Anda di halaman 1dari 23

MITRA DAKWAH

1)
Najwa Salma Putri Rahmaniar,2) Alfreyda Risa, 3) Muhammad Hilmi Fatkhur Rohman
Progam Studi Komunikasi Penyiaran Islam 1A, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah
UIN Sayyid Ali Rahmatullah, Tulungagung

ABSTRAK

Islam merupakan agama dakwah yang pada prinsipnya selalu memberikan kasih sayang,
keselamatan, kedamaian dan kenyamanan bagi siapapun. Siapa saja boleh melakukan aktivitas dakwah
untuk menyebarluaskan agama Islam, tapi pada konteks sosio-kultural dan sosio-religius yang ada pada
masyarakat Indonesia sebagai objek dakwah, da’i dihadapkan pada satu hal yang sangat penting untuk
dikaji terkait dengan keberadaan masyarakat atau mad’u yang sangat beragam. Masyarakat sebagai objek
dakwah baik secara indivdu maupun kelompok memiliki pandangan yang beragam baik tentang nilai,
aturan-aturan dan cara menentukan definisi dari Islam itu sendiri. Memilih pesanpesan dakwah untuk
disampaikan kepada mad’u agar semua perbedaan-perbedaan yang ada pada masyarakat dapat
terakomodir sehingga tidak menyudutkan salah satu dari sekian banyak perbedaan itu. Identifikasi
keberadaan mad’u sebelum melakukan akatifitas dakwah adalah sebuah keharusan bagi pelaku dakwah
itu sendiri agar dapat menentukan pilihan da’i, metode dakwah, strategi dakwah dan pesan dakwah yang
sesuai dengan kondisi sosial dan kondisi sosio-religius masyarakat. Mad’u sebagai salah satu unsur
dakwah memiliki keistimewaan yang berbeda diantara unsur-unsur yang lain, karena lahirnya aktivitas
dakwah tentu dipengaruhi oleh keberadaan mad’u. Maka penting bagi pelaku dakwah untuk
mengidentifikasi apa saja yang dibutuhkan masyarakat dalam penyampaian pesan dakwah.

Kata Kunci: Manajemen Dakwah, Keberagaman Mad’u, Pesan Dakwah

ABTRACT
Islam is a missionary religion which in principle always provides love, safety, peace and comfort for
anyone. Anyone can carry out da'wah activities to spread the religion of Islam, but in the socio-cultural
and socio-religious context that exists in Indonesian society as an object of da'wah, da'i are faced with one
very important thing to study regarding the existence of society or mad'u. which is very diverse. Society as
an object of da'wah, both individually and in groups, has diverse views regarding values, rules and how to
determine the definition of Islam itself. Choose da'wah messages to convey to Mad'u so that all the
differences that exist in society can be accommodated so as not to corner one of the many differences.
Identifying the existence of mad'u before carrying out da'wah activities is a necessity for the da'wah
practitioners themselves so that they can determine the choice of da'i, da'wah methods, da'wah strategies
and da'wah messages that are in accordance with the social conditions and socio-religious conditions of
society. Mad'u as one of the elements of da'wah has special features that are different from other elements,
because the birth of da'wah activities is certainly influenced by the existence of mad'u. So it is important
for da'wah practitioners to identify what the community needs in conveying the da'wah message.
Keywords: Da'wah Management, Mad'u Diversity, Da'wah Message

1
PENDAHULUAN

Islam merupakan agama terakhir yang di turunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, untuk
membina ummat manusia supaya berpegang teguh kepada ajaran-ajaran yang benar dan diridai
Allah serta untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagai
wahyu terakhir, Islam merupakan agama penyempurna dari keberadaan agama-agama
sebelumnya. Perkembangan agama Islam yang disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW, di
Mekkah, kemudian di Madinah, dan kemudian berkembang ke seluruh penjuru dunia tidak lain
adalah karena adanya proses dakwah yang dilakukan oleh para tokoh Islam. Perkembangan
dakwah Islamiah inilah yang menyebabkan agama Islam senantiasa berkembang dan
disebarluaskan kepada masyarakat luas. (Samsul Munir, 2005: 1).

Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu da’a, yad’u dak’wan, du’a, yang
diartikan sebagai mengajak atau menyeru, memanggil, seruan, permohonan, dan permintaan. Kata
“mengajak, mendorong, dan memotivasi” adalah kegiatan dakwah yang berada dalam ruang
lingkup tabligh. dakwah harus bersifat bashirah, istiqomah dan harus berjuang di jalan Allah SWT.
Kata “bashirah” untuk menunjukkan bahwa dakwah harus dengan ilmu dan perencanaan yang
baik. Kalimat “meniti jalan Allah” untuk menunjukkan tujuan dakwah, yaitu mardhotillah. Kalimat
“istiqomah di jalan Nya” untuk menunjukkan bahwa dakwah dilakukan secara berkesinambungan.
Sedangkan kalimat “berjuang bersama meninggikan agama Allah” untuk menunjukkan bahwa
dakwah bukan hanya untuk menciptakan kesalehan pribadi, tetapi juga harus menciptakan
kesalehan sosial. Untuk mewujudkan masyarakat yang shaleh tidak bisa dilakukan secara sendiri-
sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama-sama.

Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik
secara individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak; atau
dengan kata lain, manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama Islam,
dakwah bertujuan untuk mengajak mereka masuk Islam; sedangkan kepada orang-orang yang telah
beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman, Islam, dan ihsan.

Untuk menghadapi masalah masalah dakwah, metode dakwah mempunyai peranan penting
agar tujuan dakwah berkembang dan mudah dipahami, apalagi menghadapi watak manusia yang

2
tidak sama. Umat Islam pun mempunyai pandangan yang berbeda. Maka dari itu penulis
mengambil dasar kewajiban dakwah dalam Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125:

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik,
dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhanmu, Dialah yang
lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
mendapat petunjuk.”
Dalam keadaan dan situasi yang bagaimanapun muslim tetap harus sadar bahwa dirinya adalah
subjek, salah satu unsur dari berbagai macam unsur dakwah yang memiliki kedudukan sangat
tinggi. Karena, subjek dakwah ini (da’i) bagaikan guide atau petunjuk arah terhadap orang-orang
yang ingin mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.

Selain itu, mitra dakwah atau mad’u merupakan unsur yang juga penting dan menjadi tolak
ukur, bagaimana feedback (timbal-balik) dakwah menjadi lebih efektif. Pendakwah harus
mengerti, untuk siapa pesan itu disampaikan. Ia harus memutuskan apakah pendengarnya mengerti
kata-kata yang akan digunakan. Jika pendengarnya tidak mengerti kata yang disebut pembicara,
mungkin pendengar akan salah dan bingung. Da’i harus melibatan pilihan perilaku, kata dan
kalimat yang dianggap tepat dengan mempertimbangkan keadaan pendengar dan pembacanya.
Tindakan “memilih” mengandung arti menyisihkan, sehingga terdapat gagasan dan perasaan yang
tersembunyi. Berakar dari sini, perlu adanya penyelarasan terhadap karakteristik mitra dakwah,
dengan tujuan menyamakan tata bahasa (gramatikal) dan perspektifnya.

Setelah itu, da’i akan dengan mudah menyampaikan pesan dakwah kepada mitra dakwah
(mad’u). Itulah sebabnya dalam dakwah diperlukan etika, agar para da’i dapat melakukan
dakwahnya secara ma’ruf. Mad’u atau penerima dakwah adalah seluruh umat manusia, baik laki-
laki ataupun perempuan, tua maupun muda, miskin atau kaya, muslim maupun non muslim,
kesemuanya menjadi objek dari kegiatan dakwah Islam ini, semua berhak menerima ajakan dan
seruan ke jalan Allah.

3
PEMBAHASAN

Dalam beberapa tulisan, disebutkan bahwa pengertian mad’u antara lain: Secara bahasa mad’u
(‫ )مدعو‬adalah isim maf’ul dari da’aa (‫ )دعا‬yang berarti ‘yang diseru’. Sementara menurut istilah
mad’u ialah:

‫ الن االسالم رسالة هللا الخالدة بعث هللا به محمدا صلى هللا عليه وسلم الى‬,‫ هو المدعو الى هللا تعالى‬,‫االنسان أي انسان كان‬
‫الناس اجمعين‬
"Manusia, yaitu siapapun yang diseru kepada Allah Ta’ala, karena Islam adalah risalah Allah
yang kekal, dimana Allah telah mengutus dengan risalah-Nya tersebut Muhammad
Shalallahu’alaihiwassalam kepada seluruh umat manusia.”

➢ Hak - Hak Mad’u

Mad’u memiliki beberapa hak, diantaranya sebagai berikut:

1. Mendapat kunjungan atau ia didatangi oleh da’i untuk diberi dakwah.


2. Tidak boleh direndahkan. (Al-’Amusy, 2005: 76)

➢ Kewajiban Mad’u

Selain ada hak bagi mad’u, ada juga kewajiban yang harus mereka penuhi, lantaran dimana
ada hak maka di sana ada kewajiban. Dan diantara kewajiban tersebut, adalah:

1. Tunduk dan patuh kepada haq (kebenaran) dan khair (kebaikan).


2. Bertanya dan minta penjelasan.
3. Bergabung atau ikut serta dalam pelaksanaan/penerapan manhaj Allah.
4. Berubah secara positif melalui praktik dakwah yang hanya karena Allah kepada
manusia.

Macam Macam Mad’u

4
Penggolongan objek dakwah ini dibuat berdasarkan aturan yang bertolak dari beberapa
segi. Bila bertolak dari posisi atau status dan peran atau tanggung jawab, maka objek dakwah
terbagi kepada dua golongan, yaitu: tokoh pemuka atau pembesar dan rakyat (masyarakat). Sedang
bila ditinjau dari gender atau jenis kelamin, maka terbagi atas laki-laki dan perempuan.

Kemudian ditinjau dari usia, maka terbagi kepada golongan: tua, paruh baya, muda-mudi,
dan anak-anak. Dan bila bertolak dari aspek keagamaan, maka mad’u tergolong kepada muslim,
kafir dan munafik. Selain pembagian itu, juga ada dari aspek materi (harta benda), yang tergolong
kepada aghniya (orang kaya) dan miskin. (Al-’Amusy, 2005: 59-60)

A. Mitra Dakwah Perspektif Teologis

Ada dua pembahasan teologis terkait dengan mitra dakwah, yaitu sejauh mana dakwah telah
menjangkau mereka dan bagaimana klasifikasi keimanan mereka setelah menerima dakwah.
Masalah pertama pernah menjadi polemik dalam sejarah Islam saat umat Islam dihadapkan pada
munculnya pemikiran teologis dalam kaitannya dengan kepentingan politik. Persoalan ini dimulai
dari perdebatan tentang peranan akal dan wahyu dalam perbuatan manusia. Dengan apa kita bisa
menilai perbuatan manusia: akal ataukah wahyu. Dalam konteks politik saat itu, bagaimana kita
menilai mana yang benar keputusan Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah bin Abu Sufvan dalam
perang Shiffin. Golongan Mu'tazilah berpendapat bahwa akal tidak hanya bisa membedakan antara
perbuatan baik dan buruk, tetapi juga dapat menjelaskan kewajiban melakukan perbuatan baik dan
meninggalkan perbuatan buruk. Sebaliknya. Asy'ariyah memandang bahwa hanya wahyu yang
bisa menilai perbuatan baik dan buruk sekaligus kewajibannya.

Pengaruh pemikiran dakwah dengan pendekatan teologis-filosofis tumbuh dan berkembang di


Perguruan Tinggi Islam, khususnya Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir. Pendekatan ini telah
menjadi perdebatan akademik di beberapa kampus. Sementara itu, kitab-kitab dakwah dengan
sufistik ditelaah di pesantren-pesantren maupun sekolah Islam. Pendekatan ini telah diterima oleh
masyarakat Muslim secara luas.

Dari masalah di atas, berkembang pemikiran tentang status orang yang belum pernah
menerima dakwah Islam. Termasuk dalam hal ini adalah umat manusia sebelum diutusnya Nabi
Muhammad SAW, kurang lebih 500 tahun. Pada masa itu antara masa Nabi 'Isa a.s. dan Nabi

5
Muhammad SAW tidak ada Rasul yang diutus, sedangkan umat manusia berada dalam kerusakan
yang fatal. Dalam kurun waktu setelah itu, mungkin juga terdapat suku-suku terasing yang belum
pernah kedatangan seorang pendakwah pun.

Bagi golongan Mu'tazilah yang mengagungkan akal, orang tersebut berdosa jika melakukan
perbuatan buruk dan mendapatkan pahala jika melakukan perbuatan baik. Dengan akal, ia dapat
mengetahui kedua perbuatan tersebut, meski ia belum pernah menerima dakwah Islam. Tidak
demikian bagi aliran Asy'ariyah, ia dianggap belum memiliki tanggung jawab onukallaf). Kita
ambil sebuah contoh: Penduduk di pulau terpencil yang belum mendapatkan pengenalan tentang
Islam, Mereka hidup sebagai bangsa yang primitif. Pola kehidupannya juga banyak yang
bertentangan dengan ajaran Islam.

Para pendakwah lebih banyak berkonsentrasi di daerah perkotaan atau pedesaan yang sudah
tidak dalam kategori terpencil. Ada juga vang berminat dan mewakafkan dirinya untuk siap
menderita di daerah terpencil, akan tetapi ada kesulitan dana untuk dakwah tersebut. Beberapa
kendala itulah yang menyebabkan masyarakat terasing belum tersentuh dakwah. "Mereka berdosa
dan masuk neraka,” kata penganut Mu'tazilah. "Belum tentu," jawab pengikut Asy'ariyah. Lebih
bijak kita hentikan perdebatan itu. Kita serahkan urusan penilaiannya kepada Allah SWT.
Selanjutnya, perhatian kita tujukan kepada persoalan kapan kita mulai memfokuskan mereka
sebagai mitra dakwah.

Dari sisi sejauh mana dakwah yang diterima, Bassam al-Shabagh (t.t: 86) membagi mitra dakwah
ke dalam tiga kelompok, yaitu:

1) Kelompok yang pernah menerima dakwah. Kelompok ini terdiri dari tiga kelompok juga,
yaitu:
a. Menerima dengan sepenuh hati (Mukmin);
b. Menolak dakwah (Kafir); dan
c. Pura-pura menerima dakwah (Munafik).

2) Kelompok yang belum pernah menerima dakwah. Kelompok ini terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu:
a. Orang-orang sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW

6
b. Orang-orang setelah diutusnya Nabi Muhammad SAW

3) Kelompok yang mengenal Islam dari Informasi yang salah sekaligus menyesatkan.

Dilihat dari perbandingan kebajikan Ulama' Ahl al Sunnah wa al-Jama’ah menamakan umat
manusia yang hidup antara masa Nabi 'Isa a.s. dan Nabi Muhammad SAW dengan sebutan Umar
Vakum Kenabian (ahl al-fitrah). Mereka tidak mengenal dakwah. Mereka tidak berdosa dan
selamat dari siksa Allah SWT. Pendapat tersebut berdasar pada surah al-Israa' (17) ayat 15.

Artinya: “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnva dia
berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka
sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak
dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus
seorang rasul.”

Begitu pula, orang-orang yang belum pernah mengenal dakwah Islam setelah diutusnya
Nabi Muhammad SAW juga bebas dari dosa. Demikian menurut pendapat Ahl al-Sunnah wa al-
Jama'ah. Sejarah mencatat bahwa Nabi Muhammad SAW lahir pada 571 Masehi. 40 tahun
kemudian (611 M), Nabi SAW menerima wahyu pertama kali dari Allah SWT. Pada masa ini, di
kawasan Nusantara terdapat beberapa kerajaan Hindu dan Buddha yang berkuasa, antara lain
Kerajaan Majapahit, Padjajaran, Sriwijaya, dan sebagainya. Sebelum kedatangan para pendakwah
Islam, padahal Nabi SAW telah berdakwah di sekitar Jazirah Arab. Masyarakat Nusantara masih
dominan beragama Hindu dan Buddha. Apakah mereka berdosa, karena semasa dengan Rasulullah
SAW, tetapi belum didatangi pendakwah. Tidak diragukan, bahwa agama Islam yang disampaikan
oleh Rasulullah SAW membuat dunia heboh dan menjadi berita besar. Namun, karena belum
adanya teknologi komunikasi seperti saat ini, berita besar itu tidak sampai kepada mereka.

7
Gambaran lain dari umat yang belum mendapatkan dakwah setelah diutusnya Rasulullah
SAW adalah masyarakat yang terisolasi. Hingga saat ini, banyak suku terpencil hidup dengan
tradisinya sendiri. Umumnya, tradisi yang dipertahankan adalah kepercayaan dan pemujaan
terhadap alam. Tidak sedikit orang modern yang pernah menemui mereka bahkan teknologi
informasi dan komunikasi juga diperkenalkan kepada mereka. Karenanya, masyarakat terasing ini
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mereka yang telah diperkenalkan Islam, langsung
maupun tidak langsung, dan mereka yang sama sekali belum diperkenalkan tentang Islam.
Kelompok yang terakhir ini hampir sulit ditemukan, jika enggan dikatakan mustahil. Dengan
demikian, bisa diasumsikan bahwa seluruh masyarakat dunia saat ini telah mengenal Islam.
Pertanyaan yang masih mengganjal adalah bagaiman jika Islam yang mereka dapatkan berasal dari
mereka yang tidak simpati kepada Islam, sehingga mereka hanya memahami Islam secara salah.

Pada masyarakat terasing, bisa jadi ada informasi tentang Islam, akan tetapi bersumber dari
orang nonMuslim yang sengaja mendiskreditkan Islam. Di belahan dunia ini, informasi tentang
Islam yang salah telah diterima oleh sebagian besar umat non-Muslim. Akibatnya, timbul sikap
antipati terhadap Islam atau tidak memperdulikannya (apatis). Tidak mudah mengubah pandangan
ini, karena mereka telah bertahun-tahun menerima informasi yang salah mengenai Islam. Mereka
tidak bisa membedakan antara ajaran Islam dan kondisi masyarakat penganutnya. Apa yang
dilakukan oleh sekelompok Muslim yang tidak benar dianggapnya sebagai wajah Islam yang
sesungguhnya. Di samping itu, terdapat sistem struktur maupun kultur yang mempersulit umat
non-Muslim Islam secara benar. Atas nama studi Ilmiah, banyak orientalis yang membuat
kesimpulan salah tentang Islam. Hasil kajian ini juga sering dijadikan rujukan oleh pemerintah
negara non-Muslim dalam membuat keputusan yang terkait dengan umat Islam. Bassam al-
Shabbagh membagi umat yang memahami Islam secara salah dalam dua kelompok, yaitu umat
Muslim dan umat non-Muslim. Secara panjang lebar, al-Shabbagh (t.t: 89-95) menguraikan kedua
kelompok ini.

Umat Muslim yang memiliki pemahaman salah tentang Islam juga bertebaran di seluruh
dunia. Banyak umat Islam yang tidak mengetahui Islamnya. Di antara penyebabnya adalah
penjajahan atau kolonialisasi yang menyebabkan umat Islam ditekan di bawah hukum kolonial
yang jauh dari nilai ajaran Islam. Selain itu, kurangnya pendakwah dan kepentingan politik yang
merugikan umat Islam juga ikut membuat umat Islam kurang memahami ajaran Islam.

8
Bagi mereka yang non-Muslim, kesalahpahaman tentang Islam disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:

1. Mereka menyamakan Islam dengan umat Islam yang kenyatannya banyak mengalami
kemunduran, kemiskinan, dan kebodohan.
2. Mereka tidak mengetahui ajaran Islam yang benar.
3. Mereka mendapatkan banyak pengetahuan tentang Islam dari hasil kajian orentalis yang
cenderung menyesatkan.
4. Media informasi dan propaganda telah dikuasai oleh orang-orang yang memusuhi Islam.
Dengan penguasaan ini, mereka mudah mengaburkan kebenaran ajaran Islam dan umat
non-Muslim terpengaruh olehnya.
5. Sumber-sumber perekonomian dunia juga telah dikuasai oleh orang-orang yang tidak
simpati kepada Islam. Dengan kekuasaanya, mereka mudah mendikte dan menekan
pemerintah Muslim, agar mengikuti kebijakan mereka yang cenderung merugikan umat
Islam. Hal ini kemudian dilihat oleh umat non-Muslim sebagai kelemahan dan kebodohan
umat Islam.

Dari sudut kualitas keimanannya, Rasulullah SAW membuat empat tipologi mitra dakwah.
Rasulluah SAW bersabda: "Hati (manusia) itu terbagi atas empat, yaitu hati yang tidak ternodai
seperti lampu yang bersinar, hati yang tertutup karena terikat oleh tutupnya; hati yanng terbalik,
dan hati yang tidak ternodai ialah hati orang beriman. Lampu hatinya merupakan cahanya. Adapun
hati yang tertuup adalah hati orang yang kafir. Hati yang terbalik adalah hati orang yang munafik.
Ia mengetahui kebenaran, tetapi ia mengingkarinya. Adapun hati orang yang tertempa ialah hati
yang di dalamnya ada keimanan dan kemunafikan. Perumpamaan iman dalam hati laksana sayuran
yang ditumbuhkan oleh air yang segar. Perumpamaan iman dalam hati laksana sayuran yang
ditumbuhkan oleh air yang segar. Adapun kemunafikan dalam hati laksana luka yang diperparah
oleh nanah dan darah. Di antara keduanya (iman dan munafik) yang dominan atas yang lain berarti
yang mengalahkannya." (Ahmad bin Hanbal, t.t., III, 17)

Istilah mukmin sering dipakai daripada istilah yang lain meski memberikan maksud yang
sama. Istilah yang sepadan dengan makna Mukmin antara lain Muslim, orang yang saleh, orang
yang taat kepada Allah SWT, dan Rasul-Nya serta orang-orang yang mendapat petunjuk. Orang
orang Mukmin adalah mereka yang membenarkan ajaran Islam dengan lisan, meyakini dalam hati,

9
dan mewujudkannya dengan perbuatan dan tingkah laku yang saleh. Dalam konsep Mukmin,
keyakinan dan tingkah laku selalu seirama, sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat Al-
qur'an.

Dilihat dari perbandingan kebajikan dan dosanya orang-orang mukmin yang menjadi mitra
dakwah dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

1. Mukmin yang lebih banyak dosa daripada kebajikannya (dhalimiun linafsih).


2. Mukmin yang seimbang antara dosa dan kebajikannya (muqtashid).
3. Mukmin yang lebih banyak kebajikan dari pada dosanya (saabiqun bi al-khairat).

Sebagaimana Firman Allah,

Allah SWT berfiman yang artinya: “Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-
orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya
diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula)
yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang
amat besar" (Q.S al Fathir: 32).

Mitra dakwah yang kafir memiliki bentuk bermacam-macam, yaitu:

1) Fasik

Fasik secara etimologi berarti "keluar dari seusatu". Sedangkan secara terminologi berarti
menyaksikan, tetapi tidak meyakini dan melaksanakannya. Dalam Islam, pengertian dari Fasik
adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan rasul-nya. Fasik dibedakan menjadi 2
jenis:

a. Fasik kecil yakni, seseorang yang masih berbuat maksiat atau dosa namun masih
memiliki iman dalam hatinya.
b. Fasik besar yakni, seseorang yang telah menyekutukan tuhannya karena perbuatan atau
perkataan.

10
2) Munafik

Munafik secara terminologi dalam Islam untuk merujuk pada mereka yang berpura-pura
mengikuti ajaran agama Islam, tetapi sebenarnya hati mereka memungkinnya. Atau bisa diktakan
bahwa munafik adalah oarang yang berpura pura beriman.

3) Ahli Kitab

Ahli Kitab adalah sebutan bagi umat Yahudi dan Nasrani didalam al-Qur'an. Dinamakan
demikian karena Allah telah mengutus nabi-nabi yang membawa kitab suci yaitu Taurat memlalui
Nabi Musa dan Injil melalui Nabi Isa. Dengan kedatangan Rasulullah dan diturunkannya al-
Qur'an, ahli kitab ini ada yang menerima dan ada yang menolak kerasulan Nabi Muhammad
maupun kebenaran al-Qur'an dari Allah SWT. Penafsiran secara umum diterima bahwa kitab kitab
sebelum datangnya Islam adalah Taurat, Zabur, dan Injil.

4) Musyrik

Musyrik menurut syariat Islam adalah perbuatan menyekutukan Allah SWT dengan bentuk
apapun, merupakan kebalikan dari ajaran ketauhidan, yang memiliki arti Mengesakan Allah SWT.

5) Ateis

Ateis adalah sebuah pandangan filosofi yanng tidak mempercayai adanya Tuhan dalam
pengertian yang paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan Tuhan.

6) Murtad

Murtad adalah keluar dari Islam atau lebih jelasnya sikap mengganti atau meninggalkan suatu
agama yang dilakukan oleh seseorang, sehingga ia mejadi ingkar terhadap agama sebelumnya.

Dari golongan orang-orang kafir di atas, diantaranya ada yang memusuhi Islam dan umat
Islam. Toleransi ini dapat dimaknai dengan ketidakpedulian mereka atas apa yang didakwahkan
oleh Islam dan umat Islam, dan diantara mereka terdapat upaya saling menghormati serta
menghargai. Konsep kafir-Mukmin memunculkan dua makna. Pertama, makna yang memperluas
cakupan kafir dan mempersempit cakupan Mukmin, seperti yang dinyatakan di atas. Kedua, makna
yang mempersempit cakupan kafir dan memperluas cakupan Mukmin. Dalam makna yang kedua,

11
kita lebih toleran kepada semua manusia. Betapa pun mereka berbuat dosa besar, selama masih
ada iman kepada Allah SWT, maka mereka termasuk Mukmin.

Orang Fasik tetap dipandang Mukmin jika masih ada iman dalam hatinya. Orang munafik
juga tidak bisa dikatakan kafir, meski kita enggan menyebutnya Mukmin. Ada sahabat yang pernah
menawarkan kepada Rasulullah SAW untuk membunuh Abdullah bin Ubay, pimpinan kaum
munafik di Madinah. Rasulullah SAW tidak menyetujui tawaran itu, khawatir muncul fitnah bahwa
Rasulullah SAW membunuh sahabatnya sendiri. Membuat tuduhan, memberi julukan, dan
memanggil seseorang dengan melibatkan keimanan akan membawa dampak yang tidak kecil.
Terlebih, jika tuduhan tersebut dialamatkan kepada kelompok atau golongan yang lebih besar.
Sejarah Islam telah mencatat sisi buramnya yang berkepanjangan, akibat masing-masing
kelompok membuat tuduhan keimanan. Khwarij, Syi'ah, Murji'ah, Mu'tazilah, adalah beberapa
golongan yang terlibat dalam tuduhan tersebut.

B. Mitra Dakwah Perspektif Sosiologis

Mitra dakwah sangat luas cakupannya. Ia dapat dipandang dan dikelompokkan dari berbagai
sudut sesuai disiplin ilmu sosial yang digunakan. Manusia merupakan makhluk yang unik. Untuk
mengkaji manusia secara mendalam akan membutuhkan banyak refrence, karena banyak dari
karangan ilmuan yang berusaha mendefinisikan manusia. Masyarakat merupakan sebuah
komunitas yang tak dapat dipisahkan dari budaya. Budaya itu yang kemudian membedakan antar
satu komunitas dengan komunitas yang lain. Budaya berpengaruh pula terhadap adat kebiasaan,
pola pikir serta sikap setiap individu yang tergabung di dalamnya. Orang sunda berbeda dengan
orang batak dari berbagai sisi, mulai bahasa, etika serta standar kepribadiannya. Begitu pula
dengan etnis-etnis lain yang ada di Indonesia bahkan di dunia.

Dalam perjalanan dakwah ada beberapa hal- yang dapat menjadi faktor penghambat dakwah
itu sendiri. Akibat faktor penghambat tersebut masyarakat sering terjebak dalam mengagumi dai
dan timbul pengkultusan pada sosok dainya atau dainya minta dikultuskan. Hal ini tentunya sangat
berbahaya karena:

a) Umat menjadi tidak kritis. Apa saja yang dilakukan penutannya dibenarkan meskipun
sudah menyimpang dari norma-norma ke-Islaman.

12
b) Jika suatu saat seorang da'i tiba-tiba mengecewakan umat/pengikutnya, pengikut yang
mengalami kekecewaan tidak hanya terbatas pada pelakunya, akan tetapi ajarannya-pun
terkadang tak luput menjadi korban.
c) Praktik-praktik dakwah yang keliru dapat merusak aqidah umat, seperti maraknya fatwa-
fatwa ulama yang terjadi pada masa orde baru. Misalnya: menghalalkan porkas, SDSB,
dan lainnya.

Penjelasan lebih luas beberapa istilah semakna dengan dakwah. Pengertian dakwah dari segi
bahasa dan deinisi para ahli sebagai mana disebutkan diatas memiliki padanan dan istilah-istlilah
yang lain, antara lain: tabliq, qhotbah, nashihah, tafsir wa tanzir.

Tabliq

Arti asal tabliq adalah menyampaikan. Dalam istilah dakwah berarti meyampaikan ajaran
Islam yang bersifat pengenalan dasar tentang Islam, pelakunya disebut mubaligh yaitu orang yang
melakukan tabliq.

1) Khotbah

Berasal dari susunan kha, tha, ba yang berarti pidato atau meminang, arti asal khotbah adalah
bercakap - cakap tentang masalah yang penting, pidato diistalahkan dengan khitabah dalam
Indonesia disebut khutbah. Orang yang berkhutbah disebut khatib.

2) Nasihat

Nasihat maknanya sama dengan dakwah. Kata nasihat terdiri dari 3 huruf nun, shad, ha. Yang
memiliki arti: memberi nasihat atau menjahit dan membersihkan. Pemberi nasihat juga meluruskan
dan memperbaiki keagamaan seseorang.

3) Tarbiyah dan Ta'lim

Kedua istilah ini ingin memiliki arti yang tidak jauh berbeda dengan dakwah keduanya
umumnya diartikan dengan pendidikan dan pengajaran. Pendidikan merupakan transportasi nilai-
nilai ilmu pengetahuan maupun keterampilan yang berbentuk wawasan sikap, dan tingkah laku
individu atau masyarakat.

4) Amar Makruf Nahi Mungkar

13
Amar makruf memerintahkan kebaikan tidak dapat di pisahkan dari nahi mungkar mencegah
kemungkaran atu perbuatan terlarang dalam Al-qur’an istilah ini diulang dalam sembilan kali
dalam lima surat yaitu surat al-araf ayat 157; surat lukman ayat 17; surat ali imran ayat
104,110,114, surat al-hajj ayat 41 dan surat at taubat ayat 67,71,112. Pengertian makruf dengan
apa yang sesuai dengan al-quran dan akal. Makruf adalah lawan dari mungkar sesuatu yang
bertentangan dengan al-quran dan akal.

Di era Nabi Muhammad, masyarakat Arab kala itu tersusun atas klan - klan suku. Nabi
Muhammad terlahir dan besar di tengah suku yang terpandang di jazirah Arab kala itu, yakni
Quraisy. Islam datang sebagai agama yang "menuntun" masyarakat Arab agar melaksanakan
perintah Tuhan Allah, serta meninggalkan sesembahan nenek moyang mereka yaitu dewi-dewi
banatullah Al-Latta, Al Uzza dan Al-Mannat. Perjuangan Nabi ini tidak mudah sebab setiap klan
tidak menyetujui ajaran monotheisme yang diajarkan Nabi Muhammad. Dengan kegigihannya,
Islam pun berkembang hingga saat ini. Islamisasi masyarakat Arab yang dilanjutkan dengan
Islamisasi masyarakat dunia ini dapat dilakukan dengan suatu aktivitas bernama dakwah. Banyak
hal yang berkaitan dengan dakwah dan akan diurai dalam makalah ini, terutama dari pengertian
dan ruang lingkupnya.

Dari sudut sosio-antropologis, mitra dakwah dapat dibedakan dari status sosial, bentuk
kelompok, dan sistem budaya. Mula-mula kita memandang mitra dakwah sebagai individu dan
kelompok. Sebagai individu, ia adalah anggota kelompok sosial yang memiliki status sosial. Setiap
individu memiliki banyak status. Ia bisa menjadi pemimpin suatu kelompok, tetapi ia juga bisa
anggota di kelompok lain. K. H Bisri Musthofa (t.t:5-10) membuat tujuh macam manusia dengan
statusnya yanng terkait dakwah: Masyarakat awam, masyarakat pelajar dan mahasiswa, pejabat
pemerintah, golongan non-Muslim, pemimpin golongan atau ketua suku, kelompok hartawan, dan
para ulama serta cendikiawan.

Status mitra dakwah harus menjadi perhatian bagi pendakwah, karena strategi dakwah dapat
berbeda manakala mitra dakwah yang dihadapi memiliki status yanng berbeda. Mitra dakwah
sebagai kelompok sosial juga dibedakan menjadi kelompok yang teratur dan tidak teratur. Dalam
kelompok teratur, ada hubungan yang sangat erat antar-anggotanya (kelompok primer, struktur
mekanis, homogen, paguyuban, pedesaan) dan ada pula hubungan yang kurang akrab ( kelompok

14
sekunder, struktur organis, heterogen, patembayan, perkotaan). Adapun dalam kelompok yang
tidak teratur terdapat tiga bentuk, yaitu kerumunan, publik, dan massa.

Kerumunan (crowd) adalah kelompok yang sedang berkumpul pada suatu tempat atau
ruangan tertentu yang sedang terlibat dalam suatu persoalan atau kepentingan bersama secara tatap
muka. Berbeda dengan kerumunan, publik (public) adalah kelompok yang abstrak dari orang orang
yang menaruh perhatian dan minat pada suatu persoalan atau kepentingan yang sama. Mereka
terlibat dalam suatu pertukaran pikiran memlalui komunikasi tidak langsung untuk mencari
penyelesaian atau keputusan atas persoalan atau kepentingan mereka. Publik tidak memiliki tradisi
disiplin dan peraturan tertentu yang mengikat. Keanggotannya pun tidak tetap, tetapi beruabah-
rubah menurut persoalan atau kepentingannya. Jumlah publik tergantung pada persoalannya.

Masyarakat mad'u terdiri dari individu, kelompok atau masyarakat luas. Perspektif sosial-
ekonomi menunjukkan kalangan mad'u terdiri dari berbagai profesi, seperti Petani, Pedagang,
Pengusaha, Buruh, Pegawai Negeri, Karyawan dan sebagainya. Max Weber pernah meneliti
pengaruh stratifikasi sosial-ekonomi terhadap sifat keagamaan seseorang. Max Weber meneliti
lima profesi yaitu:

1. Golongan Petani

Mereka lebih religius, dakwah disampaikan secara sederhana, menghindari hal-hal abstrak,
menggunakan lambang dan perumpamaan yang ada di lingkungan serta tidak terikat kepada waktu
dan tenaga.

2. Golongan Pengrajin dan pedagang kecil.

Sifat keagamaannya dilandasi perhitungan ekonomi dan rasional. Mereka menyukai do'a-do'a
yang memperlancar rezeki serta etika agama tentang bisnis, mereka menolak keagamaan yang
tidak rasional.

3. Golongan Karyawan

Mereka cenderung mencari untung dan kenyamanan. Makin tinggi kedudukan seseorang,
ketaatan beragamanya semakin cenderung berbentuk formalitas.

4. Golongan kaum Buruh

15
Mereka lebih mengutamakan teologi pembebasan. Mereka mengecam segala bentuk
penindasan, ketidakadilan dan semacamnya.

Golongan Elit dan Hartawan

Mereka cenderung lebih santai dalam beragama, suka penghormatan dan menyetujui faham
Qadariyah dalam kemampuan manusia untuk berusaha mencari rezeki. Karena masih menikmati
kekayaannya, mereka mudah menunda ketaatan beragama untuk hari tua.

Kalangan mad'u tersebut di atas ditinjau dari berbagai motivasi dan sifat keberagamaannya
masing-masing memiliki sifat-sifat yang bervariasi. Kehidupan petani biasanya lebih tenang dan
lebih terpengaruh dengan alam lingkungan, sehingga kehidupan keagamaannya lebih kuat. Namun
demikian, profesi dagang dan buruh juga tidak berarti kurang jiwa.

Pendakwah tidak bisa mengenal mitra dakwahnya yang tridentifikasi dalam kelompok yang
tidak teratur. Pendakwah juga akan merasa lebih sulit menghadapi kelompok yang kurang akrab
dibanding kelompok yang akrab. Dari segi usia, kita bisa membagi mitra dakwah dalam empat
golongan yaitu. Pertama, anak-anak. Masa antara umur tiga tahun hingga 12 tahun dengan
mencakup tiga tahapan, yaitu masa pra sekolah (3-5 tahun), masa peralihan (5-6 tahun), dan masa
sekolah (6-12 tahun). Kedua, masa remaja yang merupakan kelanjutan dari masa anak-anak. Masa
remaja terbagi dalam empat tahap yaitu, Pra remaja (Perempuan: 11-13 tahun, laki-laki: 13-15
tahun), Remaja pemula (perempuan: 13-15 tahun, laki laki: 15-17 tahun), Remaja Madya
(perempuan: 15-18 tahun, laki-laki: 17-19 tahun), Remaja Akhir (perempuan: 18-21 tahun, laki-
laki: 19-21 tahun). Ketiga, dewasa pada masa ini, akal pikiran dan emosi semakin matang. Sejak
usia 22 tahun hingga 50 tahun, seseorang akan mengalami masa kekuatan, baik secara fisik
maupun psikis (kejiwaan). Inilah usia Produktif. Keempat, Orang Tua seseorang dianggap sebagai
orang tua tidak saja karena usiannya sudah lanjut, yakni lebih dari 50 tahun, tetapi juga dinilai dari
aspek sosiologis.

Dalam kajian obyek dakwah atau mitra dakwah manusia dapat dibahas melalui dua sudut
pandang, yaitu: manusia secara individu berdiri sendiri dan manusia yang berkelompok. Manusia
secara individu dapat dikelompokan berdasarkan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan),
berdasarkan tingkatan usia (bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan tua), berdasarkan kondisi

16
psikologis. (manusia normal dan tidak normal) dan lain lain sebagainya. Sedangkan manusia
secara berkelompok (masyarakat) dapat dikelompokkan berdasarkan:

1) Kelompok masyarakat berdasarkan sosiologis, yaitu: masyarakat terasing, pedesaan,


masyarakat kota besar dan kota kecil.
2) Kelompok masyarakat berdasarkan struktur kelembagaan, yaitu: masyarakat pemerintah dan
keluarga.
3) Kelompok masyarakat berdasarkan social cultural, berupa golongan priyai, abangan dan
santri.
4) Kelompok masyarakat berdasarkan okupasional (profesi atau pekerjaan).
5) Kelompok masyarakat dilihat dari tingkat ekonomi, yaitu: masyarakat miskin, kaya,
sederhana, dll
6) Kelompok masyarakat dilihat dari kekhususan yaitu: tuna wisma, tuna susial, tuna karya,
narapidan, dan sebagainya.

Disamping itu al-Qur'an juga memberi isyarat bahwa ada tiga kelompok manusia sebagai obyek
dakwah, yaitu.

1. Golongan Mukmin

2. Golongan Kafir

3. Golongan Munafik

Lebih lanjut Abdul Karim Zaidan mengidentifikasi obyek dakwah kepada 4 golongan yaitu:

1. Penguasa (almala"), mereka adalah para pemimpin, penguasa, orang-orang besar


dikaumnya.

2. Jumhur, yakni orang yang banyak atau public atau orang yanng menjadi pengikut para
pemimpin dan penguasa. Yang pada umumnya orang-orang miskin dan lemah dalam berbagai
masalah. Sebagaimana yang diterapkan dalam QS, Az-Zukhruf ayat 54

17
Artinya: “Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh
kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.”

3. Munafik, yakni orang yanng menyembuyikan kekufirannya dan melahirkan imannya.


Sebagaimana dijelaskan dalam QS. AL-Baqarah ayat 14

Artinya: “Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan:
"Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka
mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok olok"

4. Maksiat, golongan ini adalah orang yang beriman dan menuturkan dua kalimat syahadat,
namun tidak menunaikan isi jiwa syahadat yang dituturkannya, mengerjakan sebagian perintah
agama dan menyalahi sebagian.

Dari kacamata sosial-ekonomi, mitra dakwah dapat digolongkan berdasarkan


ketenagakerjaan, pekerjaan, penghasilan, dan penguasaan sumber ekonomi. Berdasarkan
ketenagakerjaan, ada mitra dakwah yang masih menganggur dan ada yang yang telah bekerja.
Menurut penguasaan sumber ekonnomi, mitra dakwah dapat dibedakan antara pemilik (Shahib al-
Mal) dan pekerja ('Amil).

Islam mengecam perilaku zalim dan kikir dan menolak sistem bunga. Inilah hal yang dibenci
oleh hartawan yang kikir dan sombong, tetapi disukai oleh orang miskin dan tertindas. Selama di
Mekkah, sebelim, hijrah, ajaran demikian yang ditekankan oleh Nabi SAW. ke Madinah, beberapa
hartawan yang terpandang, baik dari Muhajirin atau Anshar, berkumpul Mereka berunding untuk
memohon petunjuk dari Nabi SAW tentang sikap yang terbaik dalam membangun bisnis. Mereka

18
berharap agar bisnis tersebut memberdayakanumat Islam dalam menandingi ekonomi kaum
Yahudi yang masuk Islam, Nabi SAW mempersilahkan seorang demi seorang untuk menghadap.
Setelah semua berkumpul, Nabi SAW membacakan surah as-saff seluruhnya (Ibnu Katsir, 1997:
IV:371)

C. Prioritas Mitra Dakwah

Prioritas mitra dakwah dimaksud disisni ialah orang-orang yang didahulukan untuk
diberikan atau si penerima dakwah. Dalam hal tersebut prioritas mitra dakwah dibagi menjadi 2
kategori, yaitu masyarakat umum dan keluarga.

Idealnya, mitra dakwah dari lingkup keluarga harus diprioritaskan sebelum berdakwah
kepada masyarakat luas. Hal tersebut telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw yang
mendahulukan mengajak istrinya mengikuti agama islam sebelum mengajak yang lainnya. Yang
dimaksud keluarga disini yaitu orang yang mempunyai ikatan nasab dan darah dengan kita.

Keluarga dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu keluarga dekat dan jauh. Secara
sosiologis, keluarga dekat bisa dikatakan keluarga inti yaitu mencakup ayah, ibu, dan anak.
Adapun didalam islam, ada tiga macam keuarga, yaitu:

1. Anggota keluarga yang menjadi kewajiban nafkah (biaya hidup sehari-hari) dan
diharamkan untuk menikahinya, yaitu ayah, ibu, dan anak kandung, dapat dikatan ini sama
dengan keluarga dekat (inti).
2. Anggota keluarga yang tidak menjadi kewajiban untuk memberi nafkah, tetapi diharamkan
untuk dinikahi, diantaranya; keponakan, bibi, dan paman.
3. Anggota keluarga yang mempunyai ikatan nasab yang dekat, tetapi boleh untuk dinikahi
serta tidak menjadi kewajiban menafkahi, yaitu seperti saudara sepupu.

Dalam intern keluarga, tahapan dakwah yang strategis yaitu berpola:

➢ Horizontal-Vertikal. Pada Langkah horizontal yaitu berdakwah pada suami atau istri,
sebagai halnya yang dilakukan oleh Rasulullah Saw kepada istrinya Khadijah. Adapun
dalam vertikal ke bawah yaitu berdakwah pada anak-anaknya, sebagai halnya yang

19
dilakukan oleh Nabi Nuh a.s. kepala keluarga itu bertanggung jawab atas keagamaan
daripada keluarga inti (suami, istri, dan anak).
➢ Vertikal-Horizontal. Adapun setelah mendakwahi keluarga inti, terjadi kemungkinan
bahwa dakwah tersebut akan diterima atau ditolak, dakwah yang berikut ini adalah vertikal
ke atas yaitu dakwah kepada orang tua, sebagai halnya dakwah yang dilakukan oleh Nabi
Ibrahim a.s. kepada ayahnya. Walaupun ayahnya menolak, Nabi Ibrahim telah menjalankan
kewajiban untuk menyelamatkan orang tuanya dari siksa Allah Swt. Selanjutnya dakwah
kepada keluarga jauh (non-inti) yaitu secara horizontal dengan berdakwah pada sepupu,
saudara kandung, dan yang lainnya.

Mitra dakwah yang diprioritaskan jika terdapat beberapa golongan di antara masyarakat yang
sama-sama memerlukan dakwah, maka dalam hal tersebut dapat bersandar pada prinsip-prinsip
ini:

1) Ushuliyah wa Furu'iyah Mitra dakwah yang memerlukan wawasan mengenai problematik


primer keislaman (ushuliyah), harus didahulukan daripada mereka yang memerlukan
wawasan keislaman yang bersifat sekunder (furu'iyah). Mitra dakwah yang memerlukan
wawasan tentang sholat wajib harus didahulukan daripada yang memerlukan wawaasan
tentang sholat sunnah.
2) Al-Mamat wa al-Hayat Mitra dakwah yang berkemungkinan ajalnya lebih dekat (al mamat)
maka lebih didahulukan daripada yang masih ada kemungkinan harapan hidup lebih lama
(al-hayat). Orang yang sedang sakit keras dan memerlukan petunjuk bertayamum untuk
melaksanakan sholat, lebih didahulukan daripada orang yang masih diberikan sehat dan
kebugaran.
3) Al-Amir wa al-Wazir pemimpin (al-Amir) yang mempunyai kekuasaan lebih didahulukan
daripada bawahannya (al-wazir). Karena pemimpin yang nantinya membuat kebijakan.
4) Mukallaf wa Ghairu Mukallaf Memberi dakwah kepada orang dewasa yang telah
menanggung beban kewajiban agama (mukallaf) lebih diprioritaskan daripada anak anak
yang belum terbebani kewajiban agama (ghairu mukallaf).

20
5) Muallaf wa Ghairu Muallaf Orang islam yang mempunyai keinginan untuk masuk agama
islam atau yang baru masuk islam (muallaf) lebih diprioritaskan daripada orang yang telah
lama menjadi muslim (ghairu muallaf).

21
KESIMPULAN

Dalam beberapa tulisan, disebutkan bahwa pengertian mad’u antara lain: Secara bahasa
mad’u (‫ )مدعو‬adalah isim maf’ul dari da’aa (‫ )دعا‬yang berarti ‘yang diseru’. pembahasan teologis
terkait dengan mitra dakwah, yaitu sejauh mana dakwah telah menjangkau mereka dan bagaimana
klasifikasi keimanan mereka setelah menerima dakwah. Masalah pertama pernah menjadi polemik
dalam sejarah Islam saat umat Islam dihadapkan pada munculnya pemikiran teologis dalam
kaitannya dengan kepentingan politik. Istilah yang sepadan dengan makna Mukmin antara lain
Muslim, orang yang saleh, orang yang taat kepada Allah SWT, dan Rasul-Nya serta orang-orang
yang mendapat petunjuk. Orang orang Mukmin adalah mereka yang membenarkan ajaran Islam
dengan lisan, meyakini dalam hati, dan mewujudkannya dengan perbuatan dan tingkah laku yang
saleh.

Mitra dakwah sangat luas cakupannya. Ia dapat dipandang dan dikelompokkan dari
berbagai sudut sesuai disiplin ilmu sosial yang digunakan. Manusia merupakan makhluk yang
unik. Untuk mengkaji manusia secara mendalam akan membutuhkan banyak refrence, karena
banyak dari karangan ilmuan yang berusaha mendefinisikan manusiaPrioritas mitra dakwah
dimaksud disisni ialah orang-orang yang didahulukan untuk diberikan atau si penerima dakwah.
Dalam hal tersebut prioritas mitra dakwah dibagi menjadi 2 kategori, yaitu masyarakat umum dan
keluarga.

SARAN
Diharapakan makalah ini dapat menambah wawasan teman teman mengenai bagaimana Materi
Mengenai Mitra Dakwah, dapat mengamalkan nilai nilai keagamaanya, serta menjadikan bahan
referensi untuk penelitian yang akan mendatang.

22
DAFTAR PUSTAKA

Fatin, Azzah, dkk. 2020. MITRA DAKWAH. UIN SUNAN AMPEL,Surabaya.


https://www.scribd.com/document/449836980/mitra-dakwah
Yani, Ahmad. (2021, Desember 11). Mad’u (Mitra Dakwah). Jejeakmufassir.my.id
https://www.jejakmufassir.my.id/2020/04/madu-mitra-dakwah.html?m=1
Rofiq, Muhammad Ainur. (2017, Februari 18). ETIKA MITRA DAKWAH DAN
PERMASALAHANYA. Mazeroy.blogspot.com. INKAFA, Gresik.
https://mazeroy.blogspot.com/2018/02/makalah.html?m=1
Mustafa, Hastina. 2019. Metode Dakwah Islam: Batasan Dakwah, Potret Nabi sebagai
Pendakwah, Problematika Seputar Pendakwah, Mitra Dakwah dalam Prespektif Sosiologi
Dan Prespektif Teologis, Prioritas Dakwah. IAIN PARE PARE.
https://www.academia.edu/41449200/Metode_Dakwah_Islam_Batasan_Dakwah_Potret
_Nabi_Sebagai_Pendakwah_Problematika_Seputar_Pendakwah_Mitra_Dakwah_Dalam
_Perspektif_Sosiologis_dan_Perspektif_Teologis_Prioritas_Mitra_Dakwah
Irhamdi, Muhammad. 2019. Keberagaman Mad’u sebagai Objek Kajian Manajemen Dakwah:
Analisa dalam Menentukan Metode, Strategi, dan Efek Dakwah, Jurnal MD 5(1).
Universitas Negeri Mataram.
Adi, La. Konsep Dakwah dalam Islam, Jurnal Pendidikan Ar Rashid 7(3). STAI Syarif
Muhammad Raha.
Niamullah, Muhammad. Transformasi Mitra Dakwah Tentang Strategi Dakwah dalam Perspektif
Ibadah. UIN Sunan Ampel, Surabaya.
Hamiruddin. 2013. Gerakan Dakwah An Nadzir Di Kabupaten Gowa (Prespektif Sosiologi
Dakwah). UIN ALAUDDIN, Makasar.

23

Anda mungkin juga menyukai