sebagai dasar pijakan daripada menggunakan al-Qur’an sebagai
acuan dasar. Pandangan ini berangkat dari asumsi bahwa al-Qur’an pada dasarnya telah menyediakan
petunjuk secara komplit, jelas dan sempurna sebagai dasar masyarakat dan bernegara. Disamping itu
mereka juga memandang isme lain seperti marxisme, kapitalisme, dan zionisme sebagai ancaman.

Globalisasi dan kapitalisme bagi mereka mereka merupakan salah satu agenda barat dan konsep
nonislami yang dipaksakan pada masyarakat muslim. Mereka menolak kapitalisme dan globalisasi
Karena keduanya dinilai berakar pada liberalisme. Karena itulah, mereka juga disebut sebagai kaum
fundamentalis; mereka dipinggirkan oleh kaum developmentalis karena dianggap sebagai
ancaman bagi kapitalisme. Dengan demikian, revivalis bagi kalangan developmentalis, identik
dengan fundamentalis

4. Transformative

Gagasan transformative merupakan alternative dari ketiga respon umat Islam diatas. Mereka percaya
bahwa keterbelakangan umat Islam disebabkan oleh ketidakadilan system dan sruktur ekonomi, politik,
dan kultur. Agenda mereka adalah melakukan transformasi terhadap sruktur melalui penciptaan relasi
yang secara fundamental baru dan lebih adil dalam bidang ekonomi, politik,dan kultur. Fokus kerja
mereka adalah mencari akar teologi, metodologi, dan aksi yang memungkinkan terjadinya transformasi
social.

Penganut fundamentalis melakukan analisis kritis terhadap sruktur yang ada.Islam nagi mereka
dipahami sebagai agama pembebasan bagi yang tertindas, serta mentransformasi system eksploitasi
menjadi system yang adail.4

Kalangan teologi transformatif pula menyimpulkan bahwa agama dalam proses


modernisasi sekarang ini melahirkan tiga corak, yaitu:

4
Abdurrahman, Moeslim, IslamTranspormatif, Pustaka Firdaus (Jakarta: 1995). Hlm 84.

8
Pertama, tampil sebagai alat rasionalisasi atas modernisasi atau modernisme, dengan
melahirkan perkembangan teologi rasional yang mengacu pada tumbuhnya kepentingan
intelektualisme sekelompok akademikus. Kedua, sebagai alat legitimasi atas nama melancarkan
dan mendukung berhasilnya program-program modernisasi. Program-program ini dirancang dan
dilaksanakan secara teknokratis berdasarkan paradigma pertumbuhn ekonomi, dan bukan untuk
pertumbuhan nilai-nilai dasar pembangunan harkat kemanusiaan sendiri. Dalam konteks seperti
ini, konsep teologi yang dominan adalah teologi paralelisme yang bersifat jusdifikatif. Ketiga,
kelompok masyarakat tertentu, terutama kaum dhuafa yang tidak terserap dalam dialog besar
proses modernisasi dewasa ini, terpaksa menghanyutkan diri dalam impian teologi eskatologis
yang bersifat eskapitis. Mereka tidak jarang menunjukkan sikap hidup fatalistis; “bahwa dunia
adalah tempat bersinggah untuk minum”, bahwa “dunia hanyalah penjara bagi orang-orang yang
beriman dan surga bagi orang-orang kafir”, dan lain sebagainya.
Yang paling penting, bahwa prinsip teologi transformatif itu tidak bersifat ortodoksi dan
harus terkait dengan ortopraksis. Ia harus berwatak fasilitatif, dalam arti memberi fasilitas
sebagai kerangka bacaan melihat realitas. Juga tidak ada hubungan patronklien dalam membaca
kehendak Tuhan, dan mementingkan isi daripada bentuk ungkapan simbolis agama. Serta dengan
jelas menuju cita-cita perwujudan masyarakat muttaqin, dengan setiap orang mempunyai derajat
yang setara di hadapan kebenaran Allah swt.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Seiring berkembangnya zaman, Islam pun turut berkembang, disebabkan adanya


pemikiran Islam terhadap globalisasi, diantara pemikiran Islam yaitu: tradisionalis, modernis,
revivalis-fundamentalis, dan transformatif. Yang masing-masing memiliki pemikiran dan tujuan
yang berbeda. Sebagai manusia yang telah dianugerahi akal oleh sang pencipta, patutlah
menjadikan akal yang selalu berfikir dan tidak kaku. Apalagi sebagai umat Islam harus pintar
dan cerdas mengamalkan ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah.

Sedangkan sebelumnya kita telah melihat respon umat Islam terhadap tradisi local
Indonesia, sebagian telah dikatakan diatas bahwa respon umat Islam terhadap tradisi dapat
dibedakan jadi dua, yaitu kaum tua dan kaum muda. Kaum tua adalah kelompok yang cenderung
membiarkan dan bahkan melestarikan tradisi, sedangkan kaum muda adalah cenderung
menentang tradisi dan ingin membersihkan praktik Islam dari pengaruh Bid’ah dan perselisihan-
perselisihan.

10

Anda mungkin juga menyukai