Menurut Ismail Raji Al faruqi dan istrinya, Lois Lamya Al Faruqi (1998: 220-221), hakikat dakwah adalah rasionalitas, universalisme, dan kebebasan. Ketiganya tercermin pada enam sifat dasar dakwah, yaitu: 1. Persuasif bukan koersif. Dakwah harus dilakukan dengan cara menimbulkan kesadaran manusia sehingga atas kemauannya sendiri dan secara sukarela menjalankan agama, bukan karena tekanan dan paksaan. Dakwah tidak dibenarkan merampas kebebasan hak asasi manusia untuk memilih agama yang diyakini kebenarannya. 2. Mitra dakwah bersifat universal Dakwah ditujukan kepada semua manusia, tanpa membedakan agama dan etnis. Kepada mitra dakwah yang muslim, dakwah bertujuan menjadikan muslim lebih baik, dan kepada non-muslim, dakwah bertujuan menjadikannya menganut Islam berdasar pertimbangan rasionalnya sendiri. Tujuan dakwah juga universal, yaitu kedamaian manusia secara keseluruhan, tanpa melihat latarbelakang agama, etnis, aliran dan sebagainya. 3. Anamnesis Dakwah berusaha mengembalikan manusia kepada fitrahnya, sebagai makhluk yang sejak lahir telah memiliki potensi keagamaan (homo religious) dan potensi penerimaan ajaran tauhid (homo Islamicus). Atas dasar dua potensi tersebut, pendakwah memiliki optimisme besar dalam mengajak manusia untuk menjadi muslim yang benar. 4. Bukan prabawa atau pengaruh psikotropik. Dakwah harus dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran manusia dengan cara-cara yang alami, bukan dengan cara-cara yang tidak alami, sehingga ia bertindak di luar kesadarannya. Misalnya secara magis, ilusi, mantra, dan obat-obat tertentu yang menghilangkan kesadaran alami manusia. Bisa saja dakwah berhasil dengan cara itu, tapi tindakan itu merupakan sebuah kejahatan. 5. Rational intellection (pemikiran yang rasional) Dakwah menyiarkan Islam yang menjujung tinggi rasio. Menurut Syekh Yusuf Qardlawi, sebagai kitab suci, Al Qur’an mendorong orang menggunakan pikiran untuk menambah keimanan dengan cara tafakkur, tadzakkur, nadhar, ta-aamul, i’tibar, tadabbur, dan istibshar. 6. Rationally necessary Dakwah harus disampaikan dengan cara-cara yang rasional, sebab manusia adalah makhluk berpikir dan Islam adalah agama yang menjunjung tinggi rasio. Ajakan berpikir ini khusus untuk ajaran yang terjangkau oleh akal, bukan pada ajaran yang tak terjangkau oleh akal. Pada ajaran Islam yang terjangkau akal, kita terima dengan pendekatan akal, sedangkan pada ajaran Islam yang tak terjangkau akal, kita menerimanya dengan pendekatan iman. B. Fungsi Dakwah Beberapa fungsi dakwah dalam masyarakat adalah: 1. Merombak masyarakat tak beradab, terutama sebelum datangnya Islam, menjadi bangsa yang beradab. Juga meluruskan agama-agama para nabi sebelum Nabi SAW yang telah diselewengkan 2. Mengurangi kesalahpahaman masyarakat, terutama di negara-negara sekuler terhadap Islam, sehingga Islam diakui secara universal. 3. Memperluas wawasan keislaman kaum muslimin. Pengetahuan yang benar akan menguatkan keyakinan yang akan menjadi penggerak kehidupan. 4. Memberi pedoman hidup manusia, sehingga hidupnya terah dan terbimbing. 5. Membangun masyarakat muslim yang terbaik, sehingga mampu menjadi penggerak kedaimaian dunia. 6. Memempertautkan kesinambungan semangat perjuangan dari generasi ke generasi berikutnya. 7. Menyelamatkan manusia dari bencana besar, sebab Allah akan menurunkan bencana jika dakwah mati. 8. Memudahkan terkabulnya doa umat islam, sebab semua doa akan tertolak, jika dakwah mati.
C. Faktor Hidayah dalam Sistem Dakwah
1. Arti Hidayah dan Macam-macamnya. a. Secara garis besar, ada dua macam hidayah. Pertama, hidayatul irsyad: memberi informasi orang dari tidak tahu ajaran Islam menjadi tahu melalui pancaindera, ilham, akal, dan sebagainya. Pendakwah bergerak di bidang hidayah jenis pertama ini. Kedua, hidayatut taufiq: petunjuk Allah yang tertanam dalam diri seseorang, sehingga ia konversi dari non-muslim manjadi muslim, atau dari muslim yang tidak taat beragama menjadi taat beragama. Hidayah jenis kedua ini mutlak hak Allah. b. Setiap muslim membutuhkan hidayah (1) dari tidak tahu menjadi tahu; (2) dari tahu menjadi berkemauan menjalankannya, (3) dari berkeinginan menjalankan agama menjadi benar-benar menjalankannya, dan (4) dari menjalankan dengan tidak ikhlas menjadi ikhlas. Masing-masing tahap itu bisa terjadi secara cepat, atau memerlukan waktu yang sangat lama. c. Untuk sampai pada hidayatut taufiq, manusia harus melakukan perjuangan besar (jihad) berupa jihadun nafsi, jihadul hawa, jihadus syaithan dan jihadud dun-ya. d. Tugas pendakwah adalah memberikan hidayatul irsyad berupa pengetahuan Islam, dorongan, dan bimbingan untuk melakukan usaha yang sungguh-sungguh menuju kebaikan. Dengan cara itulah, pendakwah berharap mitra dakwah memperoleh hidayatut taufiq. Allah menunggu kesungguhan manusia untuk meraih hidayah, dan Allah akan memberikannya (QS. Ar Ra’d ayat 11). Allah juga berjanji dalam QS Al Ankabut: 69. 2. Hidayah Dalam Berbagai Kasus Konversi Agama Dalam sejarah, tidak sedikit seseorang berpindah (konversi) dari suatu agama ke agama Islam dengan berbagai alasan.
3. Hidayah dan Ikhtiar Dakwah
a. Tugas pendakwah adalah menyampaikan pesan-pesan Islam dengan pendekatan, strategi, metode dan teknik yang tepat. Dengan cara yang maksimal itu, dan berdasarkan teori-teori ilmu dakwah dan semua ilmu bantunya, seperti ilmu komunikasi, sosiologi, psikologi, dan sebagainya, diharapkan dakwah bisa memberikan pemahaman dan semangat keagamaan mereka. b. Dalam pandangan Islam, manusia harus berusaha sekuat tenaga memengaruhi orang untuk merubah sikap dan perilaku orang. Akan tetapi, pendakwah memiliki keterbatasan, sehingga hanya dengan hidayatut taufiq dari Allah, manusia bisa melakukan kebaikan, setelah mengetahui kebaikan itu dari pendakwah. c. Manusia tidak bisa menemukan kebenaran hanya dengan hidayah ilham, hidayah hawas, dan hiadayah aqli. Maka, Allah memberikan agama sebagai hidayahatul adyan was syaraa-i’ melalui kitab suci dan para rasul yang membawanya. Semua hidayah itu tidak bisa menjadikan manusia melakukan kebaikan, jika tidak mendapat hidayatut taufiq atau ma’unah dari Allah. d. Manusia hanya dituntut menyampaikan kebanaran, dan tidak dituntut apa pun oleh Allah, jika mitra dakwah tidak meresponnya (QS. Ali Imran: 20). Allah lebih mengapresiasi proses ikhtiar yang dilakukan manusia daripada pada hasilnya. Artinya, meskipun dakwah tidak berhasil, Allah tetap mengapresiasi usaha dakwah itu. e. QS. Ali Imran ayat 20 di atas, juga ayat tentang monopoli hidayatut taufiq ini tidak boleh menjadi alasan bagi pendakwah untuk menyerah. Ia harus meneliti secera ilmiah mengapa dakwahnya tidak berhasil. Berdasar analisis itu, akan diketahui aspek dakwah mana saja yang harus diperbaiki pada dakwah berikutnya. Pendakwah juga harus mengusahakan ikhtiar secara batin untuk keberhasilan dakwah.