Anda di halaman 1dari 2

Masjid Sebagai Tempat Penyebaran Ajaran Sesat?

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh ikhwah semua.

Sebagaimana yang kita tau, di Indonesia islam adalah agama mayoritas dan perkembangannya di
dunia cukup pesat. Dalam perkembangannya ini tentu saja umat islam akan dihadapkan dengan
berbagai macam rintangan. Banyak yang masih salah mempersepsikan ajaran islam yang syamil
sehingga menimbulkan kerancuan dalam berpikir ataupun bertindak. Salah satu penyebabnya
dikarenakan oleh ghazwul fikri. Ghazwul fikri seringkali dilancarkan atau dilahirkan dalam bentuk
media-media baik cetak maupun elektronik, seperti melalui iklan, berita koran, film, dll. Bahkan,
ghazwul fikri ini juga bisa terjadi di tempat ibadah umat islam yaitu masjid dan mushalla.

Lalu sebenarnya apa sih ghazwul fikri itu? Ghazwul fikri berasal dari kata ghazw dan al-fikr, yang
secara harfiah dapat diartikan “Perang Pemikiran”. Maksudnya ialah upaya-upaya gencar dari
musuh-musuh Allah untuk meracuni pikiran umat Islam agar jauh dari Islamnya, lalu akhirnya
membenci Islam, dan pada tingkat akhir Islam diharapkan habis sampai ke akar-akarnya. Perang
pemikiran berbeda dengan perang militer atau fisik. Perang pemikiran lebih ‘mudah’, hemat waktu
dan biaya, bahkan lebih efektif dari pada perang fisik yang banyak menguras tenaga. Yang menjadi
target atau sasaran dari Ghazwul Fikri adalah pola pikir, akhlak (perilaku), dan aqidah dari umat
Islam.

“…Mereka tidak henti – hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu
dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara
kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah sia-sia amalannya di dunia
dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.” (Al-Baqarah: 217)

Dari ayat di atas kita mengetahui bahwa kita tidak akan pernah berhenti melawan musuh-musuh
Allah dalam membela agama kita, Islam. Termasuk adanya Ghazwul fikri yaitu perang pemikiran
yang digencarkan oleh musuh-musuh Allah seperti setan, jin, iblis, bahkan manusia itu sendiri.

Di era saat ini, ghazwul fikri terus berkembang, bahkan menyesatkan kaum-kaum muda dan
intelektual. Contoh dari fenomena ghazwul fikri ini adalah banyaknya kita dengar kasus aliran sesat
yang diajarkan oleh tokoh-tokoh bergelarkan ‘ustad’ di masjid ataupun di tempat-tempat menuntut
ilmu lainnya. Hingga saat ini, berbagai aliran sesat seperti, Ahmadiyah, LDII, Syiah, Salamullah,
Jamaah Tabligh, NII, dan lain lain dikabarkan masih tetap ada di tengah-tengah masyarakat
Indonesia.

Bagaimana hal tersebut bisa terjadi?

Ada dua faktor penting yang menyebabkan aliran sesat berkembang di Indonesia. Faktor pertama
yaitu adanya tokoh-tokoh yang berusaha menyebarkan paham yang mereka yakini dengan berbagai
media komunikasi dan metode yang canggih.

Sekedar contoh, sekarang banyak beasiswa dari luar negeri yang memberikan fasilitas beasiswa studi
gratis ke negara mereka. Pemuda dan pemudi yang cerdas dari negeri muslim ditawari untuk kuliah
di universitas-universitas favorit yang ada di sana. Mereka dipilihkan ke program studi yang rentan
terhadap ghazwul fikri, misalnya filsafat, antropologi, sosiologi, dan lain-lain. Mereka ‘dikaderisasi’
untuk menjadi ahli dibidang tersebut, kemudian dipulangkan ke negeri masing-masing. Harapannya,
mereka dapat menjadi pelaku utama dalam ghazwul fikri atau merusak Islam dari dalam. Biasanya
mereka membawa perubahan dan pembaharuan atau modernisasi. Semua yang mereka ‘kader’
akan dikondisikan sedemikian rupa dengan segala cara sehingga rusak dan luntur rasa keagamaan
(Islam) nya, luntur akidah, akhlak dan rusak pemikirannya. Akhirnya setelah studinya selesai dan
pulang ke negerinya, si pelajar atau mahasiswa tersebut menjadi orang yang telah tercabut dari akar
budaya dan keislamannya.

Jika yang menjadi korban ghazwul fikri adalah seorang tokoh terkemuka dan berpengaruh, maka
racun ghazwul fikri itu segera menjalar secara cepat, karena tokoh tersebut akan diikuti dan ditiru
oleh pengikut dan penggemarnya. Akhirnya, secara tidak sadar masyarakat terjerumus kedalam
jurang kehidupan yang semakin jauh dari nilai-nilai dan ajaran Islam.

Faktor kedua adalah rentannya persoalan akidah di masyarakat, dimana masyarakat tersebut
kekurangan pengetahuan agama. Kemudian paham-paham baru yang masuk mereka anut dan
dianggap sebagai paham yang normal, padahal sebenarnya sudah menyimpang dari islam yang
sebenarnya. Dengan dua faktor tersebut, ajaran islam yang asli semakin terlupakan dan umat islam
yang diracuni ghazwul fikri semakin jauh dari islamnya.

Selain itu, maraknya kasus penyebaran ajaran sesat seringkali menimbulkan masalah baru yaitu
fitnah terhadap masjid. Contoh fitnah tersebut adalah adanya pihak yang memberikan stigma atau
label negatif terhadap umat islam yang sering mengikuti majelis ilmu di masjid. Mereka mengatakan
bahwa masjid sebagai tempat penyebaran ajaran sesat, radikalis, aliran keras, dan tak punya
toleransi dalam kehidupan pluralistic. Bahkan lebih dari itu, mereka berpikir umat Islam tak bisa
hidup dalam toleransi dengan agama lain. Padahal, fakta yang ada umat Islam mampu hidup dengan
umat beragama lain, karena islam adalah pembawa rahmatulilalamin. Pembawa rahmat bagi seluruh
umat. Selain itu, miengikuti majelis ilmu merupakan sunnah dan memiliki banyak manfaat. Mereka
yang berpikiran seperti itu ingin merusak aqidah Islam dengan pencitraan buruk tersebut. Hal ini
dapat menurunkan motivasi umat islam untuk mendengarkan pengajian di masjid karena tidak mau
dicap sesat, sok alim, dan label negatif lainnya.

Lalu bagaimana sikap yang harus dilakukan umat menghadapi situasi ini?

Pertama, tentunya umat Islam harus benar-benar dibuat dalam keadaan sadar dan menyadari akan
bahaya ghazwul fikri, kemudian umat islam harus peduli serta mawas diri bahwa ada musuh yang
paling nyata sedang melakukan penjajahan diam-diam terhadap kita. Kita sebagai umat islam juga
harus memperdalam ilmu agama secara kaffah agar tidak gampang terjerumus pada kesesatan.
Selain itu, kita juga harus mampu menyaring dan kritis terhadap berbagai informasi yang diterima.

Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan juga peran ulama untuk memberikan dakwah yang baik
dan benar agar dapat meluruskan segala miskonsepsi yang ada terkait islam di zaman sekarang ini.
Kemudian diperlukan juga kerjasama dari seluruh pihak baik kalangan ulama, tokoh masyarakat, dan
masyarakat secara umum untuk sama-sama menyiarkan dakwah Islam. Sebab, tugas untuk
menyebarkan agama adalah tanggung jawab setiap pemeluk agama Islam.

Oleh karena itu, untuk menanggapi fenomena ghazwul fikri ini, jangan pernah ragu-ragu untuk
menampakkan identitas keislaman kita. Dan jangan lupa selalu membaca dan mengkaji Al-quran,
sunnah dan hadis karena itulah kekuatan utama umat muslim.

Anda mungkin juga menyukai