Anda di halaman 1dari 43

MODUL 3

MANAJEMEN LEMBAGA DAKWAH

MATERI 3
Peranan Manajemen Dakwah

Di susun Oleh :
Hendi Suhendi, S.Sos.I., MM

FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2020
A. Pengantar
Matakuliah manajemen Lembaga dakwah memberikan pemahaman kepada para
mahasiswa secara teoritis dan praktis mengenai pengelolaan atau manajemen dalam
kegiatan dakwah, baik dakwah secara individu ataupun melalui organisasi dakwah di
masyarakat mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi dan
tindakan perbaikan kedepan.

B. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan peranan manajemen dakwah

C. Kemampuan Akhir yang diharapkan


1. Menjelaskan pentingnya manajemen dalam kegiatan dakwah

D. Kegiatan Pembelajaran
Pembelajaran dilakukan dengan system online dimana mahasiwa melakukan aktivitas
pengunduhan modul, ikut forum diskusi, isi quiz dan mengerjakan tugas.

E. Materi Ajar
Peranan Manajemen Dakwah
Era Industri 4.0 atau yang dikenal dengan Internet Of Think bukan hanya berlaku
dalam dunia bisnis, tetapi berdampak dalam segala aspek kegiatan organisasi, termasuk dalam
kegiatan dakwah. Para Da’i saat ini menghadapi tantangan dan permasalahan dakwah yang
sangat komplek, karena harus mengikuti kondisi zaman. Untuk memecahkan semua tantangan
dan permasalahan tersebut membutuhkan ilmu manajemen. Siagian menyebutkan dalam Munir
(2015) bahwa abad ini merupakan abad manajemen, kerana segala sesuatu memerlukan
pengelolaan dan pengetahuan. Selai itu Chesther J. Barnard menyatakan tidak ada suatu hal
untuk akal modern saat ini yang lebih penting dari adminitrasi dan manajemen.
Dengan demikian sangat penting mengkaji dan mengembangkan manajemen
termasuk dalam kegiatan dakwah. Hal itu mengingat pengertian dan lapangan dakwah sangat
luas dan tentu tidak dapat dilaksanakan secara sendiri-sendiri, maka aktivitas dakwah harus
dikelola secara baik dalam sebuah organisasi dakwah agar dapat berjalan efektif dan mencapai
tujuan yang diinginkan.
Dalam sebuah organisasi dakwah peranan manajemen sangat mempengaruhi seluruh
aktivitas dakwah. Mitzbererg menyatakan bahwa secara umum peran manajerial dapat
diklasifikasikan dalam beberapa kegiatan diantaranya :
1. Berkaitan dengan hubungan antar pribadi
a. Pemimpin lambang
b. Pemimpin
c. Penghubung
2. Berkaitan dengan informasi
a. Pemantau
b. Penyebar
c. Juru bicara
3. Berkaitan dengan pengambilan keputusan
a. Wirausahawan
b. Pengendalian gangguan
c. Pengalokasian sumber daya
d. Perundingan

Dalam manajemen dakwah, hasil yang difokuskan ada;ah sasaran dakwah yang
menjadi target bgi aktivis dakwah yang direalisasikan dalam bentuk konkrit. Oleh karena itu,
diperlukan Tindakan kolektif dalam bentuk Kerjasama sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan yang dimiliki oleh para pelaku dakwah, sehingga masing-masing mampu
memberikan kontribusi yang maksimal secara professional.
Kapasitas peranan manajemen dakawah dalam hal ini adalah melakukan Kerjasama
secara harmonis yang merupakan sebuah usaha kolektif, terwujud dalam sebuah organisasi
yang masing-masing memiliki fungsi dan tugas sesuai dengan bidangnya, diatur menurut
prinsip-prinsip manajemen. Bila kondisi tersebut berjalan, maka tujuan dari organisasi dakwah
akan mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

Untuk lebih meperdalam peranan manajemen dakwah,


silakan Anda pelajari 3 jurnal yang dilampirkan dalam materi ke
3.
F. Referensi
M. Munir, Dkk. Manajemen Dakwah. Prenadamedia Group. Jakarta. 2015
Winardi. Azas-Azas Manajemen. Mandar Maju. Bandung. 2010

Dian Wijayanto. Pengantar Manajemen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2012

Reza Pratama. Pengantar Manajemen. Deepublish. Yogyakarta. 2020

Veithzal Rivai, dkk. Islamic Leadership. Bumi Aksara. 2013

Ujan Poltak Sinombela. Manajemen Sumberdaya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta. 2018
Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan
Peradaban Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 60
M. Ali Azis, Ilmu Dakwah Kencana, (Jakarta: Prenada Media Kencana, 2004), h.109
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 43
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, edisi revisi, (Surabaya: CV Jaya
Sakti, 1989), h. 42
M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media Kencana, 2004) hal. 75
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, edisi revisi, (Surabaya: CV Jaya
Sakti, 1989), h. 688
Susanto Astrid, Komunikasi Dalam Teori Dan Praktek. (Bandung: Bina Cipta,1997), h. 7
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al -Ikhlas, 1983), h. 163
Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan
Peradaban Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 28
Al-Wirsal Imam Zaidallah, Strategi Dakwah dalam membentuk Da’i dan Khathib
Profesional, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 41
M. Quraish Syihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1992), h. 15
Syamsuri Siddiq, “Dakwah dan Teknik Berkhuthbah”, (Bandung: Al-Ma’arif, 1987), h. 5
Jurnal Tabligh Volume 19 No 2, Desember 2018 :277 – 290

PERAN MANAJEMEN DAKWAH DALAM KEGIATAN


KEAGAMAAN PADA SEKSI BIMAS ISLAM DI KANTOR
KEMENTRIAN AGAMA KABUPATEN GOWA

Oleh : HASARUDDIN, SRI WAHYUNI


Ilmu Manajemen Dakwah FDK
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar
hasaruddin@uin-alauddin.ac.id

Abstract
The main problem of this research is the role of da'wah management in religious
activities in the Islamic Community section in the office of the Ministry of
Religion, Gowa Regency. Then presents 2 sub-problems, namely religious
activities carried out in the Islamic Community section in the office of the
Ministry of Religion, Gowa Regency and the efforts of the Islamic Bimas section
in organizing religious activities in the office of the Ministry of Religion of Gowa
Regency. The results of this study indicate that religious activities carried out in
the Islamic Community Guidance Section in the Office of the Ministry of Religion
of Gowa Regency are: 1) Counseling of Instructors and Executives, 2) Guidance
of Mosque 3) Development of Sakinah Families 4) Development of Endowments
Zakat. In arranging religious activities in the Islamic Community Guidance
Section has implemented Da'wah management functions, among others: Takhthit
(missionary planning), Tanzhim (organizing), Tawjih (movement /
implementation), Riqabah (control), and evaluation.

Keywords: management, da’wah, religious activities

PENDAHULUAN
Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam. Oleh karenanya
kita sesama manusia harus saling mengingatkan dan mengajak kepada kebaikan
dan mencegah dari kemunkaran. Sudah menjadi tugas kita sebagai umat Islam
untuk menyampaikan ajaran Islam atau dakwah. Mengingat kondisi masyarakat
yang semakin maju dan plural, maka upaya penyebaran Islam membutuhkan
inovasi- inovasi dan strategi penyebarluasan Islam, sehingga Islam dapat
diterima dan tersebar di belahan dunia. Kegiatan keagamaan dapat berjalan secara
efektif, apabila para penyelenggara kegiatan terlebih dahulu mengidentifikasi,
mengantisipasi dan akan muncul serta dilengkapi dengan objek secara tepat.

277
Peran Manajemen Dakwah dalam...(Hasaruddin, Sri Wahyuni)

Dengan dasar tersebut disusunlah suatu rancangan ke depan yang ditunjang oleh
para pelaksana keagamaan yang berkemampuan tinggi, teratur dalam satuan
organisasi, digerakkan dan diarahkan pada kegiatan keagamaan. Mahmuddin
(2014:7) Melihat betapa pentingnya manajemen kegiatan keagamaan,
Kementerian Agama Kabupaten Gowa pada Seksi Bimas Islam memiliki
beberapa kegiatan diantaranya yaitu: Pembinaan Penyuluh dan Penghulu,
Pembinaan Kemasjidan, Pembinaan Keluarga Sakinah dan Pembinaan Zakat
Wakaf. Manajemen yang dilakukan dalam kegiatan keagamaan tersebut.

Fokus Penelitian Dan Deskripsi Fokus


Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan, maka yang menjadi Fokus
penelitian dan deskriptif fokus pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Fokus Penelitian
Adapun yang menjadi fokus penelitian peneliti adalah, Peran Manajemen
Dakwah dalam Kegiatan Keagamaan pada Seksi Bimas Islam di Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Gowa.
2. Deskripsi Fokus
a. Manajemen Dakwah
Dalam konteks inilah relevansi manajemen dakwah hadir sebagai solusi
bagi persoalan-persoalan yang dihadapi umat, karena di dalamnya penuh dengan
nasihat, pesan keagamaan dan solusi, serta keteladanan untuk menghindari diri
dari hal-hal negative kepada hal-hal positif dalam mencapai ridha Allah swt.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengangkat pokok
permasalahan bagaimana peran manajemen dakwah dalam kegiatan keagamaan
pada seksi bimas Islam di kantor kementerian agama kabupaten gowa.
Pokok masalah tersebut, dijabarkan dalam bentuk sub masalah sebagai
berikut:

278
Jurnal Tabligh Volume 19 No 2, Desember 2018 :277 – 290

1. Apa saja kegiatan keagamaan pada Seksi Bimas Islam di Kantor


Kementerian Agama di Kabupaten Gowa?
2. Bagaimana Upaya Seksi Bimas Islam memanage kegiatan keagamaan di
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gowa ?

Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kegiatan keagamaan pada Seksi Bimas Islam di
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gowa.
2. Untuk mengetahui Seksi Bimas Islam dalam Memanage Kegiatan
Keagamaan di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gowa.

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak lain, dapat memberi
manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis diantara lain yaitu:
1. Secara teoritis, Hasil penelitian ini diharapkan, dapat menambah
pengetahuan, pemahaman, dan wawasan dalam teori dan
implementasinya untuk penelitian terhadap peran manajemen dakwah
dalam kegiatan keagamaan pada Seksi Bimas Islam di Kantor
Kementerian agama Kabupaten Gowa.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi
pembaca dalam melakukan suatu penelitian dan dapat memberikan
kontribusi guna pengembangan ilmu pengetahuan di bidang studi
Manajemen Dakwah.

METODOLOGI
Berdasarkan pada permasalahan yang diajukan dalam penelitian, maka
jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini

279
Peran Manajemen Dakwah dalam...(Hasaruddin, Sri Wahyuni)

diharapkan dapat menghasilkan berbagai informasi tentang Peran Manajemen


Dakwah dalam Kegiatan Keagamaan Pada Seksi Bimas Islam di Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Gowa. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian
kualitatif diartikan sebagai salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.
Soewadji (2012:51).
Tolak ukur keberhasilan penelitian juga tergantung pada instrumen yang
digunakan. Oleh karena itu, penelitian lapangan (field research) yang meliputi
observasi dan wawancara dengan daftar pertanyaan yang telah disediakan,
dibutuhkan kamera, alat perekam (recorder) dan alat tulis menulis berupa buku
catatan dan pulpen.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode analisis data kualitatif
yang bersifat induktif yaitu dengan cara menganalisa data yang bersifat khusus
(fakta empiris) kemudian mengambil kesimpulan secara umum (tataran konsep).
Burhan Bungin (2007:196).
Tujuan analisis data ialah untuk menyederhanakan data kedalam bentuk
yang mudah dibaca serta dipahami. Metode yang digunakan ini ialah
metodesurvey dengan pendekatan kualitatif, yang artinya setiap data terhimpun
dapat dijelaskan dengan berbagai persepsi yang tidak menyimpang serta sesuai
dengan judul penelitian. Teknik pendekatan deskriptif kualitatif merupakan suatu
proses yang menggambarkan keadaan sasaran sebenarnya, sejauh apa yang
penulis dapatkan dari hasil observasi, wawancara dan juga dokumentasi. Tjetjep
Gohendi Rohidi (1992: 15).

TINJAUAN TEORETIS
Pengertian Manajemen
Manajemen adalah upaya mengatur dan mengarahkan berbagai sumber
daya, mencakup manusia (man), uang (money), barang (material), mesin
(machine), metode (methode), dan pasar (market). Zainal Muchtarom (1996: 35)
(Namun secara khusus definisi manajemen, seperti yang dikedepankan oleh G. R.

280
Jurnal Tabligh Volume 19 No 2, Desember 2018 :277 – 290

Terry dalam bukunya Principles of Management, adalah “Management is a


distinct process of planning, organizing, actuating, and controlling, perform to
determine and accomplish stated objectives by the use of human beings and other
resources.” G. R. Terry (1972:4)

Pengertian Dakwah
Kata dakwah adalah berasal dari bahasa Arab yaitu ‫دعب يذعى دعىة‬. Kata
dakwah merupakan masdar dari kata kerja ‫دعب‬, madi‫ يذعى‬sebagai mudhari yang
berarti seruan, ajakan, panggilan, undangan, doa dan semacamnya. Muliaty Amin
(2009:1) Pengertian yang dikemukakan para ahli di atas, dakwah dapat diartikan
sebagai aktivitas atau usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja dalam
menyampaikan ajaran Islam, yang berupa perintah untuk melakukan kebaikan
dan mencegah dari perbuatan kejahatan (amar ma’ruf nahi munkar) dalam semua
segi kehidupan. Surah Ali Imran ayat 104 bisa dijadikan dasar bahwa dakwah
adalah tugas kolektif seluruh umat islam. Sebagaimana ditegaskan dalam ayat
berikut:

َ َ‫وف َويَ ْن َه ْىن‬


‫ع ِه‬ ِ ‫عىنَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأ ْ ُم ُرونَ بِ ْبل َم ْع ُر‬
ُ ْ‫َو ْلت َ ُك ْه ِم ْن ُك ْم أ ُ َّمةٌ يَذ‬
‫ْال ُم ْن َك ِر ۚ َوأُو َٰلَئِ َك ُه ُم ْال ُم ْف ِل ُحى َن‬

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar,
mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Departemen Agama RI (2008:63)

Pada ayat di atas, Allah memerintahkan orang yang beriman untuk


menempuh jalan yang berbeda, yaitu menempuh jalan luas dan lurus serta
mengajak orang lain menempuh jalan kebajikan dan makruf. Selanjutnya
ditemukan bahwa ayat di atas menggunakan dua kata yang berbeda dalam rangka
perintah berdakwah.Pertama kata yad’una, yakni mengajak dan kedua adalah
ya’muruna, yakni memerintahkan.Sayyid Quthub dalam tafsirnya sebagaimana

281
Peran Manajemen Dakwah dalam...(Hasaruddin, Sri Wahyuni)

dikutip oleh Hamriani mengemukakan bahwa, penggunaan dua kata yang berbeda
itu menunjukkan keharusan adanya dua kelompok dalam masyarakat
Islam.Kelompok pertama yang bertugas mengajak, dan kelompok kedua yang
bertugas memerintah dan melarang.Kelompok kedua ini tentulah memiliki
kekuasaan di bumi. Hamriani (2013:15)

Pengertian Manajemen Dakwah


Manajemen dakwah secara terminologi yang terdiri dari dua kata, yakni
manajemen dan dakwah. Kedua kata ini berangkat dari dua disiplin ilmu yang
sangat berbeda. Istilah yang pertama, berangkat dari disiplin ilmu yang sangat
berbeda. Istilah yang pertama, berangkat dari disiplin ilmu yang sekuler, yakni
ilmu ekonomi. Ilmu ini diletakkan di atas paradigm materialistis. Prinsipnya
adalah dengan model yang sekecil-kecilnya untuk mendapat keuntungan yang
sebesar-besarnya. Sedangkan istilah yang kedua berasal dari lingkungan agama,
yakni ilmu dakwah. Ilmu ini diletakkan di atas prinsip, ajakan menuju
keselamatan dunia dan akhirat, tanpa paksaan dan intimidasi serta tanpa bujukan
dan iming-iming material. Ia datang dengan tema menjadi rahmat bagi semesta
alam. A. F. Stoner (1996:45)
Rosyad Shaleh mengartikan manajemen dakwah sebagai proses perencanaan
tugas, mengelompokkan tugas, menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga
pelaksana dalam kelompok-kelompok tugas dan kemudian menggerakkan kearah
pencapaian tujuan dakwah. A. Rosyad Shaleh (1996:123)

Pengertian Kegiatan Keagamaan


a. Kegiatan adalah aktivitas; usaha; pekerjaan. KBBI (1994:317) Secara
etimolgi, istilah keagamaan berasal dari kata “agama” yang mendapat awalan
“ke” dan akhiran “an” sehingga menjadi keagamaan. Adapun secara istilah
H. M. Arifin memberi pengertian “agama” dapat dilihat dari dua aspek yaitu:
Aspek Subjektif (pribadi manusia) Agama mengandung pengertian tentang
tingkah laku manusia, yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan, berupa

282
Jurnal Tabligh Volume 19 No 2, Desember 2018 :277 – 290

getaran batin, yang dapat mengatur, dan mengarahkan tingkah laku tersebut,
kepada pola hubungan dengan masyarakat, serta alam sekitarnya. Dari aspek
inilah manusia dengan tingkah lakunya itu, merupakan perwujudan
(manifestasi) dari “pola hidup” yang telah membudaya dalam batinnya,
dimana nilai-nilaikeagamaan telah membentuknya menjadi rujukan
(referensi) dari sikap, dan orientasi hidup sehari-hari.
b. Aspek Objektif (doktrinair) Agama dalam pengertian ini mengandung nilai-
nilai ajaran Tuhan yang bersifat menuntun manusia ke arah tujuan yang
sesuai dengan kehendak ajaran tersebut. Agama dalam pengertian belum
masuk ke dalam batin manusia, atau belum membudaya dalam tingkah laku
manusia, karena masih berupa doktrin (ajaran) yang objektif berada di luar
diri manusia. Oleh karena itu, secara formal, agama dilihat dari aspek
objektif dapat diartikan sebagai “peraturan yang bersifat illahi (dari Tuhan)
yang menuntun orang-orang berakal budi ke arah ikhtiar untuk mencapai
kesejahteraan hidup di dunia, dan memperoleh kebahagiaan hidup di
akhirat”. H.M. Arifin (1994:1-2)

Kata agama merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang


mengandung faktor-faktor antara lain :
a. percaya kepada Tuhan sebagai sumber dari segala hukum dan nilai-nilai
hidup.
b. Percaya kepada wahyu Tuhan yang disampaikan kepada Rasul-Nya.
c. Percaya dengan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia.
d. Percaya dengan hubungan ini dapat mempengaruhi hidupnya sehari-hari.
e. Percaya bahwa dengan matinya seseorang, hidup rohnya tidak berakhir.
f. Percaya dengan ibadah sebagai cara mengadakan hubungan dengan Tuhan.
g. Percaya dengan keridhoan tuhan sebagai tujuan hidup di dunia ini.
Syamsu Yusuf LN (2004:10-11)

283
Peran Manajemen Dakwah dalam...(Hasaruddin, Sri Wahyuni)

PEMBAHASAN

Kegiatan Keagamaan Pada Seksi Bimas Islam di Kantor Kementerian


Agama Kabupaten Gowa

Kegiatan keagamaan adalah segala hal yang berhubungan dengan agama


Islam. Perkembangan keagamaan dari waktu ke waktu mengalami perubahan
yang signifikan. Karena permasalahan yang kompleks dan karakteristik
masyarakat yang berbeda, apalagi pada era globalisasi. Saat ini masyarakat telah
dipengaruhi oleh gerakan modernisasi yang membawa nilai-nilai baru yang
kadang bertentangan dengan nilai Islam. Oleh karena itu, kegiatan keagamaan
sangatlah penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat
sebagaimana yang dilakukan pada seksi Bimas di Kantor Kementerian Agama
yang meliputi:
1. Pembinaan Penyuluh dan Penghulu
Pembinaan penyuluh dan penghulu merupakan ujung tombak pelayanan di
KUA yang harus ditingkatkan hal ini dilakukan dalam rangka untuk
meningkatkan pelayanan di masyarakat terkait nikah dan rujuk. Peran penyuluh
dan penghulu sangat dibutuhkan sehingga masyarakat dapat memperoleh
pelayanan dan informasi yang maksimal. Dalam hal ini Seksi Bimas Islam
Kemenag Kab. Gowa mengadakan bimbingan Pra Nikah, dimana pembinaan
penyuluh dan penghulu merupakan hal yang penting dalam membimbing
keluarga sakinah sehingga masalah perceraian, kekerasan dalam rumah tangga,
nikah siri, maupun masalah lain yang dapat merusak keharmonisan rumah tangga
dapat diminimalisir. Maka dari itu, penghulu dan penyuluh harus berperan aktif
di masyarakat demi terwujudnya masyarakat yang harmonis.
2. Pembinaan Kemasjidan
Pembinaan kemasjidan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Seksi
Bimas dalam mengelola masjid. Pembinaan yang dilakukan berupa pembinaan

284
Jurnal Tabligh Volume 19 No 2, Desember 2018 :277 – 290

remaja masjid, pendaftaran nomor Id masjid, integrasi dengan sistem informasi


masjid (Simas), serta pengelolaan manajemen masjid.
Dengan adanya pembinaan masjid maka akan memudahkan dalam
mengelola masjid serta memakmurkan masjid.
3. Pembinaan Keluarga Sakinah
Pembinaan keluarga sakinah pada Seksi Bimas Kemenag Kab. Gowa ini
melakukan kegiatan seperti Suscatin (kursus calon pengantin) dan Berkah (bicara
rahasia nikah). Dimana Suscatin atau kursus calon pengantin ini merupakan suatu
kegiatan yang ditujukan kepada calon pengantin, dalam pembinaan kegiatannya
calon pengantin dikursus terlebih dahulu, dan dibimbing atau diarahkan terlebih
dahulu sebelum melangkah ke tahap pernikahan, dimana dalam kegiatan
pembinaan ini juga dilengkapi dengan pondasi keluarga sakinah, buku dan modul
perkawinan sehingga calon pengantin lebih paham mengenai bagaimana cara
membangun rumah tangga yang sakinah. Sedangkan kegiatan Berkah atau bicara
rahasia nikah dalam pembinaan keluarga sakinah merupakan kegiatan yang
hampir serupa dengan kegiatan Suscatin dimana kegiatan ini mengarah kepada
rahasia-rahasia apa saja yang diperlukan atau dibutuhkan calon pengantin dalam
pernikahan.

4. Pembinaan Zakat Wakaf


Kegiatan-kegiatan dalam pembinaan zakat wakaf yaitu dengan melakukan
sosialisasi dan bekerja sama dengan Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) dalam
memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bagaimana zakat wakaf itu
sendiri. Selain itu, pembinaan zakat wakaf yang dilakukan oleh Seksi Bimas
Islam Kemenag Gowa yaitu melakukan pencatatan penerimaan Zakat fitrah,
penerimaan penyaluran zakat fitrah, pendataan jumlah muzakki dan mustahik,
pendataan tanah wakaf dan persertifikasian tanah wakaf.
3.2. Upaya Seksi Bimas dalam Memanage Kegiatan Keagamaan di Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Gowa

285
Peran Manajemen Dakwah dalam...(Hasaruddin, Sri Wahyuni)

Setiap kegiatan yang dilakukan tidak pernah lepas dari yang namanya
manajemen. Karena manajemen itu mengandung arti proses kegiatan . Proses
tersebut dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengawasan dengan menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya
lainnya untuk memudahkan mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagaimana
yang dilakukan Seksi Bimas Islam dalam memanage kegiatan keagamaan di
Kantor Kementerian Agama yang meliputi perencanaan (Takhthit),
Pengorganisasian (Tanzhim), Penggerakan (Tawjih), Pengawasan (Riqabah),
dan Pengevaluasian.
1. Perencanaan (Takhthit)
Perencanaan merupakan langkah awal dalam merancang dan membuat
suatu kegiatan demi tercapainya tujuan yang diinginkan. Sebagaimana yang
dilakukan di Kantor Kementerian Agama Pada Seksi Bimas, di mana dalam
membuat suatu kegiatan maka hal yang paling utama dilaksanakan adalah
menyusun sebuah rencana.
Menurut Armin S. S., selaku staff bagian peyusun bahan pembinaan pada
Seksi Bimas di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gowa mengemukakan
bahwa adapun perencanaan yang dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Melakukan persuratan terlebih dahulu
b. Meninjau lokasi yang akan diadakan kegiatan yang akan dilaksanakan
c. Mengatur Jadwal kegiatan
d. Mempersiapkan Materi yang akan disampaikan pada kegiatan yang akan
dilaksanakan
e. Anggaran, atau biaya yang akan digunakan pada kegiatan yang akan
dilaksanakan.
Dari pernyataan tersebut di atas, bahwa perencanaan itu sangatlah penting
guna tercapainya tujuan yang diinginkan. Karena dengan perencanaan dapat
memudahkan dalam merancang dan ketika melaksanakan kegiatan tersebut.

286
Jurnal Tabligh Volume 19 No 2, Desember 2018 :277 – 290

Terutama perencanaan dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan pada Seksi Bimas


di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gowa.
2. Pengorganisasian (Tanzhim)
Pengorganisasian di sini digunakan untuk mengelompokkan orang-orang
sesuai dengan tugas masing-masing guna mengelola kegiatan keagamaan
sehingga mendapatkan hasil yang memuaskan sesuai dengan tujuan yang
direncanakan. Sebagaimana pada Seksi Bimas di Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gowa.
3. Penggerakan/ Pelaksanaan (Tawjih)
Penggerakan merupakan salah satu fungsi manajemen yang ikut berperan
penting dalam mengelola kegiatan pada Seksi Bimas di Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Gowa. Di mana setiap kegiatan yang dilakukan itu melibatkan
semua pegawai yang saling bekerja sama satu sama lain, dalam hal sebagai
pelaksana kegiatan. Dalam mengelola kegiatan keagamaan pada seksi Bimas di
Kantor kementerian Agama Kabupaten Gowa tentunya diperlukan Pembina yang
bukan hanya memahami apa yang menjadi pekerjaannya, akan tetapi juga harus
mampu membuat kegiatan kegamaan yang berbobot dan sukses yang mampu
bermanfaat bagi masyarakat.
Penggerakan itu sendiri pada seksi bimas berupa motivasi dari kepala
seksi Bimas. Para pegawai dimotivasi untuk bekerja lebih giat dan profesional
serta bekerja sesuai motto kementerian Agama ikhlas dan beramal.
Berdasarkan pernyataan di atas maka disimpulkan bahwa, penggerakan
atau pelaksanaan itu merupakan hal yang sangat penting demi terwujudnya
kegiatan keagamaan yang berbobot dan sukses sehingga bermanfaat bagi
masyarakat.
4. Pengawasan (Riqabah)
Pengawasan merupakan suatu hal penting dalam melaksanakan suatu
kegiatan keagamaan. Pengawasan di sini berfungsi untuk mengawasi setiap
kegiatan ataupun progam kerja yang dilaksanakan, agar terlaksana dengan lancar

287
Peran Manajemen Dakwah dalam...(Hasaruddin, Sri Wahyuni)

dan sesuai yang diinginkan. Pengawasan dilakukan langsung oleh inspektorat


jenderal dan BPK. Yang memeriksa apakah kegiatannya sudah dilakukan atau
tidak dan berjalan sebagaimana mestinya.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan satu kali setiap bulan rapat koordinasi. Ini bertujuan
untuk mengetahui apa-apa yang telah dilakukan dan sampai di mana kegiatan itu
berjalan dan unsur kepegawaian juga diperiksa sampai di mana kinerja pegawai
Pada Seksi Bimas Islam. Ada persentase yang dilaporkan.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat di simpulkan bahwa Evaluasi itu
sangatlah penting pada seksi Bimas itu sendiri. Karena dengan adanya evaluasi
kita dapat mengetahui apakah kegiatan itu berjalan dengan baik atau tidak. Dan
juga dengan adanya evaluasi kita dapat memperbaiki apa saja yang perlu
diperbaiki.

PENUTUP/SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan
pada bab sebelumnya, berikut akan dikemukakan beberapa kesimpulan yang
dapat diambil mengenai Peran Manajemen Dakwah dalam Kegiatan Keagamaan
pada Seksi Bimas Islam di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gowa.
1. Kegiatan keagamaan yang dilakukan pada Seksi Bimas Islam di Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Gowa antara lain seperti pembinaan
penyuluh dan penghulu, pembinaan kemasjidan, pembinaan keluarga
sakinah, dan pembinaan zakat wakaf.
2. Dalam Memanage Kegiatan Keagamaan pada Seksi Bimas Islam di
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gowa sudah berjalan baik
karena telah menerapkan fungsi-fungsi manajemen dakwah yang
meliputi: Takhthit (perencanaan dakwah), Tanzhim (pengorganisasian),
Tawjih (pergerakan/pelaksanaan), Riqabah (pengendalian), dan evaluasi.

288
Jurnal Tabligh Volume 19 No 2, Desember 2018 :277 – 290

Kegiatan Keagamaan yang dilakukan pada seksi Bimas Islam sudah baik, namun
dalam melaksanakan kegiatan keagamaan sebaiknya menambah sarana dan
prasarana agar kegiatan yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai rencana.
1. Dalam memanage Kegiatan Keagamaan Seksi Bimas Islam sudah
menerapkan fungsi-fungsi manajemen dakwah yang meliputi
perencanaan (Takhtiht), pengorganisasian (Tanzhim), penggerakan
(Tawjih), Pengawasaan (Riqabah) dan Pengevaluasian. Fungsi-fungsi
manajemen ini telah diterapkan dengan baik meskipun masih terdapat
kekurangan dan kelemahan. Dengan menerapkan fungsi-fungsi
manajemen dakwah maka kegiatan keagamaan dapat berjalan dengan
efektif dan efisien sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

289
Peran Manajemen Dakwah dalam...(Hasaruddin, Sri Wahyuni)

DAFTAR PUSTAKA
Amin Muliaty, Pengantar Ilmu Dakwah. Makassar: Alauddin Press, 2009
Arifin H. M., Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta
: PT Golden Terayon Press. 1994.

Bungin Burhan, Penelitian Kualitatif . Jakarta: encana, 2007.


Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Diponegoro: CV Penerbit
Diponegoro, 2008.

Hamriani dan Syam’un, Manajemen Dakwah akassar: Alauddin Press, 2011.


LN Syamsu Yusuf, psikologi Belajar Agama perspektif Pendidikan Agama
Islam. Bandung: CV. Pustaka Bani Quraisy, 2004.

Mahmudin. Manajemen Dakwah Rasulullah. Jakarta: Restu Illahi: 2004.


Mania sitti, Metodologi Penelitian Sosial, Makassar: Alauddin University Press, 2013
Saleh Rosyad, Manajemen Dakwah, Jakarta: Bulan Bintang, 1993
Rohidi Tjetjep Gohendi, Analisis Data Kualitatif Jakarta: UI Press,1992.
Terry G. R., Principles of Management Georgetown: Richard D. Irwing Inc., 6 th
Edition, 1972.

290
Abdul Mujib: The Method of Hypno-circumcision in Klinik Khitan Plus Hypnosis in Pabuwaran...

URGENSI MANAJEMEN
DALAM PENGEMBANGAN AKTIVIT AS DAKW
AKTIVITAS AH
DAKWAH

Wahyu Budiantoro
Pascasarjana Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) IAIN Purwokerto
budiantoro.wahyu@yahoo.co.id

Abstract: Da’wah in practical terms, always in touch with the community. There-
fore requires a specific set of supporters in achieving its objectives, namely
the setting or the good management and direction. In missionary activity
there will be a very complex problem, if no good management, systematic,
and purposeful. Implementation of propaganda will work effectively and
efficiently when it first be able to identify the problems faced by the com-
munity. Then, on the basis of control of the situation and conditions for
propaganda, formulate an appropriate plan. The dynamics of the problem
requires people with a variety of actors preaching able to devise a proper
plan-as the basis of a movement dakwah-, and arrange and organize the
subject of preaching in a certain propaganda units. To realize and ground
the teachings of Islam in public life, the propaganda must be properly man-
aged, to meet the needs of society.
Keywords: Management; Strategy; Da’wah
Abstrak: Dakwah dalam tataran praktis, selalu berhubungan dengan masyarakat.
Oleh karenanya membutuhkan seperangkap pendukung dalam mencapai
tujuan, yaitu pengaturan atau manajemen yang baik dan terarah. Dalam
aktivitas dakwah akan timbul masalah yang sangat kompleks, apabila tidak
dilakukan manajemen yang baik, sistematis, dan terarah. Penyelenggaraan
dakwah akan berjalan dengan efektif dan efisien apabila terlebih dahulu
dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang tengah dihadapi oleh
masyarakat. Kemudian, atas dasar pengendalian situasi dan kondisi tempat
untuk dakwah, disusunlah suatu rencana yang tepat. Dinamika masyarakat
dengan berbagai problemnya mengharuskan para pelaku dakwah mampu
menyusun rencana yang tepat –sebagai dasar dari sebuah gerakan dakwah-
, dan mengatur dan mengorganisir subjek dakwah ke dalam kesatuan-
kesatuan dakwah tertentu. Untuk mewujukan dan membumikan ajaran-ajaran
Islam dalam kehidupan masyarakat, maka dakwah harus dikelola dengan
baik, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kata kunci:
kunci manajemen; strategi; dakwah.

278 | KOMUNIKA, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2016


Wahyu Budiantoro: Urgensi Manajemen dalam Pengembangan Aktivitas Dakwah

PENDAHULUAN
Hakikat dakwah menurut Amrullah Ahmad, adalah tidak hanya sebatas
aktivitas oral communication. Akan tetapi, dakwah perlu dipahami sebagai
sebuah sistem untuk merealisasikan ajaran Islam, baik itu secara mikro
maupun secara makro. Secara mikro dakwah merupakan sistem yang saling
terkait antara da’i, mad’u, media, materi, metode dan evaluasi. Sedangkan
secara makro, dakwah merupakan sub sistem dari sistem kehidupan masya-
rakat yang senantiasa hadir dan diperhitungkan keberadaannya di tengah-
tengah masyarakat.1
Oleh karena itu, kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat, tidak
bisa hanya diteropong melalui aspek ekonomi, politik, dan sosial budaya
yang ada. Akan tetapi, dakwah (Islam) pun perlu diperhitungkan keber-
adaannya dalam suatu masyarakat. Hal ini karena bagaimanapun, aktivitas
atau kegiatan dakwah merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
sistem kehidupan manusia.
Berdasar dari pemahaman dakwah sebagai sebuah sistem untuk me-
realisasikan ajaran Islam, maka sejatinya dakwah perlu dikelola secara
profesional. Atau dengan kata lain, aktivitas dakwah perlu didesain atau
direncanakan dengan matang, digerakkan, dan dilakukan evaluasi untuk
hasil yang maksimal. Oleh karena itu, menurut Abdul Basit kehadiran
manajemen dalam pengembangan aktivitas dakwah menjadi sesuatu yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi.2
Apalagi, menurut Abdul Munir Mulkhan, di tengah masyarakat kita
sekarang ini sering dijumpai fenomena “budaya kaset” yang berkembang di
kalangan para mubaligh, bukan sekadar dalam makna harfiah (pemutaran
kaset-kaset ceramah), tetapi juga para mubaligh tersebut menjadi dirinya
sebagai “kaset” yang akan berbicara hal yang sama atau topik yang sama,
walaupun masyarakat atau objek dakwahnya berbeda-beda.3
Melihat hal tersebut, menunjukkan bahwa dakwah yang dilakukan
selama ini terkesan asal-asalan atau tidak mempunyai visi dan misi yang
jelas dalam berdakwah. Tidak ada perencanaan yang matang terkait metode
dakwah, materi dakwah, atau strategi dakwah dan yang lainnya ketika me-
lakukan aktivitas dakwah. Padahal metode dakwah misalnya, seharusnya
mengikuti objek dakwah yang akan didakwahi. Karena bagaimanapun
setiap objek dakwah pasti mempunyai permasalahan hidup yang berbeda-
beda. Sebagai misal masalah kemiskinan. Seperti yang kita pahami,

ISSN : 1978 - 1261 | 279


Wahyu Budiantoro: Urgensi Manajemen dalam Pengembangan Aktivitas Dakwah

kemiskinan menjadi masalah klasik yang belum terselesaikan sampai


dengan detik ini. Dari zaman kerajaan, penjajahan, sampai dengan masa
kemerdekaan, kemiskinan seolah menjadi sahabat setia bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia.
Dalam hal demikian, menurut Achmad Tirtosudiro, dakwah setidak-
tidaknya mempunyai dua fungsi pokok. Pertama, menyeru dan mem-
bimbing manusia untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Dan kedua,
mengajak dan mendorong manusia untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam
proses pembangunan bangsa. Menyeru kepada manusia untuk menyembah
Tuhan adalah memberi arah yang benar di dalam hidup dunia dan akhirat,
sedangkan berpartisipasi dalam pembangunan bangsa adalah perjuangan
untuk hidup.4 Jadi, sangatlah jelas peran dakwah dalam masyarakat. Oleh
karena itu, untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik, manejemen
dalam dakwah adalah hal yang mutlak harus ada.

REDEFINISI DAKWAH
DAKWAH
Jika kita berkaca pada sejarah Islam, kehadiran dan peran dakwah
senantiasa berinteraksi dengan dinamika atau perubahan sosial yang terjadi
di masyarakat. Dalam kehidupan Rasulullah, betapa kehadiran dan peran
dakwah mempunyai arti yang signifikan bagi kehidupan masyarakat. Dalam
kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak hanya diperkenalkan dan diajarkan
tentang masalah-masalah diniyah, melainkan juga diajarkan tentang bagai-
mana hidup bermasyarakat dan bernegara yang baik. Oleh karena itu, dak-
wah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW tidak terlepas dari konteks
kehidupan masyarakat sebagai objek dakwahnya.5
Hal tersebut senada dengan definisi dakwah yang dijelaskan M. Natsir,
bahwa dakwah usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada per-
orangan manusia dan seluruh umat manusia, tentang pandangan dan tujuan
hidup manusia di dunia ini, dan yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar
dengan berbagai cara dan media yang diperbolehkan akhlak dan membim-
bing pengalamannya dalam perikehidupan bermasyarakat dan bernegara.6
Dewasa ini, jika memperbincangkan tentang dakwah, maka diperlukan
suatu pemahaman dan juga perubahan pemahaman dakwah secara kom-
prehensif, sehingga dakwah tidak kehilangan maknanya yang hakiki, dan
juga bisa mengena dalam semua aspek kehidupan masyarakat. Karena pada
dasarnya, dakwah adalah suatu usaha atau ikhtiar untuk mengubah umat
manusia ke arah yang lebih baik.

280 | KOMUNIKA, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2016


Wahyu Budiantoro: Urgensi Manajemen dalam Pengembangan Aktivitas Dakwah

Berangkat dari hal tersebut, menurut Saepul dan Ahmad, perlu kiranya
untuk melihat dakwah dari berbagai dimensi. Di satu sisi, dakwah memang
harus sanggup menawarkan suatu model ideal dari kehidupan yang dicita-
citakan. Sementara di sisi lain, dakwah juga dituntut harus tetap responsif
terhadap berbagai perubahan yang terjadi sebagai akibat interaksi antar
kehidupan umat manusia di satu pihak dan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di pihak lain. Oleh karena itu, dakwah harus
mampu memerankan dirinya sebagai suatu model pendekatan yang multi-
dimensi, sehingga tetap relevan dengan berbagai persoalan tempat dan
zaman.7
Peranan dakwah pada hakikatnya menurut Abdurrahman Wahid, ada-
lah turut melakukan transformasi sosial ke arah masyarakat yang lebih
dewasa, lebih demokratis, dan lebih mampu mengangkat derajat kema-
nusiaan. Transformasi sosial seperti itu, kata Gus Dur, agar tidak lebih me-
nyengsarakan masyarakatnya melalui kesenjangan sosial yang lebih besar
di masa depan, haruslah dilandasi oleh visi keadilan sosial yang jelas dan
utuh. Paling tidak, pada titik inilah agama (dakwah) dapat memberikan
sumbangan mendasar yaitu, menyuarakan hati nurani bangsa dalam upaya
menegakkan keadilan bagi semua warga masyarakat dan menjamin per-
samaan derajat dan hak masyarakat di depan undang-undang dan sistem
pemerintahan.8

MANAJEMEN DAKWAH
DAKWAH
Pengertian Manajemen
Dari segi etimologi, manajemen berasal dari bahasa Inggris yang
berupa kata kerja, yaitu to manage, yang sinonimnya antara lain to hand
(mengurus), to control (memeriksa), to guide (memimpin). Jadi, apabila
hanya dilihat dari asal katanya, maka manajemen adalah pengurusan, pe-
ngendalian, memimpin, atau membimbing.9
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, manajemen adalah
proses penggunaan sumber daya yang efektif untuk mencapai sasaran; atau
pimpinan yang bertanggung jawab atas jalannya perusahaan atau organisasi.
Adapun menurut George R. Terry, manajemen adalah pengorganisa-
sian, penggerakan, dan pengawasan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan dengan menggunakan tenaga manusia dan sumber
lainnya. Sedangkan tokoh lainnya, yaitu James Stoner, menjelaskan bahwa

ISSN : 1978 - 1261 | 281


Wahyu Budiantoro: Urgensi Manajemen dalam Pengembangan Aktivitas Dakwah

manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin


dan mengendalikan berbagai upaya dari organisasi guna tercapainya tujuan
organisasi yang telah ditentukan.10
Tidak dapat dipungkiri, dalam kehidupan sehari-hari, bahwa mana-
jemen adalah suatu hal penting yang menyentuh dan mempengaruhi seluruh
aspek dalam kehidupan manusia. Dengan manajemen, manusia mampu
mengenali kemampuannya berikut kelebihan dan kekurangan yang dimi-
likinya. Selain itu, manajemen juga menunjukkan cara-cara yang efektif dan
efisien dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Tentunya, dalam hal ini meng-
hindari pemborosan waktu, tenaga, uang, dan lainnya.
Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen dapat pula diartikan sebagai kegiatan apa saja yang
akan dilakukan oleh seorang manajer atau pemimpin dalam kegiatan mana-
jerialnya. Sehingga kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai proses
manajemen. Proses tersebut bermula dari proses pembuatan perencanaan,
sampai kepada tahap pengawasan terhadap pelaksanaan perencanaan
tersebut. Dalam hal ini, pengawasan bertujuan untuk mengetahui efektif
atau tidaknya pelaksanaan rencana, sehingga tujuan yang telah ditetapkan
bersama dapat tercapai.11
Secara menyeluruh fungsi manajemen, menurut George. R. Terry,
adalah planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating
(pelaksanaan) dan controlling (pengawasan). Berikut dijelaskan lebih
lengkapnya.
a. Planning (perencanaan)
Planning atau perencanaan adalah gambaran dari suatu kegiatan yang
akan datang, dalam jarak waktu tertentu, dan metode yang akan dipakai
dalam tindakan-tindakan yang akan diambil. Perencanaan itu berisikan
suatu imajinasi dan pandangan ke depan yang terarah berdasarkan penilaian
yang benar.
b. Organizing (pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan, dan
pengaturan bermacam-macan aktivitas yang diperlukan untuk mencapai
tujuan. Misalnya, pembagian tugas yang terperinci kepada individu-
individu, menyediakan alat-alat yang diperlukan, dan menetapkan wewe-
nang kepada setiap individu tersebut.

282 | KOMUNIKA, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2016


Wahyu Budiantoro: Urgensi Manajemen dalam Pengembangan Aktivitas Dakwah

c. Actuating (pelaksanaan)
Pelaksanaan adalah suatu fungsi atau teknik yang mendorong untuk
bergerak, agar anggota organisasi bekerja untuk mencapai maksud tertentu
secara efektif dan efisien.
d. Controlling (pengawasan)
Pengawasan adalah mengadakan penilaian, koreksi dan evaluasi,
sehingga apa yang dilakukan oleh anggota organisasi atau lembaga, dapat
diarahkan kepada yang benar jika melenceng dari garis yang sudah
ditentukan. Hasil dari evaluasi pengawasan ini, dijadikan sebagai bahan
rekomendasi untuk kegiatan berikutnya.12
Manajemen Dakwah
Penyelenggaraan dakwah akan berjalan dengan efektif dan efisien apa-
bila terlebih dahulu dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang tengah
dihadapi oleh masyarakat. Kemudian, atas dasar pengendalian situasi dan
kondisi tempat untuk dakwah, disusunlah suatu rencana yang tepat.
Dinamika masyarakat dengan berbagai problemnya mengharuskan
para pelaku dakwah mampu menyusun rencana yang tepat –sebagai dasar
dari sebuah gerakan dakwah dan mengatur dan mengorganisir subjek
dakwah ke dalam kesatuan-kesatuan dakwah tertentu. Untuk mewujudkan
dan membumikan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat, maka
dakwah harus dikelola dengan baik, untuk memenuhi kebutuhan masya-
rakat.13
Aktivitas dakwah, dapat dikatakan berjalan dengan efektif, apabila
yang menjadi tujuannya dapat tercapai. Selain itu, dalam pencapaian ter-
sebut juga harus diberengi dengan pengeluaran “pengorbanan-pengor-
banan” yang wajar. Strategi dakwah yang didukung dengan metode yang
bagus, dan pelaksanaan program yang akurat, akan menjadikan aktivitas
dakwah menjadi matang dan berorientasi jelas, dimana cita-cita atau visi
misi sudah direncanakan dengan matang dan terarah. Atau dalam bahasanya
Yunan Yusuf, aktivitas dakwah dikatakan berjalan secara efektif, jika ke-
giatan lembaga atau organisasi dakwah yang dilaksanakan menurut prinsip-
prinsip manajemen.14
Dakwah dalam tataran praktis, yang selalu berhubungan dengan ma-
syarakat, membutuhkan seperangkat pendukung dalam mencapai tujuan,
yaitu pengaturan atau manajemen yang baik dan terarah. Hal tersebut

ISSN : 1978 - 1261 | 283


Wahyu Budiantoro: Urgensi Manajemen dalam Pengembangan Aktivitas Dakwah

dikarenakan, dalam aktivitas dakwah akan timbul masalah yang sangat


kompleks, yang dalam menangani dan mengantisipasi masalah-masalah
tersebut dibutuhkan strategi yang sistematis.
Dalam konteks ini, ilmu manajemen dibutuhkan untuk mengatur dan
mengantarkan dakwah agar supaya tepat sasaran dan mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dakwah yang dilaksanakan dengan manajemen
yang baik akan menjamin tercapainya tujuan.
Manajemen dakwah adalah proses pengelolaan aktivitas dakwah yang
berkelanjutan dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen pada pelak-
sanaan dakwah. Dalam kaitan ini, kegiatan manajemen dakwah berlangsung
pada tataran kegiatan dakwah itu sendiri. Di mana setiap aktivitas dakwah,
khususnya dalam skala lembaga atau organisasi untuk mencapai suatu
tujuan, dibutuhkan sebuah pengaturan atau manajerial yang baik dan
terarah.15
Unsur-unsur manajerial tersebut, merupakan satu kesatuan yang tidak
bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Menurut Akrim Ridha seperti
yang dikutip Yunan Yusuf, unsur-unsur tersebut meliputi: takhthith (peren-
canaan strategi), thanzim (pengorganisasian), tawjih (penggerakan), dan
riqobah (pengawasan atau evaluasi).16

LANGKAH-LANGKAH MANAJEMEN DAKWAH


DAKWAH
Dalam melakukan manajemen dakwah secara profesional, setidaknya
ada tiga langkah yang harus dilakukan pelaku dakwah.17
1. Adanya perencanaan yang matang
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat perencanaan
dakwah yang sistematis, terpadu, matang, dan terarah. Di dalam al-Qur’an
(Q.S. 59: 18), Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar
merencanakan segala sesuatu, termasuk dakwah, untuk kepentingan masa
depan yang lebih baik.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Abdul Munir Mulkhan menjelaskan tentang beberapa keuntungan
manakala aktivitas atau kegiatan dakwah dibuat perencanaan dengan baik
dan matang terlebih dahulu, seperti di bawah ini:

284 | KOMUNIKA, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2016


Wahyu Budiantoro: Urgensi Manajemen dalam Pengembangan Aktivitas Dakwah

a. Kegiatan dakwah pada hakikatnya merupakan kegiatan yang


berkesinambungan. Tidak akan berhasil tujuan dakwah, manakala kegiatan
itu tidak direncanakan secara sistematis.
b. Mengingat kegiatan dakwah merupakan kegiatan yang multi-dialog
atau mempunyai ragam cara, maka aktivitas dakwah dilakukan dengan cara
mengkombinasikan berbagai dialog. Untuk itulah diperlukan perencanaan
secara matang dan terpadu.
c. Dengan perencanaan yang baik, maka akan terhindar dari kegiatan
yang sama, sehingga terhindar dari adanya pemborosan energi, waktu, dan
dana.
d. Keterbatasan seorang da’i atau mubalig dalam hal informasi yang
diperlukan serta ilmu-ilmu bantu yang diperlukan untuk penyusunan pe-
rencanaan dakwah akan dapat diatasi secara bersama, karena kegiatan
perencanaan adalah sautu kegiatan yang kolektif.
Seperti yang sudah dijelaskan di awal pembahasan, bahwa kegiatan
dakwah tidak bisa dijalankan dengan asal-asalan tanpa tujuan atau visi misi
yang jelas. Oleh karena itu, kegiatan dakwah harus didesain atau diren-
canakan dengan matang, digerakkan, dan adanya evaluasi untuk penilaian
keberhasilan. Dengan demikian, kehadiran manajeman dalam pengem-
bangan aktivitas dakwah menjadi sesuatu yang mutlak harus ada, tidak bisa
ditawar-tawar lagi.
Perencanaan yang baik, tentunya berasal atau bertitik tolak dari data
empiris yang bekembang di masyarakat (objek dakwah). Dalam hal ini,
perencanaan dakwah tidak berangkat dari kertas kosong atau tumpukan
buku-buku ilmiah yang jauh dari kebutuhan masyarakat. Dengan demikian,
perencanaan berangkat dari kebutuhan apa saja yang mendesak dan primer
dari masyarakat, problem apa yang dihadapi masyarakat, dan apa yang
diharapkan oleh mereka dari aktivitas dakwah.
Melalui data-data yang sudah dikumpukan tersebut, menurut Abdul
Basit, maka akan lahir model-model, metode-metode, materi-materi, dan
media yang cocok digunakan untuk melakukan aktivitas dakwah. Dengan
demikian, dakwah tidak terkesan sebagai kegiatan yang hanya mengandal-
kan ceramah atau pidato saja, ataupun kesan dakwah yang asal-asalan dan
penuh bujuk rayuan dari para aktor dakwah. Dalam hal ini –dengan
perencanaan yang berasal dari data yang diperoleh di masyarakat- dakwah
menjadi kegiatan yang dapat memahami kebutuhan manusia dan

ISSN : 1978 - 1261 | 285


Wahyu Budiantoro: Urgensi Manajemen dalam Pengembangan Aktivitas Dakwah

membebaskan mereka dari beban-beban yang selama ini dihadapi oleh


masyarakat.18
2. Menyusun strategi dakwah
Langkah kedua, yang harus dilakukan adalah menyusun strategi
dakwah. Menurut Larry Poston, seperti yang dikutip Abdul Basit, ada dua
strategi utama dalam pengembangan dakwah, yaitu strategi internal-
personal dan strategi eksternal-institusional. Strategi internal-personal
adalah strategi yang menekankan kepada pembangunan atau peningkatan
kualitas kehidupan individu. Sedangkan strategi eksternal-institusional
adalah strategi yang menekankan pada pembangunan struktur organisasi
masyarakat. Dua strategi tersebut dalam pengaplikasiannya di lapangan,
tidak berjalan secara terpisah, melainkan berjalan secara beriringan dan
saling mengisi satu sama lain.
Menilik sejarah Islam, kedua strategi ini juga pernah diterapkan oleh
Rasulullah dalam mengembangkan dakwahnya. Rasulullah di kota Mekkah
membangun strategi yang bersifat internal-personal. Hal ini nampak ketika
Rasulullah banyak memberikan pelajaran-pelajaran yang menyangkut
akidah kepada para sahabat yang baru saja memeluk agama Islam. Dalam
pelaksanannya, strategi ini sangat penting dilakukan untuk mempersiapkan
generasi yang matang, kokoh, dan mempunyai integritas tinggi dalam
mengemban dan mengembangkan Islam di masa yang akan datang.
Sementara itu, di kota Madinah Rasulullah mengembangkan strategi
dakwah yang bersifat eksternal-institusional. Dalam aktivitas dakwahnya,
beliau mempersaudarakan para sahabat, membangun institusi, mengem-
bangkan dakwah ke berbagai wilayah di Jazirah Arab dan sebagainya.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, kedua strategi ini tidak bisa dilihat
secara parsial. Artinya, tidak ada satu strategi yang lebih unggul daripada
stratgi yang lainnya. Dalam hal ini, keduanya saling mengisi satu sama lain,
sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Dengan demikian, anggapan strategi yang dilakukan Rasulullah di kota
Mekkah lebih baik daripada yang dilakukannya di kota Madinah ataupun
sebaliknya, harus dibuang jauh-jauh. Strategi yang dilakukan Rasulullah di
kota Mekkah merupakan titik pijak untuk mengembangkan strategi berikut-
nya di kota Madinah. Oleh karena itu, dua strategi ini dapat dilihat secarea
linear dan komplementer. Dua strategi dalam pengaplikasiannya, dapat

286 | KOMUNIKA, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2016


Wahyu Budiantoro: Urgensi Manajemen dalam Pengembangan Aktivitas Dakwah

dikembangkan secara berkesinambungan dan dapat juga saling mengisi


antara satu strategi dengan strategi yang lainnya.
Dengan bahasa lain, aktivitas dakwah yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW, menggunakan berbagai cara yang disesuaikan dengan
situasi dan kebutuhan objek dakwahnya. Dalam hal ini, Nabi Muhammad
tidak menetapkan satu cara atau metode yang terbaik yang harus dikem-
bangkan oleh umatnya. Dengan demikian, aktivitas dakwah setelah Nabi
Muhammad berkembang sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman
yang terus mengalami perubahan.19
Dalam konteks kekinian, sejatinya dua strategi tersebut dapat di-
terapkan. Sebagai misal, strategi internal-personal, dapat dikembangkan
melalui aktivitas-aktivitas dakwah di majelis ta’lim, tabligh akbar, dan
kegiatan yang serupa lainnya. Dalam hal ini, yang perlu dilakukan oleh
pelaku dakwah adalah perbaikan menyangkut muatan materi dan kiat-kiat
yang efektif agar kegiatan dakwah dapat dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat. Materi yang diberikan kepada audiens, tidak melulu soal fikih
dan akidah, akan tetapi lebih jauh pada persolan keseharian dalam menjalani
kehidupan sesama manusia, seperti muamalah, etos kerja, perubahan sosial,
politik, dan lainnya, di mana materi tersebut dibutuhkan masyarakat untuk
memberikan pengetahuan dan pemahaman dalam membentuk kepribadian
atau karakter seorang muslim yang utuh.
Sementara itu, dalam pengembangan strategi dakwah yang bersifat
eksternal-institusional, misalnya aktivitas dakwah dapat memasuki ber-
bagai lini kehidupan yang ada di masyarakat. Dakwah dapat memasuki
bidang pendidikan misalnya, dengan cara mempunyai lembaga pendidikan
yang berkualitas dan profesional dalam membentuk pribadi muslim yang
berkarakter. Contoh lainnya, dakwah bisa memasuki dunia kesehatan
dengan mempunyai rumah sakit atau lembaga kesehatan yang mempunyai
manajemen yang baik, dan masih banyak lagi yang lainnya.
3. Mempersipakan da’i yang profesional
Langkah ketiga yang perlu dipersiapkan adalah subjek atau para pelaku
dakwah yang profesional. Sebuah rencana yang sudah dikonsep dengan
matang dan terarah, dibarengi dengan strategi yang sudah disusun dengan
baik, tidak akan berjalan dengan lancar dan sesuai harapan bersama,
manakala para pelaku dakwahnya tidak mempunyai kapabilitas dan kom-
petensi yang mumpuni sebagai aktor dakwah.

ISSN : 1978 - 1261 | 287


Wahyu Budiantoro: Urgensi Manajemen dalam Pengembangan Aktivitas Dakwah

Dalam hal ini, menurut Abdul Munir Mulkhan, pelaku dakwah bukan
hanya seorang da’i saja, akan tetapi juga harus ada perencana dan pengelola
dakwah. Ketiganya dapat disebut sebagai da’i. Adapun perbedaannya ter-
letak pada bidang tugas yang sesuai dengan kecakapan, keterampilan, dan
ilmu yang dimiliki oleh seorang da’i sebagai subjek dakwah. Untuk hal
tersebut, dibutuhkan lembaga pendidikan tinggi dakwah dan organisasi-
organisasi dakwah yang dapat menyiapkan para pelaku dakwah yang
profesional.
Untuk mengatasi problematika kurangnya pelaku dakwah yang pro-
fesional, memang dibutuhkan kerja keras dari pada akademisi maupun
praktisi dakwah, untuk membangun formulasi keilmuan dakwah, baik dari
literatur klasik dan modern maupun melalui kajian-kajian ilmiah yang
bertitik tolak dari pengalaman empiris di lapangan. Selain itu, perlu adanya
kerja sama dan komunikasi yang baik dan berkelanjutan antara lembaga
pendidikan tinggi dan organisasi-organisasi dakwah yang tumbuh di
masyarakat dalam rangka menyiapkan kader-kader dakwah yang profe-
sional.

PENUTUP
Kemiskinan merupakan problem sosial yang terus menghantui bangsa
Indonesia, sampai detik ini. Pemerintah dan jajarannya terus berusaha
dengan program-programnya untuk mengentaskan kemiskinan. Dalam hal
demikian, dibutuhkan suatu gerakan perubahan sosial untuk meningkatkan
kualitas hidup yang lebih baik lagi. Dalam pelaksanaannya, pemerintah
tidak bisa melakukannya sendiri, butuh bantuan dari seluruh lapisan ma-
syarakat untuk membentuk suatu gerakan sosial, mencari sebuah solusi atau
jawaban untuk mengentaskan kemiskinan.
Sejatinya, hal ini sejalan dengan perjuangan (dakwah) Islam, untuk
selalu berusaha membuat perubahan ke arah yang lebih baik dalam men-
sejahterakan masyarakat. Dalam hal ini, kegiatan-kegiatan dakwah meru-
pakan bagian dari kehidupan umat beragama, sebagai aktivitas keimanan
dan tanggung jawab ketakwaan kepada Allah SWT, dan perwujudannya
bukan hanya sekadar dalam bentuk penghayatan ajaran saja, melainkan
pelaksanaan ajaran pada masyarakat.20
Oleh karena itu, dakwah tidak bisa hanya dimaknai sebatas ceramah
atau tausyiah di atas mimbar saja. Akan tetapi, lebih jauh dan lebih luas dari

288 | KOMUNIKA, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2016


Wahyu Budiantoro: Urgensi Manajemen dalam Pengembangan Aktivitas Dakwah

itu semua, dakwah mempunyai peran dalam membantu masyarakat sebagai


objek dakwah, untuk mempunyai kehidupan yang lebih baik dan sejahtera
daripada hari kemarin.
Dengan demikian, dakwah tidak bisa dikerjakan dengan asal-asalan.
Untuk hasil yang lebih optimal, dakwah harus dikelola dengan sangat baik,
matang, dan terarah. Dalam mengelola dakwah, setidaknya ada tiga langkah
yang harus dilakukan oleh pelaku dakwah, yaitu: langkah pertama, adalah
membuat perencanaan dakwah yang sistematis dan terarah, yang bertitik
tolak atau berasal dari permasalahan yang ada di masyarakat.21
Langkah kedua, adalah menetapkan strategi dakwah. Dalam hal ini
strategi dakwah dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu: pertama, strategi
internal-personal, dan kedua, strategi eksternal-institusioanal. Dalam
pelaksanaan dakwah, kedua strategi ini berjalan beriringan, saling mengisi
satu sama lain.
Langkah ketiga atau terakhir, adalah mempersiapkan subjek atau
pelaku dakwah yang handal, mumpuni, dan profesional. Bagaimanapun
bagusnya sebuah rencana dakwah, dibarengi dengan strategi yang baik dan
efektif, tidak akan berjalan dengan lancar dan sesuai rencana jika para
pelakunya tidak mempunyai jiwa profesionalisme.

ENDNOTES
12
Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006), hal. 40.
3
Ibid.
4
Ibid., hal. 43.
5
Achmad Tirtosudiro dalam kata pengantar, Dawam Raharjo (ed), Model
Pembangunan Qaryah Thayyibah (Jakarta: Intermasa, 1997), hal. Xx.
6
Abdul Basit, “Epistemologi Dakwah Fardiyah dalam Perspekti Komunikasi
Antarpribadi” dalam Jurnal Komunika Vol. 1. No. 1 Januari-Juni 2007, hal. 81.
7
Samsul Munir Amin, Rekonsruksi Pemikiran Dakwah, hal. 5.
8
Asep Saepul dan Agus Ahmad, Metode Penenlitian Dakwah (Bandung:
Pustaka Setia, 2003), hal. 17.
9
Abdurrahman Wahid, “Aspek Religius Agama-agama di Indonesia dan
Pembangunan”, dalam Masyhur Amin (ed.), Moralitas Pembangunan: Perspektif
Agama-agama di Indonesia (Yogyakarta: LKPSM, 1994), hal. 7.
10
Mochtar Effendy, Manajemen: Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam
(Jakarta: Karya Aksara, 1986), hal. 9.

ISSN : 1978 - 1261 | 289


Wahyu Budiantoro: Urgensi Manajemen dalam Pengembangan Aktivitas Dakwah

11
Dara Puspitasari, “Manajemen Mesjid Jami’ Nurul Khil’ah Dalam Mening-
katkan Pemahaman Fikih Keagamaan Pada Remaja di Pangkalan Jati Baru”,
Skripsi (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta), hal. 15.
12
Saeful Nur Arif dan Iskandar Zulkarnaen, “Dasar-dasar Manajemen dalam
Teknologi Informasi”, dalam Jurnal Saintikom, Volume 5, No. 2 Agustus, 2008,
hal. 239.
13
Dara Puspitasari, “Manajemen Mesjdi Jami’ Nurul Khil’ah Dalam Mening-
katkan Pemahaman Fikih Keagamaan”, hal. 18.
14
Muhammad Rasyid Ridla, “Perencanaan dalam Dakwah Islam”, dalam
Jurnal Dakwah Volume IX, No.2. Juli-Desember 2008.
15
H. M. Yunan Yusuf, “Manajemen Sebagai Problematikan dalam Dakwah”,
dalam kata pengantar Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah (Jakarta:
Prenada Media, 2006) hlm. xiii.
16
Puspita Rani Pertiwi, “Manajemen Dakwah Berbasis Mesjid”, dalam Jurnal
MD, Volume 1, No. 1 Juli-Desember 2008, hal. 57.
17
Ibid., hlm. xiv.
18
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pelaku dakwah dalam memenej
dakwah secara profesional, penulis kutip dari buku Abdul Basit, Wacana Dakwah
Kontemporer, hal. 44-49.
19
Ibid., hal. 45-46.
20
Abdul Basit, Dakwah Remaja: Kajian Remaja dan Institusi Dakwah Remaja
(Purwokerto: STAIN Press, 2011), hal. 45.
21
Sulkhan Chakim, “Dakwah Pembangunan (Model pemberdayaan
Masyarakat Pedesaan)” dalam Jurnal Ibda’ Vol.2 No1 Jan-Jun 2004, hal. 1.

DAFTAR PUST
DAFTAR AKA
PUSTAKA
Amin, Masyhur (ed.). 1994. Moralitas Pembangunan: Perspektif Agama-
agama di Indonesia. Yogyakarta: LKPSM.
Amin, Samsul Munir. 2008. Rekonsruksi Pemikiran Dakwah Islam. Jakarta:
Sinar Grafika.
Arif, Saeful Nur dan Iskandar Zulakarnaen. 2008. “Dasar-dasar Manajemen
dalam Teknologi Informasi”, dalam Jurnal Saintikom, Volume 5, No.
2 Agustus, 2008.
Basit, Abdul. 2011. Dakwah Remaja: Kajian Remaja dan Institusi Dakwah
Remaja. Purwokerto: STAIN Press.
Basit, Abdul. “Epistimologi Dakwah Fardiyah dalam Perspekti Komunikasi
Antarpribadi” dalam Jurnal Komunika Vol. 1. No. 1 Januari-Juni
2007.

290 | KOMUNIKA, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2016


Wahyu Budiantoro: Urgensi Manajemen dalam Pengembangan Aktivitas Dakwah

Basit, Abdul. 2006. Wacana Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.
Chakim, Sulkhan. “Dakwah Pembangunan (Model Pemberdayaan
Masyarakat Pedesaan)”, dalam Jurnal Ibda’ Vol.2 No1 Jan-Jun 2004.
Effendy, Mochtar. 1986. Manajemen: Suatu Pendekatan Berdasarkan
Ajaran Islam. Jakarta: Karya Aksara.
Munir dan Wahyu Ilaihi. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenada
Media.
Pertiwi, Puspita Rani. “Manajemen Dakwah Berbasis Mesjid”, dalam Jurnal
MD, Volume 1, No. 1 Juli-Desember 2008.
Puspitasari, Dara. “Manajemen Mesjdi Jami’ Nurul Khil’ah Dalam
Meningkatkan Pemahaman Fikih Keagamaan Pada Remaja di
Pangkalan Jati Baru”. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Raharjo, Dawam (ed.). 1997. Model Pembangunan Qaryah Thayyibah.
Jakarta: Intermasa.
Ridla,Muhammad Rasyid. “Perencanaan dalam Dakwah Islam”, dalam
Jurnal Dakwah Volume IX, No. 2. Juli-Desember 2008.
Saepul, Asep dan Agus Ahmad. 2003. Metode Penenlitian Dakwah.
Bandung: Pustaka Setia.
Suhaimi. 2012. “Dakwah and Communication Programmes in Tertiary
Higher Education in Indonesia: A Brief Survey”. dalam Jurnal
Islamiyyat 34 2012.

ISSN : 1978 - 1261 | 291


Organisasi Dalam Manajemen Dakwah (Hamriani HM)

ORGANISASI DALAM MANAJEMEN DAKWAH


Oleh : Hamriani. H.M
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Alauddin Makassar
hamriani_hm@gmail.com

Abstract;

Organisasi dakwah dapat dirumuskan sebagai rangkaian aktivitas menyusun suatu


kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan
membagi dan mengelompokkan pekerjaan yang harus dilaksanakan serta
menetapkan dan menyusun jalinan hubungan kerja diatara satuan-satuan organisasi
atau petugasnya. Pengorganisasian yang mengandung koordinasi, akan
mendatangkan keuntungan pula berupa terpadunya berbagai kemampuan dan
keahlian dari para pelaksana dakwah dalam satu kerangka kerjasama dakwah, yang
kesemuanya diarahkan pada sasaran yang telah ditentukan. organisasi adalah
hubungan kerjasama sejumlah orang untuk mencapai suatu tujuan. Dalam
organisasi terdapat sejumlah orang, adanya tujuan bersama, interaksi setiap orang
dalam organisasi mempunyai tujuan pribadi dan interaksi itu selalu diarahkan
untuk tujuan bersama. manajemen adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengefisienkan dan mengefektifkan pencapaian tujuan organisasi melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya yang dibutuhkan.
Pengorganisasian dalam proses dakwah sangatlah penting sebab pada proses
pengorganisasian ini akan menghasilkan sebuah rumusan struktur organisasi
dakwah dan pendelegasian wewenang serta tanggung jawab. Dengan empat
langkah yang telah dikemukakan sebelumnya dalam rangka pengorganisasian
tersebut, maka tersusunlah suatu pola atau bentuk kerjasama dakwah, dimana
masing-masing orang yang mendukung usaha kerjasama itu mengetahui pekerjaan
apa yang harus dilaksanakan, sampai sejauh mana wewenang masing-masing serta
jalinan hubungan antara satu dengan yang lain dalam rangka usaha kerjasama itu.

Kata Kunci:
Organisasi, Manajemen, Penyiaran

Da'wah organization can be formulated as a series of activities to compile a


framework which became a platform for all business activities of preaching the
divide and classify the work to be carried out and establish and develop working
relationships between interwoven organizational entities or officers. Organizing
containing coordination, will be profitable also be the coherence of various abilities
and skills of the executive within the framework of cooperation da’wa , all of which
are directed at specific targets. organization is a cooperative relationship a number
of people to achieve a goal. In an organization there are a number of people, the
existence of a common goal, the interaction of everyone in the organization has a
personal goal and the interaction was always directed towards a common goal.
239
Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 14, No. 2, Desember 2013 : 239 - 249

management is a series of activities undertaken to streamline and streamline the


achievement of organizational goals through the use of human resources and other
resources needed. Organizing the propaganda process is very important because in
the process of organizing this will produce a formulation of propaganda and
organizational structure and responsibilities delegated authority. With four steps
that have been raised previously in the context of the organization, then composed a
pattern or form of cooperation da’wa, in which each person who supports the
cooperative effort to know what work is to be carried out, the extent to which
authorities of each as well as the association between the with others in order to
attempt cooperation.

Keywords:
Organization, Management, Propagation

PENDAHULUAN
Organisasi dakwah dapat dirumuskan sebagai rangkaian aktivitas menyusun suatu
kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi
dan mengelompokkan pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun
jalinan hubungan kerja diatara satuan-satuan organisasi atau petugasnya. Pengorganisasian
tersebut mempunyai arti penting bagi proses dakwah. Sebab dengan pengorganisasian maka
rencana menjadi lebih muda pelaksanaannya. Hal ini disebabkan oleh karena dibagi-baginya
kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan dakwah dalam tugas-tugas lebih terperinci serta
diserahkan pelaksanaanya kepada beberapa orang akan mencegah timbulnya komulasi
pekerjaan hanya pada seorang pelaksana saja, dimana kalau hal ini sampai terjadi tentulah
akan sangat memberatkan dan menyulitkan.
Pengorganisasian adalah seluruh proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-
tugas, tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi
yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah
ditentukan. Penorganisasian merupakan langkah pertama kea rah pelaksanaan rencana yang
telah tersusun sebelumnya. Dengan demikian adalah suatu hal yang logis pula apabila
pengorganisasian dalam sebuah kegiatan akan menghasilkan sebuah organisasi yang dapat
digerakkan sebagai suatu kesatuan yang kuat. Pengorganisasian atau al-thanzimdalam
pandangan Islam bukan semata-mata merupakan wadah, akan tetapi lebih menekankan
bagaimana pekerjaan dapat dilakukan secara rapi, teratur dan sistematis.
Dengan pengorganisasian, pemerincian kegiatan-kegiatan dakwah menjadi tugas-tugas
terperinci akan memudahkan pula bagi pendistribusian tugas-tugas tersebut pada para
pelaksana. Pendistribusian tugas-tugas dakwah ini kepada masing-masing pelaksana,
menyebabkan mereka mengetahui dengan tepat sumbangan apakah yang harus diberikannya
dalam rangka penyelenggaraan dakwah itu.Kejelasan masing-masing terhadap tugas
pekerjaan yang harus dilakukan, dapatlah meminimalisir timbulnya salah pengertian,
kekacauan, duplikasi, kekosongan (vakum), dan lain sebagainya. Di samping itu penegasan
240
Organisasi Dalam Manajemen Dakwah (Hamriani HM)

orang-orang terhadap tugas tertentu juga akan menumbuhkan pendalaman orang tersebut
terhadap tugas pekerjaan yang diserahkan kepadanya (spesialisasi). Adanya spesialisasi ini
akan mendatangkan keuntungan bagi proses dakwah, yaitu jalannya pekerjaan dakwah akan
lebih lancer, oleh karena setiap pekerjaan dilakukan oleh orang-orang yang mendalami akan
tugas masing-masing. Selanjunya dengan pengorganisasian, dimana kegiatan-kegiatan
dakwah diperinci sedemikian rupa, akan memudahkan bagi pemilihan tenaga-tenaga yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas itu, serta sarana atau alat-alat yang dibutuhkan.
Dengan demikian pemerincian tugas, merupakan penunjuk untuk menentukan tenaga
pelaksana dakwah dan sarana atau alat-alat yang diperlukan.
Pengorganisasian yang mengandung koordinasi, akan mendatangkan keuntungan pula
berupa terpadunya berbagai kemampuan dan keahlian dari para pelaksana dakwah dalam satu
kerangka kerjasama dakwah, yang kesemuanya diarahkan pada sasaran yang telah ditentukan.
Akhirnya dengan pengorganisasian, dimana masing-masing pelaksana menjalankan tugasnya
pada kesatuan-kesatuan kerja yang telah ditentukan serta masing-masing dengan wewenang
yang telah ditentukan pula, akan memudahkan pimpinan dalam mengendalikan dan
mengevaluir dakwah.

Defenisi Organisasi.
Istilah organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa yunani berarti alat. Adapun
pendapat para ahli yakni, Jamaes D. Monney, bahwa orgnisasi adalah setiap bentuk kerjasama
untuk mencapai tujuan bersama. Paul preston dan Thomas Zimmemer mengemukakan bahwa
organisasi adalah sekumpulan orang-orang yang tersusun dalam kelompok yang bekerja sama
untuk mencapai tujuan bersama.[1]
Organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja
sama untuk mencapai tujuan bersama dan terikat secara formal tercermin pada hubungan
kelompok orang yang disebut pimpinan dan sekelompok orang disebut bawahan.[2]
Menurut Sutarto bahwa organisasi adalah sistem yang saling berpengaruh antara orang
dalam kelompok yang bekerja sama untuk tujuan-tujuan tertentu.[3] Demikian halnya Hadari
Nawawi bahwa organisasi adalah sistem kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan
bearsama.[4]
Sementara S.P. Siagian memandang bahwa organisasi dapat ditinjau dari dua sudut yaitu
oraganisasi sebagai wadah dan organisasi sebagai proses.[5]
Organisasi sebagai wadah adalah tempat dimana kegiatan-kegiatan administrasi dan
manajemen dijalankan dan sifatnya adalah telatif statis.[6] Dalam arti statis, organisasi
sebagai wadah kerja sama sekelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan
tertentu.[7]
Sebagai proses oleh karena selalu bargerak menuju tercapainya tujuan organisasi, sebagai
proses dinamis karena harus mangadakan pembagian tugas kepada anggotanya juga harus
membagikan tanggungjawab, wewenang dan mengadakan hubungan, baik ke dalam maupun

241
Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 14, No. 2, Desember 2013 : 239 - 249

keluar dalam rangka mencari keberhasilan organisasi.[8] Atau dinamis karena organisasi
seabagi suatu sistem atau kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.[9]
Dari berbagai pandangan sebagaimana disimpulkan oleh Sutarto bahwa sesungguhnya
tidak berbeda di mana organisasi sebagai kumpulan orang tidak lain organisasi sebagai
wadah, organisasi sebagai wadah berarti: Pertama, Organisasi merupakan penggambaran
jaringan hubungan kerja dan pekerjaan yang sifatnya formal atas dasar kedudukan atau
jabatan yang diperuntukkan setiap organisasi. Kedua, Organisasi merupakan susunan hirarki
yang secara jelas menggambarkan garis wewenang dan tanggung jawab. Ketiga, Organisasi
merupakan alat yang berstruktur permanent yang fleksibel (dimungkinkan dilakukan
perubahan), sehingga apa yang terjadi dan akan terjadi dalam organisasi relatif tetap sifatnya
dan karenanya dapat diperkirakan. Sedangkan organisasi sebagai proses pembagian kerja dan
sistem kerja sama, sistem hubungan atau sistem sosial, tidak lain adalah organisasi sebagai
proses yang lebih bermakna sebagai aktivitas pengorganisasian (organizing).[10]
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa organisasi
adalah hubungan kerjasama sejumlah orang untuk mencapai suatu tujuan. Dalam organisasi
terdapat sejumlah orang, adanya tujuan bersama, interaksi setiap orang dalam organisasi
mempunyai tujuan pribadi dan interaksi itu selalu diarahkan untuk tujuan bersama.

Defenisi Manajemen
Kata manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu management yang berarti tata
laksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan. Kata management dari kata kerja to manage yang
sinonimnya antara lainto hand berarti mengurus, to control berarti memeriksa, to guide berarti
memimpin. Jadi apabila dilihat dari asal katanya manajemen berarti penguasa, pengendalian,
memimpin dan membimbing.[11]
Para ahli manajemen sepakat bahwa pengertian manajemen berpangkal dari istilah bahasa
latin Manag “managerial” terdiri dari dua penggalan kata yakni “manus” yang berarti tangan
dan “agree” yang berarti melakukan atau melaksanakan.[12]
Dari segi istilah, banyak rumusan yang telah dikemukakan oleh para ahli di bidang ilmu
manajemen. Rumusannya berbeda-beda, hal ini didasarkan pada sudut pandang dan latar
belakang pengetahuan yang berbeda, walaupun pada hakekatnya pengertiannya adalah sama.
Menurut Simamora, bahwa manajemen adalah proses pendayagunaan bahan baku dan
sumber daya manusia untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.[13]Buchari
Zainun, bahwa manajemen dalam konsep populernya berarti suatu upaya atau proses upaya
seorang pimpinan dengan satu kewenangan tertentu untuk mewujudkan sesuatu tujuan
tertentu dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan yang sudah dikuasai
pimpinan itu, terutama sumber daya manusia yang berada di bawah kekuasaannya.[14]
Demikian halnya Hasibuan, bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.[15]

242
Organisasi Dalam Manajemen Dakwah (Hamriani HM)

Pernyataan lain dikemukakan oleh Wahjosumidjo, bahwa manajemen adalah proses


perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota
organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.[16] Susilo Martoyo, bahwa pada hakekatnya manajemen adalah
suatu kerja sama orang-orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah disepakati bersama
dengan sistematis, efisien, dan efektif.[17]
Menurut Manullang, bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian yakni:
Pertama, manajemen sebagai suatu proses. Kedua, manajemen sebagai suatu kolektivitas. Dan
ketiga, manajemen sebagai suatu seni dan sebagai suatu ilmu.[18] Manajemen sebagai proses,
G.R.Terry memandang bahwa kegiatan atau fungsi-fungsi dasar dari manajemen membentuk
suatu proses yang disebut proses manajemen yang bersifat operasional.[19] Sedangkan
manajemen sebagai suatu kolektivitas, menurut S.P. Siagian bahwa kelompok manajerial dan
kelompok pelaksana, mempunyai bidang tanggung jawab masing-masing secara konseptual
dan teoritikal dapat dipisahkan, akan tetapi secara operasional menyatu dalam berbagai
tindakan nyata dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.[20]
Sebagai suatu seni dan sebagai suatu ilmu menurut G.R. Terry, bahwa seni manajemen
menuntut suatu kreativitas yang didasarkan pada kondisi pemahaman ilmu manajemen.
Dengan demikian, ilmu dan seni manajemen saling mengisi, jika salah satu meningkat, maka
yang lain harus meningkat pula, diperlukan suatu keseimbangan diantara kedua aspek
tersebut.[21]
Setelah mengemukakan berbagai definisi tentang manajemen, maka dikemukakan
komponen-komponen yang menjadi landasan ilmu manajemen itu sendiri. Secara garis besar
terdapat tujuh komponen dasar yang melandasi ilmu manajemen yakni: Manajemen memiliki
tujuan yang ingin dicapai. Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dan seni.
Manajemen merupakan proses yang sistimatik, terkoordinasi, komperatif dan integrasi dalam
pemanfaatan ilmu-ilmu manajemen. Manajemen dapat diterapkan jika ada dua orang atau
lebih dalam melakukan kerja sama pada suatu organisasi. Manajemen harus didasarkan pada
pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab. Manajemen terdiri dari beberapa fungsi
planning, organizing, staffing directing, Controlling, dan Manajemen merupakan alat untuk
mencapai tujuan.[22]
Sunindia dan Ninik Widianti, bahwa seorang yang bekerja dalam arti modern sudah harus
mulai dengan merumuskan terlebih dahulu secara obyektif tujuan kerja yang hendak dicapai,
melakukan planning yakni memperkirakan dan menentukan jalan yang akan dilintasi,
memperhitungkan serta menentukan secara kualitatif dan kuantitatif uang, sarana, bahan,
teknologi, ruang, tenaga penggerak dan waktu.[23]
Dengan demikian, menurut Admosudirdjo bahwa orang yang tidak bisa bekerja (dalam
arti modern) juga tidak akan bisa manajemen.[24]
Berdasarkan beberapa pengertian tentang manajemen yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat dipahami bahwa manajemen adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

243
Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 14, No. 2, Desember 2013 : 239 - 249

mengefisienkan dan mengefektifkan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan


sumber daya manusia dan sumber daya lainnya yang dibutuhkan.

Pengertian Dakwah
Dakwah secara etimologi berasal dari bahasa arab dari kata: Da’a-Yad’u-Da’watanyang
berarti memanggil, menyeru, mengajak menjamu.[25]
Dakwah secara etimologi tersebut dapat ditemukan dalam Q.S Ali Imran (3) : 104. Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[26]; merekalah orang-orang yang
beruntung
H.S.M. Nasaruddin Latif mendefinisikan dakwah sebagai: setiap usaha atau aktifitas
dengan lisan atau tulisan dan lainnya, yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia
lainnya untuk beriman dan mentaati Allah swt, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syari;at
akhlak Islamiya.[27]
H.M Arifin, mengemukakan bahwa, dakwah ialah suatu kegiatan ajakan , baik dalam
bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana
dalam usaha mempengaruhi orang lain, baik secara individual maupun secara kelompok agar
supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap. Penghayatan dan pengamalan
terhadap ajaran agama sebagai massage yang disampaikan kepadanya tanpa unsur-unsur
paksaan.[28]
H. Quraish Shihab, menyatakan bahwa, dakwah adalah seruanatau ajakan kepada
keinsyafan atau usaha mengubah situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi
maupun masyarakat.[29]
Menurut Asmuni Syukur, bahwa istilah dakwah dapat diartikan dari dua segi atau dua
sudut pandang, yakni istilah dakwah yang persifat pembinaan dan istilah dakwah yang
bersifat pembangunan. Pembinaan artinya suatu kegiatan untuk mempertahankan dan
menyempurnakan sesuatu hal yang telah adfa sebeluimnya.Sedangkan pengembangan berarti
suatu kegiatan yang mengarah kepada pembaharuan atau mengadakan sesuatu hal yang
belum ada.[30]
Asep Muhiddin mengemukakan beberapa macam rumusan oleh para ahli dengan
penekanannya masing-masing, sehingga akan lebih muda memberikan pehaman, diantaranya
sebagai berikut: Pertama, Definisi dakwah yang menekankan proses pemberian motivasi
untuk melakukan pesan dakwah (ajaran Islam). Tokoh penggagasnya adalah Syeh Ali
Mahfudz. Mengungkapkan bahwa dakwah dalah “menodorong manusia pada kebaikan dan
petunjuk, memerintahkan perbuatan yang diketahui kebenarannya, melarang perbuatan yang
merusak individu dan orang banyak agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.” Kedua, Definisi dakwah (ajaran Islam) dengan mempertimbangkan penggunaan
metode, media, dan pesan yang sesuai dengan situasi dan kondisi mad’u (khalayak dakwah).
Penggagasnya adalah Ahmad Ghalwusy. Dia mengemukakan, dakwah dapat didefenisikan
sebagai berikut: “menyempaikan pesan Islam kepada manusia di setiap waktu dan tempat
dengan berbagai kondisi para penerima pesan dakwah (khalayak dakwah). Ketiga, Definisi

244
Organisasi Dalam Manajemen Dakwah (Hamriani HM)

dakwah yang menekankan pengorganisasian dan pemberdayaan sumber daya manusia


(khalayak dakwah) dalam melakukan berbagai petunjuk ajaran Islam (pesan dakwah),
menegakkan norma sosial budaya (ma’ruf), dan membebaskan kehidupan manusia dari
berbagai penyakit sosial (munkar). Definisi ini antara lain diungkapkan oleh Sayyid
Mutawakkil yang dikemukakan Ali Ibn Shalih Al-Mursyid sebagai berikut:
“mengorganisasikan kehidupan manusia dalam menjalankan kebaikan, menunjukkannya ke
jalan yang benar dengan menegakkan norma sosial budaya dan menghindarkannya dari
penyakit sosial. Keempat, definisi dakwah yang menekankan sistem dalam menjelaskan
kebenaran, kebaikan, petunjuk ajaran, menganalisis tantangan problema kebatilan dengan
berbagai pendekatan, metode, dan media agar mad’u (sasaran dakwah) mendapatkan
keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Defenisi macam ini dikemukakan
oleh Al-Mursyid sebagai berikut “sistem dalam menegakkan penjelasan kebenaran, kebaikan,
petunjuk ajaran, memerintahkan perbuatan ma’ruf mengungkapkan media-media kebatilan
dan metode-metodenya dengan macam-macam pendekatan dan metode serta media dakwah”.
Kelima, Definisi dakwah yang menekankan urgensi pengalaman aspek pesan dakwah (ajaran
Islam) sebagai tatanan hidup manusia sebagai hamba Allah dan khalifa-Nya di muka bumi.
Definisi dakwah seperti ini dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah. Menurutnya dakwah adalah
penyampaian pesan Islam berupa: Mengimani Allah, Mengimani segala ajaran yang dibawa
oleh semua utusan Allah, dengan membenarkannya dan menaati segala yang diperintahkan,
Menegakkan pengikraran syahdatain, Menegakkan shalat, Mengeluarkan zakat,
Melaksanakan shaum bulan ramadhan, Menunaikan ibadah haji, Mengimani malaikat, kitab-
kitab Allah, para rasul Allah, kebangkitan setelah wafat, kepastian baik-buruk yang datang
dari Allah, Menyerukan agar hamba Allah hanya beribadah kepada-Nya seakan-akan melihat-
Nya.
Keenam, Definisi dakwah yang menekankan pada profesionalisme dakwah. Dalam
pengertian, dakwah dipandang sebagai kegiatan yang memerlukan keahlian, sedangkan
keahlian memerlukan penguasaan pengetahuan.Dengan demikian da’i-nya adalah ulama dan
sarjana yang memiliki kualitas dan persyaratan akademik dan empirik dalam melaksanakan
kewajiban dakwah. Definisi ini diajukan oleh zakaria sebagai berikut: “Aktifitas para ulama
dan orang-orang yang memiliki pengetahuan agama Islam dalam memberi pengajaran kepada
orang banyak (khalayak dakwah) hal-hal yang berkenaan dengan urusan-urusan agama dan
kehidupannya, sesuai dengan realitas dan kemampuannya.[31]

Berbagai defenisi tentang dakwah sebagaimana yang telah dikemukakan, kelihatannya


beraneka ragam (ada kesamaan dan perbedaan) meskipun demikian, apabila dibandingkan
satu sama lain, maka dapat dipahami sebagai berikut: Sesungguhya dakwah adalah proses
dan aktivitas yang terselenggara atas kesadaran, kesengajaan dan terencana. Aktivitas tersebut
dilaksanakan untuk mengajak manusia ke jalan Allah swt, memperbaiki situasi ke arah yang
lebih baik (sifatnya pembinaan dan pengembangan). Proses usaha/kegiatan tersebut

245
Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 14, No. 2, Desember 2013 : 239 - 249

dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang
mendapat ridha dari Allah swt.
Apa yang menjadi tujuan dakwah, hanya akan terwujud apabila seluruh peruses kegiatan
terselenggara secara terencana teratur. Dengan demikian, Munir dan Wahyu Ilahi, bahwa inti
dari manajemen dakwah adalah sebuah pengaturan secara sistematis dan kordinatif dalam
kegiatan suatu aktivitas yang dimulai dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan
dakwah.[32]
Adapun tujuan dari organisasi dakwah adalah: Membagi kegiatan-kegiatan dakwah
menjadi departemen-departemen atau devisi-devisi dan tugas-tugas yang terperinci dan
spesifik, Membagi kegiatan dakwah serta tanggung jawab yang berkaitan dengan masing-
masing jabatan atau tugas dakwah, Mengkoordinasikan berbagai tugas organisasi dakwah,
Mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan dakwah ke dalam unit-unit, Membangun hubungan
dikalangan da’i, baik secara individual, kelompok dan departemen, Mengalokasikan dan
memberikan sumber daya organisasi dakwah, Dapat menyalurkan kegiatan-kegiatan dakwah
secara logis dan sistematis
Setelah mengemukakan gambaran tentang organisasi, manajemen dan dakwah, maka
dapat ditarik suatu pemahaman bahwa antara organisasi, manajemen dan dakwah itu sendiri.
Masing masing merupakan suatu proses kegiatan bersama dan terencana, serta mempunyai
cita-cita dan tujuan.
Pengorganisasian dalam proses dakwah sangatlah penting sebab pada proses
pengorganisasian ini akan menghasilkan sebuah rumusan struktur organisasi dakwah dan
pendelegasian wewenang serta tanggung jawab. Dengan empat langkah yang telah
dikemukakan sebelumnya dalam rangka pengorganisasian tersebut, maka tersusunlah suatu
pola atau bentuk kerjasama dakwah, dimana masing-masing orang yang mendukung usaha
kerjasama itu mengetahui pekerjaan apa yang harus dilaksanakan, sampai sejauh mana
wewenang masing-masing serta jalinan hubungan antara satu dengan yang lain dalam rangka
usaha kerjasama itu. Pola atau bentuk kerjasama sebagai hasil dari proses pengorganisasian
tersebut disebut organisasi.
Organisasi adalah hubungan kerjasama sejumlah orang untuk mencapai suatu tujuan, dan
interaksinya diarahkan untuk tujuan bersama. Manajemen dalam pelaksanaan berbagai
kegiatan mengarahkan pada pola kerja yang terpadu, efektif dan efesien dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sementara dakwah adalah suatu proses
yang dilaksanakan dengan sadar dan terencana untuk membangun situasi kearah yang lebih
baik, untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridhai oleh Allah Swt.
Untuk maksud tersebut, kegiatan dakwah harus diarahkan pada pola dan proses kerja sama
terpadu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa manajemen dakwah adalah pelaksanaan
dakwah yang diatur secara sistematis, dengan arah pola kerja sama secara terpadu untuk
mencapai tujuan dakwah.

246
Organisasi Dalam Manajemen Dakwah (Hamriani HM)

Endnotes
[1]
Djatmiko, Perilaku Organisasi (Cet.III; Bandung: Alfabeta, 2002), h.3
[2]
Siagian, Fungsi-fungsi Manajerial, (Cet.III; Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 82
[3]
Sutarto, Dasar-dasar Organisasi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1985), h. 36
[4]
Nawawi, Administrasi Pendidikan (Cet. III; Jakarta: PT. Gunung Agung, 1984), h. 27
[5]
Siagian, Peranan Staf dalam Manajemen (Cet. VI; Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982), h. 10
[6]
Wijaya, Kelembagaan dan Organisasi (Cet. I; Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988), h. 33
[7]
Syamsi, Pkok-pokok Organisasi dan Manajemen (Cet.III; Jakarta: Renika Ccipta, 1994), h.13)
[8]
Hardjono, Teori Organisasi dan Teknik Pengorganisasian (Ed.I, Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001) h.6
[9]
Syamsi, op. cit h. 13
[10]
Silalahi, Studi Tentang Ilmu Administrasi, Konsep, Teori dan Dimensi (Cet. IV; Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2002), h. 123
[11]
Echols, dan Hassan Shadily.1993. KamusInggris Indonesia.(Cet.xix; Jakarta: Gramedia, 1993), h.56
[12]
Tantowi,. Unsur-Unsur Manajemen Menurut Al-Qur’an. (Cet.1; Jakarta: Pustaka Al Hasan, 1983) h.
9
[13]
Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Ke-2. Yogyakarta: STIE YPKN, 1993 h,3
[14]
Zainun, Administrasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia Pemerintah Negara Indonesia.
Jakarta: Ghalia Indonesia.2004 h.11
[15]
Hasibuan. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara, 2002 h,2
[16]
Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahaannya. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. 2001 h 69
[17]
Martoyo. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ke-4 Yogyakarta. BPFE. 2000 h 7
[18]
Manullang. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Gadjah Mada University Press.2005, h. 3
[19]
George. R. Terry, Guide to Management, diterjemahkan oleh J. Smith D.E.M. dengan judul Prinsip-
Prinsip Manajemen (Cet V, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), h.12
[20]
Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2001, h.2
[21]
Terry, op, cit h. 10
[22]
Hasibuan, op.cit, h.3
[23]
Sunindhia dan Ninik Widiyanti.. Penerapan Manajemen dan Kepemimpinan Dalam Pembangunan.
Jakarta: Bina Aksara.1998, h.7
[24]
Admosudirdjo1982. Administrasi dan Manejemen Umum. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1982, h.124
[25]
Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an,
1997), h. 127
[26]
Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala
perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
[27]
Latif, Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah (Jakarta: Firma Dara, tt), h. 11
[28]
Arifin, Psikolog Dakwa, Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 6.
[29]
Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Cet.IX;Bandung: Mizan, 1995), h.194
[30]
Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: AlIhlas, 1983) h.20.
[31]
Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al-Quur’an (Cet.I; Bandung: Pustaka Setia, 2002), h.33-34
[32]
Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Cet.II; Jakarta: Kencana, 2009), h. 36-37.

DAFTAR PUSTAKA

A. W. Wijaya, Kelembagaan dan Organisasi, Cet. I; Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988

Admosudirdjo, S Prajudi. 1982. Administrasi dan Manejemen Umum. Jakarta: Ghalia


Indonesia. 1982

247
Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 14, No. 2, Desember 2013 : 239 - 249

Asep Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al-Quur’an, Cet.I; Bandung: Pustaka Setia, 2002

Asmuni Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: AlIhlas, 1983

Buchari Zainun, Administrasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia Pemerintah Negara
Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2004

Dydet Hardjono, Teori Organisasi dan Teknik Pengorganisasian, Ed.I, Cet. III; Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2001

Echols, Jhon M dan Hassan Shadily. 1993. KamusInggris Indonesia, Cet.xix; Jakarta:
Gramedia, 1993

George. R. Terry, Guide to Management, diterjemahkan oleh J. Smith D.E.M. dengan judul
Prinsip-Prinsip Manajemen, Cet V, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003

H.M Arifin, Psikolog Dakwah, Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1993

H.M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Cet.IX; Bandung: Mizan, 1995

Hafari Nawawi, Administrasi Pendidikan, Cet. III; Jakarta: PT. Gunung Agung, 1984

Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi
Aksara, 2002

Hendri Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Ke-2. Yogyakarta: STIE YPKN,
1993

HSM. Nasaruddin Latif, Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah, Jakarta: Firma Dara, tt

Ibnu Syamsi, Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen, Cet.III; Jakarta: Renika Cipta, 1994

Jawahir Tantowi,. Unsur-Unsur Manajemen Menurut Al-Qur’an, Cet.1; Jakarta: Pustaka Al


Hasan, 1983

M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Cet.II; Jakarta: Kencana, 2009

Manullang, M. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Gadjah Mada University Press.2005

Martoyo, Susilo. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ke-4 Yogyakarta. BPFE.
2000

Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-


Qur’an, 1997

248
Organisasi Dalam Manajemen Dakwah (Hamriani HM)

Sondang P. Siagian, Fungsi-fungsi Manajerial, Cet.III; Jakarta: Bumi Aksara,


1996

Sondang P. Siagian, Peranan Staf dalam Manajemen, Cet. VI; Jakarta: PT. Gunung Agung,
1982

Sondang P.Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2001

Sunindhia, Y.W. dan Ninik Widiyanti.. Penerapan Manajemen dan Kepemimpinan Dalam
Pembangunan. Jakarta: Bina Aksara.1998

Sutarto, Dasar-dasar Organisasi Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1985

Ulbert Silalahi, Studi Tentang Ilmu Administrasi, Konsep, Teori dan Dimensi, Cet. IV;
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002

Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahaannya.


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2001

Yayat Hayati Djatmiko, Perilaku Organisasi,Cet.III; Bandung: Alfabeta, 2002

249

Anda mungkin juga menyukai