Anda di halaman 1dari 61

BAB II TINJAUAN TEORITIS PENGAJIAN RATIB AL-ATTAS

SEBAGAI MEDIA DAKWAH

A. DAKWAH

1. Pengertian Dakwah

Dakwah dapat dilihat dengan menggunakan dua pengertian: pertama mampu

dilihat dengan menggunakan pendekatan Qurani, yakni menafsirkan atau mengartikan

dakwah berdsarkan kepada Al-Quran atau sesuai dengan petunjuk dari Allah swt,

yang tercantum dalam firman-Nya, baik itu secara harfiah ataupun secara relasional,

yang ketika dakwah dihubungkan dengan kata kata yang lain. Yang kedua, dilihat

dari pendekatan sosial, yaitu memahami dan mengartikan dakwah berdasarkan

kepada masyarakat yang menggunakan kata dakwah sebagai istilah kata dalam suatu

kegiatan yang berbau keagamaan tertentu. (Chatib Saefullah, 2018: 1)

Dalam pendekatan Qurani, pengertian atau pemahaman dakwah dapat dilihat

dalam Quran surat an-Nahl (16): 125

‫ ان ربك هو اعلم بمن ضل عن‬،‫ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة السنة وجادلهم بالتي هي احسن‬
)١٢٥( N‫سبيله وهو اعلمو بالمهتدين‬
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu degan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Kemenag, 2011: 142)

Berdasarkan ayat di atas, dakwah dapat dipahami sebagai bentuk ajakan atau

bentuk arahan dari seorang dai maupun seorang mubaligh dan juga orang-orang yang
mempunyai ilmu untuk menuju kepada jalan Tuhan dalam bentuk hikmah,

mawuidhah hasanah, dan ahsan al-mujadalah. (Chatib Saefullah, 2018: 2)

Pengertian dakwah dan juga pemahaman dakwah, selain dapat dilihat dari Q.S

An-Nahl ayat 125 tersebut, juga dapat dilihat dalam Q.S Ali Imran (3): 104.

‫ واولئك هم المفلحون‬،‫ولتكن منكم امة يدعون الى الخير ويا مرون بالمعروف وينهون عناالمنكر‬
“ Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung” (Kemenag, 2011: 33)

Yang kedua, rumusan dakwah dapat dilihat dari pendekatan fenomena sosial

yang terjadi dimasyarakat. Yaitu dakwah sebagai istilah yang mampu digunakan oleh

sebagian masyarakat yang menunjukkan kepada perilaku keberagaman atau adat yang

dilakukan suatu individu, kelompok, organisasi yang meliputi ceramah kegamaan,

khotbah perayaan hari besar dalam agama, dan juga pengajian baik dimajlis taklim

maupun dalam masjid-masjid.

Secara umum dakwah dapat diartika sebagai suatu ajakan dan juga seruan

kpada jalan yang baik dan lebih baik. Selain itu juga dakwah dapat diartikan sebagai

sebuah proses yang bersifat terus-menerus menuju kepada jalan yang baik dan lebih

baik agar mampu mewujudkan dari tujuan dakwah tersebut. Dakwah dalam

perakteknya merupakan kegiatan untuk memberikan pemahaman akan nilai-nilai

agama yang mempunyai istilah dan arti penting yang berperan langsung dalam

kehidupan manusia agar tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat (Wahyi Ilhi,

2010: 17)
Secara terminologis, dakwah dapat dimaknai dari ajakan yang bersipat

optimis dan positif, yang merupakan ajakan atau perintah dalam hal kebaikan yang

mampu menyelamatkan seseorang baik keselamatan dunia maupun keselamatan

akhirat. Beberapa ulama berpendapat mengenai arti dan makna dakwah, beberapa

definisi dakwah yang di definisikan oleh para ulama diantaranya:

1. Ali Makhfudh dalam kitabnya “Hidayatul Mursyidin” beliau mengatakan,

dakwah yaitu suatu dorongan kepada manusia untuk menyuruh berbuat

kebajikan yang sesuai dengan syariat Islam, menyeru manusia kepada

kebaikan dan mencegah manusia dari segala kemunkaran agar tercipatanya

kebahagiaan dunia dan akhirat.

2. Muhammad Khidr Husain dalam bukunya “al Dakwah ila al Ishlal” beliau

mengatakan, dakwah merupakan suatu upaya yang bersifat memotivasi baik

kepada masyarakat maupun kepada jamaah dakwah, agar berbuat baik kepada

sesama dan mengikuti jalan petunjuk sesuai dengan petunjuk al-Quran dan

Sunnah sehingga terciptanya amr ma’ruf nahi munkar sehingga terwujudnya

kesuksesan dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

3. Ahmad Ghalwasy dalam bukunya “ad Dakwah al Islamiyyah” beliau

mengartikan, bahwa dakwah merupakan ilmu yang digunkan untuk

menyampaikan kandungan ajaran Islam baik berupa akidah, tauhid, akhlak,

maupun syariat.

4. Nasarudin Latif, beliau mengartikan dakwah sebagai usaha ataupun aktivitas

baik yang menggunakan lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru,


mengajak, mendorong, memotivasi ataupun memanggil manusia kepada jalan

Tuhan supaya beriman dan menaati setiap perintah dan aturan dari Allah SWT,

yang sesuai dengan petunjuk al-Quran dan Sunnah juga sesuai dengan syariat

akhlah Islam.

5. Toha Yahya Oemar, beliau berpendapat bahwasanya dakwah merupakan

ajakan kepada manusia dengan cara arif dan bijaksana tanpa paksaan dan

kekerasan kepada jalan Tuhan yang sesuai dengan perintah Tuhannya untuk

kemasalahatan dan kebahagiaan manusia baik dunia maupun akhirat.

6. Masdar Helmy berpendapat dakwah ialah mengajak serta menyeru manusia

agar tersentuh dan tergerak hatinya supaya menaati dari setiap perintah-

perintah ajaran Islam dan menjauhi larangan-larangan yang tidak disukai Allah

termasuk mewujudkan amr ma’ruf nahi munkar untuk tetap bisa memperoleh

kebahagiaan dunia dan akhirat.

7. Quraish Shihab, beliau menafsirkan dakwah sebagai seruan serta ajakan

kepada manusia agar tobat dan insaf yang mengubah dari situasi tidak baik

kepada situasi yang baik dan lebih baik yang mampu menjadikan

kesempurnaan terhadap individu-individu maupun kepada setiap masyarakat.

Beberapa definisi dari para alim ulama di atas, mampu ditarik menjadi satu

kesimpulan yakni diantarnnya:

1. Dakwah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang bersifat menyeru atau

bersifat ajakan kepada individu ataupun masyarakat agar senantiasa

mengamalkan ajaran Islam.


2. Dakwah merupakan proses menyampaikan ajaran Islam yang dilakukan secara

tegas, tanggung jawab secara sadar dan tersengaja.

3. Dakwah merupakan kegiatan atau aktivitas yang kegiatannya dilaksanakan

melalui berbagai cara ataupun metode, baik metode yang bersifat tertulis

maupun lisan.

4. Dakwah merupakan bentuk kegiatan yang telah direncanakan yang tujuannya

untuk mencari kebahagiaan baik kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan

akhirat yang sesuai dengan petunjuk al-Quran dan sunnah serta atas dasar

keridhaan Allah SWT.

5. Dakwah merupakan bentuk dari kegiatan usaha peningkatan pemahaman

agama dan sosial yang mampu mengubah pandangan hidup manusia baik itu

sikap bathiniah manusia ataupun perilaku hidup manusia yang tidak sesuai

dengan ajaran Islam menjadi sesuatu yang Allah sukai dengan tuntutan syariat

supaya terciptanya kebahagiaan dunia dan akhirat. (Muhammad Munir dan

Wahyu Ilahi: 2006: 20-21)

2. Sumber dan Dasar Hukum Dakwah

Setiap manusia yang mengaku dirinya seorang muslim, wajib memberikan

nasihat, saran dan juga masukan kepada sesama manusia tentunya dengan kehati-

hatian dan tanpa dengan kekerasan. Hal tersebut untuk tetap menciptakan

keharmonisan dalam kehidupan sosial.

Mengajak, menasehati, memberikan motivasi, masukan serta saran hal tersebut

dalam Islam dikenal dengan dakwah ataupun berdakwah, yang sejatinya memliki
definisi mengajak, menyeru, serta memotivasi manusia untuk tetap berada dijalan

Tuhan yang sesuai dengan petunjuk al-Quran dan Sunnah agar terciptanya

kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dakwah merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia serta menjadi

bagian terpenting dalam setiap ajaran Islam. Oleh karenanya dakwah wajib dilakukan

oleh setiap muslim baik itu muslim laki-laki ataupun muslim perempuan. Karena

dakwah mampu mencegah dari perbuatn keji dan perbuatan munkar serta

menghindarkan dan menjauhkan manusia dari perilaku kejahatan.

Jika dilihat dalam penetapan hukumnya, menurut Imam al-Mawardi, dakwah

merupakan upaya menyeru kepada setiap umat manusia untuk tetap melaksanakan

kebaikan (al ma’ruf) dan meninggak perbuatan yang bersifat buruk (al-munkar) yang

merupakan kewajiban serta merupakan keagamaan (al-Qawaid al-Diniyah).

Hukum dari wajibnya berdakwah sebagaimana telah ditetapkan dalam al-

Quran dan Sunnah serta Ijma dari para alim ulama (Ijma al-Ummah). Bahkan Ibnu

Timiyah memandang melaksanakan kegiata dakwah merupakan kewajiban yang

paling utama dan paling pertama dan juga merupakan sebaik-baiknya dari setiap

perbuatan (Tata Sukayat, 2009: 20)

Tidak hanya itu, para alim ulama yang lainnya juga memberikan pendapat dan

pandangan bahwasanya mereka sepakat bahwa melakukan kegiatan dakwah

merupakan kewajiban. Meskipun dikatakan wajib, tidak menuntut kemungkinan

adanya perbedaan pendapat apakah merupakan wajib ‘ain ataupun merupakan wajib

kifayah.
Ulama yang berpendapat bahwa dakwah hukumnya wajib ‘ain karena beliau

mendasarkan bahwanya lafal min yang tercantum pada Quran Surah Ali Imran ayat

104 ialah Lil al-Bayan Wa al-Tabyin bukan li al-Tab’idh. Dengan begitu dalam

pandangan ulama tersebut ayat ini merupakan kewajiban dan keharusan yang harus

dilaksanakan oleh seluruh umat Islam (Muslim-Mukallaf) tentunya hal tersebut

muncul dan timbul dari kemampuan setiap Individu. (Tata Sukayat, 2009: 21)

a. Dasar Kewajiban Dakwah dalam Al-Quran

1) Surat Ali Imran ayat 110

‫ ولو ءامن اهل‬،‫كنتم خير امة اخرجت لناس تامرون با لمعروف وتنهون عن المنكر وتؤ منون با هلل‬
‫ منهم المؤ منون واكثر هم الفسقون‬،‫الكتب لكان خيرا لههم‬
“ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
merkea, dianatra mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik”. (Kemenag, 2011: 33)

Pada ayat di atas dakwah merupakan sebagai salah stu ciri atau tanda

yang wajib dimiliki oleh setiap muslim, atas dasar inilah dakwah diwajibkan

kepada semua umat Islam. (Tata Sukyat, 2009: 21)

2) Surat at-Taubah ayat 122

‫ فلوال نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا فى الدين ولينذروا قومهم‬،‫وما كان المؤمنون لينفرو اكافة‬
‫اذا رجعوا اليهم لعلهم يحذرون‬.
“Tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan
perang). Mengapa sebagian dari tiap-tiap golongan diantar mereka tidak pergi
untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, gar mereka dapat
menjaga dirinya” (Kemenag, 2011: 104)
b. Dasar Kewajiban Dakwah dalam Hadits

1) Hadits Rasulullah SAW:

‫منراى منكم منكرا فليغيره بيده فان لم يستطع فبلسانه فان لم يستطع فبقلبه وذلك اضعف االيمان‬

“Siapa saja melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya,

jika tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu juga maka

ubahlah dengan hatinya, dan yang demikian (mengubah kemungkaran dengan

hati) merupakan selemah-lemahnya iman” (Tata Sukayat, 2009: 22)

Hadits tersebut menggunakan lafadz “Man” yang mana dalam hal ini

masih bersifat umum. Artinya hukum dakwah hal ini masih bersifat umum

yang diwajibkan kepada setiap individu, yaitu dakwah diharuskan ataau

diwajibkan kepada setiap manusia yang mengaku dirinya muslim, baik

muslim laki-laki maupun muslim perempuan (Tata Sukayat, 2009: 22)

2) Hadits Riwayat Imam Muslim

“Dari Abi Sa’id Al Khudhariyi ra. Berkata: Aku telah mendengar

Rasulullah SAW. Bersabda: Barang siapa diantara kamu melihat

kemungkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya (dengan

kekuatan atau kekerasan), jika tidak sanggup dengan demikian (sebab tidak

memiliki kekuatan dan kekeran), maka dengan lidahnya, dan jika (dengan

lidahnya) tidak sanggup maka cegahlah dengan hatinya, dan dengan yang

demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”. (Imam Nawawi, 1999: 212)

Dari Hadits di atas menjelaskan, jika selemah-lemahnya keadaan

manusia baik itu bersifat individu, maupun kelompok, mereka harus tetap
melaksanakan kewajiban dan bersikeras menolak kemungkaran yang ada

dalam lingkungan dengan segenap hatinya maupun tindakannya. Menolak

kemungkaran dengan hati dan tindakannya merupakan pertahanan dan juga

benteng penghabisan tempat berdiri (Natsir, 1981: 113)

3) Hadits Riwayat Imam Tirmidzi

“Dari Khudzaifah ra. Dari Nabi Saw, bersabda: Demi Dzat yang

menguasai diriku, haruslah kamu mengajak kepada kebaikan dan haruslah

kamu mencegah perbuatan yang munkar, atau Allah akan menurunkan siksa-

Nya dimana Allah tidak akan mengabulkan permohonanmu” (Imam

Nawawi, 1999: 218)

Berdasarkan Hadits tersbut dijelaskan ada dua yang menjadi

alternatif yang diperuntukkan bagi umat Islam yang diperintahkan untuk

berbuat amr ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, agar mereka

mendapatkan pahala ketika melaksanakan amar ma’ruf dan bisa

mendapatkan mala petaka apabila mereka tidak mencegah atau tidak

menuruti perintah Allah SWT.

3. Unsur-Unsur Dakwah

a. Dai

Kata dai terdapat dua pengertian yang pertama jika dilihat menurut

bahasa Arab yaitu sebagai isim fa’il, yang berasal dari kata ‫يدعو‬-‫ دعا‬yang artinya

laki-laki sebagai subjek dakwah atau pelaku dakwah yang menyebarkan ajaran

Islam, dan menyampaikan pesan dakwah kepada khalayak umum. Kenapa laki-
laki, karena jika perempuan yang menyebarkan ajaran Isalam biasa disebut

dengan da’iyah. Sedangkan jika dilihat dari pandangan istilah yaitu orang-orang

yang melakukan komunikasi, memberikan pelajaran yang khusunya dalam

bidang agama, implementasi dan internalisasi dalam ajaran Islam. (Tata

Sukayat, 2009: 25-26).

b. Mad’u

Kata mad’u terdapat dua definisi, pertama jika dilihat pengertiannya

dalam bahasa Arab ialah sebagai isim maf’ul yaitu: ‫دعو‬N‫و م‬N‫ فه‬-‫ه‬N‫ يدع‬-‫ دعه‬yang

artinya ialah objek dakwah, atau seseorang yang biasa diajak, dimotivasi dan

diperintahkan untuk menyebah Allah agar tetap berada dijalan-Nya yakni al-

islam. Sedangkan jika dilihat menurut istilah, al-Bayanuny berpendapat:

‫المدعو هو من توجه اليه الدعوة وهو االنسان مطلقا قريبا او بعيدا مسما اوكافرا ذكرا اوانثى‬.

“Dai merupakan objek dakwah, atau seseorang yang menyampaikan

pesan dakwah, manusia seluruhnya baik jarak yang ditempuh itu dekat

ataupun jauh, orang-orang muslim ataupun kafir, laki-laki ataupun

perempuan.

Islam merupakan agama yang universal, maka objek dakwah yang

dimakud disini ialah manusia yang bersifat meyeluruh, termasuk dalam hal ini

ialah da’I ataupun mubaligh itu sendiri. Karena dakwah itu dimulai dari diri

sendiri atau biasa disebut dengan dakwah al-nafsiyah, kemudian setelah itu

kepada orang-orang terdekat, seperti keluarga, dan juga sahabat. Hal ini

tercantum dalam Al-Qur’an surah At-Tahrim ayat 6.


‫ياايهاالذين امنوا قوا انفسكم واهلكم نارا وقود هاالناس والحجارة عليها ملئكة غالظ شداد ال يعصون هللا‬
‫ماامرهم ويفعلون مايعمرون‬.
“Wahai orang-orang yang beriman! Periharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasa, dank eras, yang tidak durhaka
kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”(Kemenag, 2011: 282)

Selanjutnya objek dakwah yang diajak dengan tujuan menegakan amr

ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar adalah seluruh umat

manusia pada umumnya, hal ini tercantum didalam al-Qur’an surat Al-A’raf

ayat 158.

‫قل يايهاالناس اني رسول هللا اليكم جميعا الذي له ملك السموت واالرض‬...
“ Katakanlah (Muhammad): “Wahai manusia! Sesungguhny aku ini
utusan Allah bagi kamu semua, Yang Memiliki Kerajaan langit dan bumi”
(Kemenag, 2011: 86)

Dari kedua ayat di atas, jelaslah sudah yang menjadi objek dakwah

atau mad’u adalah manusia secara menyeluruh, tidak dibatasi oleh ruang dan

waktu, iman ataupun tidak beriman dakwah wajib disampaikan kepada

seluruh manusia. Teringat akan kisahnya Rasulullah Saw, beliau berdakwah

tidak hanya kepada umatnya yang sudah memeluk Islam, akan tetapi dari

berbagai kalangan, lintas usia dan lintas bangsa, mereka semua diajak oleh

Rasulullah untu menyembah Allah SWT, dan berada di jalan-Nya al-Islam.

Abdul Karim Zaidan, beliau berpendapat, bedasarkan histori

keislaman, objek dakwah pada saat zaman Nabi Muhammad Saw, terdiri dari

beberapa kalangan; dari bangsa Arab terdapat Abu Bakar Ash-Shidiq dan
Bilal bin Rabbah; kemudia dari kalangan Habsy terdapat Shuhaib; dari bangsa

Rumawi terdapat terdapat Sulaiman; dan masih banyak lagi. Berangkat dari

penjelasan tersebut dijelaskan, bahwa objek dakwah diperuntukkan untuk

manusia seluruhnya tidak dikhusukan kepada satu agama atau kelas tertentu.

Dai atau mubaligh menyampaikan ajaran Islam dan pesan dakwah

yang ia bawa untuk kemudian disebarluaskan kepada jamaahnya atau mad’u

(objek dakwah) secara umum. Oleh karenya sang dai dan mubaligh harus

dituntut untuk mampu dan bersikap professional ketika memilih salah satu

metode dakwah agar penyamapaian isi pesan dapat diterima oleh khalayak

umum. Tidak ada golongan atau kelas yang khsusus yang diutamakan dalam

dakwah, akan tetapi tetap saja ada yang harus diiutamakan dan dipriorotskan

yaitu keluarganya terlebih dahulu. Dakwah didalam lingkup keluarga akan

terasa lebih mudah dan akan memberikan dampak yang positif pada keluarga

(Masyarakat) yang jauh. (Tata Sukayat, 2009: 27-31)

Syekh Muhammad Abduh, beliau mengatakan setidaknya ada tiga

golongan atau tiga kumpulan sasaran dakwah yang harus dai atau mubaligh

hadapi, yakni diantaranya:

1) Golongan cendekiawan, atau orang yang dianggap pandai dalam

menggunakan kecerdasannya sebagai bentuk untuk menjawab dari

berbagai persoalan tentang berbagai gagasan. Golongan inilah

harus diberikan pemahaman agama atau didakwahi dengan cara

tertentu yaitu dengan cara khidmat.


2) Golongan orang-orang awam, golongan ini biasanya disebut

dengan orang-orang yang masih belum mempunyai pikiran kritis

dan mendalam, atau orang-orang yang masih paham dengan jelas

mengenai agama. Golongan ini biasanya didakwahi dengan metode

Mauizah Hasanah atau bisa dijelaskan dengan memberikan

pengajaran serta pendidikan yang sangat mudah dipahami sehingga

mampu diamalkan dalam kehidupan sehari-harinya.

3) Golongan pertengaha, atau bisa dijelaskan dengan manusia dimana

tingkat kecerdasannya berada ditengah-tengah golongan

cendekiawan dan golongan awam. Golongan ketiga ini harus

dakwah dengan menggunakan metode Mujadalah yang bisa

diartikan dengan berbicara dan bertukar pikiran, hal ini bertujuan

untuk sama-sama mencari kebenaran. (Tata Sukayat, 2009: 31-32)

c. Mawdhu Al-Da’wah (Pesan Dakwah)

Mawdhu al-da’wah adalah pesan dakwah yang didalamya

mengandung nilai-nilai keislaman. Al-Bayanuny beliau mengatakan maudhu

al-da’wah adalah;

‫موضوع الدعوة هو اإلسالم الذى يدعى الناس اليه‬.

“Maudhu al-da’wah adalah pesan dakwah yang mengandung nilai-

nilai keisalaman dan membawa syariat Islam oleh da’I ataupun mubaligh

dalam dakwahnya” (Tata Sukayat, 2009: 32)


Al-Islam sebagai sebuah ajaran agama yang memiliki nilai-nilai serta

syriat-syariat kesialaman, setidaknya menyangkut kedalam empat hal, yakni

diantaranya:

1) Akidah

Akidah merupakan suatu kepercayaan dan keyakinan yang

terdapat dalam hati manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan

akidah Islam adalah tauhidullah. Dan tauhid pada hakikatnya dibagi

kedalam dua bagian: yang pertama (1) Tuhid Uluhiyah, yang artinya

meyakini dan percaya bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa

yang wajib diibadati dan disembah oleh seluruh manusia tanpa

mempersekutukan dengan yang lain. (2) Tauhid Rububiyah, yang

artinya percaya dan yakin bahwa Allah adalah Dzat yang Maha

Segalanya, pencipta bumi dengan segala isinya dan pencipta langit

dengan segala isinya.

2) Ibadah

Ibadah merupakan kegiatan berdo’a atau menyembah Allah

SWT, tanpa mempersekutukan dengan yang lainnya. Bentuk kegiatan

ibadah ini dikategorikan menjadi 2 ibadah, diantaranya: (1) Ibadah

Mahdlah, bentuk kegiatan ibadah langsung kepada Allah,contohnya

seperti melaksanakan shlat, melaksanakan ibadah haji, ibadah puasa,

dan ibadah yang lainnya, tentunya hal ini sesuai dengan ketetapan dan

ketentuan ilmu fiqih; (2) Ibadah ghair mahdlah, bentuk kegiatan ibdah
yang tidak langsung kepada Allah atau terdapat perantar yang

menghantarkan ibdah tersebut, contohnya seperti santunan kepada

anak yatim, kaum dhuafa, gotong royong bersama masyarakat dan

masih banyak lagi bentuk ibadah kedua ini.

3) Mu’amalah

Mu’amalah merupakan kegiatan dari bentuk interaksi dan

bentuk komunikasi aktif dari semsama manusia dalam lingkup

keluarga atau dalam lingkung luas sebagai makhluk sosial untuk

menciptakan hablu min al-nas (hubungan baik antar sesama manusia)

4) Akhlak

Akhlak merupakan sikap atau budi pekerti, kebiasaan yang

terdapat pada tiap diri individu. Ibnu miskawih berpendapat akhlak

merupakan sikap yang permanen yang ada dalam diri manusia, yang

mendorong manusia untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan

pertimbangan sebelumnya. (Tata Sukyata, 2009: 32-33)

d. Uslub al-Da’wah (Metode Dakwah)

Terdapat beberapa pandangan yang mengartikan kata Uslub al-Da’wa

ini. Jika dilihat dari pandangan bahasa Arab, kata Uslub al-Da’wah

mempunyai arti thariq dan thariqah yang memiliki makna jalan atau cara.

Yunani memandang metode berasal dari kata methodos yang memiliki makna

jalan. Sedangkan Jerman memandang metode berasal dari kata methodica

yang memiliki makna ajaran tentang metode. Bahasa lain memandang mtode
berasal dari dua kata, yang pertama meta yang artinya melalu dan yang kedua

hodos yang artinya jalan atau cara.

Syaikh al-Jurjani, beliau mengatakan metode adalah:

‫مايمكن التوصل بصحيع النظر المطلوب‬.

“Metode adalah segala sesuatu yang dapat menghantarkan kepada

tercapainya suatu tujuan dengan pendangan yang benar”

Dari beberapa pengertian tentang metode dakwah bisa ditarik

kesimpulan, metode dakwah (ushlub al-da’wah) adalah segala cara atau jalan

untuk menegakkan ajaran Islam dan menyeberkan pesan dakwah agar

mencipatakan manusia atau objek dakwah (mad’u) yang tetap berada pad

jalan Tuhan supaya terciptanya kebahagiaan di dunia dan akhirat. Seara

teoritis al Qu’ran sudah mencatat mengenai metode dakwah, yakni

diantaranya: berdakwah dengan cara bijaksana (hikmah); berdakwah dengan

cara memberikan nasihat-nasihat yang baik (al-mauidzah al-hasanah); dan

berdakwah dengan cara berdiskusi dan berdebat dengan baik (al-Mujadalah).

Supaya lebih jelasnya lagi, ketiga metode dalam al-Qur’an bisa dijelaskan

sebagai berikut:

1) Metode Hikmah

Para ahli berpendapat hikmah memiliki arti suatu perkataan

yang bijaksana, tegas, benar, dan mampu mengatakan yang hak dan

juga bisa melawan kebatilan. Bila kata hikmah ini disandingkan

dengan dakwah atau dimasukan kedalam lingkup dakwh, maksudnya


adalah dakwah harus dilakukan dengan benar dan secara bersungguh-

sungguh, tidak ada keterpaksaan ataupun putus ditengah jalan ketika

menyampaikan isi pesan dakwah. Sedangkan jika dilihat dalam

kaitannya sebagai metode dakwah, himah merupakan kegiatan untuk

mendakwahi manusia dengan cara yang baik dan benar sesuai dengan

nilai-nilai keisalaman yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits,

tanpa ada unsur paksaan sedikitpun di dalamnya. Sedangkan bentuk

wujud dengan metode hikmah ini bisa dilakukan dengan bahasa lisan,

tulisan dan juga perbuatan.

2) Metode Mau’idzah al-Hasanah

Kata ‫( وعظ‬wa’dz) memiliki arti lebih dekat terhadap makna

menasehati atau memberikan pelajaran. Imam al-Asfahani, beliau

mengatakan bahwa kata wa’dz ini memiliki arti ‫ زجر مقترن بالتخويف‬yang

artinya memberi peringatan yang digabung dengan memberikan kabar

menakutkan. Pengertian lain juga mengartikan wa’dz sebagai sebagai

peringatan yang memberikan kebaikan sehingga dapat mampu

menyentuh hati manusia. Ada beberapa ayat al-Qur’an yang

menggunakan kata wa’dz, salah satunya Qur’an surah An-Nahl ayat

90.

‫ان هللا يعمر بالعدل واإلحسان وايتائ ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يغظكم لعلكم‬
‫تذكرون‬
“ Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kerabat, dan Dia melarang
(melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambilnya”.
(Kemenag, 2011: 140)

Mau’idzah hasanah sebagai metode kedua yang dituliskan oleh

al-Qur’an ini merupakan suatu cara untuk mengajak manusia terlebih

kepada jamaah atau mad’u dengan memberi pelajaran serta nasihat-

nasihat yang baik tanpa ada unsur kekerasan di dalamnya.

Pengaplikasian metode dakwah yang kedua ini bisa menggunakan

bahasa lisan, tulisan ataupun dengan memberikan suatu contoh yang

sangat baik dalam setiap kehidupan atau sering disebut dengan suri

tauladan yang baik.

3) Metode Mujadalah

Dan metode yang ketiga dalam al-Qur’an adalah ‫وجا دلهم بالتي هي‬

‫ أحسن‬kata wajadilhum memiliki makna perintah bantahan dan

bantahlah, dalam hal ini agar sang da’I atau mubaligh bahkan para

aktivis sekalipun harus senantiasa bisa meluruskan pandangan yang

salah dan menyesatkan manusia, yang tidak sesuai dengan koridor

Islam. akan tetapi cara membantahnya harus sesuai dengan nilai-nilai

keisalaman tanpa ada paksaan dan kekerasan hal ini harus sesuai

dengan billati hiya ahsan.

Contoh bantahan yang baik tersurat dalam cerita pada zaman

Nabi Musa a.s dan Nabi Harun a.s, ketika mereka hendak menghadi
musuhnya yakni Fir’aun. Hal ini tercantum dalam Qur’an Surah Thaha

ayat 42-43.

‫ اذهبا إلى فرعون انه طغى‬.‫اذهب أنت وأخوك بايتي والتنيا في ذكري‬.
“Pergilah engkau beserta saudaramu dengan membawa tanda-
tanda (Kekuasaan)-Ku dan janganlah kamu berdua lalai mengingat-
Ku; pergilah kamu berdua kepada Fir’aun.” (Kemenag, 2011: 158)

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwasnya car efektif untuk

kesalah pahaman antar manusia tidak hanya cukup dengan saling

menghujjah, akan tetapi ditopang dengan cara-cara yang lembut, tidak

menghina dan tidak fitnah memfitnah satu dengan lainnya. Tidak

sedikit dizaman sekarang kebaikan yang dibawa dengan penyampaian

yang tidak baik dan efeknya tidak sampai kepada yang dituju, dan

tidak sedikit juga yang batil dibawa dengan penyampaian yang enak

dan lembut, sehingga efeknya lebih besar kepada yang dituju. Maksud

dari billati hiya ahsan ini mengandung makna menghindari dan

menjauhi pembicaraan yang bisa merendahkan seseorang. Karena

maksud dari billati hiya ahsan ini bukan untuk saling mengalahkan

atau saling menjatuhkan, akan tetapi lebih menunjukkan kepada

kebaikan.

Mujadalah sebagai metode ketiga ini yang dituliskan oleh al-

Qur’an merupakan suatu cara untuk mendakwahi manusia dengan cara

diskusi dan dialog (debat) dengan sangat baik yang sesuai dengan

etika dan nilai-nilai keisalaman. Berdebat bukan untuk menjatuhkan


lawan atau untuk mengalahkan lawan, akan tetapi kualitas yang dilihat

dari debat ini ialah cara mempertahankan argument dan menghindari

Sesutu yang bisa merusak esensi dari debat itu sendiri.

Ketiga metode yang dituliskan dalam al-Qur’an yakni pada

Qur’an Surah an-Nahl ayat 125 mampu diaplikasikan dengan bahasa

lisan, tulisan ataupun dengan contoh perbuatan yang baik dalam

kehidupannya (suri tauladan). Untuk bahasa lisan dan tulisan disebut

degan tabligh dan irsyad, sedangkan dengan mengaplikasikan lewat

perbuatan disebut bi ahsan ‘amal dalam dakwah biasa dikenal dengan

tathwir dan tamkin. Untuk lebih jelasnya perhatikan keterangan

dibawah ini:

a) Tabligh merupakan upaya perpindahan cerita Islam dengan

menggunakan berbagai media komunikasi, baik itu

komunikasi lisan bersifat (ceramah, khiotbah tatsiriyah,

dan khitobah diniyah)

b) Irsyad merupakan bimbingan, penyuluhan, serta sosialisai

yang dilaksanakan untuk manusia yang memiliki problem

psikologis atau sosiologisnya yang banyak dihadapai oleh

manusia.

c) Tadbir merupakan suatu proses dakwah yang melalui

sistem perencanaan, pengelompokkan tugas dan pelaku


tugas yang dikelolah oleh lembaga atu institusi tertentu

yang harus professional ketika menyampaikan isi pesan.

d) Tathwir merupakan suatu proses dakwah dalam kehidupan

ushrah, jama’ah, dan ummah dengan tujuan membentuk

lingkungan yang religious. (Tata Sukayat 2009, 33-50

e. Wasilah al-Da’wah

Wasilah berasal dari bahasa Arab yang berarti al wushlah, al-ittishal,

yang mengandung arti keberhasilan atas tercapainya sesuatu yang diinginkan.

Namun jika dilihat dari istilahnya, merupakan suatu cara untuk mendekatkan

sesuatu kepada yang lainnya. Namun secara umum, wasilah al-Da’wah

merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dakwah atau

media yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam. Media ini dianggap

unsur paling penting dalam dakwah tujuannya agar dakwah yang disampaikan

menjadi lebih efektif dan totalitas dalam berdakwah bisa sepenuhnya

dilakukan oleh da’I ataupun para mubaligh.

Dalam Qur’an Surah al-Maidah ayat 35 dijelaskan tentang persoalan

media dakwah:

‫ ان الذين كفروالو ان لهم‬.‫يايهاالذين امنوااتق اهللا وابتغوااليه الوسيلة وجاهدوا في سبيله لعلكم تفلحون‬
‫ ولهم عذاب اليم‬،‫ما في األرض جميعا ومثله معه ليفتدوابه من عذاب يوم القيامة ما تقبل منهم‬.
“Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah
(berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung”. (Kemenag, 2011: 58)
Selain itu ayat di atas, ayat yang lainnya juga tercantum dalam Qur’an

Surah al-Isra ayat 57.

‫ ان عذاب‬،‫اولئك الذين يدعون يبتغون الى ربهم الوسيلة ايهم اقرب ويرجون رحمته ويخافون عذابه‬
‫ربك كان محذورا‬.
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan
kepada Tuhan siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah), mereka
mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sungguh azab Tuhanmu
itu sesuatu yang (harus) ditakuti”. (Kemenag, 2011: 145)

Muhammad Fatah al-Bayanuni memandang washilah dalam konteks

dakwah secara praktis terbagi kepada du bagian diantarnya; (1) Washilah

maknawiyah, dan (2) Washilah Madiyah. Washilah makawiyah merupakan

media yang bersifat immaterial yang artinya media yang langsung tanpa

adanya perantara, dan tidak berbentuk fisik, conothnya kasih sayang langsung

dari Allah SWT, dan Rasull-Rasull-Nya, sehingga mampu mempertebal

keimanan dan rasa syukur serta ikhlas kita. Sedangkan Wasilah Madaniyah

merupakan media yang bersifat material atau media yang mampu dilihat oleh

indra manusia, tidak hanya bisa dilihat saja, akan tetapi media yang bersifat

matrial ini mampu digunakan oleh da’I atau mubaligh sebagai sarana dalam

menyebarkan ajaran Islam dan menyampaikan setiap isi pesan dakwah kepada

mad’u atau objek dakwah.

Wasilah Madiyah yang bersifat material terbagi kepada tiga metode,

diantaranya: (1) media yang sifatnya fitrah (wasail fitriyah), contoh dari

penggunaan media ini adalah: ceramah monolog, mengajar, tabligh akbar

(ceramah umum), dan khotbah; (2) Media yang sifatnya ilmiah (wasail
fanniah) contoh dari penggunaan media ini adalah Karya tulis, karya lukisan,

pengeras suara, kaset, telpon, radio, tv, dan film; (3) media yang sifatnya

praktis yang dijadikan sarana utuk berdakwah (Tatbiyah) contoh dari

penggunaan media ini adalah memakmurkan dan memajukan masjid-masjid,

mendirikan sebuah organisasi, mendirikan sekolah, yayasa, dan madrasah,

mendirikan rumah sakit, mengadakan sebuah pertujukan atau seminar, dan

mendirikan sebuah sistem pemerintahan Islam. (Tata Sukayat, 2009: 50-52)

4. Tahapan-Tahapan Dakwah

Pada pengaplikasiannya, dalam melakukan keharusan dakwah sebagaiamana di

perjelas sebelumnya, jika dalam persepsi paling utama, materi dakwah yang harus

diberitahukan oleh dai kepada objek dakwah atau mad’unya. (Tata Sukayat, 2015: 35)

hal ini dibagi menjadi beberapa tahap, yakni dianatranya:

a. Materi dakwah yang wajib diberitahukan, yakni dianatranya:

1) Akidah atau kepercayaan;

2) Ibadah/Syariat sebagai bentuk penghambaan sang hamba kepada

Tuhannya;

3) Akhlak ataupun perilaku dan tingkah laku manusia.

Ketiga tahapan materi di atas, pada awalnya tidaklah bersifat menetap ataupun

pasti, disebabkan ketiga materi dakwah tersebut saling terhubung yang nantinya bisa

disampaikan kepada objek dakwah secara bersamaan.

b. Rangkaian dakwah yang disesuaikan dengan sekala objek dakwah atau

biasa disebut mad’u


1) Dakwah kepada diri sendiri (Dakwah dhatiyyah)

Menurut lughawi, kata dhatiyyah bahwasanya bersumber dari

kata dhat yang memiliki makna diri sendiri atau individu. Dalam Ilmu

Komunikasi, hal ini persis dengan pengertian komunikasi

intrapersonal (komunikator dan komunikannya ialah diri sendiri atau

individu yang bersifat pribadi dalam melakukan rangkaian encoding).

Dakwah kepada diri sendiri, yakni dakwah manusia kepada diri sendiri

secara pribadi dalam wujud wiqayah al-nafs. Hal ini bertujuan sebagai

cara untuk perbaikkan diri pribadi dan kualitas diri yang Islami yang

sesuai dengan syariat yang telah Allah tetapkan. Dimana menjada diri

sendiri ialah sesuatu yang harus paling diutamakan, hal ini tercantum

dalam Qur’an surat at-Tahrim (66): 6 (Tata Sukayat, 2015: 35)

‫يايهاالذين امنوا قوا انفسكم واهلكم ناراوقودهاالناس والحجارة عليها ملئكة غالظ‬
‫شدادال يعصون هللا ماامرهم ويفعلون مايؤمرون‬.
“Wahai orang-orang yang beriman! Perihalarah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dank eras, yang tidak
durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (Kemenag,
2011: 282)

Dakwah kepada diri sendiri bisa dikerjakan dengan cara

diantaranya: memberiskan diri dengan cara tobat nasuha kepada sang

khaliq, tobat yang sebenar-benarnya dan berjanji tidak mau

mengulangi lagi, menambah, menambah keyakinan dan kepercayaan

kepada Allah SWT, menjauhi segala larangannya dan menaati segala


perintahnya, dan yang paling penting mampu melawah hawa nafsu

yang bisa menyesatkan diri kepada perbuatan maksiat. (Tata Sukayat,

2015: 35-36)

2) Dakwah dalam lingkungan keluarga

Dakwah dalam lingkungan keluarga bisa menggunakan bentuk

ta’lim (pengajaran) serta tatbiq (pelaksanaan/pengaplikasian dan

penerapan). Dakwah dalam lingkungan keluarga antara lain

bermaskud: membimbing hidup beragama dalam lingkungan keluarga,

baik itu dari sisi keilmuan ataupun dari sisi pengalamannya, kemudia

selain itu, menjadi cara menjaga hubungan baik yang mampu

menciptakan keharmonisan dalam sebuah keluarga, memberikan

masukan dan asupan keilmuan dalam menyelesaikan masalah dalam

lingkup keluarga. Arti dakwah dalam lingkup ini dapat dikatakan

sebagai “dakwah usrah” dengan wujud dakwah “Wiqayat Ahli”.

Dasar rangkaian dawkah ini, disisi lain sebagai petunjuk dari

penjelasan Qur’an surat Tahrim ayat 6 di atas mengenai wiqayat Ahli,

hal ini menjadi firman Allah mengenai dakwah indzar. Hal ini

tercantum dalam Qur’an surah Maryam (19): 54-55:

‫ وكان يأمر أهله‬.‫واذكر في الكتاب إسما عيل إنه كان صادق الوعد وكان رسوال نبيا‬
‫باالصالة والزكاة وكان عند ربه مرضيا‬.
“Dan ceritaknlah (Muhammad) Kisah Isma’il di dalam Kitab
(Al-Quran). Dia benar-benar seorang yang benar janjinya, seorang
rasul dan nabi. Dan dia menyuruh keluarganya untuk (melaksanakan)
salat dan (menunaikan) zakat, dan dia seorang yang diridhai di sisi
Tuhannya” (Kemenag, 2011: 156)
Dakwah dalam lingkup keluarga tersebut, selain sudah

dijelaskan dengan nyata dalam Quran, juga menjadi salah satu

pelajaran yang terbukti sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. (Tata

Sukayat, 2015: 36-37).

3) Dakwah dilingkungan luar keluarga atau bisa disebut dengan dakwah

kepada masyarakat

Dakwah dalam tahap ini, bisa dilakukan dalam bentuk tadbir,

tamkin, serta tatwir dikerjakan secara langsung berdialog ataupun

bertatap muka dengan dai, selain itu juga bisa dilakukan dengan

menggunakan sara media. Dakwah ini dilakukan kepada kelompok

kecil ataupun kelompok besar dalam lingkungan masyarakat. Hal ini

bertujuan agar terciptanya keharmonisan dalam lingkungan

masyarakat sosial, dan membangun perekonomian manusia dan

pemberdayaan masyarakat dakwah. (Tata Sukayat, 2015: 37)

5. Pendekatan Dakwah

a. Pendekatan Dakwah Kultral

Dakwah kultural merupakan dakwah yang bersifat bottom-up dengan

mengerjakan perluasan kehidupan beragama yang sesuai dengan nilai-nilai

yang terpilih yang dimiliki oleh objek dakwah atapun sasaran dakwah.

Dakwah kultural bisa dilakukan dengan metode:


1) Tabligh (Komunikasi Penyiaran Islam), hal ini biasanya dipelajar

dalam jurusan KPI, yang meliputi khitabah (dakwah dalam

mimbar bebas), kitabah (tulisan dan media cetak), dan terakhir

I’lam (media, baik online ataupun offline).

2) Irshad (Bimbingan Konseling Islam) hal ini biasanya dipelajari

dalam jurusan BKI.

b. Pendekatan Dakwah Struktural

Dakwah struktural biasa menjadi dakwah sebagai bentuk kekuasaan,

birokrasi, serta adu kekuatan politik yang digunakan sebagai senjata untuk

mempertahankan Islam. oleh karena itu, dakwah struktural ini memiliki sifat

top-down. Dakwah struktural digunakan dengan menggunakan metode

diantarnya:

1) Tamkin (Pengembangan Masyarakat Islam) hal ini biasa dipelajari

dalam jurusan PMI.

2) Tadbir (Manajemen Dakwah) hal ini biasanya dipelajari dalam

jurusan MD. (Tata Sukayat, 2015: 37-38)

6. Tujuan Dakwah

Dakwah dilakukan bukan semata-mata hanya untuk kesenangan, pamer

pengetahuan dan dilakukan dengan semena-mena tanpa tau ilmunya seperti apa.

Dakwah dilakukan tentulah mempunyai misi demi tercapainya tujuan dakwah.

(Samul Munir, 2009: 116)


Selain itu, Tujuan dakwah dapat diartikan sebagai penyelamatan manusia dari

keterpurukan serta untuk menciptakan cita-cita masyarakat untuk menuju suatu

kebahagiaan serta kemasalahatn hidup di dunia dan akhirat, tentunya sesuai dengan

syariat Islam yang sudah mendapatkan ridha Allah SWT. (Nurwahidah Alimuddin,

2007: 76-77). M. Natsir mengatakan bahwasanya tujuan dakwah merupakan

kesukarelaan Allah SWT, yang menjadikan tercapainya hidup yang tentram, damai

dan juga menyenangkan, hal ini tentunya berjalan atas kuasa Allah SWT.

(Nurwahidah Alimuddin, 2007: 77).

Hal ini tercantum dalam Qur’an surat Ad-Dzariat ayat 56

‫وما خلقت الجن واإلنس إال ليعبدون‬.


“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah” (Kemenag, 2011: 263)

Tujuan dakwah bisa dikategorikan menjadi dua, pertama kedalam tujuan

dakwah yang berkaitan dengan sesuatu yang menjadi bahan yang harus dipelajari

atau biasa disebut dengan materi, yang kedua tujuan dakwah yang berhubungan

dengan sesuatu yang harus diteliti berupa objek dakwah (Syamsuddin, 2016: 11).

Jika ditinjau dari sudut pandang objek dakwah dikategorikan menjadi empat, yakni

diantarnya: arah untuk individu, arah untuk keluarga, arah untuk lingkungan atau

masyarakat, serta arah untuk seluruh manusia di muka bumi.

Kemudian jika meninjau tujuan dakwah yang dilihat dari sudut pandang

materi, Mahsyur Amin mengatakan terdapat tiga maksud didalamnya, yakni

dianatarnya: pertama, arah kepercayaan, artinya menanamkan rasa kepercayaan yang

kuat dan kokoh dalam hati bagi seluruh manusia. Kedua arah hukum, artinya setiap
kegiatan dakwah Islam bermaksud untuk membentuk sekumpulan manusia yang taat

dan patuh terhadap berbagai hukum yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh Allah

SWT. Ketiga arah budi pekerti atau perilaku, yakni untuk menciptakan kepribadian

manusia yang mengaku dirinya muslim yang berprilaku baik yang sesuai dengan

syariat yang telah Allah tuliskan dalam al-Qur’an. Dari kedua tujuan dakwah baik itu

dilihat dari tujuan materi ataupun tujuan objek dakwahnya, keduanya sama, yakni

menciptakan kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan di dunia dan

akhirat(Syamsuddin, 2016: 11)

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, bahwasanaya tujuan dakwah

merupakan melaksanakan tahapan proses dakwah yang tersusun kedalam macam-

macam kegiatan maksud tertentu yang sesuai dengan nilai keisalaman, dan nilai yang

ingin didapatkan oleh segenap usaha dakwah pada dasarnya ialah balasan yang masuk

akal dari berbagai usaha dakwah yang dikerjakan dengan giat dan rajin. Sehingga

dengan ini mampu mewujudkan pengalaman batin, perbuatan dan perbaikan atau

suatu proses nilai-nilai penyebaran dan keadaan. Meski demikian terdapat perihal

yang berbeda, namun faktanya argument-argumen mereka mempunyai kesimpulan

yang dapat menjadi rujukan dan kebenaran dari dakwah itu sendiri, bahwasanya

dakwah Islam selaku kegiatan yang menyeru manusia kepada jalan lurus (Islam).

dalam menyeru kepada jalan lurus (Islam) hal ini terdapat dalam Qur’an surat

Fushilat ayat 33.

‫ومن احسنو قوال ممن دعا الى هللا وعمل صالحا وقال انني من المسلمين‬
“Dan siapakah yang lebih baik perkatannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk
orang-orang muslim (yang berserah diri)?” (Kemenag, 2011: )

Ayat tersebut memberikan dua penjelasan yang mampu digunakan dalam

melakukan kegiatan dakwah, diantaranya dakwah bil-qoul (dakwah menggunakan

ucapan) dan dakwah bil-amal (dakwah dengan perbuatan). Dakwah bil-qoul (dakwah

dengan ucapan) mampu dilakukan secara perorangan, ataupun oleh sekolompok

manusia. Sehingga hal inilah yang dipilih untuk mengkaji bahan utama yang terdapat

dijurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) termasuk dari juran Bimbingan

Knseling Islam (BKI). Selanjutnya dakwah bil amal, adalah kegiatan dakwah yang

dikerjakan dengan cara social engineering (rekayasa sosial). Dakwah dengan gaya ini

menjadi pusat utama untuk mengkaji pembelajaran yang terdapat dijurusan

Pengembangan Masyarakat Islam (PMI). Pada bagian ini menjadikan efektif dan

mengoordinasi sementara dakwah bil-qoul dan dakwah bil-amal diperlukan keadaan

penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran dan hal inilah yang

menjadi pusat utama dalam jurusan Program Studi Manajemen Dakwah (MD).

(Syamsuddin, 2016: 12).

Ismail R. al-Faruq mengelompokkan kebenaran dakwah Islam kepada tiga

istilah: kemerdekaan dan kebebasan, kebenaran dan logis, dan menyeluruh dan

global. Sehingga dengan hal ini kemerdekaan dan kebebasan telebih-lebih dijamin

sampai ke agama Islam, termasuk kepercayaan dan yakin pada agama. (Syamsuddin,

2016: 13
B. Dai

1. Pengertian Dai

Dai merupakan orang yang menyebarkan ajaran Islam dan menyampaikan

pesan-pesan nilai keisalaman kepada jamaahnya atau objek dakwah, selain itu dai

juga merupakan seseorang yang mengajak manusia untuk tetap mendirikan amar

ma’ruf dan mencegah dari yang munkar agar terciptanya kebahagiaan di dunia dan

akhirat. (Yusuf, 2015: 54)

Dai sebagai subjek dakwah berasal dari kata bahasa Arab yang diambil dari

fi’lul madhi bentuk muzakar khusu laki-laki, yang artinya orang yang mengajak

kepada kebaikan ialah seorang laki-laki. Sedangkan jika yang mengajak kepada

kebaikannya perempuan biasanya disebut sebagai da’iyah. Orang yang berdakwah

atau dai tidak mesti harus terikat kepada laki-laki saja, akan tetapi perempuan juga

bisa menyampaikan ajaran Islam dan menyampaikan pesan-pesan yang mengandung

nilai keisalaman.

Toto tasmara, beliau berpendapat dai merupakan setiap muslim baik laki-laki

ataupun perempuan yang mukallaf (orang yang dipilih dan diperintah oleh Allah

untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam). kewajiban berdakwah sebenarnya

dikhususkan kepada manusa yang mengaku dirinya sebagai umat Islam dan hal ini

sifatnya melekat. Akan tetapi kewajiban berdakwah disini lebih dikhususkan kepada

orang yang memiliki ilmu agama lebih dan memiliki gelar khusu sebagai alim ulama

ataupun para kiyai dan para ustad, merekalah yang biasa mendakwahi manusia yang
kemudian diajak untuk tetap ta’at dan patuh akan perintah Allah SWT. (Yusuf, 2015:

53).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia dai diartikan sebagai seseorang yang

tugasnya berdakwah, pendakwah inilah yang tugasnya untuk menyebarkan setiap

ajaran Islam. Dengan kata lain dai merupakan seseorang yang mengajak kepada

kebaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik menggunakan bahasa

tulisan, lisan, bahkan dengan mencotohkan perbuatan yang baik kepada manusia (suri

tauladan) tujuannya supaya mereka mau mengamalkan setiap ajaran-ajaran Islam agar

mengubah kondisi manusia dari yang tidak baik menjadi baik, dan yang baik menjadi

lebih baik lagi. (Agus Salim, 2017: 95)

Seorang dai harus menjadi sosok figur yang baik dalam lingkup masyarakat,

mempunyai etika yang baik dan sopan supaya apa yang dai sampaikan bisa masuk

dan diterima oleh jamaah dakwah atupun objek dakwah (mad’u), berikut peranan dan

kepribadian sang da’i:

a. Peran Dai dan Kepribadiannya

Dai berperan sebagai juru dakwah merupakan salah satu faktor dalam

menunjang kegiatan dakwah, hal ini menjadi point yang sangat penting serta

dianggap berhasil atau tidaknya suatu kegiatan dakwah. Dai harus mempunyai

sikap professional dalam pekerjaannya sebagai pendakwah, selain bersikap

professional dai juga harus memiliki kepribadian yang sangat baik hal ini

bermaksud untuk mensukseskan kegiatan dakwah tersebut. Salah satu dai yang

mempunyai kepribadian yang sangat baik adalah kekasih Allah yakni


Rasulullah Muhammad Saw, hal ini tercantum dalam Qur’an Surah al-Ahzab

ayat 21.

‫لقد كان لكم في رسول هللا أسوة حسنة لمن كان يرجو هللا واليوم األخر وذكر هللا كثيرا‬.
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagi kamu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (Rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari Akhir dan dia banyak menyebut Allah”. (Kemenag, 2011:
211)

Enjang As dan Aliyudin (2009) beliau mengatakan, dai merupakan

pandangan dari ilmu komunikasi yang bisa dikategorikan kepada

komunikator, tugasnya untuk menyebarkan dan menyampaikan berbagai

informasi dari berbagai sumber dengan saluran yang sesuai kepada

komunikan. Untuk menjadi seseorang yang pandai dalam komunikasi,

komunikator yang baik harus dituntut dengan adanya kredibilitas yakni

kepercayaan yang melekat pada diri sang komunikator tersebut.

Kredibilitas dalam diri dai tidaklah tercipta dengan begitu saja, hal

tersebut diciptakan dengan berbagai macam latihan yang kemudian menjadi

kebiasaan. Dai yang mempunyai sifat kredibilitas tinggi merupakan seseorang

yang mempunyai kemampuan dalam bidang agama serta mempunyai etika

dan budi pekerti yang sangat baik. Kepribadian yang tumbuh dalam diri dai

terbagi menjadi dua, pertama kepribadian yang bersifat rohaniah dan yang

kedua kepribadian yang bersifat Jasmaniah (Agus Salim, 2017: 96-97)

Seorang dai dituntut agar bisa menjaga dan merawat kepribadian

dalam diri yang bersifat positif. Selain itu dai dituntut untuk selalu bisa
menyesuaikan dan menempatkan diri dari berbagai pengaruh, hal ini bertujuan

agar terciptanya kepribadian yang lebih baik. (Hajir Tajiri, 2015: 50)

Berikut beberapa kepribadian sempurna yang harus dimiliki oleh dai,

adapaun kepribadian sempurna ini oleh Yunan Yusuf, beliau mengartikan

sebagai kriteria yang bersifat normatif (berdasarkan norma dan kaidah). (Hajir

Tajiri, 2015: 51). Berikut beberapa kepribadian sempurna menurut Yunan

Yusuf, diantaranya:

1) Dituntut Untuk Mempunyai Kepribadian yang Bersifat Rabbani

Sudah sepatutnya dai mempunyai sifat kepribadian yang

dimiliki oleh Sang Khaliq. Allah Maha segalanya dan penuh kasih

sayang. Dari sifat Rahman Rahim inilah sang dai dituntut untuk

memiliki sifat kasih sayang dan lembut dalam setiap memperlakukan

madu ataupun ketika berdakwah. Jangan sekali-kali memperlakukan

madu dengan mengumbar kebencian, paksaan, dan kekerasan.

2) Dai dituntut Untuk Mempunyai Kepribadian Malaki

Malaikat merupakan salah satu ciptaan dan Makhluk Allah

yang sangat ta’at dan juga patuh akan perintah-Nya, mereka tidak

pernah membangkang atas apa perintah Allah. Maka sudah selayaknya

dai mempunyai kepribadian seperti malaikat, senantiasa berada dan

mencari keridaan Allah SWT. Menjalankan setiap apa yang

diperintahkannya, dan menjauhi dari setiap larangannya, serta

menjauhi apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah.


3) Dai dituntut Untuk Mempunyai Kepribadian Qur’ani

Manusia yang beriman pasti mengetahui al-Qur’an yang

menjadi sumber ajaran Islam dan pedoman hidup manusia. Al-Qur’an

membahas, mengisahkan, dan juga menceritakan kejadian masalalu,

masa sekarang, ataupun masa yang akan datang, selain itu setiap

kehidupan manusia Allah atur di dalam penjelasan kalamnya. Maka

sudah sepantasnya dai mencintai kitab suci ini yakni al-Qur’an,

banyak ragam cara dalam mencintai al-Qur’an yakni seperti membaca

setiap harinya, menghayati dari setiap bacaan dan terjemahannya, dan

juga mengamalkan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

Dai haru mampu mengatakan yang hak dan yang bathil seperti yang

telah dicontohkan dan dijelaskan dalam al-Qur’an.

4) Dai Dituntut Untuk Mempunyai Kepribadian Rasuli

Rakhmat (Rifanudin, 2007) beliau mengatakan bahwasanya

yang dimaksud dengan kepribadia Rasuli ialah kepribadia sebagai

tempat untuk menyampaikan informasi atau dalam hal ini berupa

risalah. Adapun risalah yang dimiliki oleh Rasulullah adalah: Shidiq

(benar atau dapat dipercaya), amanah (pandai menjaga amanah),

fathanah (pandai dan cerdas), hamiyyah (menjaga kehormatan diri),

tawadhu (rendah hati), judd ( murah hati), syajaah (kegagahan), huzn

(menahan diri), iqtishad ( tidak boros), ikhtiraz (hati-hati), hadiyyah

( suka memberi), afw (gampang memaafkan), raja’ (selalu mengharap


pada Allah SWT), riqqah al-qolb (memiliki hati yang lemah lembut),

tawakkal (selalu pasrah kepada Allah atas apa yang telah menimpa

diri), ikhtiar (berusaha dan berdo’a), mubadarah (selalu mengerjakan

amal soleh), ikhbar al-hal (tempat berdialog dan menjadi tempat

curahatan umat).

5) Dai Dituntut Untuk Mempunyai Kepribadian Yaumil Akhir

Sebagai dai yang menjadi sosok figure bagi umatnya, memiliki

kepercayaan atas hari akhir atau hari pembalasan sudah sangat

diwajibkan, karena hal ini juga tercantum dalam arkan al-iman (rukun

iman). Kepribadian yang kelima ini wajib dimiliki oleh dai yang

bertujuan untuk menghalangi setiap kelakuan manusia supaya tidak

terjerumus kepada perbuatan dosa dan maksiat yang dapat

menyebabkan murka Allah. Selain itu memiliki kepribadian yang

kelima ini, mampu membuat manusia berfikir akan masa depan yang

baik sehingga terciptanya kebahagiaan di dunia dan akhirat.

6) Dai dituntut Untuk Mempunyai Kepribadian Qadari

Kepribadian yang bersifat qadari ini merupakan petunjuk

keimanan manusia. Bahwasanya dalam setiap kehidupan pasti

diberlakukannya bilangan dan sesuatu yang telah ditetapkan oleh

Allah. Dai harus selalu percaya dan yakin bahwasanya selain

diharuskannya ikhtiar terdapat juga ukuran yang akan menentukan

takdir dirinya. Harus bisa diketahui bahwasanya setiap do’a dan usaha
haruslah terus dilakukan oleh setiap manusia, baik itu pendakwah

ataupun masyarakat umum.

7) Dai Dituntut Untuk Mempunyai Kepribadian Syahadatain

Kita sebagai umat Islam sudah terikat dengan kuat untuk selalu

percaya kepada Allah SWT, menjalankan setiap perintahnya dan

menjauhi setiap larangannya. kepribadian syahadatain sebagaiamana

tercantum dalam arkan al-Islam (rukun Islam) yang pertama yakni

syahadat sebagai penguat dan pengokoh bahwa dirinya memeluk

agama Islam dan mengabdikan seluruh hidupnya hanya kepada Allah

SWT. Dengan kepribadian syahadatain sudah selayaknya seorang

pendakwah mengajak dan menempatkan dirinya untuk selalu

senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT, dan mengajak manusia

untuk tetap selalu berada pada jalan kebenaran yakni al-Islam.

8) Dai dituntut Untuk Mempunyai Kepribadian Musholli

Shalat merupakan ritual wajib yang harus dilakukan oleh setiap

manusia yang mengaku dirinya muslim. Shalat merupakan bentuk

penghmbaan langsung antara hamba dengan Tuhannya. Shalat juga

merupakan bentuk komunikasi antara Tuhan dengan hambanya dan

antara hamba dengan Tuhannya. Selain itu banyak sekali manfaat bagi

seorang hamba jika melaksanakan shalat, selain bentuk kewajiban bagi

setiap umat muslim shalat juga mampu menjauhkan diri dari perbuatan
keji dan munkar, selain itu, shalat juga mampu menjadi bentuk

kedisiplinan bagi diri.

9) Dai Dituntut Untuk Mempunyai Kepribadian Shoimi

Kepribadian shoimi terletak bagaiamana sang dai mampu dan

bisa dalam mengendalikan dirinya, baik itu yang menyangkut hawa

nafsu ataupun pandai dalam menempatkan dan memposisikan dirinya.

Dai harus senantiasa mengetahui, apa enak dilihat, dipandang, dan

dirasakan tidak selalu memberikan kepuasan, kenikmatan, kelezatan,

justru sebaliknya mampu dan bisa mengundang dosa dan murka Allah

SWT, missal contoh diantarnya: bermabuk-mabukan, judi,

mengonsumsi obat terlarang, pergi ke tempat-tempat yang dilarang

agama, dan berzina yang jelas itu semua hukumnya haram. Hal ini

memang terlihat asik dan menyenangkan akan tetapi selain bisa

mengundang murka Allah, lama-kelaman akan merusak kesehatan

bagi tubuh. Puasa salah satu momen yang bisa mendorong manusia

untuk menahan dari segala perbuatan yang bersifat negatif. Penting

kiranya bagi dai bisa mengontrol diri tujuannya supaya dakwah bisa

berjalan dengan baik dan bisa dibilang sukses, selain itu memiliki

kepribadian berupa control diri menjadikan dai tidak merasa puas dan

merasa sempurna atas apa yang telah dianugrahkan oleh Allah

kepadanya berupa kemampuan dalam menyebarkan ajaran Islam.

10) Dai Dituntut Untuk Mempunyai Kepribadian Muzakki


Kepribadian muzakki ialah kepribadian yang terletak pada

bagaimana dai mampu mengorbankan dirinya untuk orang lain, atau

singkatnya dikatakan mempunyai kepribadian yang rela berkorban.

Baik itu mengorbankan tenaganya untuk membantu orang lain,

ataupun mengorbankan sebagian hartanya untuk menolong dan

diberikan kepada orang yang membutuhkan. Karna ketahuilah

berdakwah tidak hanya menggunakan lisan saja, akan tetapi bisa

dengan perbuatan. Karena sebelum dai memerintahkan madunya untuk

senantiasa menolong dan membantu sesama manusia yang

membutuhkan bantuanya, dai harus terlebih dahulu mencontohkan

sikap tersebut, hal ini bertujuan untuk meyakinkan mad’u.

11) Dai Dituntut Untuk Memiliki Kepribadian Hajiyyi

Menyempurnakan rukun Islam yang kelima yakni berhaji atau

memenuhi panggilan Allah SWT, merupakan amal ibadah yang

mendapatkan banyak pahala yang sedikit banyaknya membutuhkan

biaya. Selain itu kesehatan tubuh baik ruhani maupun jasmani juga

penting sekali diperhatikan, tidak hanya sampai disitu rasa sedih saat

berpisan dengan keluargapun selama satu bulan kedepan harus

senantiasa diperhatikan. Singkatnya memiliki sikap berkorban menjadi

modal utama dalam mensukseskan dakwah.

12) Dai Dituntut Untuk Mempunyai Kepribadian Karimah


Sebagaiamana Allah mengutus Nabi Muhammada ke muka

bumi ialah untuk menyempurnakan akhlakul karimah. Hal ini sesuai

dengan hakikat dakwah yang pada dasarnya masuk kedalam misi

akhlakul karimah dimana yang bertugas disini bukan lagi Rasulullah

Saw, akan tetapi perjuangan beliau di teruskan oleh para ustad, kiyai,

mubaligh, dan para dai dipenjuru dunia. Ketika dai menyampaikan

pesan dakwah diharuskan konsisten dalam mengaplikasikan dari

pencapaian akhlakul karimah ini.

b. Sifat-Sifat Dai

Menjadi seorang dai haruslah mempunyai sifat yang baik, karena dai

menjadi sosok figur dan orang yang akan dicontoh oleh masyarakat atau oleh

jamaahnya sendiri. Berikut beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang

dai, diantarnya:

1) Beriman dan Bertawakal Kepada Allah

Sifat inilah yang harus dimiliki oleh sang dai, takwa dan

bertawal diartikan sebagai ta’at dan patuh pada perintahnya serta

menjahu segala bentuk larangan yang dapat menimbulkan kemurkaan

Allah SWT. Hal ini tercantum dalam Qur’an Surah al-Baqarah ayat 44:

‫ افال تعقلون‬،‫اتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون الكتب‬.


“Apakah kamu meyuruh manusia berbuat kebaikan padahal
kamu lupa terhadap dirimu sendiri sedangkan kamu sendiri membuat
kitab Tuhan. Apakah kamu tidak berpikir.” (Kemenag, 2011: 5)

2) Ahli Taubat
Dai harus lebih mampu menjaga dan takut untuk berbuat

maksiat, sebenernya ahli taubat tidak hanya diperuntukkan untuk dai

saja, akan tetapi setiap manusia yang mengaku dirinya umat Islam dan

beriman sudah selayaknya mengakui dan bertobat akan maksiat yang

diperbuat olehnya. Taubat disini harus benar-benar tobat nasuha,

menyesal dan tidak mau mengulangi kesalahan yang sama.

3) Ahli Ibadah

Dai dipandang oleh mad’unya sebagai orang yang ahli dalam

ibadah, hal ini bukan hanya pandangan dari luar saja (padangan

manusia semata), akan tetapi dalam pandangan Allah juga. Ibadah

yang ditunjukkan tidak untuk dipertunjukkan kepada manusia atau

biasa dikenal dengan Riya, akan tetapi ibadah ini ditujukkan kepada

Allah, semata-mata kita merupakan makhluk yang taat terhadap

perintahnya.

4) Amanah dan Shidiq

Amanah artinya terpercaya, dan Shidiq artinya benar. Dua sifat

inilah yang paling pertama harus dimiliki sang dai. karena dua sifat

inilah yang dimiliki oleh para Rasull dan para Nabi. Sifat amanah dan

sifat shidiq inilah yang menjadi kekuatan dalam diri dai kedua sifat ini

ditanamkan dalam hidupnya, maka mad’u akan sepenuhnya percaya

dengan pesan dakwah yang dai sampaikan.

5) Pandai Bersyukur
Bersyukur merupakan bentuk sikap terima kasih atas berbagai

nikmat dan karunia yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya.

Bentuk rasa syukur kepada Allah terbagi kepada dua bagian yakni

pertama bentuk syukur dengan perbuatan seperti melakukan berbagai

kebaikan dengan ikhlas tanpa unsur riya, yang kedua bentuk syukur

dengan lisan seperti mengucapkan kata-kata yang baik (Kalimat

Thayyibah). Bentuk rasa syukur ini mempunyai dua dimensi, yakni

pertama rasa syukur kepada Allah, dan yang kedua bentuk syukur

kepada manusa. Sang dai harus dituntut untuk mempunyai 2 bentuk

dimensi syukur ini, syukur atas berbagai nikmat dan karunia Allah,

serta bisa bersyukur atas kebaikan yang diberikan oleh sesame

manusia.

6) Tulus, Ikhlas serta tidak mementingkan Diri Pribadi

Setiap yang dilakukan oleh dai merupakan sikap peduli kepada

setiap jamaah atau ma’dunya, sang dai pasti menyampaikan isi pesan

dakwah yang bersifat positif, dan memiliki kandungan dari nilai-nilai

keisalaman agar mad’u mau beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

7) Tawadhu

Tawadhu artinya rendah hati. Rendah hati yang dimaksud

bukanlah rendah diri yang artinya merasa dirinya terhina dan

terbelakang serta jauh dibawah derajat dan kewibawaan orang lain.

Tawadhu disni ialah rendah hati sopan, tidak sombong, tidak suka
merendahkan orang lain, tidak suka menhina dan tidak suka mencaci

orang lain. Orang yang selalu menanmkan sifat tawadhu dalam dirinya

akan senantiasa disenangi dan dihormati orang lain.

8) Sederhana dan sesantiasa memiliki sifat jujur

Dai harus menanamkan sifat sederhana dan harus senantiasa

menanamkan sifat jujur dalam dirinya. Karena jujur merupakan modal

dari keberhasilan dakwah, jujur yang akan menghantarkan mad’u

kepada kepercayaan dan menjaga kepercayaan mad’u itu jauh lebih

penting dari apapun. Dan maksud sederhana disini ialah sederhana

dalam apapun termasuk dalam berpakaian. Tidak bermegah-megahan,

tidak angkuh, dan tidak sombong atas apa yang telah dipunyai oleh

sang dai.

9) Menjauhi sifat egois

Egois merupakan sifat yang negatif, angkuh, sombong, dan

merasa diri paling hebat dibadingkan dengan siapapun. Sifat egois

inilah yang harus dihindari dan dijauhi oleh dai, biasanya orang yang

memiliki sifat ego akan selalu mementingkan kepentingan dirinya

dibandingkan orang lain. Maka bagaiamana mungkin ketika dai

memiliki sifat egois mad’u bisa mendengarkan apa yang disampaikan

olehnya.

10) Memiliki sifat sabar dan Tawakal


Ketika semua ikhtiar telah dilakukan, selanjutnya tinggal kita

berserah diri dan pasrah atas apa yang sudah kita ikhtiarkan, berserah

dan pasrah kepada Allah inilah yang disebut dengan sabar dan tawakal.

11) Memiliki Jiwa Toleran

Toleransi merupakan sikap saling menghargai dan mengerti,

serta mampu memposisikan diri dilingkungan yang seperti apapun

(asal tidak ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan), sikap toleransi

ini tercantum dalam Qur’an Surah al-Ikhlas ayat 6:

‫لكم دينكم ولي دين‬.


“Untukmu agamamu dan untukku agamaku” (Kemenag, 2011:
306)

12) Tidak Memiliki Penyakit Hati

Sifat iri, dengki, ujub, takabur, ria, sombong serta hasad

merupakan sifat yang harus dihindari oleh sang da’i. Dakwah tidak

akan sampai kepada mad’u jika hati tidak dibersihkan dari hal-hal

penyakit hati seperti itu.

13) Memiliki Sifat Istiqomah

Terakhir dai harus memiliki sifat istiqomah dalam dirinya.

Istiqomah merupakan sikap yang konsisten atau sikap baik yang

dlakukan secara terus-menerus. (Hajir Tajiri, 2015: 51-53)


c. Sikap Yang Harus dimiliki Seorang Da’i

Dai harus mempunyai sikap yang baik yang sesuai dengan al-Quran

dan Hadits, hal, diantara contoh sikap yang harus dimiliki seorang dai

diantaranya:

1) Berakhlak mulia

Berakhlak mulia artinya dai harus memliki budi pekerti yang

sangat mulia baik itu dalam perbuatannya, tindakannya dan juga

sikapnya. Salah satu contoh dai yang mempunyai budi pekerti yang

sangat mulia adalah Rasulullah Saw, yang tidak lain diutus ke bumi

untuk mememperbaiki moral umat manusia. Rasulullah bersabda:

‫انما بعثت ألتمم صالح األخالق‬.


“Sesungguhnya aku (Rasulullah) diutus oleh Allah SWT ke
muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak mulia”

2) Disiplin dan Bijaksana

Seorang dai haruslah mempunyai sifat disiplin dan bijaksana,

hal ini bertujuan agar dakwah dapat berjalan dengan sukses, dan dai

diharuskan memiliki sifat yang bijaksana mampu mengatakan yang

hak dan yang bathil.

3) Warak dan Berwibawa

Warak artinya menjauhi perbuatan-perbuatan yang tidak

berguna ketika dakwah disampaikan dan sebaliknya mendekatkan diri

kepada hal-hal yang baik dan emngundang pahala, sikap warak inilah

yang nantinya akan menimbulkan atau memunculkan wibawa dalam


diri sang dai, sikap wibawa yang dimiliki sang dai inilah yang akan

menjadikan mad’u percaya dengan apa yang dai sampaikan.

4) Berpengetahuan yang cukup

Dalam hal ini dijelaskan dai harus memiliki pengetahuan yang

cukup dan memadai dalam segala bidang, tentunya yang berhubungan

dengan isi pesan dakwah yang akan disampaikan kepada mad’unya.

Pengetahuan yang cukup dan memadai ini bisa berupa bahasa, tradisi,

psikologi, budaya, yang harus dipelajari oleh sang dai tujuannya agar

pesan dakwah benar-benar sampai kepada mad’u. (Agus Salim, 2017:

97-100).

d. Akhlak Dai

Selaku public figure, dai jadi pusat atensi serta rujukan untuk umat,

mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali, kerutinan yang dikerjakannya,

kepemimpinannya, aktivitas dalam organisasi sosial, keputusan-keputusan

yang diambilnya, kehidupan keluarganya, seluruhnya hendak memperoleh

pantauan dari umat. Akhlak sang da’i meliputi hati, piker, lisan atau ucapan,

jasad, harta ikatan sosial, ekonomi, serta keluarga, seluruhnya sejalan dengan

tuntutan ajaran agama Islam sehingga setiap tingkah laku yang

diperlihatkannya menjadi suri teladan atau contoh yang baik gai setiap umat.

Salah satu komentar akhlak mengatakan kalau tolak ukur baik

buruknya sikap akhlak ditetapkan oleh sepanjang mana sikap tersebut

mempunyai kesesuaian dalam ajaran Islam. Dalam akhlak, baik buruknya


sikap seseorang dilihat atau bersumber pada syarat agama (Mahjuddin, 2011:

37)

Berikut merupakan sebagian komentar para pakar menimpa akhlak

yang sudah dikumpulkan oleh Abuddin Nata (1997), antara lain:

1. Ibnu Maskawih berpendapat, bahwasanya akhlak adalah salah satu

sifat yang tertanam dan berada dalam ruhani manusia, yang

bertugas mendorong atau mengatur perbuatan tanpa memerlukan

pemikiran dan pertimbangan sebelumnya.

2. Imam al-Ghazali berpendapat, akhlak merupakan sifat yang

tumbuh dan berkembang dalam potensi ruhani manusia, yang

mampu menghasilkan berbagai macam perbuatan dengan mudah,

tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan sebelumnya.

3. Ibrahim Anis mengatakan, akhlah merupakan sifat yang tumbuh

dan tertanam dalm jiwa seseorang yang melahirkan macam-macam

perbuatan, baik bersifat buruk ataupun bersifat jahat yang tanpa

memerlukan pertimbangan dan pemikiran sebelumnya.

4. Abdul Hamid mengatakan, bahwasanya akhlak adalah potensi

ruhani manusia yang terdidik. (Hajir Tajiri, 2015: 44-45)

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, Abuddin Nata

berhasil menyimpulkan beberapa ciri-ciri dari perbuatan akhlak, diantaranya:

Pertama, perbuatan baik buruk manusia bahwasanya sudah tumbuh dan

berkembang dan tertanam kuat dalam ruhaninya sehingga menjadi satu


kepribadian. Kedua, perbuatan baik buruk manusia dilakukan dengan gampang

dan dilakukan secara sadar. Ketiga, perbuatan baik buruk manusia muncul

berdasarkan kemauan, pilhan dan keputusan dalam dirinya, sehingga timbul

kesukarelaan dan tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak lain. Keempat,

perbuatan baik dan buruk yang dilakukan oleh manusia merupakan sifat yang

sungguh-sungguh dan tidak bersifat main-main atau hanya sekedar gurauan.

Dan terakhir kelima, perbuatan itu dilakukan atas dasar kesukarelaan atau

keihklasan bukan semata mata ingin mendapatkan sanjungan dan pujian dari

orang lain. (Hajir Tajiri, 2015: 45)

e. Penampilan Dai

Penampilan salah satu elemen yang tidak bisa jauh dari manusia, baik

ketika berada didalam sebuah acara formal maupun nonformal. Termasuk

disini penampilan dai menjadi salah satu faktor yang tidak bisa dihindari atau

dijauhi ketika dai berdakwah, dan penampilan inilah yang pertamakali

diperhatikan dan dilihat oleh mad’u.

Penampilan menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh untuk

meningkatkan daya tarik, dan rasa kepercayaan dalam diri seseorang. Dedi

Mulyana (2001: 346), beliau mengatakan bahwasanya masalah utama

penampilan yang berpengaruh terbagi menjadi dua.

Pertama penampilan luar atau biasa yang kita sebut dengan penampilan

fisik. Adapun yang meliputi penampilan fisik seperti: 1) pakaian atau baju,

baik dilihat dari modelnya, bentuknya termasuk kualitas pakaian yang dipakai.
Selain pakaian, ada juga beragam aksesoris yang digunakan, hal ini bertujuan

untuk mempercantik dan menambah daya tarik dari dai. Diantara aksesoris

yang digunakan diantaranya: jam tangan, kacamata, sandal atau sepatu, satu set

perhiasan (bagi perempuan) dan lain sebagainya. 2) Dilhat dari karakteristik

fisik baik itu dai ataupun da’iyah. Yang dimaksud karkateristik fisik ialah

ganteng dan cantik, selain itu juga dilihat dari warna kulit yang dimiliki oleh

setiap manusia, postur dan bentuk tubuh, dan gaya rambut.

Beberapa bagian terpenting dari penampilan fisik ini yang paling

banyak berpengaruh ternyata sudah terlebih dahulu diteliti oleh sejumlah ahli.

Penelitian ini sebagaiaman dilakukan oleh Dion, Berscheid, dan Harold Sigall

mengenai pengaruh wajah cantik dan ganteng. Dion dan Berscheid

mengatakan manusia yang memiliki paras cantik ataupun ganteng pada

dasarnya dipandang lebih sukses dalam kehidupannya, selain itu juga

dipandang mempunyai sifat yang baik. Hal ini disebabkan bahwasanya daya

tarik sering dipandang sebagai penyebab ketertarikan antar lawan jenis. Siapa

yang tidak suka dan senang terhadap orng cantik dan ganteng tentu semua

menyukai dan senang terhadapnya. Harold Laswel mengatakan bahwasanya

kecantikan atau ketampanan seseorang mampu menjadi faktor atau

mempengruhi sebuah proses komunikasi.

Islam mengajrakan manusia untuk memperhatikan mengani masalah

penampilan, karena Islam sendiri suka terhadap keindahan dan kebersihan.

Abu Hurairah Ra., mengisahkan: “bahwasanya ada laki-laki tampan yang


mendatangi Rasululullah Saw, kemudia laki-laki itupun berkata: “Ya

Rasulullah, sesungguhnya saya adalah orang yang suka dan menyukai

keindahan, dan sebagaiaman Allah telah memberikan saya keindahan itu,

seperti halnya yang telah engkau lihat, sehingga saya tidak suka dan tidak

menyukai jika ada orang yang melebihi saya, meskipun hanya berupa sandal

jepit. Apakah hal ini masuk kedalam sifat sombong?” Rasulullah Saw,

menjawab: “Tidak, sesungguhnya yang dimaksud sifat sombong adalah

menlak kebenaran da meremehkan orang lain” (HR. Abu Daud dalam Abbas

Asiisiy, 2006: 82)

Abbas Asiisiy mengatakan, sejarah mengatakan bahwasanya para

sahabat nabi memiliki wajah tampan dan memiliki badan yang sangat gagah.

Dahyah al-Kalbi, yang diutus untuk datang menemui Heraklius sebagai

delegasi, dia memiliki bada dengan yang begitu baik, sedap dipandang dan

juga tampan rupawan. Mushab bin Umair beliau juga memiliki wajah yang

sangat tampan dan selalu berpenampilan menarik. Ibunya sendiri dikenal oleh

orang yang kaya raya, yang bisa membeli semua kperluan yang dibutuhkannya

seperti paiakain bagus, dan wangi-wangian berupa parfum. Begitupun dengan

Ja’far bin Abu Thalib, beliau dikenal sebagai orang yang berpenampilan selalu

menarik dan tampan.

Abbas mengatakan, dahulu kala para penghulu, para dai, para

mubaligh, sedang duduk didepan majlisnya, mereka selalu mengenakan

pakaian cantik, yang selalu memperindah badannya tidak lupa merekapun


mengenakan berbagai wewangian, sehingga jika dilihat dari atas sampai bawah

tampak memepesona dengan dandanan sederhananya itu, siapa mereka? Yakni

ialah Abdullah bin Abbas, Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i.

Kemudian yang kedua ialah penampilan dalam kepribadian dai. (Hajir Tajiri,

2015: 49-50)

C. Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi berawal dari bahasa Latin communication yang memiliki makna

‘pemberitahuan, informasi, ataupun berita’ atau bisa diartikan dengan ‘pertukaran

pikiran’. Sehingga dapat disimpulkan, ketika proses komunikasi berlangsung harus

ditemukan adanya unsur-unsur perihal persamaan makna atau biasa disebut dengan

adanya proses timbal balik antara komunikator dan komunikan, atau komunikan

dengan komunikator ketika melakukan proses komunikasi. (Tommy Suprapto, 2009:

5)

Baiklah, jika dua manusia turut terbawa kedalam sebuah komunikasi, seperti

dalam bentuk dialog, sehingga komunikasi akan berlangsung selama terdapat

persamaan makna yang berada dalam dialog tersebut. Persamaan kata, bahasa yang

dipakai kedalam dialog belum pasti dikatakan mampu menghasilkan persamaan arti.

Dapat diartikan perkataan, paham bahasanya belum pasti paham arti yang hasilkan

oleh bahasa itu sendiri. Sehingga dikatakan dengan pasti, bahwasanya dialog kedua

manusia mampu dibilang komunikatif jika keduanya saling merespon satu sama lain,
selain paham terhadap bahasa yang dipakai, paham juga terhadap arti tiap kata yang

di dialogkan. (Onong Uchjana Effendy, 2009: 8)

Pengertian komunikasi di atas, masih tergolong kedalam pengertian

komunikasi yang bersifat mendasar, atau pengertian komunikasi yang sangat mudah

dipahami, karena dari pengertian tersebut menghasilkan keksimpulan, bahwasanya

komunikasi dilakukan atas dasar untuk menemukan persamaan makna antara

komunikator dengan komunikan, ataupun sebaliknya komunikan dengan

komunikator. Dari persamaan makna yang dihasilkan inilah mampu menghasilkan

berbagai informasi, sehingga komunikator atau komunikan akan paham dan

mengetahui mengenai informasi yang disampaikan tersebut.

Komunikasi sangat penting untuk kehidupan, baik dilingkungan kecil ataupun

lingkungan besar, karena komunikasi ini bagian terpenting dalam sistem sosial,

kebudayaan, pendidikan, dan juga politik yang sudah disadari oleh para petinggi, dan

para ilmuan, sebagaiamana hal ini terjadi pada zaman Aristotels dilahirkan dan hidup

ratusan tahun sebelum Masehi. Namun, pembelajaran Aristotel bertahan pada retorika

dalam lingkup kecil. Pertengahan abad ke 20 sehingga waktu yang dirasa singkat

dunia makin kecil disebabkan perubahan industry dan perubahan teknologi

elektronik, sesudah ditemukan kapal api, pesawat terbang, tenaga listrik, telpon, surat

kabar, film, radio, televise, dan lain sebagainya. sehingga para petinggi, para ilmuan

pada abad sekarang sadar betapa pentingnya komunikasi dijaga ditingkatkan dari

segala sesuatu yang diketahui menjadi ilmu.


2. Proses Komunikasi

Proses komunikasi dapat digolongkan kedalam dua tahap, diantaranya

kedalam premier dan kedalam sekunder.

a. Rangkaian Komunikasi Secara Premier

Rangkaian komunikasi secara premier merupakan rangkaian cara akal

dan perbuatan manusia kepada manusia lainnya dengan memakai symbol

sebagai perantara. Simbol yang digunakan sebagai perantara premier dalam

rangakaian komunikasi merupakan kata-kata atau bahasa, isyarat dan gambar

yang bisa “mengartikan” akal dan perbuatan komunikator pada komunikan.

Kata-kata merupakan bahasa yang sering dipakai, dikarenakan pelafalan yang

jelas, dan bisa dimengerti oleh kebanyakan orang sehingga bahasa inilah yang

mampu mengartikan akal manusia kepada yang lain. Baik itu membentuk

pikiran, berita ataupun berupa pendapat; entah itu berhubungan dengan segala

hal yang nyata ataupun yang tidak berbentuk; hal ini tidak saja mengenai

kejadian yang terjadi seperti sekarang ini, yang memebedakan ialah pada

masa lalu dan masa yang akan datang. Dengan adanya bahasa banyak

memberikan manfaat yang dirasakan oleh manusia, yakni seperti: dipilih

menjadi manusia yang memiliki tingkah laku yang baik yang selalu

berdampingan dengan budaya; dan memugkinkan kejadian yang akan terjadi

pada masa 10 tahun, dan juga masa yang akan datang. (Onong Uchjana

Effendy, 2009: 10)


Symbol yang sering digunakan dalam perantara komunikasi premier

ialah bahasa, namun kelemahannya tak jarang orang yang pandai dalam

mencari dan menempatkan kata-kata yang pas dalam sebuah proses

komunikasi atau ketika melakukan dialog dengan kedua belah pihak. Tidak

jarang banyak kata-kata yang tidak dimengerti dan dipahami atau biasa

disebut sebagai ambigu sehingga tidak mencerminkan akal dan perbuatan

yang nyata. Selain itu, banyak terdapat kata-kata yang tidak pantas diucapkan

yang keluar dari mulut manusia seperti kata-kata kasar, misalnya: anjing dan

babi, kata hewan ini tidak pantas sama sekali diucapkan dan dapat merusak

citra dari proses komunikasi it sendiri.

Tidak hanya bahasa, kata-kata yang dikeluarkan dalam rangkaian

proses komunikasi premier bisa berbentuk isyarat. Isyarat yang digunakan

banyak beragam, yakni seperti lamabaian tangan, senyuman, dan juga gerak

tangan. Namun yang paling penting, tidak semua orang mengerti dan paham

dengan bahasa isyarat yang digunakan. Bahasa isyarat biasanya banyak

digunakan oleh orang-orang yang memiliki keistimewaan atau yang disebut

sebagai tunawicara. (Onong Uchjana Effendy, 2009: 10-11)

Bahasa yang digunakan oleh manusia memiliki dua pengertian,

pertama pengertian kata denotatif, adalah memiliki makna yang tercantum

pada kamus kemudian diterima secara menyeluruh oleh segenap manusia

dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Kedua pengertian kata konotatif

adalah memiliki makna yang bersifat menyentuh perasaan.


Pakar komunikasi Wilbur Schram, dalam buku karyanya yang

berjudul “Communication Research in the United States” mengatakan

bahwasanya komunikasi dapat berjalan sukses jika pesan yang disampaikan

oleh komunikator pas dengan sistem dari prinsip dasar, yakni perpaduan

dengan kejadian yang pernah dialami dan pengertian yang pernah didapat oleh

komunikan. (Onong Uchjana Effendy, 2009: 11-12)

b. Rangkaian komunikasi Secara Sekunder

Rangkaian komunikasi secara sekunder merupakan rangkaian

menyampaikan oleh manusia dengan memakai benda atau alat yang menjadi

pernatara kedua setelah menggunakan symbol sebagai perantara pertama

(Onong Uchjana Effendy, 2009: 14)

Komunikator memakai perantara kedua dalam melangsungkan

komunikasinya disebabkan komunikan yang menjadi acuannya ada dilokasi

yang relatif jauh, surat, telepon teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi,

film dan sebagainya merupakan perantara kedua yang sering dipakai dalam

komunikasi.

Dalam kalangan masyarakat, yang dikatakan perantara komunikasi

merupakan perantara kedua seperti dijelaskan diatas tadi. Jarang sekali manusi

menganggap bahasa sebagi perantara komunikasi. Hal ini dikarenakan bahasa

sebagai symbol beserta maknanya seperti akal dan perbuatan yang dibawanya

menjadi pesan, yang tidak bisa dipisahkan. Tidak seperti perantara yang

berbentuk surat, telepon, radio dan masih banyak lagi.


Pentingnya pranan perantara sekunder dalam rangkaian komunikasi,

dikarenakan ketetapan cara dalam menjangkau komunikan. Surat kabar, radio

atau televisi contohnya, ialah perantara yang dirasa efisien dalam menjangkau

komunikan dalam seluruhnya. Jelas ketetapan caranya disebabkan, dengan

membawakan atau menyampaikan sebuah pesan satu kali saja, sudah bisa

beredar kepada masyarakat seluruhnya. (Onong Uchjana Effendy, 2009: 13-

14)

Hasil atau dampak yang berbalik dalam komunikasi perntara, hal yang

paling utama yakni media massa itu sendiri, dinamakan umpan balik hal ini

disebabkan sampainya kritik atau komentar masyarkat kepada komunikator

membutuhka batas waktu. Sebagaiamana mestinya dalam rangakaian

komunikasi perantara, contohnya dengan surat, poster, spanduk, radio,

televise, ataupun film, tetap saja hasil atau dampak akan tetap berbalik.

(Onong Uchjana Effendy, 2009: 15)

Rangkaian komunikasi sekunder ialah lanjutan dari komunikasi primer

untuk masuk kedalam ruang dan waktu, maka dalam menyusun symbol-

symbol untuk merumuskan makna pesan komunikasi. Komunikator wajib

mengira-ngira dan menghitung-hitung tanda-tanda serta rupa dan keadaan

perantara yang akan dipakai. Keteapan perantara yang akan digunakan

sebagai perolehan dari sekian banyak pilihan wajib didasari pendapat tentang

siapa komunikan yang akan dimaksud. Komunikan perantara surat, poster,

ataupun berupa papan pengumuman akan terlihat tidak sama dengan


komunikan surat kabar, radio, televise, atau film. Setiap perantara mempunyai

tanda serta rupa dan keadaan tertentu dan berbeda yang hanya akan tepat dan

pasti untuk dipakai dalam menyampaikan suatu pesan khsusu. (Onong

Uchjana, Effendy, 2009: 15).

Berikut unsur-unsur dalam rangkaian komunikasi, diantaranya:

1) Sender: Komunikator yang mempunyai tugas untuk memberikan

atau mengirimkan pesan kepada manusia baik individu ataupun

seluruhnya.

2) Encoding: penyandian yang merupakan rangkaian perpindahan

akal ataupun hasil pikiran kedalam bentuk symbol.

3) Message: Pesan yang diartikan sebagai satu perangkat symbol

yang memiliki makna untuk diteruskan dan dikirmkan oleh

komunikator.

4) Media /Perantara: Merupakan channel atau saluran komunikasi

yang menjadi lokasi berlalunya pesan dari komunikator kepada

komunikan.

5) Decoding: pengawasandian, yang merupakan rangkaian dimana

komunikasi menentukan atau memastikan arti pada symbol yang

disalurkan oleh komunikator kepadanya.

6) Receiver: merupakan komunikasi yang mendapat pesan dari

komunikator.
7) Response: kritik, saran, ataupun komentar yang diterima oleh

panca indra mengenai satu perangkat pengaruh kepada komunikan

sesudah mendapatkan pesan.

8) Feedback: Merupakan rangkaian timbal balik mengenai tanggapan

kritik ataupun komentar komunikan jika tersalurkan atau

dikirimkan kepada komunikator.

9) Noise: Merupakan sebuah gangguan yang tidak dapat terduga yang

bisa terjadi dalam rangkaian komunikasi sebagai dampak

diterimanya pesan yang lain oleh komunikan yang berselisih

dengan pesan yang disalurkan oleh komunikator kepadanya.

Unsur-unsur rangkaian komunikasi di atas menjelaskan dan

memastikan faktor-faktor kunci dalam komunikasi efektif. Komunikator harus

mengetahui dan memahami bahwasanya masyarakat yang mana yang bisa

dijadikan sesuatu yang menjadi tujuan atau acuan serta komentar apa yang

ingin disampaikannya. Komunikator harus kreatif dalam menyandi pesan

dengan menjumlahkan bagaiamana komunikan menjadi dasar tujuan atau

acuan biaanya mengawasandi pesan. Komunikator harus menyampaikan

pesan dengan perantara yang pasti dan jelasa yang tujuannya mampu

mencapai masyarakat sasaran. (Onong Uchjana Effendy, 2009: 15-16)

Gaya komunikasi tersebut memastikan faktor-faktor kunci dalam

komunikasi efektif. Komunikator harus mngetahui masyarakat mana yang

dijadikan sebagai acuan dan tujuan dan argument atau komentar apa yang
diinginkannya. Komunikator harus cerdas, aktif, serta kreatif dalam menyandi

pesan dengan menghitungkan bagaiamana komunikan acuan dan tujuan

biasanya mengawasandi pesan. Komunikator wajib menyalurkan dan

menyampaikan pesan melalui perantara yang pasti dan jelas dalam mencapai

masyarakat sasaran. (Onong Uchjana, 2009: 16)

3. Komunikasi menurut Harold Laswell

Adapun pengertian komunikasi menurut Harold Laswell adalah sebuah

tindakan yang menceritakan atau menggambarkan siapa mengatakan apa dengan

menggunakan metode apa, kepada siapa dengan menimbulkan efek yang seperti apa.

(Tommy Suprapto, 2009: 5). Komunikasi juga bisa diartikan sebagai sebuah proses

transaksi, hal ini dikarenakan komunikasi ialah sebuah proses, yang dimana bagian

dari keseluruhannya satu sama lain saling terhubung dan saling berkaitan. Didalam

setiap transaksi, setiap elemen berkaitan dari satu elemen dengan elemen-elemen

lainnya. Adapun langkah-langkah dari proses komunikasi ini ialah sebagai berikut:

1. Langkah pertama yakni ide. Merupakan sebuah gagasan yang ditemukan

atau diciptakan dari sumber utama yakni komunikator.

2. Langkah kedua ialah sebuah ide yang sudah dirancang yang membentuk

menjadi symbol atau lambang komunikasi yang memiliki arti yang

kemudian ditransfer ataupun dikirimkan.

3. Langkah ketiga yakni sebuah pesan yang telah berhasil di encoding

(pengkodean) kemudian dikirimkan atau diteruskan menggunakan saluran


berupa media yang disesuaikan dengan berbagai macam lambang dan

symbol dalam sebuah komunikasi yang diperuntukkan kepada komunikan.

4. Langkah keempat adalah penerima komunikasi atau komunikan yang

memberikan pengertian terhadap makna pesan yang disesuaikan dengan

pendapat dan pandangan tersendiri untuk memberikan pemahaman

mengenai pesan tersebut.

5. Langkah kelima ialah jika pesan ini berhasil didecoding, maka komunikan

akan mengirim lagi pesan itu kepada komunikator.

Sehingga, setelah terciptanya suatu gagasan yang telah dipahami maka pesan

komunikasi akan menghasilkan proses timbal balik berupa suatu proses komunikasi.

Kelima tahapan proses komunikasi di atas mempunyai 5 unsur komunikasi. (Tommy

Suprapto, 2009: 8-9). Salah satu pakar komunikasi Wilbur Schramm beliau

mengatakan bahwasanya proses terjadinya komunikasi antar komunikator dengan

komunikan sedikit banyaknya harus memiliki tiga syarat unsur komunikasi, yakni

diantaranya komunikator (pelaku atau objek), komunikan (Subjek), dan pesan.

Tommy Suprapto, 2009: 9)

Harold Laswell dalam teori komunikasinya menyuguhkan 5 unsur dalam

terjadinya sebuah proses komunikasi, diantaranya:

a. Who, yang memiliki arti siapa yang berbicara atau siapa yang mengatakan.

b. Says What, memiliki arti apa yang dikatakan atau yang disampaikan.

c. In Which Channel, yang dapat diartikan menggunakan media apa.

d. To Whom, hal ini dimaksudkan kepada siapa komunikasi ditujukkan.


e. With What Effeck, hal ini berhubungan dengan efek apa yang dihasilkan.

Berdasarkan kelima unsur dalam proses komunikasi yang disuguhkan oleh

Laswel tersebut mampu mnghasilka 5 bagian terpenting dalam sebuah proses

komunikasi diantaranya:

a. Komunikator

b. Pesan

c. Media

d. Komunikan

e. Pengaruh

Sehingga isi dari sebuah proses komunikasi adalah untuk menghasilkan suatu

persamaan makna antara komunikator dengan komunikan ataupun antar dua orang

yang tetlibat dalam sebuah proses komunikasi. Teori yang dikemukakan oleh Laswell

ini merupakan teori yang umum dan sering digunakan dalam sebuah komunikasi.

Model komunikasi ini merupakan model komunikasi yang begitu sangat sederhana,

selain itu, teori komunikasi Harold Laswel juga mampu dipahami. Dalam setiap

komunikasi laswel selalu menggunakan berbagai macam pendekatan, hal ini

bertujuan agar mampu memahami setiap pesan-pesan dari komunikasi. (Dani

Kurniawan, 2018: 26).

Anda mungkin juga menyukai