DISUSUN OLEH :
Muhammad Rizky Guntur Pratama
Muhammad Xavier Yusa
TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019/2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Islam dan Tantagan Radikalisme” tepat
pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Agus selaku dosen Pendidikan
Agama Islam atas bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis
dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka
dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang majemuk yang mana terlihat dari berbagai macam
ras,suku, budaya dan agama maka indonesia dikatakan negara multikultural. Setiap golongan
masyarakat mempunyai pemikiran,sudut pandang, serta latar belakang yang berbeda-beda,
sehingga karena hal tersebut munculah sebuah pertikaian seperti menimbulkan paham
radikalisme.Radikalisme sendiri muncul karna sebuah ketidak pahaman masyarakat akan suatu
hal yang rancu, seperti halnya radikalisme pada islam yang terjadi karena masyarakat kurang
bisa memahami jihad yang mana jihad diasumsikan ke hal radikal.
PEMBAHASAN
2.1 Pandangan Islam Mengenai Radikalisme
Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan perubahan
atau pembaharuan social dan politikdengan cara kekerasan atau drastis1. Namun, dalam artian
lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara itu
radikalisme menurut pengertian lain adalah inti dari perubahan itu cenderung menggunakan
kekerasan
Yang dimaksud radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering
menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Sementara Islam merupakan
agama kedamaian yang mengajarkan sikap berdamai dan mencari perdamaian4. Islam tidak
pernah membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam menyebarkan agama, paham
keagamaan serta paham politik.
Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme Islam merupakan tantangan baru bagi
umat Islam untuk menjawabnya. Isu radikalismeIslam ini sebenarnya sudah lama mencuat di
permukaan wacana internasional. Radikalisme Islam sebagai fenomena historis-sosiologis
merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global akibat
kekuatan media yang memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi masyarakat dunia.
Banyak label label yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk
menyebut gerakan Islam radikal, dari sebutan kelompok garis keras, ekstrimis, militan, Islam
kanan, fundamentalisme sampai terrorisme. Bahkan di negara-negara Barat pasca hancurnya
ideology komunisme (pasca perang dingin) memandang Islam sebagai sebuah gerakan dari
peradaban yang menakutkan. Tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti melebihi bangkitnya
gerakan Islam yang diberinya label sebagai radikalisme Islam. Tuduhan-tudujan dan propaganda
Barat atas Islam sebagai agama yang menopang gerakan radikalisme telah menjadi retorika
internasional.
Label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang Barat dan sekutu-sekutunya
dengan sengaja dijadikan komoditi politik. Gerakan perlawanan rakyat Palestina, Revolusi Islam
Iran, Partai FIS Al-Jazair, perilaku anti-AS yang dipertunjukkan Mu’ammar Ghadafi ataupun
Saddam Hussein, gerakan Islam di Mindanao Selatan, gerakan masyarakat Muslim Sudan yang
anti-AS, merebaknya solidaritas Muslim Indonesia terhadap saudara-saudara yang tertindas dan
sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan media Barat dalam mengkapanyekan label
radikalisme Islam.Tetapi memang tidak bisa dibantah bahwa dalam perjalanan sejarahnya
terdapat kelompok-kelompok Islam tertentu yang menggunakan jalan kekerasan untuk mencapai
tujuan politis atau mempertahankan paham keagamaannya secara kaku yang dalam bahasa
peradaban global sering disebut kaum radikalisme Islam.
Dilihat dari sudut pandang keagamaan, radikalisme agama dapat diartikan sebagai paham
keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme
keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham atau aliran tersebut
menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham atau aliran untuk
mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secara
paksa.
Berdasarkan pengertian radikalisme tersebut, maka tak dapat dihindari adanya kesan
negatif dari gerakan radikalisme, yaitu adanya unsur paksaan dan mungkin juga tindakan
kekerasan dalam upaya mengaktualisasikannya. Dalam kontek ini, barangkali dapat dikatakan
bahwa sebenarnya tidak ada agama apa pun yang mengajarkan radikalisme. Islam sendiri adalah
agama yang mengajarkan kasih sayang, bersikap lembut, berbuat baik dan adil serta membangun
sikap toleransi. Bahkan dalam al-Qur’an, Allah menegaskan Islam sebagai Rahmatan lil
‘alamin (pembawa rahmat bagi seluruh alam). Allah SWT berfirman:
“Dan tiadalah Kami utus engkau (ya Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh
alam” (QS. Al-Anbiya, 107).
Pada dasarnya Al-Qur'an itu diturunkan sebagai pedoman hidup manusia untuk
mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Perdamaian itu masuk kedalam kategori kebaikan.
Jadi sudah jelas Al-Qur'an akan mengajarkan kebaikan dan melarang perbuatan yang buruk.
“Rahmat” itu sebuah kata yang berasal dari bahasa arab yang maknanya ialah kelembutan,
pengampunan dan kasih sayang . Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata “rahmat” maknanya
ialah kurnia, kebajikan, dan belas kasih.
2.3 Faktor Penyebab terjadinya Radikalisme
1. Faktor Pemikiran
Pada masa sekarang muncul dua pemikiran yang menjadi trend, yang pertama yaitu
mereka menentang terhadap keadaan alam yang tidak dapat ditolerir lagi, seakan alam ini tidak
mendapat keberkahan lagi dari Allah SWT lagi, penuh dengan penyimpangan. Sehingga satu-
satunya jalan adalah dengan mengembalikannya kepada agama. Namun jalan yang mereka
tempuh untuk mengembalikan keagama itu ditempuh dengan jalan yang keras dan kaku. Padahal
nabi Muhammad SAW selalu memperingatkan kita agar tidak terjebak pada tindakan
ekstremisme (at-tatharuf al-diniy), berlebihan (ghuluw), berpaham sempit (dhayyiq), kaku
(tanathu’/rigid), dan keras (tasyaddud).
Pemikiran yang kedua yaitu bahwa agama adalah penyebab kemunduran umat Islam,
sehingga jika mereka ingin unggul maka mereka harus meninggalkan agama yang mereka miliki
saat ini. Pemikiran ini merupakan hasil dari pemikiran sekularisme, yaitu dimana paham atau
pandangan filsafat yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan atas pada ajaran
agama.
Kedua pemikiran tersebut sangat berlawanan, dimana yang pertama mengajak kembali
kepada agama dengan jalan yang kaku dan keras, dan yang satunya lagi menentang agama. Hal
itu juga bertentangan dengan misi diciptakannya manusia oleh Allah Swt di semesta ini sebagai
mahluk yang seharusnya mendatangkan kemakmuran dunia.
2. Faktor Ekonomi
Kemiskinan, pengangguran dan problematika ekonomi yang lain dapat merubah sifat
seseorang yang baik menjadi orang yang kejam. Karena dalam keadaan terdesak atau himpitan
ekonomi, apapun bisa mereka lakukan, bisa saja mereka juga melakukan teror.
3. Faktor Politik
Memiliki pemimpin yang adil, memihak kepada rakyat, dan tidak hanya sekedar
menjanjikan kemakmuran kepada rakyatnya adalah impian semua warga masyarakat.
4. Faktor Sosial
Ekonomi masyarakat yang sangat rendah membuat mereka berfikir sempit, dan akhirnya
mereka mencari perlindungan kepada ulama yang radikal, kerena mereka berasumsi akan
mendapat perubahan perekonomian yang lebih baik. Dimulai dari situ masyarakat sudah bercerai
berai, banyak golongan-golongan Islam yang radikal. Sehingga citra Islam yang seharusnya
sebagai agama penyejuk dan lembut itu hilang.
5. Faktor Psikologis
Pengalaman seseorang yang mengalami kepahitan dalam hidupnya, seperti kegagalan
dalam karier, permasalahan keluarga, tekanan batin, kebencian dan dendam. Hal-hal tersebut
dapat mendorong seseorang untuk berbuat penyimpangan dan anarkis.
6. Faktor Pendidikan
Radikalisme dapat terjadi dikarenakan melalui pendidikan yang salah. Terutama adalah
pendidikan agama yang sangat sensitif, kerena pendidikan agama. Justru orang-orang yang
terlibat dalam aksi terorisme malah berasal dari kalangan yang memiliki latar belakang
pendidikan umum, seperti dokter, insinyur, ahli teknik, ahli sains, namun hanya mempelajari
agama sedikit dari luar sekolah, yang kebenaran pemahamananya belum tentu dapat
dipertanggungjawabkan. Mereka dididik oleh kelompok Islam yang keras dan memiliki
pemahaman agama yang serabutan.
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Terdapat berbagai macam bentuk-bentuk tindakan yang termasuk korupsi, faktor penyebab
terjadinya perilaku korupsi, dampak destruktif dari korupsi, upaya pencegahan korupsi.
Peran mahasiswa dalam gerakan anti korupsi adalah sangat penting supaya mahasiswa dapat
menjadi motor penggerak perubahan bangsa Indonesia.
1.2 Saran
Tindakan korupsi sangat merugikan orang lain dan diri sendiri. Oleh karena itu, kita harus
saling mengingatkan mengenai bahayanya tindakan korupsi dan menumbuhkan etika anti korupsi
dalam diri kita masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Luth, Thohir dkk. 2019. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam. Malang: Pusat Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian Universitas Brawijaya