Hai Orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telahnya untuk hari esok (akhirat….(QS. Al-Hasyr (59): 18).
Islam adalah agama dakwah, yaitu dalam ajarannya memerintahkan umatnya untuk mengajak
keberbagai lini kehidupan manusia, supaya mereka beriman, bertaqwa, serta beramal sesuai
dengan nilai-nilai Islam. Artinya dakwah ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab semua
umat Islam yang sudah mukallaf, laki-laki dan perempuan, sendiri dan kelompok, ulama dan
intelek, aktivis dan politisi hartawan dan dermawan, dimanapun dan kapanpun sesuai dengan
kapasitas, kemampuan dan kompetensinya masing-masing. Ulama dan intelek berdakwah
dengan ilmu dan pemikirannya. Aktivis, politisi, dan pemerintah berdakwah dengan jabatanya.
Hartawan dan dermawan berdakwah dengan hartanya. Karena dakwah dilakukan untuk
membangun manusia, baik dirinya sendiri, kelompok dan jamaah agar menjadi hamba Allah
yang Shaleh dan bertaqwa kepadanya.
Konsep Dakwah Nafsiyah
Dakwah Nafsiyah (dakwah intrapersonal) adalah dakwah yang da’i (subjek) dan mad’u (objek)
dakwah ialah dirinya sendiri. Dengan kata lain, dakwah nafsiyah adalah prosesperubahan pada
dirinya sendiri (baik jasmani dan ruhani) supaya tetap berada dijalan yang diridha Allah. Tujuan
dari dakwah nafsiyah adalah mewujudkan pribadi seseorang senantiasa menjadi hamba yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Dan keimanan dan ketaqwannya itu diaktualisasikan
dalam segenap aspek kehidupannya. Dakwah nafsiyah ini pada implementasinya dilakukan
melalui ibadah vertikal dan ibadah horizontal.
Konsep Nafsiyah (pribadi) Sebagai Manusia
Sebelum menjelaskan tentang metode dakwah nafsiyah, penulis mencoba menyinggung
terlebih dahulu tentang manusia menurut pandangan Islam.
Dalam pandangan Islam, manusia, baik sebagai pribadi (dirinya sendiri) maupun sosial adalah
makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di muka bumi ini. Oleh karenanya manusia
dijadikan khalifah Tuhan di bumi karena manusia mempunyai kecenderungan dengan Tuhan.
Dan kitab Suci al-Qur’an ada beberapa kata untuk merujuk kepada arti manusia
yaituinsan, basyar dan bani Adam.
Hakekat penciptaan manusia dalam perspektif Islam dengan merujuk pada nash Alquran, selalu
bertitik tolak pada term khalaqa (menciptakan) dan atau ja’ala (menjadikan). Dimana Allah lah
sebagai maha pencipta dan yang menjadikan manusia ada di muka bumi ini. Kedua term ini,
mengimformasikan bahwa manusia itu tercipta atas dua unsur yakni materi dan immateri.
Kedua unsur yang disebutkan di atas, dapat tumbuh dan berkembang melalui proses
pendidikan. Dengan demikian, manusia dapat disebut sebagai homo educandum (makhluk yang
dapat didik) dan homo education (makhluk pendidik). Dari paradigma ini, menyebabkan ke-
eksistensian manusia secara fitrawi disebut sebagai makhluk pedagogik, yakni makhluk Tuhan
yang sejak diciptakannya telah membawa potensi untuk dapat didik dan dapat mendidik. Hal ini
jelas, manusia sejak kecil dirawat oleh orangtuanya, sebagai manusia yang lemah. Ia diajarkan
berbagai macam hal yang ia butuhkan untuk bertahan hidup, bertahap (step by step) bayi yg
semula hanya bisa melakukan aktivitas dalam gendongan ibu akhirnya mampu melaksanakan
kegiatannya dengan tumpuan kakinya sendiri untuk berjalan.
Sementara itu, dalam menentukan struktur kepribadian diri manusia tidak dapat terlepas
dari masalah substansi manusia itu sendiri, sebab masalah substansi tersebut dapat diketahui
hakikat dan dinamika prosesnya. Pada umumnya para ahli membagi subtansi manusia yang
hidup terdiri atas dua bagian penting, yaitu jasmani (fisik) dan ruhani (psikis). Masing-masing
kedua aspek ini pada prinsipnya saling melengkapi dan saling membutuhkan. Jasmani tanpa
ruhani merupakan substansi yang mati, alias bangkai, sedang ruhani tanpa jasmani tidak dapat
teraktualisasi dan terwujudkan. Karena saling melengkapi dan membutuhkan keduanya maka
diperlukan perantara yang dapat menampung kedua naluri tersebut, yang dalam terminologi
psikologi Islam disebut dengan nafs. Dan nafs yang berwujud manusia secara pribadi
disebutnafsiyah (diri sendiri).