Anda di halaman 1dari 7

 Solusi Al-Quran Menangkal Hoax

Al-Quran bukan saja sebagai pedoman untuk manusia, tetapi juga memberikan
petunjuk dan solusi dalam kehidupan. Dalam setiap permasalahan yang relevan, Al-Quran
menjadi rujukan dalam menjawab setiap tantangan, permasalahan dan hal ihwal kehidupan.
Maraknya memproduksi dan menyebarkan berita bohong atau hoax di jagat media sosial
merupakan sikap dan perbuatan yang tidak terpuji, dan memberikan dampak serius dalam
kehidupan umat beragama, bermasyarakat dan berbangsa. Al-Quran memberikan solusi
dalam menangkal hoax di jagat media sosial. Berikut solusinya sebagai berikut:

1. Melakukan Tabayyun

Al-Quran mengajarkan orang-orang beriman agar bersikap kritis, cerdas, selektif dan
meneliti dalam menerima informasi atau berita. Sikap selektif, kritis dan meneliti diistilahkan
dengan tabayyun. Perintah tabayyun ini semakin penting, ketika fenomena perpecahan umat
yang disebabkan prasangka semakin menguat.

Melakukan tabayun masih tetap relevan, apalagi memasuki era revolusi industri 4.0,
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi semakin meningkat pesat dan cepat.
Melakukan tabayun menjadi hal yang tepat akan kondisi saat ini dalam mengatasi persoalan
yang terjadi di era digital, khususnya dalam pemanfaatan dalam menyebarkan informasi di
media sosial, seperti facebook, whatsapp, instagram, line dan sebagainya.

Pentingnya tabayyun merupakan sebuah proses apakah semua informasi yang kita
terima benar atau hoax. Jangan asal forwarded, sebar ke group ke berbagai media sosial tanpa
melakukan tabayyun dahulu akan kebenaran berita atau informasi yang diterima. Jika ada
berita atau informasi yang simpang-siur, apalagi menghina, memfitnah, melakukan ujaran
kebencian terhadap seseorang atau lembaga, maka bertabayunlah kepada orang/lembaga
tersebut untuk mencari dan meneliti akan kebenaran informasi yang beredar.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Hujurat: ayat 6 yang artinya, “Wahai orang-
orang yang beriman, jika orang fasik datang kepada kalian membawa suatu berita, maka
periksalah supaya kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadannya, sehingga jadilah kalian menyesal atas apa yang telah kalian lakukan itu.”

Ayat ini turun berkaitan dengan Al-Walid bin ‘Uqbah bin Abi Mu’ith yang diutus Nabi
SAW untuk mengambil zakat Bani Musthaliq. Tetapi ia kembali lagi seraya melaporkan
berita buruk bahwa Bani Mustahliq bermaksud membunuhnya. Hampir saja Nabi bermaksud
memerangi Bani Musthaliq, tetapi turun ayat untuk melarangnya.

Ibnu Katsir menyatakan bahwa Allah SWT memerintahkan kaum mukmin untuk
memeriksa dengan teliti berita dari orang fasik dan hendaklah bersikap hati-hati dalam
menerimanya dan jangan menerima dengan begitu saja, yang akibatnya akan membalikkan
kenyataan.

2. Melakukan Tawaqquf

Tawaqquf adalah suatu sikap atau perbuatan menahan diri untuk tidak langsung
mempercayai atau menolak suatu berita. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra ayat 36
yang artinya, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak miliki pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dna hati, semua itu akan dimintai
pertanggungjawaban.”

Dalam tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa tuntutan di atas merupakan tuntunan


universal. Nurani manusia, di mana dan kapan pun pasti menilainya baik dan menilai
lawannya merupakan sesuatu yang buruk, tidak diterima oleh siapapun. Karena itu dengan
menggunakan bentuk tunggal agar mencakup setiap oramg sebagaimana nilai-nilai di atas
diakui oleh nurani setiap orang. Setiap kali kita menerima berita atau informasi, maka kita
tidak boleh buru-buru meyakini sebagai sebuah berita yang valid apalagi meneruskan
(broadcasting) ke orang lain. Tergesa-gesa itu dinilai sebagai sebuah sikap buruk yang
menyerupai sikap setan.

3. Melakukan Tajannub Al-Zhann

Tajannub Al-Zhann adalah sikap menjauhi asumsi atau prasangka. Allah SWT
berfirman dalam surat Qs. Al-Hujurat ayat 12 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.
Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Kata ijtanibuu termasuk kata perintah (fil amr) artinya menyingkirkan ke pinggir jangan
mendekati sesuatu itu atau jauhilah sesuatu itu. Dalam ayat ini, seorang muslim dilarang
untuk berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan orang lain apalagi terhadap muslim,
membongkar apa yang tersembunyi baginya dan menggunjing sebagian yang lain. Dapat
disimpulkan Al-Zhann termasuk dosa dan dilarang Allah adalah yang terkait dengan
menetapkan pengaruh dari Al-Zhann, seperti membuat atau men-share berita hoax karena
spirit prasangka tersebut.

Perintah untuk menjauhi prasangka adalah perintah dari sekian banyak perintah tentang
bagaimana hidup bermasyarakat dan begitu menjaga hubungan harmonisasi dan toleransi
antar umat beragama dan antar sesama manusia dalam kehidupan sosial dalam menjaga
persatuan bangsa.

4. Melakukan Pencerahan kepada Umat Islam

Penyebaran hoax merupakan virus dan penyakit yang harus dibasmi. Jika dibiarkan
akan menggerogoti hati manusia, membuat hilangnya sifat kasih sayang, lemah lembut,
saling percaya, saling menghormati, dan sebagainya. Umat Islam harus kembali menjadikan
Al-Quran sebagai pedoman dan solusi dalam hidup. Jangan sampai dangkal tentang agama,
pemahaman, dan penghayatan yang tidak memadai akan esensi agama, hingga tidak adanya
rasa bangga dalam ber-Islam.

Rasulullah Saw saat hijrah ke Madinah, langkah pertama yang beliau lakukan adalah
membangun masjid untuk melakukan pembinaan, pengkaderaan generasi umat Islam. Rasul
melakukan pendidikan, pembinaan dan pengkaderan tidak hanya sebatas retorika, atau
pengamalan formal (ibadah). Sehingga umat Islam harus cerdas dalam menerima informasi
apapun sebelum bertindak dan mengambil keputusan.

Sebagai muslim, sudah seharusnya kita memberikan pencerahan dan melakukan


pengarahan agar umat Islam cerdas dalam bersosial media. Umat Islam harus saling
memberikan manfaat serta pencerahan, berbuat kebaikkan dan saling menasehati.
Sebagaimana dalam surat Al-Ashr ayat 3 yang artinya “Kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan kebaikkan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati
untuk kesabaran.”

5. Menguatkan budaya literasi (Iqro)

Ayat pertama dari Al-Quran adalah surat Al-Alaq ayat 1-5 yang artinya, “Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
segumlal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia)
dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Ayat ini merupakan perintah membaca dan menulis yang menjadi bagian dari
penguatan budaya literasi. Tidak cukup hanya sekedar perintah membaca, tetapi perintah
untuk meneliti, mendalami, menghayati, menganalisa, hingga menghasilkan ilmu
pengetahuan dan solusi untuk umat.

Perintah membaca (Iqro) merupakan membaca secara luas (teksual dan kontekstual),
dan menbaca dan menulis merupakan syarat utama untuk membangun peradaban. Semakin
seseorang membaca banyak buku akan semakin luas pengetahuannya, maka akan semakin
tinggi peradabannya. Mengkampanyekan gerakan membaca dan menulis hingga menjadi
budaya literasi adalah hal yang sangat penting untuk selalu dikembangkan.

Budaya literasi dipahami sebagai gerakan memajukkan ilmu pengetahuan dan


membangun peradaban. Islam sangat menjunjung tinggi ilmu dan pengetahuan. Bahkan Allah
sendiri bersumpah dengan menyebut media ilmu, yaitu pena dan buku. Allah bersumpah
dengan pena dan buku sebagai langkah membuka gerakan (literasi). Semakin meningkatnya
budaya literasi, maka seseorang akan semakin kritis dan tidak mudah mempercayai hoax
apalagi menyebarkannya.

6. Melawan Hoax

Allah memerintahkan untuk memerangi dan melawan hoax. Dampak hoax sudah
meresahkan masyarakat Indonesia, apalagi dalam kontenstasi politik, berita hoax ‘digoreng'
di jagat media sosial. Sehingga antar umat saling tuduh, saling fitnah, saling menghina dan
sebagainya. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 39 yang artinya, “Dan
perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah dan agama hnya bagi Allah semata. Jika
mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka
kerjakan.”

Dalam era revolusi industri 4.0 kemajuan teknologi komunikasi dan informasi begitu
cepat. Namun disisi lain, memproduksi dan penyebaran hoax tidak dapat dibendung. Adanya
undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) merupakan upaya untuk
menjerat dan memerangi orang-orang yang suka memproduksi dan menyebarkan hoax,
memfitnah, menghina, pencemaran nama baik, dan ujaran kebencian. Oleh sebab itu,
siapapun kita, bijaklah menggunakan gawai dan berekspresi di media sosial.
Solusi permasalahan seni dalam agama Islam

Dalam Islam, seni adalah sebuah perkara “DUNIA” bukan perkara akhirat. Sehingga
Islam tidak memberikan teori atau ajaran secara rinci tentang seni dan estetika. Sebagaimana
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “…kalian lebih mengetahui urusan dunia
kalian.” (HR. Muslim).

Hukum dasar dari kesenian adalah mubah (boleh), karena ia adalah masalah “DUNIA”.
Kebutuhan akan kesenian merupakan fitrah manusia yang menyukai keindahan. Namun
demikian, sebagai muslim kita mempunyai batasan-batasan dalam menikmati sebuah karya
seni. Karya seni yang bernilai mubah tadi bisa berubah menjadi haram, manakala
mengandung unsur-unsur yang diharamkan Allah Subhanahu wata’ala. Misalnya, sebuah
karya seni yang mengandung unsur kemusyrikan karena ditujukan untuk pemujaan berhala
atau penyembahan kepada sesuatu selain Allah Subhanahu wata’ala. Sebuah karya seni juga
bernilai haram manakala mengandung unsur yang dilarang Allah Subhanahu wata’ala, seperti
memamerkan aurat wanita (pornografi).

Dalam memahami sebuah arti kefitrahan, sandaran kita adalah Al Qur’an. Dalam Al
Qur’an Surat Ar Ruum (30) ayat 30 Allah Subhanahu wata’ala berfirman : “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” . (QS:Ar Ruum :30)

Sesuatu dikatakan sesuai dengan fitrah, kalau sesuatu itu tetap berada di jalan yang
lurus dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai dienul Islam . Dengan demikian, seni atau
kesenian akan dikatakan sesuai dengan fitrah manusia manakala seni tersebut berada dalam
bingkai dan koridor yang sesuai dengan ad dienul Islam sehingga dapat mendatangkan pahala
dan ridho Allah Subhanahu wa ta’ala manakala dilakukan.

Secara umum permasalahan yang terus muncul dalam Islam merupakan hal yang akan
terus terjadi. Namun demikian, terdapat solusi untuk mencegah atau mengatasinya. Seperti :

- Perbanyak Membaca

- Memperkuat dan memperdalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


- Tidak mengikuti kebiasaan seni orang luar tetapi mengembangkan seni lokal

- Sebagai umat beragama harus mampu membedakan hal baik dan buruk.

Solusi Islam dan Al-Qur'an dalam Penyalahgunaan IPTEK

Dewasa ini penyalahgunaan IPTEK menjadikan banyak pihak yang dirugikan, terumata
pada remaja dan para generasi muda lainnya. Sehingga banyak masalah yang menjadikan
IPTEK salah satu faktor tindak kekerasan. Hal ini sangat dilarang oleh ajaran agama dan Al-
Qur'an. Keterbukaan informasi adalah hal yang sangat positif dan tentu sangat bermanfaat,
termasuk bagi generasi muda. Apalagi saat ini perkembangan teknologi informasi semakin
canggih dan mudah digunakan. Dengan keterbukaan informasi ini banyak pengetahuan yang
dengan mudah didapatkan, baik mengenai informasi tentang perkembangan peristiwa yang
terjadi di berbagai penjuru dunia, perkembangan ilmu pengetahuan maupun perkembangan
perdagangan dan investasi di berbagai negara. Kondisi ini berbeda dengan kondisi 20-30
tahun yang lalu, dimana akses informasi hanya didapatkan dengan terbatas. Dengan
demikian, akses informasi ini sangat membantu kehidupan masyarakat.

Namun demikian, di samping dampak positif tersebut, keterbukan informasi juga


mengandung dampak negatif, yang dapat merusak akhlak atau moral ter-utama anak-anak,
remaja dan pemuda. Melalui keterbukan informasi ini, banyak informasi buruk atau negatif
pun disajikan, misalnya informasi tentang pornografi, game online yang tidak edukatif,
konsumersime, dan sebagainya. Keterbukaan ini juga membuat munculnya prostitusi online,
penggunaan narkoba, ujar kebencian, berita fitnah, permusuhan, cara mencuri, cara merakit
bom, ideologi-ideologi radikal dan ekstrim baik yang bersifat sekular ataupun yang
bermotivasi keagamaan, dan sebagainya.

Untuk menghindari hal-hal yang negatif tersebut, saat ini ada juga lembaga pendidikan
yang tidak memperbolehkan penggunaan handphone dan komputer sacara mandiri, seperti
yang dilakukan oleh banyak pesantren. Sebagai gantinya, lembaga pendidikan itu
menyediakan ruang komputer yang didapat digunakan oleh para siswa, sehingga akses
informasi dapat diawasi dan mudah dikontrol oleh lembaga pendidikan itu. Akan tetapi, tidak
semua sekolah mempunyai mekanisme khusus, sehingga self-censor menjadi penting, sebagai
upaya pencegahan terdepan dalam menangkal dampak negatif.
Ulama/tokoh agama berperan dalam pendidikan moral/akhlak bagi umat. Ulama/tokoh
agama perlu menyampaikan persoalan-persoalan yang sedang ada pada era saat ini, dari
berbagai aspek, termasuk yang positif dan yang negatif dari keterbukaan informasi ini. Oleh
karena itu, mau tidak mau ulama/tokoh agama harus mengikuti perkembangan zaman,
terutama perkembangan teknologi dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat. Ulama/tokoh
agama perlu menjelaskan persoalan ini yang dikuatkan dengan dalil-dalil, baik yang berasal
dari teks suci (naqli) maupun dalil-dalil secara rasional dan ilmiah (aqli). Masyarakat saat ini
memang memanfaatkan teknologi informasi tetapi dari sisi lain harus ada kontrol agar tidak
terjadi degradasi moral, terutama pengaruh yang harus dicegah adalah adanya kebebasan seks
dan mabuk serta narkoba.

Degradasi moral dalam konteks masyarakat Indonesia, yang dikenal religius, tidak
hanya terbatas yang membahayakan secara langsung orang lain, misalnya tindak kekerasan,
penipuan, korupsi, dan lain-lain. Degradasi moral juga mencakup perilaku yang merugikan
diri sendiri meski tidak secara langsung merugikan orang lain, misalnya kebebasan seks
maupun mabuk-mabukan (yang bukan di tempat umum).

Anda mungkin juga menyukai